Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN UROLITHIASIS


DI RUANG 12RS DR. SAIFUL ANWAR – MALANG

DISUSUN OLEH :

DIYAH PURWANTI

14901.05.17011

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN

GENGGONG PROBOLINGGO

2017
LAPORAN PENDAHULUAN
UROLITHIASIS

A. Definisi
Urolitiasis adalah istilah adanya batu di saluran kemih. Batu terbentuk karena adanya
supersaturasi zat-zat yang terdapat dalam urin, seperti kalsium, oxalat, fosfat, asam urat,
dan lain-lain karena suatu keadaan tertentu. Batu dapat ditemukan di setiap tempat saluran
kemih, mulai dari ginjal hingga kandung kemih.1
Urolitiasis adalah pembentukan batu di dalam saluran kemih. Kristal-kristal urin
membentuk nidus, yang kemudian berkembang menjadi kalkulus (batu). Kalkulus (batu)
ini bisa asimtomatik atau obstruktif, atau bisa juga menjadi sumber infeksi sekunder. 2
Batu ginjal dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah anggur.
Kebanyakan dari batu ginjal yang terbentuk keluar bersama dengan urin tanpa
menimbulkan keluhan. Jika batu ginjal berukuran besar (lebih dari 2-3 mm), barulah dapat
menimbulkan keluhan karena tersumbatnya saluran kemih. 1
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium
fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat,
batu xanthyn, batu sistein, batu silikat, dan batu jenis lainnya. 1
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk di
traktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium, oksalat, kalsium
fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi
substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin.
Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin dan status
cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi). 3
B. Etiologi
Penyebab terjadinya batu saluran kemih dapatdijelaskan melalui beberapa teori : 1
1. Teori Nukleasi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu pada sistem
kalikes ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan seperti pelvikalises (stenosis
uretro-pelvis), obstruksi infravesika kronis seperti hiperplasia prostat benigna, striktura
dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut di dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam
keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi,
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun
cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran
kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk
retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Meskipun proses
pembentukan batu hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang
memungkinkan jenis batu itu tidak sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang
memungkinkan jenis batu itu tidak sama (misal: batu asam urat mudah terbentuk dalam
suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urin
bersifat basa)
Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam
urin, konsentrasi solut dalam urin, laju aliran urin di dalam kemih, atau adanya korpus
alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

2. Teori Inhibitor Crystal (Penghambat Kristalisasi)


Diduga terjadinya batu saluran kemih akibat tidak ada atau berkurangnya faktor
inhibitor (penghambat) pembentukan batu seperti: magnesium, sitrat, peptid fosfat,
pirofosfat, polifosfat (mencegah pengikatan kalsium dengan oksalat/fosfat yang 80%
ditemukan sebagai komposisi batu), dan beberapa protein atau senyawa organik lain
yang mampu menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun
menghambat retensi kristal (asam mukopolisakarida, glikosaminoglikan, protein Tamm
horsfall atau uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin).
Selain kedua teori tersebut ada faktor internal dan eksternal berpengaruh pada
terbentuknya batu saluran kemih, yaitu sebagai berikut: 1
1. Faktor Internal:
a. Stasis urin
b. Infeksi; Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan
ginjal dan akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kemih 9BSK). Infeksi
bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah
pH urin menjadi alkali.
c. Hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urin > 250-300 mg/24 jam) yang dapat
disebabkan oleh:
 Hiperparathyroid atau status keganasan (peningkatan resorpsi kalsium
tulang), ranumatous (dimana terjadi peningkatan vit D yang diproduksi
oleh granuloma), intake vitamin D yang berlebih.
 Gangguan kemampuan reabsorbsi melalui tubulus ginjal dan absorbsi
kalsium melalui usus.
 Penggunaan obat-obatan. Penggunaan obat anti hipertensi triainterene,
penggunaan jangka panjang antasid, carbonat anhidrase inhibitor akan
meningkatkan insiden batu saluran kemih pada seorang individu.
d. Hiperoksaluri (ekskresi oksalat urin > 45gr/hari), keadaan ini banyak dijumpai
pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani
pembedahan usus dan pasien banyak mengkonsumsi makanan yang kaya
oksalat (seperti: teh, kopi instan, soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan
sayuran berwarna hijau terutama bayam).
e. Hiperurikosuria (kadar asam urat dalam urin > 850 mg/hari), asam urat yang
berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti batu pada terbentuknya batu asam
urat. Sumber asam urat di dalam urin berasal dari makanan yang banyak
mengandung purin maupun berasal dari metabolisme endogen.
2. Faktor Eksternal
a. Umur (penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun)
b. Jenis kelamin (jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibanding pasien
pemrempuan)
c. Keadaan sosial ekonomi (penyakit batu saluran kemih lebih sering diderita oleh
masyarakat industrialis dibanding nonindustialis)
d. Diet
Meningkatnya kualitas makanan suatu masyarakat (peningkatan konsumsi asam
lemak, proteinhewani, gula, garam, dan minuman instan 9teh, kopi, bersoda), serta
penurunan makanan berserat, protein nabati, dan karbohidrat) akan meningkatkan
insiden batu saluran kemih.
e. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dengan aktifitas fisik minimal (banyak duduk) dan paparan
suhu yang tinggi akan meningkatkan insiden batu saluran kemih.
f. Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum akan menyebabakan
kadar semua substansi dalam urin meningkat.
g. Iklim
Individu yang menetap di daerah yang beriklim panas dengan paparan sinar
ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi
vitamin D (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden
batu saluran kemih akan meningkat.
h. Riwayat Keluarga
Riwayat batu saluran kemih pada keluarga akan meningkatkan kemungkinan
timbulnya batu saluran kemih pada seseorang.

C. Klasifikasi
Menurut Kowalak (2011) komposisi yang menyusun batu ginjal adalah batu kalsium
(80%) dengan terbesar berbentuk kalsium oksalat dan terkecil berbentuk kalsium fosfat.
Adapun macam-macam batu ginjal dan proses terbentuknya, antara lain:

a) Batu Oksalat/Kalsium Oksalat


Asam oksalat di dalam tubuh berasal dari metabolisme asam amino dan asam
askorbat (vitamin C). Asam askorbat merupakan prekursor oksalat yang cukup
besar, sejumlah 30%, 50% yang lain dikeluarkan sebagai oksalat urine. Manusia
tidak dapat melakukan metabolisme oksalat, sehingga dikeluarkan melalui ginjal.
Jika terjadi gangguan fungsi ginjal dan asupan oksalat berlebih di tubuh (misalkan
banyak mengkonsumsi nenas), maka terjadi akumulasi okalat yang memicu
terbentuknya batu oksalat di ginjal/kandung kemih.
b) Batu Struvit
Batu struvit terdiri dari magnesium ammonium fosfat (struvit) dan kalsium
karbonat. Batu tersebut terbentuk di pelvis dan kalik ginjal bila produksi ammonia
bertambah dan pH urin tinggi, sehingga kelarutan fosfat berkurang. Hal ini terjadi
akibat infeksi bakteri pemecah urea (yang terbanyak dari spesies Proteus dan
Providencia, Peudomonas eratia, semua spesies Klebsiella, Hemophilus,
Staphylococus, dan Coryne bacterium) pada saluran urin. Enzim urease yang
dihasikan bakteri di atas menguraikan urin menjadi amonia dan karbonat. Amonia
bergabung dengan air membentuk amonium sehingga pH urine makin tinggi.
Karbon dioksida yang terbentuk dalam suasana pH basa/tinggi akan menjadi ion
karbonat membentuk kalsium karbonat.Batu struvit (campuran dari magnesium,
amoniak dan fosfat) juga disebut batu infeksi karena batu ini hanya terbentuk di
dalam air kemih yang terinfeksi. Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2.5 sentimeter atau lebih.
Batu yang besar disebut kalkulus staghorn. Batu ini mengisi hampir keseluruhan
pelvis renalis dan kalises renalis.
c) Batu Urat
Batu urat terjadi pada penderita gout (sejenis rematik). Batu urat dapat juga
terbentuk karena pemakaian urikosurik (misal probenesid atau aspirin). Penderita
diare kronis (karena kehilangan cairan, dan peningkatan konsentrasi urine) serta
asidosis (pH urin menjadi asam sehingga terjadi pengendapan asam urat) dapat juga
menjadi pemicu terbentuknya batu urat.
d) Batu Sistina
Sistin merupakan asam amino yang kelarutannya paling kecil. Kelarutannya
semakin kecil jika pH urin turun/asam. Bila sistin tak larut akan berpresipitasi
(mengendap) dalam bentuk kristal yang tumbuh dalam sel ginjal/saluran kemih
membentuk batu.
e) Batu Kalium Fosfat
Batu ginjal berbentuk batu kalium fosfat dapat terjadi pada penderita hiperkalsiurik
(kadar kalsium dalam urine tinggi). Batu kalium fosfat juga dapat terjadi karena
asupan kalsium berlebih (misal susu dan keju) ke dalam tubuh. Hal ini dikarenakan
adanya endapan kalium di dalam tubuh yang akan menyebabkan timbulnya batu
ginjal.

Batu yang terbentuk di ginjal dapat menetap pada beberapa tempat di bagian ginjal,
seperti di kalix minor atas dan bawah, di kalix mayor, di daerah pyelum, dan di ginjal
bagian atas (up junction). Berikut ini adalah klasifikasi berdasarkan posisi batu saluran
ginjal:

1) Batu di kalix minor atas: batu ini kemungkinan silent stone dengan symptom stone.
2) Batu di kalix monir bawah: batu yang terdapat pada bagian ini biasanya merupakan
batu koral (staghorn stone) dan berbentuk seperti arsitektur dari kalices. Batu ini
makin lama akan bertambah besar dan mendesak pharencim ginjal sehingga
pharencim ginjal semakin menipis. Jadi batu ini potensial berbahaya bagi ginjal.
3) Batu di kalix mayor: jenis batu ini adalah batu koral (staghorn stone), tetapi tidak
menyumbat. Batu pada daerah ini sering tidak menimbulkan gejala mencolok / akut,
tetapi sering ditemukan terjadinya pielonefritis karena infeksi yang berulang-ulang.
Batu ini makin lama akan semakin membesar dan mendesak pharencim ginjal
sehingga pharencim ginjal akan semakin menipis dan berbahaya bagi ginjal.
4) Batu di pyelum ginjal: batu-batu ini kadang-kadang dapat menyumbat dan
menimbulkan infeksi sehingga dapat menyebabkan kolik pain dan gejala lain.
Tindakan pengobatannya sebaiknya dilakukan dengan pengangkatan batu ginjal,
karena batu dapat tumbuh terus ke dalam kalix mayor sehingga tindakan operasi
nantinya akan lebih sulit untuk dilaksanakan.
5) Batu di atas Up Junction: daerah up junction merupakan salah satu tempat
penyempitan ureter yang fisiologis, sehingga besarnya batu diperkirakan tidak dapat
melalui daerah tersebut.
6) Batu ureter: tanda dan gejalanya adalah secara tiba-tiba timbul kolik pain mulai dari
pinggang hingga testis pria atau ovarium pada wanita, pada posisi apapun klien
sangat kesakitan, kadang-kadang disertai perut kembung, nausea, muntah, gross
hematuria.
7) Batu buli-buli: batu buli-buli terdapat pada semua golongan umur dari anak sampai
orang dewasa.

D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya
obstruksi, infeksi, dan edema. 3
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadinya obstruksi menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis
dan sistitis yang disertai menggigil, demam, dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang
terus-menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan
merusak unit fungsional (nefron) ginjal; sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar
biasa dan ketidaknyamanan.3
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya, besarnya dan
morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda umum, yaitu hematuria
baik hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu, bila disertai infeksi saluran kemih,
dapat juga ditemukan kelainan endapan urin, bahkan mungkin demam atau tanda sistemik
lain.
Secara umum terdapat nyeri (renal colic). Batu distal bisa menyebabkan nyeri alih
pada labia, meatus penis, atat testis. Hamaturia terjadi pada 95% pasien. Gejala-gejala
nonspesifik seperti nausea, muntah, takikardi, diaforesis. Demam derajat rendah tanpa
infeksi, namun bila terjadi infeksi bisa mengalami demam tinggi.
1. Batu Pelvis Ginjal
Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus-menerus
di area kostovertebral. Hematuria dan piuria dapat dijumpai. Nyeri yang berasal dari
area renal menyebar secara anterior dan pada wanita ke bawah mendekati kandung
kemih sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai
nyeri tekan di seluruh area kostovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka pasien
sedang mengalami episode kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat
terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari refleks retrointestinal dan proksimitas
anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar. 3
Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang sederhana sehingga hanya menempati
bagian pelvis, tetapi dapat juga tumbuh mengikuti bentuk susunan pelviokaliks
sehingga bercabang menyerupai tanduk rusa. Kadang batu hanya terdapat di suatu
kaliks. Batu pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat.
Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat dari obstruksi aliran kemih dan
infeksi.3
Nyeri di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang
terus menerus dan hebat karena adanya pionefrosis. Pada pemeriksaan fisik mungkin
kelainan sama sekali tidak ada, sampai mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat
adanya hidrnefrosis. Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta
padasisi ginjal yang terkena. Sesuai dengan gangguan yang terjadi, batu ginjal yang
terleta di pelvis dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis, sedangka batu kaliks pada
umumnya tidak memberikan kelainan fisik. 2
2. Batu Ureter
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut,
dan kolik menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun
hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif
batu. Kelompok gejala ini disebut kolik ureteral. Umumnya, pasien akan mengeluarkan
batu dengan diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter lebih dari
1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat diangkat atau
dikeluarkan secara spontan.3
Anatomi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang memungkinkan
batu ureter terhenti. Karena peristalsis, akan terjadi gejala kolik yakni nyeri yang hilang
timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntahdengan nyeri alih khas. Selama
batu bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang-ulang sampai
batu bergeser dan memberi kesempatan pada air kemih untuk lewat. 2
Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar
bersama kemih. Batu ureter juga bias sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa
nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter
sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang
mungkin asimptomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan
kolik. Bila keadaan obstruksi terus berlangsung, lanjutan dari kelainan yang terjadi
dapat berupa hidronefrosis dengan atau tanpa pielonefritis sehingga menimbulkan
gambaran infeksi umum. 2
3. Batu Kandung Kemih
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika batu menyebabkan
obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retensi urin. Jika infeksi berhubungan
dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam
kehidupan pasien.3
Karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih,
aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan terhenti dan menetes disertai dengan
nyeri. Pada anak, nyeri menyebabkan anak yang bersangkutan menarik penisnya
sehingga tidak jarang dilihat penis yang agak panjang. Bila pada saat sakit tersebut
penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar karena letak batu yang
berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder, selain nyeri sewaktu miksi
juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik.2
4. Batu Prostat
Pada umumnya batu prostat juga berasal dari kemih yang secara retrograde
terdorong ke dalam saluran prostat dan mengendap, yang akhirnya menjadi batu yang
kecil. Pada umumnya batu ini tidak memberikan gejala sama sekali Karena tiak
menyebabkan gangguan pasase kemih.2
5. Batu Uretra
Batu uretra umunya merupakan batu yang berasal dari ureter atau kandung kemih
yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra, tetapi menyangkul di tempat
yang agak lebar. Tempat uretra yang agak lebar ini adalah pars prostatika, bagian
permulaan pars bulbosa, dan di fosa navikular. Bukan tidak mungkin dapat ditemukan
di tempat lain. Gejala yang ditimbulkan umumnya miksi tiba-tiba terhenti, menjadi
menetes dan nyeri. Penyulitnya dapat berupa terjadinya divertikulum, abses, fistel
proksimal, dan uremia karena obstruksi urin.2

E. Patofisiologi
Tipe batu ginjal yang utama adalah kalsium oksalat dan kalsium fosfat yang
menempati 75% hingga 80% dari semua kasus batu ginjal; batu struvit (magnesium,
ammonium, dan fosfat) 15% dan asam urat 7%. Batu sistin relative jarang terjadi dan
mewakili 1% dari semua batu ginjal (Kowalak, 2011).

Batu ginjal terbentuk ketika terjadi pengendapan substansi yang dalam keadaan
normal larut dalam urin, seperti kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Dehidrasi dapat
menimbulkan batu ginjal karena peningkatan konsentrasi substansi yang membentuk batu
di dalam urin. Pembentukan batu terjadi di sekeliling suatu nucleus atau nidus pada
lingkungan yang sesuai. Kristal terbentuk dengan adanya substansi yang membentuk batu
(kalsium oksalat, kalsium karbonat, magnesium, ammonium, fosfat atau asam urat) dan
kemudian terperangkap dalam traktus urinarius. Di tempat ini, kristal tersebut menarik
Kristal lain untuk membentuk batu. Urin yang sangat pekat dengan substansi ini akan
memudahkan pembentukan Kristal dan mengakibatkan pembentukan batu (Kowalak,
2011).

Beberapa teori pembentukan batu adalah (Purnomo, 2011) :

a) Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu (nukleus). Partikel-partikel
yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh (supersaturated) akan mengendap di
dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal
atau benda asing di saluran kemih.
b) Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan mukoprotein)
yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
c) Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain :
magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah
satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam
saluran kemih.

PATHWAY

Faktor etiologi:
1.
Teori nukleasi Teori matriks Penghambatan kristalisasi

Batu Ginjal

obstruksi Pembedahan

Post operasi Kurang informasi


Aliran balik urin

Invasi kuman Hydronefrosis


Kesalahan
Ansietas interpretasi
Mendesak lambung
Resiko infeksi

Defisit
Reflek pengetahuan
renointestinal

Mual muntah Tirah baring Terputusnya


kontinuitas jaringan

Resiko kurang Nyeri akut


volume cairan

Fungsi muskuloskeletal Defisit


belum pulih perawatan diri

Pembatasan gerak

Hambatan
mobilitas fisik
F. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 4
1. Urinalisa
Warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum menunjukkan SDM,
SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH
mungkin asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan
magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat).
2. Urin (24 jam)
Kreatinin , asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat.
3. Kultur urin
Mungkin menunjukkan ISK (Stapilococcus aureus, Proteus, klebsiella,
Pseudomonas).
4. Survei biokimia
Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein, elektrolit.
5. BUN/Kreatinin serum dan urin
Abnormal (tinggi pada serum/ rendah pada urin) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
6. Kadar klorida dan bikarbonat serum
Peninggian kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya
asidosis tubulus ginjal.
7. Hitung darah lengkap
SDP mungkin meningkat menunjukkan infeksi/septikemia
8. SDM
Biasanya normal
9. Hb/Ht
Abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong presipitasi
pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi/ gagal ginjal).
10. Hormon Paratiroid
Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorbsi kalsium
dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urin)
11. Foto rontgen KUB
Menunjukkan adanya kalkuli dan/atau perubahan anatomik pada area ginjal dan
sepanjang ureter.
12. IVP
Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau
panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter) dan
garis bentuk kalkuli.
13. Sistoureterokopi
Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu dan/ atau
efek obstruksi.
14. CT Scan
Mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain; ginjal, ureter, dan
distensi kandung kemih
15. Ultrasound ginjal
Untuk menentukanperubahan obstruksi, lokasi batu.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan hanya
mengeluarkan batu saja, tetapi harus disertai dengan terapi penyembuhan penyakit batu
atau paling sedikit disertai dengan terapi pencegahan. Hal ini karena batu sendiri hanya
merupakan gejala penyakit batu sehingga pengeluaran batu dengan cara apapun
bukanlah merupakan terapi yang sempurna. Selanjutnya, perlu juga diketahui bahwa
pengeluaran batu baru diperlukan bila batu menyebabkan gangguan pada saluran kemih.
Bila batu ternyata tidak memberi gangguan fungsi ginjal, batu tersebut tidak perlu
diangkat, apalagi mislanya pada batu ureter diharapkan batu dapat keluar sendiri. 2

1. Terapi Medis Dan Simtomatik


Terapi medis batu saluran kemih berusaha mengeluarkan batu atau melarutkan
batu. Pengobatan simtomatik mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik, yang
terjadi menghilang dengan simpatolitik.
Analgesik yang dapat diberikan adalah kombinasi NSAIDs (indomethacin
suppository 100 mg) dan acetaminophen-codeine oral. Jika analgesik di atas tidak
berhasil, diberikan narkotik parenteral untuk mengontrol nyeri (morphine 5-10 mg
IV or IM q4h). Antiemetik jika diperlukan atau profilaksis dengan narkotik
parenteral. Jika pasien mengalami sepsis diberikan antibiotik dan setelah kultur urin
dan darah diambil.
Selain itu, terutama untuk batu ureter yang dapat diharapkan keluar dengan
sendirinya. Dapat diberikan minum berlebihan disertai diuretik. Dengan produksi air
kemih yang lebih banyak diharapkan dapat mendorong dan mengeluarkan batu. Batu
ureter ini ialah batu yang tidak mengganggu saluran kemih, termasuk ginjal dan
ukurannya kurang dari setengah sentimeter.
2. Pelarutan
Jenis batu yang memang dapat dilarutkan adalah dari jenis batu asam urat. Batu
ini hanya terjadi pada keadaan pH air kemih yang asam (pH 6,2) sehingga dengan
pemberian bikarbonas natrikus disertai dengan makanan alkalis, batu asam urat
dapat diharapkan larut. Lebih baik bila dibantu dengan usaha menurunkan kadar
asam urat air kemih dan darah dengan bantuan alopurinol.
Batu struvit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesarannya bila
diberikan pengobatan dengan pengasaman kemih dan pemberian antiurease. Bila
terdapat kuman harus dibasmi. Akan tetapi, infeksi pada urolitiasis sukar dibasmi
karena kuman berada di dalam abtu yang tidak pernah dapat dicapai oleh antibiotik.
Solutin G merupakan obat yang dapat diberikan langsung ke batu di kandung
kemih, tetapi biasanya pelaksanaannya sukar. Selain solutin G, juga dipakai obat
hemiasidrin untuk batu di ginjal dengan cara irigasi, tetapi hasilnya kurang
memuaskan, kecuali untuk batu-sisa pascabedah yang dapat diberikan melalui
nefrostomi yang terpasang. Kemungkinan penyulit dengan pengobatan seperti ini
adalah intoksikasi atau infeksi yang lebih berat.
3. Litotripsi
Pemecahan batu atau litotripsi telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara
buta, tetapi dengan kemajuan teknik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat
langsung. Untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan memakai litotriptor secara
mekanis melalui sitoskop atau dengan memakai gelombang elektrohidrolik atau
ultrasonik. Untuk batu ureter, digunakan ureteroskop dan batu dapat dihancurkan
memakai gelombang ultrasonik, ultrahidrolik, atau siar laser. Untuk batu ginjal,
litotripsi dilakukan dengan batuan nefroskopi perkutan untuk membawa transduser
melalui sonde ke batu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolototripsi perkutan.
Makin sering dipakai gelombang kejut luar-tubuh (ESWL = Extracorporeal
Shock Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan batu tanpa perlukaan di tubuh
sama sekali. Gelombang kejut dialirkan ke tubuh dan dipusatkan ke batu yang akan
dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping dan keluar bersama kemih.
Litropsi gelombang kejut luar-tubuh dilakukan tanpa tindak bedah apapun.
Kadang diperlukan tindakan tambahan berupa pemasangan kateter atau dalam
keadaan yang sangat istimewa dibutuhkan bantuan nefrostomi perkutan.
Pada hakikatnya, litotripsi gelombang kejut dapat dilakukan pada setiap batu,
tetapi sebaiknya tindakan dilakukan dalam tahapan untuk mengeluarkan semua batu.
Akan tetapi, bila terdapat kelainan saluran kemih, misalnya stenosis yang akan
menghalangi keluarnya batu yang telah dipecahkan, tindakan dengan ESWL tidak
akan bermanfaat.
Batu dapat dipastikan letaknya dengan batuan sinar Rontgen atau ultrasonografi
yang terdapat pada setiap jenis alat ESWL. Betapapun disebutkan bahwa dengan
ESWL batu dapat dipecahkan menjadi bagian yang lebih kecil dari 2 mm, belum
tentu pascatindakan semua batu akan pecah hingga ukuran yang dikehendaki. Selain
itu, batu yang telah dipecahkan membutuhkan waktu untuk keluar semua. Walaupun
dinyatakan bahwa gelombang kejut yang dipergunakan tidak akan merusak jaringan
ginjal secara permanen, karusakan yang ada perlu diawasi baik dari segi
kemungkinan terjadinya infeksi atau kerusakan yang dapat mengakibatkan gejala
sisa.
4. Pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat gelombang kejut,
atau bila cara nonbedah tidak berhasil. Walaupun demikian sudah barang tentu untuk
menentukan tindakan bedah bila terdapat hidrokaliks. Batu sering harus dikeluarkan
melalui nefrolitotomi yang tidak gampang karena batu biasanya tersembunyi di
dalam kaliks.
Batu pelvis juga perlu dibedah bila menyebabkan hidronefrosis, infeksi, atau
menyebabkan nyeri yang hebat. Padad umunya, batu pelvis terlebih lagi yang
berbentuk tanduk rusa amat mungkin menyebabkan kerusakan ginjal. Operasi batu
pielum yang sederhana disebut pielolitotomi sedang untuk bentuk tanduk rusak
dengan pielototomi yang diperluas.
Bila batu ureter ukuran 0,4 cm terdapat pada bagian sepertiga proksimal ureter,
80% batu akan keluar secara spontan, sedangkan bila terdapat pada bagian sepertiga
distal, kemungkinan keluar spontan 90%. Patokan ini hanya dipakai bila batu tidak
menyebabkan gangguan dan komplikasi. Tidak jarang batu dengan ukuran 0,4 cm
dapat juga menyebabkan gangguan yang dapat mengnacam fungsi ginjal atau
sebaliknya, batu dengan ukuran lebih dari 1 cm tidak menyebabkan gangguan sama
sekali dan bahkan keluar secara spontan. Oleh karena itu, uterolitotomi selalu
didasarkan atas gangguan fungsi ginjal, nyeri yang sangat tidak tertahankan
penderita, dan penanganan medis tidak berhasil.
Batu kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga
perlu dilakukan tindakan pengeluarannya. Litotripor hanya dapat memecahkan baatu
dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Batu di atas ukuran ini dapat ditangani dengan
gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan Pfannenstiel.
Tidak jarang batu uretra yang ukurannya < 1 cm dapat keluar sendiri atau
dengan bantuan pemasangan kateter uretra selama 3 hari; batu akan terbawa keluar
dengan aliran air kemih yang pertama. Batu uretra harus dikeluarkan melalui
tindakan uretratomi eksterna. Komplikasi yang dapat terjadi sebagai akibat operasi
ini adalah striktur uretra. Batu prostat pada umumnya tidak membutuhkan tindakan
bedah.2

H. Komplikasi
Adapun komplikasi dari batu kandung kemih ini adalah:

1) Hidronefrosis
Adalah pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan ginjal, sehingga ginjal
menyerupai sebuah kantong yang berisi kemih, kondisi ini terjadi karena tekanan
dan aliran balik ureter dan urine ke ginjal akibat kandung kemih tidak mampu lagi
menampung urine. Sementara urine terus-menerus bertambah dan tidak bisa
dikeluarkan. Bila hal ini terjadi maka, akan timbul nyeri pinggang, teraba benjolan
basar didaerah ginjal dan secara progresif dapat terjadi gagal ginjal.
2) Uremia
Adalah peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan ginjal menyaring
hasil metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala mual muntah, sakit kepala,
penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan keringat berbau urine.
3) Pyelonefritis
Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik secara assenden ke
ginjal dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka akan timbul panas yang tinggi
disertai mengigil, sakit pinggang, disuria, poliuria, dan nyeri ketok kosta vertebra.
4) Gagal ginjal akut sampai kronis
5) Obstruksi pada kandung kamih
6) Perforasi pada kandung kemih
7) Hematuria atau kencing darah
8) Nyeri pingang kronis
9) Infeksi pada saluran ureter dan vesika urinaria oleh batu
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN UROLITHIASIS

a. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang berhubungan


dengan pasien secara sistematis pada pengkajian klien dengan tergantung pada
ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus (Doengus 2002), yaitu :

a. Akivitas/ istirahat
Gejala: Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana klien terpajan pada lingkungan
bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas/ mobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis)
b. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD/ nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit hangat dan
kemerahan.
c. Eliminasi
Gejala: riwayat adanya/ ISK kronis: obstruksi sebelumnya (kalkulus),
penurunaan haluan urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar, dorongan
berkemih, diare.
Tanda: Oliguria, hemeturia, piuria, perubahan pola berkemih.
d. Makanan/ cairan
Gejala: Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purine, kalsium
oksalat, dan / fosfat, ketidak cukupan pemasukan cairan: tidak minum air
yang cukup.
Tanda: Diestensi abdominal: penurunan/ tak ada bising usus, muntah.
e. Nyeri/ kenyamanan
Gejala:
a) Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi batu,
contoh pada panggul di region sudut kostovetebrel: dapat menyebar
kapanggul, abdomen, dan turun ke lipatan paha/ genetalia.
b) Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada dipelvis atau kalkulus
ginjal.
c) Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat dengan posisi atau tindakan
lain.
d) Tanda: Melindungi: perilaku distraksi, nyeri tekan pada daerah ginjal pada
palpasi.
f. Keamanan
Gejala: Penggunaan alkohol: demam menggigil.
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala: Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout,
ISK kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotik anti hipertensi, natrium
bikarbonat aluporinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium/ vitamin.
h. Pemeriksaan Penunjang
a) Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum
menunjukkan SDM, SDP, Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat),
serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan sistin
dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat
ammonium, atau batu kalium fosfat).
b) Urine (24 jam): kreatinin, asa urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin
mungkin meningkat.
c) Kultutur urine; mungkin menunjukkan ISK (stapilococus aureus, proteus,
klebsiela, pseudomonas)
d) Survei biokimia: Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat,
fosfat, protein, elektrolik.
e) BUN/kreatinin serum dan urine: Abnormal (tinggi pada serum/ rendah
pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
f) Kadar klorida dan biokarbonat serum: Peningkatan kadar klorida dan
penurunan bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
g) Hitung darah lengkap: SDP meningkat menunjukkan infeksi/septicemia.
h) SDM: Biasanya normal.
i) Hb/Ht: Abnormal bila pasien dehidrasi nerat atau polisitemia terjadi
(mendorong presitipasi pemadatan atau anemia, perdarahan
disfungsi/gagal ginjal).
j) Hormon paratiroid: Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH
merangsang reabsorpi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum
dan kalsium urine)
k) Foto ronsen KUB: Menunjukkan adanya kalkuli dan/atau perubahan
anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
l) IVP: Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
m) Sistoureterokopi: Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukkan batu dan/atau afek obstruksi.
n) Scan CT: Mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain;
ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
o) Ultrasound ginjal: Untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

b. Diagnosa Keperawatan

a) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi bedah, tekanan dan


mitasi kateter/ badan
b) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pra- operasi
c) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan sekunder
terhadap: presedur bedah, presedur alat invasive, alat selama pembedahan
kateter, irigasi kandung kemih.
d) Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, reflek spasme
otot: presedur bedah atau tekanan dari balon kandung kemih.
e) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
f) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan pengetahuan
atau informasi.
c. Intervensi

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional


keperawatan

1. Perubahan eliminasi NOC : urinary elimination NIC : urinary retention care


urine berhubungan Urinary continence 1. monitor intake dan output
dengan obstruksi 2. instruksikan pada keluarga pasien untuk
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
bedah, tekanan dan memonitor output urin
selama 3X24 jam perubahan eliminasi 3. sediakan privacy untuk elimasi
mitasi kateter/ badan
urin dapat teratasi 4. kateterisasi jika perlu
5. stimulasi refleks bladder dengan kompres dingin
Kriteria Hasil :
- kandung kemih kosong secara pada abdomen
penuh
- tidak ada residu urin > 100-200cc
- bebas dari ISK
- tidak ada spasme bladder
- balance cairan seimbang
2. Resiko tinggi NOC : NIC : Fluid management
terhadap kekurangan
volume cairan Fluid balance 1. Monitor tanda-tanda vital klien
2. Pasang kateter urin sesuai indikasi
berhubungan dengan 3. Monitor status hidrasi klien
kesulitan mengontrol 4. Beri terapi cairan sesuai indikasi
perdarahan, Setelah dilakukan asuhan keperawatan 5. Monitor respon hemodinamik
pembatasan pra- selama 3x24 jam volume cairan klien 6. Kolaborasi pemberian terapi farmakologis untuk
operasi akan seimbang dengan kebutuhan cairan
menjaga keseimbangan cairan tubuh klien
klien

Kriteria Hasil :

- Tekanan darah dalam rentang normal


- Integritas kulit baik
- Membran mukosa lembab

3. Resiko tinggi NOC NIC :


terhadap infeksi 1. Immune status
berhubungan dengan 2. Knowledge: infection control 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Dorong masukan nutrisi yang cukup
trauma jaringan 3. Pertahankan teknik aseptik
1x24 jam tidak terjadi infeksi dan
sekunder terhadap: 4. Ajarkan pasien dan keluarga cara menghindari
meningkatkan status imun
presedur bedah,
infeksi
presedur alat
5. Kolaborasi pemberian antibiotik jika perlu
invasive, alat selama Kriteria Hasil :
pembedahan kateter,
irigasi kandung - Tanda-tanda vital dalam keadaan
normal
kemih.
- Pasien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal

4. Nyeri berhubungan NOC: pain level dan pain control NIC:Pain Managament
dengan iritasi 1. lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
mukosa kandung Setelah dilakukan asuhan keperawatan
(P=penyebab, Q=kualitas dan kuantitas,
kemih, reflek spasme selama 3X24 jam nyeri berkurang R=daerah dan penyebarannya, S=seberapa kuat
otot: presedur bedah Kriteria Hasil:
nyeri yang dirasakan, T=waktu terjadinya nyeri)
atau tekanan dari - Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu
2. kontrol lingkungan pasien yang dapat
penyebab nyeri dan mampu
balon kandung
menggunakan teknik nonfarmakologi mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
kemih. untuk mengurangi nyeri)
pencahayaan, dan kebisingan
- Mampu mengenali nyeri (skala,
3. ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti
intensitas, frekuensi)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri teknik relaksasi nafas dalam
berkurang 4. tingkatkan istirahat
5. evaluasi keefektifan control nyeri
6. Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase.
Pertahankan selang bebas dari lekukan dan
bekuan.
7. Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic

5. Ansietas NOC: Anxiety self control, coping NIC: anxiety reduction


berhubungan dengan 1. gunakan pendekatan yang menenangkan
perubahan status Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1X24 jam ansietas dapat teratasi 2. jelaskan semua prosedur dan apa yang yang
kesehatan
dirasakan selama prosedur
Kriteria Hasil:
- Pasien mampu mengidentifikasi dan 3. dengarkan dengan penuh perhatian
mengungkapkan gejala cemas 4. identifikasi tingkat kecemasan
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan 5. instruksikan pasien menggunakan teknik
menunjukkan tekhnik untuk mengontrol
cemas relaksasi
- Vital sign dalam batas normal

6. Defisiensi NOC : NIC : teaching : disease proses


pengetahuan Knowledge : disease proses 1. berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
berhubungan dengan Knowledge : health behavior pasien tentang proses penyakit yang spesifik
kurangnya pajanan 2. gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
pengetahuan atau pada penyakit
selama 1X24 jam klien mengetahui
informasi. 3. gambarkan proses penyakit dengan cara yang
informasi tetntang penyakitnya.
tepat
Kriteria Hasil : 4. sediakan informasi tentang kondisi
- pasien dan keluarga menyatakan 5. diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program diperlukan
pengobatan
- pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang telah
dijelaskan
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, Henni. 2011. Kasus Urolitiasis. Diambil dari


http://id.scribd.com/doc/56523432/LAPORAN-PENDAHULUAN-
UROLITIASIS

Leena, Chrisyee. 2012. Urolitiasis. Diambil dari


http://id.scribd.com/doc/87647502/UROLITIASIS

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Jakarta:
EGC

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Krisanty, Paula. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.

Djoerban. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kowalak, Jennifer P., dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kuntarti, 2009. Fisiologi Ginjal dan Sistem Saluran Kemih. Jakarta: Bagian
Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta:
EGC.

Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ke 3. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner
& Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 7. Jakarta:


EGC.

Anda mungkin juga menyukai