DISUSUN OLEH :
DIYAH PURWANTI
14901.05.17011
GENGGONG PROBOLINGGO
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
UROLITHIASIS
A. Definisi
Urolitiasis adalah istilah adanya batu di saluran kemih. Batu terbentuk karena adanya
supersaturasi zat-zat yang terdapat dalam urin, seperti kalsium, oxalat, fosfat, asam urat,
dan lain-lain karena suatu keadaan tertentu. Batu dapat ditemukan di setiap tempat saluran
kemih, mulai dari ginjal hingga kandung kemih.1
Urolitiasis adalah pembentukan batu di dalam saluran kemih. Kristal-kristal urin
membentuk nidus, yang kemudian berkembang menjadi kalkulus (batu). Kalkulus (batu)
ini bisa asimtomatik atau obstruktif, atau bisa juga menjadi sumber infeksi sekunder. 2
Batu ginjal dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah anggur.
Kebanyakan dari batu ginjal yang terbentuk keluar bersama dengan urin tanpa
menimbulkan keluhan. Jika batu ginjal berukuran besar (lebih dari 2-3 mm), barulah dapat
menimbulkan keluhan karena tersumbatnya saluran kemih. 1
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium
fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat,
batu xanthyn, batu sistein, batu silikat, dan batu jenis lainnya. 1
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk di
traktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium, oksalat, kalsium
fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi
substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin.
Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin dan status
cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi). 3
B. Etiologi
Penyebab terjadinya batu saluran kemih dapatdijelaskan melalui beberapa teori : 1
1. Teori Nukleasi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu pada sistem
kalikes ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan seperti pelvikalises (stenosis
uretro-pelvis), obstruksi infravesika kronis seperti hiperplasia prostat benigna, striktura
dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut di dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam
keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi,
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun
cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran
kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk
retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Meskipun proses
pembentukan batu hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang
memungkinkan jenis batu itu tidak sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang
memungkinkan jenis batu itu tidak sama (misal: batu asam urat mudah terbentuk dalam
suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urin
bersifat basa)
Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam
urin, konsentrasi solut dalam urin, laju aliran urin di dalam kemih, atau adanya korpus
alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
C. Klasifikasi
Menurut Kowalak (2011) komposisi yang menyusun batu ginjal adalah batu kalsium
(80%) dengan terbesar berbentuk kalsium oksalat dan terkecil berbentuk kalsium fosfat.
Adapun macam-macam batu ginjal dan proses terbentuknya, antara lain:
Batu yang terbentuk di ginjal dapat menetap pada beberapa tempat di bagian ginjal,
seperti di kalix minor atas dan bawah, di kalix mayor, di daerah pyelum, dan di ginjal
bagian atas (up junction). Berikut ini adalah klasifikasi berdasarkan posisi batu saluran
ginjal:
1) Batu di kalix minor atas: batu ini kemungkinan silent stone dengan symptom stone.
2) Batu di kalix monir bawah: batu yang terdapat pada bagian ini biasanya merupakan
batu koral (staghorn stone) dan berbentuk seperti arsitektur dari kalices. Batu ini
makin lama akan bertambah besar dan mendesak pharencim ginjal sehingga
pharencim ginjal semakin menipis. Jadi batu ini potensial berbahaya bagi ginjal.
3) Batu di kalix mayor: jenis batu ini adalah batu koral (staghorn stone), tetapi tidak
menyumbat. Batu pada daerah ini sering tidak menimbulkan gejala mencolok / akut,
tetapi sering ditemukan terjadinya pielonefritis karena infeksi yang berulang-ulang.
Batu ini makin lama akan semakin membesar dan mendesak pharencim ginjal
sehingga pharencim ginjal akan semakin menipis dan berbahaya bagi ginjal.
4) Batu di pyelum ginjal: batu-batu ini kadang-kadang dapat menyumbat dan
menimbulkan infeksi sehingga dapat menyebabkan kolik pain dan gejala lain.
Tindakan pengobatannya sebaiknya dilakukan dengan pengangkatan batu ginjal,
karena batu dapat tumbuh terus ke dalam kalix mayor sehingga tindakan operasi
nantinya akan lebih sulit untuk dilaksanakan.
5) Batu di atas Up Junction: daerah up junction merupakan salah satu tempat
penyempitan ureter yang fisiologis, sehingga besarnya batu diperkirakan tidak dapat
melalui daerah tersebut.
6) Batu ureter: tanda dan gejalanya adalah secara tiba-tiba timbul kolik pain mulai dari
pinggang hingga testis pria atau ovarium pada wanita, pada posisi apapun klien
sangat kesakitan, kadang-kadang disertai perut kembung, nausea, muntah, gross
hematuria.
7) Batu buli-buli: batu buli-buli terdapat pada semua golongan umur dari anak sampai
orang dewasa.
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya
obstruksi, infeksi, dan edema. 3
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadinya obstruksi menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis
dan sistitis yang disertai menggigil, demam, dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang
terus-menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan
merusak unit fungsional (nefron) ginjal; sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar
biasa dan ketidaknyamanan.3
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya, besarnya dan
morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda umum, yaitu hematuria
baik hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu, bila disertai infeksi saluran kemih,
dapat juga ditemukan kelainan endapan urin, bahkan mungkin demam atau tanda sistemik
lain.
Secara umum terdapat nyeri (renal colic). Batu distal bisa menyebabkan nyeri alih
pada labia, meatus penis, atat testis. Hamaturia terjadi pada 95% pasien. Gejala-gejala
nonspesifik seperti nausea, muntah, takikardi, diaforesis. Demam derajat rendah tanpa
infeksi, namun bila terjadi infeksi bisa mengalami demam tinggi.
1. Batu Pelvis Ginjal
Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus-menerus
di area kostovertebral. Hematuria dan piuria dapat dijumpai. Nyeri yang berasal dari
area renal menyebar secara anterior dan pada wanita ke bawah mendekati kandung
kemih sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai
nyeri tekan di seluruh area kostovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka pasien
sedang mengalami episode kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat
terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari refleks retrointestinal dan proksimitas
anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar. 3
Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang sederhana sehingga hanya menempati
bagian pelvis, tetapi dapat juga tumbuh mengikuti bentuk susunan pelviokaliks
sehingga bercabang menyerupai tanduk rusa. Kadang batu hanya terdapat di suatu
kaliks. Batu pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat.
Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat dari obstruksi aliran kemih dan
infeksi.3
Nyeri di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang
terus menerus dan hebat karena adanya pionefrosis. Pada pemeriksaan fisik mungkin
kelainan sama sekali tidak ada, sampai mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat
adanya hidrnefrosis. Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta
padasisi ginjal yang terkena. Sesuai dengan gangguan yang terjadi, batu ginjal yang
terleta di pelvis dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis, sedangka batu kaliks pada
umumnya tidak memberikan kelainan fisik. 2
2. Batu Ureter
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut,
dan kolik menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun
hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif
batu. Kelompok gejala ini disebut kolik ureteral. Umumnya, pasien akan mengeluarkan
batu dengan diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter lebih dari
1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat diangkat atau
dikeluarkan secara spontan.3
Anatomi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang memungkinkan
batu ureter terhenti. Karena peristalsis, akan terjadi gejala kolik yakni nyeri yang hilang
timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntahdengan nyeri alih khas. Selama
batu bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang-ulang sampai
batu bergeser dan memberi kesempatan pada air kemih untuk lewat. 2
Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar
bersama kemih. Batu ureter juga bias sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa
nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter
sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang
mungkin asimptomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan
kolik. Bila keadaan obstruksi terus berlangsung, lanjutan dari kelainan yang terjadi
dapat berupa hidronefrosis dengan atau tanpa pielonefritis sehingga menimbulkan
gambaran infeksi umum. 2
3. Batu Kandung Kemih
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika batu menyebabkan
obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retensi urin. Jika infeksi berhubungan
dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam
kehidupan pasien.3
Karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih,
aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan terhenti dan menetes disertai dengan
nyeri. Pada anak, nyeri menyebabkan anak yang bersangkutan menarik penisnya
sehingga tidak jarang dilihat penis yang agak panjang. Bila pada saat sakit tersebut
penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar karena letak batu yang
berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder, selain nyeri sewaktu miksi
juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik.2
4. Batu Prostat
Pada umumnya batu prostat juga berasal dari kemih yang secara retrograde
terdorong ke dalam saluran prostat dan mengendap, yang akhirnya menjadi batu yang
kecil. Pada umumnya batu ini tidak memberikan gejala sama sekali Karena tiak
menyebabkan gangguan pasase kemih.2
5. Batu Uretra
Batu uretra umunya merupakan batu yang berasal dari ureter atau kandung kemih
yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra, tetapi menyangkul di tempat
yang agak lebar. Tempat uretra yang agak lebar ini adalah pars prostatika, bagian
permulaan pars bulbosa, dan di fosa navikular. Bukan tidak mungkin dapat ditemukan
di tempat lain. Gejala yang ditimbulkan umumnya miksi tiba-tiba terhenti, menjadi
menetes dan nyeri. Penyulitnya dapat berupa terjadinya divertikulum, abses, fistel
proksimal, dan uremia karena obstruksi urin.2
E. Patofisiologi
Tipe batu ginjal yang utama adalah kalsium oksalat dan kalsium fosfat yang
menempati 75% hingga 80% dari semua kasus batu ginjal; batu struvit (magnesium,
ammonium, dan fosfat) 15% dan asam urat 7%. Batu sistin relative jarang terjadi dan
mewakili 1% dari semua batu ginjal (Kowalak, 2011).
Batu ginjal terbentuk ketika terjadi pengendapan substansi yang dalam keadaan
normal larut dalam urin, seperti kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Dehidrasi dapat
menimbulkan batu ginjal karena peningkatan konsentrasi substansi yang membentuk batu
di dalam urin. Pembentukan batu terjadi di sekeliling suatu nucleus atau nidus pada
lingkungan yang sesuai. Kristal terbentuk dengan adanya substansi yang membentuk batu
(kalsium oksalat, kalsium karbonat, magnesium, ammonium, fosfat atau asam urat) dan
kemudian terperangkap dalam traktus urinarius. Di tempat ini, kristal tersebut menarik
Kristal lain untuk membentuk batu. Urin yang sangat pekat dengan substansi ini akan
memudahkan pembentukan Kristal dan mengakibatkan pembentukan batu (Kowalak,
2011).
a) Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu (nukleus). Partikel-partikel
yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh (supersaturated) akan mengendap di
dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal
atau benda asing di saluran kemih.
b) Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan mukoprotein)
yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
c) Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain :
magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah
satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam
saluran kemih.
PATHWAY
Faktor etiologi:
1.
Teori nukleasi Teori matriks Penghambatan kristalisasi
Batu Ginjal
obstruksi Pembedahan
Defisit
Reflek pengetahuan
renointestinal
Pembatasan gerak
Hambatan
mobilitas fisik
F. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 4
1. Urinalisa
Warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum menunjukkan SDM,
SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH
mungkin asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan
magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat).
2. Urin (24 jam)
Kreatinin , asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat.
3. Kultur urin
Mungkin menunjukkan ISK (Stapilococcus aureus, Proteus, klebsiella,
Pseudomonas).
4. Survei biokimia
Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein, elektrolit.
5. BUN/Kreatinin serum dan urin
Abnormal (tinggi pada serum/ rendah pada urin) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
6. Kadar klorida dan bikarbonat serum
Peninggian kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya
asidosis tubulus ginjal.
7. Hitung darah lengkap
SDP mungkin meningkat menunjukkan infeksi/septikemia
8. SDM
Biasanya normal
9. Hb/Ht
Abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong presipitasi
pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi/ gagal ginjal).
10. Hormon Paratiroid
Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorbsi kalsium
dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urin)
11. Foto rontgen KUB
Menunjukkan adanya kalkuli dan/atau perubahan anatomik pada area ginjal dan
sepanjang ureter.
12. IVP
Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau
panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter) dan
garis bentuk kalkuli.
13. Sistoureterokopi
Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu dan/ atau
efek obstruksi.
14. CT Scan
Mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain; ginjal, ureter, dan
distensi kandung kemih
15. Ultrasound ginjal
Untuk menentukanperubahan obstruksi, lokasi batu.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan hanya
mengeluarkan batu saja, tetapi harus disertai dengan terapi penyembuhan penyakit batu
atau paling sedikit disertai dengan terapi pencegahan. Hal ini karena batu sendiri hanya
merupakan gejala penyakit batu sehingga pengeluaran batu dengan cara apapun
bukanlah merupakan terapi yang sempurna. Selanjutnya, perlu juga diketahui bahwa
pengeluaran batu baru diperlukan bila batu menyebabkan gangguan pada saluran kemih.
Bila batu ternyata tidak memberi gangguan fungsi ginjal, batu tersebut tidak perlu
diangkat, apalagi mislanya pada batu ureter diharapkan batu dapat keluar sendiri. 2
H. Komplikasi
Adapun komplikasi dari batu kandung kemih ini adalah:
1) Hidronefrosis
Adalah pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan ginjal, sehingga ginjal
menyerupai sebuah kantong yang berisi kemih, kondisi ini terjadi karena tekanan
dan aliran balik ureter dan urine ke ginjal akibat kandung kemih tidak mampu lagi
menampung urine. Sementara urine terus-menerus bertambah dan tidak bisa
dikeluarkan. Bila hal ini terjadi maka, akan timbul nyeri pinggang, teraba benjolan
basar didaerah ginjal dan secara progresif dapat terjadi gagal ginjal.
2) Uremia
Adalah peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan ginjal menyaring
hasil metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala mual muntah, sakit kepala,
penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan keringat berbau urine.
3) Pyelonefritis
Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik secara assenden ke
ginjal dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka akan timbul panas yang tinggi
disertai mengigil, sakit pinggang, disuria, poliuria, dan nyeri ketok kosta vertebra.
4) Gagal ginjal akut sampai kronis
5) Obstruksi pada kandung kamih
6) Perforasi pada kandung kemih
7) Hematuria atau kencing darah
8) Nyeri pingang kronis
9) Infeksi pada saluran ureter dan vesika urinaria oleh batu
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN UROLITHIASIS
a. Pengkajian
a. Akivitas/ istirahat
Gejala: Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana klien terpajan pada lingkungan
bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas/ mobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis)
b. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD/ nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit hangat dan
kemerahan.
c. Eliminasi
Gejala: riwayat adanya/ ISK kronis: obstruksi sebelumnya (kalkulus),
penurunaan haluan urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar, dorongan
berkemih, diare.
Tanda: Oliguria, hemeturia, piuria, perubahan pola berkemih.
d. Makanan/ cairan
Gejala: Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purine, kalsium
oksalat, dan / fosfat, ketidak cukupan pemasukan cairan: tidak minum air
yang cukup.
Tanda: Diestensi abdominal: penurunan/ tak ada bising usus, muntah.
e. Nyeri/ kenyamanan
Gejala:
a) Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi batu,
contoh pada panggul di region sudut kostovetebrel: dapat menyebar
kapanggul, abdomen, dan turun ke lipatan paha/ genetalia.
b) Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada dipelvis atau kalkulus
ginjal.
c) Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat dengan posisi atau tindakan
lain.
d) Tanda: Melindungi: perilaku distraksi, nyeri tekan pada daerah ginjal pada
palpasi.
f. Keamanan
Gejala: Penggunaan alkohol: demam menggigil.
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala: Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout,
ISK kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotik anti hipertensi, natrium
bikarbonat aluporinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium/ vitamin.
h. Pemeriksaan Penunjang
a) Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum
menunjukkan SDM, SDP, Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat),
serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan sistin
dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat
ammonium, atau batu kalium fosfat).
b) Urine (24 jam): kreatinin, asa urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin
mungkin meningkat.
c) Kultutur urine; mungkin menunjukkan ISK (stapilococus aureus, proteus,
klebsiela, pseudomonas)
d) Survei biokimia: Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat,
fosfat, protein, elektrolik.
e) BUN/kreatinin serum dan urine: Abnormal (tinggi pada serum/ rendah
pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
f) Kadar klorida dan biokarbonat serum: Peningkatan kadar klorida dan
penurunan bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
g) Hitung darah lengkap: SDP meningkat menunjukkan infeksi/septicemia.
h) SDM: Biasanya normal.
i) Hb/Ht: Abnormal bila pasien dehidrasi nerat atau polisitemia terjadi
(mendorong presitipasi pemadatan atau anemia, perdarahan
disfungsi/gagal ginjal).
j) Hormon paratiroid: Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH
merangsang reabsorpi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum
dan kalsium urine)
k) Foto ronsen KUB: Menunjukkan adanya kalkuli dan/atau perubahan
anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
l) IVP: Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
m) Sistoureterokopi: Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukkan batu dan/atau afek obstruksi.
n) Scan CT: Mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain;
ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
o) Ultrasound ginjal: Untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
b. Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil :
4. Nyeri berhubungan NOC: pain level dan pain control NIC:Pain Managament
dengan iritasi 1. lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
mukosa kandung Setelah dilakukan asuhan keperawatan
(P=penyebab, Q=kualitas dan kuantitas,
kemih, reflek spasme selama 3X24 jam nyeri berkurang R=daerah dan penyebarannya, S=seberapa kuat
otot: presedur bedah Kriteria Hasil:
nyeri yang dirasakan, T=waktu terjadinya nyeri)
atau tekanan dari - Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu
2. kontrol lingkungan pasien yang dapat
penyebab nyeri dan mampu
balon kandung
menggunakan teknik nonfarmakologi mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
kemih. untuk mengurangi nyeri)
pencahayaan, dan kebisingan
- Mampu mengenali nyeri (skala,
3. ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti
intensitas, frekuensi)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri teknik relaksasi nafas dalam
berkurang 4. tingkatkan istirahat
5. evaluasi keefektifan control nyeri
6. Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase.
Pertahankan selang bebas dari lekukan dan
bekuan.
7. Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Jakarta:
EGC
Krisanty, Paula. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.
Djoerban. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Kowalak, Jennifer P., dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Kuntarti, 2009. Fisiologi Ginjal dan Sistem Saluran Kemih. Jakarta: Bagian
Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Edisi ke 3. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner
& Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.