FRAKTUR TIBIA
A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner and Suddarth,
20015).
Fraktur tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia, sebelah kanan maupun kiri akibat pukulan
benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki (E. Oswari, 2015).
Fraktur tibia adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia.
B. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur ada empat yang utama adalah :
1. I n c o m p l i t
Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang.
2. Complit
Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubah
tempat atau bergeser (bergeser dari posisi normal).
3. Tertutup (simple)
Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.
4. Terbuka (compound)
Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di kulit yang terbagi menjadi 3 derajad
Derajad 1 : luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda remuk,
fraktur sederhana atau kominutif ringan dan kontaminasi minimal.
Derajad 2 : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas, fraktur kominutif sedang,
dan kontaminasi sedang.
Derajad 3 : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas(struktur kulit, otot, dan neurovaskuler) serta
kontaminasi derajad tinggi.
C. Etiologi
Menurut (Rasjad , 20013) penyebab paling utama fraktur tibia yang disebabkan oleh pukulan
yang membengkokkan sendi lutut dan merobek ligamentum medialis sendi tersebut, benturan langsung
pada tulang tibia misalnya kecelakaan lalu lintas, serta kerapuhan struktur tulang. penyebab terjadinya
fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung (direct )
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang seperti pada
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan oleh adanya beban
yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot , contohnya seperti pada olahragawan atau pesenam
yang menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu beban badannya.
3. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis, osteosarkoma, osteomalacia,
cushing syndrome, komplikasi kortison/ACTH, osteogenesis imperfecta (gangguan congenital yang
mempengaruhi pembentukan osteoblast). Terjadi karena struktur tulang yang lemah dan mudah
patah.
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos dan rapuh dan dapat mengalami
patah tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum5sum tulang yang disebabkan oleh bakteri piogen
dimana mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
b. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan sendi dan tulang rawan
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur tibia adalah :
pembuluh darah sehingga darah merembes dibawah kulit sekitar area kulit.
8. Terjadi pembengkakan dan perubahan warna pada kulit diakibatkan karena terjadi
ekstravasasi darah dan cairan jaringan di sekitar area fraktur.
E. Patofisologi
Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis pada tulang dapat
menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan diskontinuitas tulang atau pemisahan tulang.
Pemisahan tulang ke dalam beberapa fragmen tulang menyebabkan perubahan pada jaringan sekitar
fraktur meliputi laserasi kulit akibat perlukaan dari fragmen tulang dapat menyebabkan terputusnya
pembuluh darah vena dan arteri di area fraktur sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan pada
vena dan arteri yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan cukup lama dapat menimbulkan
penurunan volume darah serta cairan yang mengalir pada pembuluh darah sehingga akan muncul
komplikasi berupa syok hipovolemik jika perdarahan tidak segera dihentikan.
F. Penatalaksanaan
konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi,
retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi pengenalan
riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
2. Reduksi manipulasi/Reposisi
yaitu upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal.
metode reduksi terbagi atas ;
Traksi ; alat yang dapat digunakan menarik anggota tubuh yang fraktur untuk
meluruskan tulang. Beratnya traksi disesuaikan dengan spaasme otot yang terjadi.
- Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menepelkan plester
langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme
otot pada bagian yang cidera dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72jam).
- Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cidera dan sendi
panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) kedalam tulang.
- Maintenance traksi merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat diberikan
secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins.
Traksi ; alat yang dapat digunakan menarik anggota tubuh yang fraktur untuk
meluruskan tulang. Beratnya traksi disesuaikan dengan spaasme otot yang terjadi.
- Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menepelkan plester
langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme
otot pada bagian yang cidera dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72jam).
- Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cidera dan sendi
panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) kedalam tulang.
- Maintenance traksi merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat diberikan
secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins.
Reduksi T e r b u k a : dilakukan dengan pembedahan fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi
interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk
mempertahankan fragmen dalam tulang posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) adalah reduksi terbuka dengan fiksasi
internal dimana tulang di transfiksasikan di atas dan di bawahnya fraktur, sekrup
atau kawat ditransfiksi dibagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu
sama lain dengan suatu batang lain. Fiksasi eksternal ini digunakan utnuk mengobati
fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. 3lat ini memberikan dukungan yang
stabil untuk fraktur komunitif (hancur atau remuk). in yang telah terpasang dijaga agar
tetap terjaga posisinya, kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan
rasa nyaman bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen tulang.
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah metode penatalaksanaan patah
tulang dengan cara pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal dimana dilakukan
insisi pada tempat yang mengalami cedera dan ditemukan sepanjang bidang
anatomic temapt yang mengalami fraktur.
3. Retensi/Immobilisasi Merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. &mobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. &mobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. etode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. &mplan
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.
3. Rehabilitasi Bertujuan untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan,harus segera dimulai latihan-latihan
untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.
G. Proses Penyembuhan Tulang
1. Tahan hematoma atau &nflamasi (1-3 hari)
Hematoma terbentuk dari darah yang berasal dari pembuluh darah yang robek. hematoma dibungkus oleh
jaringa lunak sekitar (periosteum dan otot). Hal ini terjadi sekitar 1-2x24 jam.
2. Tahap Proliferasi ( 3 hari – 2 minggu )
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum di sekitar frakur. Sel-sel ini menjadi precursor
osteoblast, dan akan tumbuh kearah fragmen tulang. juga terjadi di jaringan sumsum tulang.
3. Tahap Kallus (2-6 minggu)
Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus) dan memberikan rigiditasi pada
fraktur. Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu.
4. Tahap Ossifikasi/jaringan lunak mengeras (3 minggu – 6 bulan)
Kallus mengeras dan menutup lubang fraktur(fraktur gap) antara periosteum dan korteks menggambungkan
fragmen. dan secara bertahap tulang menjadi mature. Union tulang yang dapat dipastikan melalui X -
r a y dikatakan telah terjadi ketika tidak ada gerakan dengan stress (tekanan) ringan dan tidak ada
tenderness dengan pressure (penekanan) langsung pada area langsung.
5. Tahap $onsolidasi dan /emodelling (6 bulan - 1 tahun)
Kallus yang tidak diperlukan dibuangreabsorbsi dari tulang yang sembuh. Proses reabsorbsi dan
penyimpanan tulang sepanjang garis yang fraktur memberikan kekuatan tulang dalam menahan semua
beban.
H.Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada fraktur tibia adalah :
1. Komplikasi awal :
Compartemant Syndrome : komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
gangguan vaskularisasi ektermitas bawah yang dapat mengancam kelangsungan hidup ektermitas
bawah. M e k a n i s m e terjadi fraktur tibia terjadi perdarahan intra - compartment, hal ini akan
menyebabkan tekanan intrakompartemen meninggi, menyebabkan aliran balik balik darah vena
terganggu. hal ini akan menyebabkan oedema. dengan adanya oedema tekanan
intrakompartemen makin meninggi sampai akhirnya sedemikian tinggi sehingga menyumbat arteri
di intrakompartemen. gejalanya rasa sakit pada ektermitas bawah dan ditemukan paraesthesia, rasa
sakit akan bertambah bila jari digerakan secara pasif. $alau hal ini berlangsung cukup lama dapat
terjadi paralyse pada otot-otot ekstensor hallusis longus, ekstensor digitorum longus dan tibial
anterior.
2. Komplikasi dalam waktu lama :
Malunion : dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak seharusnya. malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Delayed Union : adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan yang lebih
lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. &ni disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
Non Union : merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan
yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. 6on union di tandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseuardoarthrosis. &ni juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
2). Resiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema,
Pembentukan thrombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik
Kriteria : Akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif.
Intervensi :
a. Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan Jari/sendi distal cedera.
R/: Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.
b. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
R/:Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk
c. Mempertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada Kontra indikasi
adanya sindroma kompartemen
R/:Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.
d. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.
R/; Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena.
e. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera,
bandingkan dengan sisi yang normal.
R/; Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan klien.
3). Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler
( interstisial,edema,paru,kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukan kebutuhan oksigenasi terpenuhi
Kriteria : Tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
Intervensi :
a. nstruksikanbantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif.
R/: Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.
b. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien.
R/: Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru.
c. Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin, heparin) dan kortikosteroid sesuai
indikasi.
R/: Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli. Kortikosteroid
telah menunjukkankeberhasilan untuk mencegah/mengatasi emboli lemak
Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit
R/: Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan
pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak darah
dan penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak.
d. Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas, perhatikan adanya stridor, penggunaan
otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga dan
sianosis sentral
R/:Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal.
4). Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkanmempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi
yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
Kriteria : Klien dapat menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas
Intervensi :
a. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan temankeluarga)
sesuai keadaan klien
R/: Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol dir/harga diri, membantu
menurunkan isolasi sosial.
b. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai
keadaan klien.
R/: Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan
gerak sendi, mencegah kontrakturatrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
c. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokantertangan sesuai indikasi.
R/: Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.
d. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihaneliminasi) sesuai keadaan klien.
R/: Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi
keterbatasan klien
e. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
R/: Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)
f. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000ml/hari.
R/: Mempertahankan hidrasi adekuat, mencegah komplikasi urinarius dan konstipasi.
g. Berikan diet TKTP
R/; Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
h. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi. Pemberian tambahan oksigen, hindari
penggunaan barbiturate/opiate.
R/: Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual.
5). Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi(pen,kawat,sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang,
Kriteria : Klien menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktupenyembuhan
lesi terjadi
Intervensi :
a. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang,
bantalan bawah siku, tumit).
R/:Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.
b. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal Bebat/gips R/:Meningkatkan
sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan
pada imobilisasi
c. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
R/: Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal
d. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pentraksi.
R/: Menilai perkembangan masalah klien.
e. Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih.
R/: Kulit yang basah terus menerus memicu terjadi iritasi yang mengarah terjadinya dikubitus.
f. Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan kering yang menyerap
keringat dan bebas keriput.
R/: Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
g. Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
R/: Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang dapat membatasi perfusi
seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik jaringan.
6. Risiko infeksi b/d ketidakadekutan pertahanan primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak,
prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Kriteria : Bebas drainase purulen atau eritema dan demam
Intervensi :
a. Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protocol
R/: Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.
b. Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
R/:Meminimalkan kontaminasi.
c. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikas
R/: Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara
profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi
tetanus.
d. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas
luka/serum/tulang)
R/: Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan
Peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. $ultur untuk mengidentifikasi
organisme penyebab infeksi
e. Observasi tanda-tanda vital dan tanda5tanda peradangan lokal pada luka.
R/: Mengevaluasi perkembangan masalah klien.
DAFTAR PUSTAKA
Mariylnn E, Doenges, at all 2013, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi III, Penerbit EGC, Jakarta.
Priharjo Rasional, 2013, Perawatan Nyeri Untuk Paramedis, Edisi Revisi Penerbit EGC, Jakarta.
Rasjad Chaeruddin, Ph. D. Prof, 2013, Ilmu Bedah Ortopedi, cetakan IV, Penerbit Bintang Lamumpatue, Makkasar.