Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

PASIEN FRAKTUR HUMERUS DEXTRA

oleh

Monica Juanmita 2217026

Siti Ushwatun Chasanah 2217035

Susetyo Yuliana Nugrahaini 2217038

Yustina Avin Anggitya 2217042

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

PRODI SI ILMU KEPERAWATAN

TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
A. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa Sedangkan menurut (Noor, 2016)dalam buku Nursing Care Plans and
Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang
disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical
Surgical Nursing.
B. Patah Tulang Tertutup

Tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar. Pendapat lain menyatidakan bahwa patah tulang tertutup adalah
suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi.

C. Patah Tulang Humerus

Adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas :

1. Fraktur Suprakondilar Humerus


2. Fraktur Interkondiler Humerus
3. Fraktur Batang Humerus
4. Fraktur Kolum Humerus
D. Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :
1. Tipe Ekstensi

Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi
supinasi.

2. Tipe Fleksi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi

a. Platting

Adalah salah satu bentuk dari fiksasi internal menggunakan plat yang terletak sepanjang
tulang dan berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi dengan sekrup.

Keuntungan:

1) Tercapainya kestabilan dan perbaikan tulang seanatomis mungkin yang


sangat penting bila ada cedera vaskuler, saraf, dan lain-lain.
2) Aliran darah ke tulang yang patah baik sehingga mempengaruhi proses
penyembuhan tulang.
3) Klien tidak akan tirah baring lama.
4) Kekakuan dan oedema dapat dihilangkan karena bagian fraktur bisa segera
digerakkan.

Kerugian:

1) Fiksasi interna berarti suatu anestesi, pembedahan, dan jaringan parut.


2) Kemungkinan untuk infeksi jauh lebih besar.
3) Osteoporosis bisa menyebabkan terjadinya fraktur sekunder atau berulang.

2. Tujuan
A. Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien denan fraktur.
B. Tujuan khusus
a) Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian fraktur.
b) Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab fraktur, jenis fraktur,
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Noor, 2016)

Fraktur adalah patah tulang , biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang , dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Nurarif, Amin Huda, 2015)

Jadi dapat disimpulkan bahwa fraktur merupakan terputusnya jaringan tulang atau yang
biasa disebut patah tulang karena adanya rudapaksa ( kekerasan) , trauma atau tenaga
fisik.

2. Penyebab

a. Fraktur terjadi karena adanya tekanan atau benturan yang kuat ke tulang yang melebihi
kekuatan dari tulang itu sendiri.
b. Cedera, seperti jatuh, kecelakaan, atau benturan langsung yang kuat ke area tubuh, atau
gerakan yang berulang hingga menyebabkan tulang retak.
c. Kondisi tulang yang lemah yang membuatnya rentan patah
d. Gangguang Muskuloskeletal atau penyakit tertentu yang melemahkan tulang, seperti
osteoporosis maupun kanker tulang.
3. Jenis-jenis Fraktur

Menurut (S. C. Smeltzer, 2015), jenis-jenis fraktur meliputi:

a. Fraktur komplet
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari
posisi normal)
b. Fraktur tidak komplet
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur tertutup (fraktur simpel)
Tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/ kompleks)
e. Fraktur dengan luka pada kulit atau membrane mukosa sampai ke patahan tulang. Terdiri
dari : Grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, Grade II luka lebih luas
tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif, dan Grade III yang sangat terkontaminasi
dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.

Gambar 2.1 Jenis-Jenis Fraktur (S. C. Smeltzer, 2015)


Gambar 2.2 Jenis-Jenis Fraktur

Jenis khusus fraktur :

a. Fraktur Greenstick
Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok
b. Fraktur Transversa
Fraktur sepanjang garis tengah tulang
c. Fraktur Oblik
Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang
d. Fraktur Spiral
Fraktur memuntir seputar batang tulang
e. Fraktur Kominutif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
f. Fraktur Depresi
Fraktur dengan fragmen paratahan terdorong ke dalam
g. Fraktur Kompresi
Fraktur di mana tulang mengalami kompresi
h. Fraktur Patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit
i. Fraktur Avulsi
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatannya
j. Fraktur Epifiseal
Fraktur melalui epifisis
k. Fraktur Impaksi
Fraktur di mana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.

4. Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis pada fraktur menurut (Lukman & Ningsih, 2014) meliputi :
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi.
b. Hilangnya fungsi
Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Deformitas
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan
ekstremitas normal.
d. Pemendekan ekstremitas
Pada fraktur tulang panjang teradi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dab bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkupi satu sama lain antara 2,5-5 cm (1-2 inchi).
e. Krepitus
Krepitus terjadi akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
f. Pembengkakan lokal dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cidera.
5. Anatomi Dan Fisiologi

a. Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih
punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat
pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang
kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu
korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid
dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap
sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari
matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae
(didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran
yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya
terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman.
Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa
metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem
Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang. Trabekulae ini
terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat
bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua
macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses
hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika
dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES). Tulang terdiri
dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel
pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada
pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap
kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-
elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen,
protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media
dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh
darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat)
yang menyebabkan tulang keras, sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400
ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black, 2014)
b. Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering
menahan beban berat (B. Smeltzer, 2015). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang
rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan
tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan
menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang
rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang
memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang
panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang
selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga
medula (marrow) adalah pusat dari diafisi.
c. Tulang Humerus
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung
bawah.
d. Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi
dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu.
Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar
ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor
dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor.
Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat
tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi
fraktur.
e. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral
batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi
otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari
sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf
muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
f. Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama
tulang lengan bawah. Trokhlea yang terletak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-
benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang
bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat
epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Black, 2014)cs

6. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Black, 2014). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi
sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya.
A. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.
B. Biologi penyembuhan tulang

Menurut (Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, 2015)ulang bisa beregenerasi sama seperti
jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang
patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru
dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

Gambar 2.3 Tahap Penyembuhan Tulang (Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, 2015)

1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma


Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan
berhenti sama sekali.
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma.
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam
dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa
hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah.
Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung
frakturnya.
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago.
Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi
dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang
yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih padat
sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur
menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa
beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan
atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan
tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang
tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya. (Nurarif, Amin
Huda dan Kusuma, 2015)
C. Komplikasi fraktur

1) Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama


a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan
supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.(B. Smeltzer, 2015)
7. Pathway menurut (Noor, 2016)
8. Penanganan Pada Fraktur

a. Medikasi
1. Analgesia untuk meredakan nyeri
2. NSAID untuk mengurangi inflamasi
3. Managemen nyeri
4. Antibiotik, terutama pasien yang mengalami fraktur terbuka atau kompleks
5. Antikoagulan, untuk mencegah DVT
b. Terapi
1. Traksi
Traksi memberikan kekuatan untuk meluruskan atau menarik guna mengembalikan
atau mempertahankan tulang yang memgalami fraktur pada posisi anatomis yang
normal. jenis-jenis traksi meliputi :
a) Traksi kulit
b) Traksi skelet
c. Gips
Gips merupakan alat kaku yang digunakan untuk mengimobilisasi tulang yang
mengalami cedera dan meningkatkan penyembuhan. Gips mengimobilisasi sendi di atas
dan di bawah tulang yang mengalami fraktur sehingga tulang tidak bergerak selama
penyembuhan. Gips dipasang pada pasien yang memiliki fraktur yang relative stabil.
d. OREF
Pemasangan fiksator eksternal terdiri atas kerangka yang dihubungkan ke pin yang
dipasangkan perpendicular ke aksis panjang tulang. Jumlah pin yang dipasang beragam
dengan jenis dan tempat fraktur, secara umum jumlah pin yang sama dipasang di atas
dan di bawah garis fraktur. Pin memerlukan perawatan yang serupa dengan yang
diberikan untuk pin traksi skeletal. Pasien dimonitor untuk infeksi dan pengkajian
neurovaskularyang sering dilakuka. Fiksator meningkatkan kemandirian seraya
mempertahankan imobilisasi.
e. ORIF
Fiksasi internal yang dikerjakan melalui prosedur pembedahan atau disebut reduksi
terbuka dan fiksasi internal ( open reduction and internal fixation ). Pada prosedur ini,
fraktur direduksi ( diletakkan pada kesejajaran posisi anatomis yang tepat) dan paku,
sekrup, lempeng atau pin dimasukkan untuk menahan tulang pada tempatnya. Fiksasi
internal memberikan imobilisasi dan membantu mencegah deformitas, namun bukan
suatu pengganti untuk penyembuhan tulang. Jika penyembuhan gagal, alat fiksasi
internal dapat menjadi longgar atau pecah karena adanya tekanan.

9. Komplikasi Fraktur
komplikasi fraktur menurut (B. Smeltzer, 2015)meliputi :
1. Cedera Saraf
2. Sindroma Kompartemen
3. Kontraktur Volkman
4. Sindroma emboli lemak
5. Trombosis Vena dalam dan Emboli Paru
6. Sindroma Gips (sindroma arteri mesenterika superior)
7. Kaku sendi (Artritis Traumatik)
8. Penyatuan non fungsional :
1) Malunion, terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi kelurursan tulang yang
tidak tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta gravitasi
Penyatuan terhambat, penyatuan tehambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi
tidak benar- benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi pada fragmen fraktur
atau adanya penyebab sistemik seperti infeksi
2) Non- union, ketika penyembuhan fraktur tidak terjadi 4 hingga 6 bulan setelah cedera
awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya tidak akan terjadi, biasanya akibat
suplai darah tidak cukup dan tekanan berulang yang tidak terkontrol pada lokasi
fraktur .Sindroma Nyeri Regional Kompleks (CRPS).

10. Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, menurut (Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, 2015) yaitu:

A. Berdasarkan sifat fraktur.


1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Gambar 2.4 Fraktur terbuka dan tertutup (Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, 2015)

B. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.


a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua
b. korteks tulang seperti terlihat pada foto.
c. Fraktrur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
terjadi pada tulang panjang.
C. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.

(Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, 2015)

D. Berdasarkan jumlah garis patah.


a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.

(Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, 2015)

E. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
c. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
d. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

11. Dampak Masalah

Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang mungkin timbul terjadi
merupakan respon terhadap klien terhadap penyakitnya. Akibat fraktur terrutama pada
fraktur humerus akan menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun kepada
keluarganya.

a. Terhadap Klien
a) Bio
Pada klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena
trauma, peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan tulang,
terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan biasanya terutama kalsium
dan zat besi
b) Psiko
Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur,
perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan
lingkungan yang baru serta tuakutnya terjadi kecacatan pada dirinya.
c) Sosio
Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena
harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan
akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri
seperti biasanya.
d) Spiritual
Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan
keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan
karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya.
b. Terhadap Keluarga
Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota keluarganya terkena
fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan klien, apakah nanti akan timbul
kecacatan atau akan sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga,
untuk itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap
keluarga. Selain tiu, keluarga harus bisa menanggung semua biaya perawatan dan
operasi klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga.
Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa
timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi
kebutuhan klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan
konflik dalam keluarga.

12. Asuhan Keperawatan

Contoh Kasus :

fraktur poros tertutup ditengah humerus


Saudara S umur 19 tahun masukke RS dengan keluhan lengan sebelah kanan sakit karena
terjatuh dari atas pohon. Dari data pengkajian didapatkan data kesadaran composmentis ( GCS
15 , E=4 , M=6, V5 ) , tekanan darah 110 /80 mmhg , RR = 20x/menit , HR = 100x/ menit ,
SpO2 = 97%.

FORMAT PENGKAJIAN

I. Identitas Klien

Tanggal Masuk : 10 September 2022 Jam : 10.00 WIB

Tanggal Pengkajian : 10 September 2022 Jam : 10.05 WIB

Nama perawat mengkaji : Unit :

Ruang/ kamar :

Tanggal/ waktu masuk RS : 10 September 2022/ 10.00 WIB

Tanggal/ waktu pengkajian : 10 September 2022/ 10.05

Cara pengkajian : Auto Namnesa

Identitas Klien

Nama : Sdr. S

Jenis Kelamin : Laki- laki

Umur : 19 th

Tempat/tgl lahir : Semarang, 17 Januari 2002

Pendidikan : Mahasiswa
Pekerjaan : Tidak Bekerja

Status Perkawinan : Belum menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Ds. Semen Rt 01/ Rw 02, Krinjing, Dukun.

Dx Medis : Fraktur humerus

II. Identitas Penanggungjawab

Nama : Ny. A

Alamat : Ds. Semen Rt 01/ Rw 02, Krinjing, Dukun

Hubungan dengan klien : Ibu Klien


III.Riwayat Keperawatan Masa Lalu

1. Riwayat penyakit yang pernah diderita :


Klien mengatakan belum pernah sakit sebelum ini
2. Penyakit keturunan
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan seperti
DM, HT, jantung maupun paru-paru
3. Operasi yang pernah dilakukan
Klien mengatakan belum pernah menjalani operasi apapun sebelumnya
4. Riwayat Alergi
Klien mengatakan tidak memilki riwayat alergi apapun
5. Riwayat imunisasi
Klien mengatakan sudah diimunisasi secara lengkap saat masih kecil
6. Kebiasaan buruk
Klien mengatakan tidak memiliki kebiasaan seperti merokok
7. Riwayat penggunaan obat-obatan
Klien mengatakan tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan apapun
8. Lingkungan ( demografi, riwayat tempat tinggal)
Klien mengatakan lingkungan tempat tinggalnya bersih dan jauh dari pabrik dekat dengan
sumber mata air yang bersih, dekat dengan jalan raya dan persawahan
9. Pemanfaatan fasilitas kesehatan (akses fasilitas kesehatan)
Klien mengatakan ketika sakit seperti batuk. flu atau demam pasien berobat ke faskes
terdekat untuk menghindari masalah kurangnya pengetahuan tentang sakit yang diderita.

IV. Riwayat Keperawatan Saat ini

1. Alasan Masuk rumah sakit


Klien mengatan saat memanjat pohon kelapa terpeleset dan jatuh lalu terdapat fraktur pada
lengan atas, terdapat lecet pada dahi kanan, dan lecet pada lengan bawah.

2. Tindakan/terapi yang sudah diterima


Klien belum mendapatkan Tindakan apapun sebelum sampai ke rumah sakit.
3. Keluhan utama dan keluhan penyerta
Nyeri pada bagian lengan atas, dahi kanan dan lengan kanan

V. Kebutuhan ( Sebelum sakit dan setelah masuk RS)

1. Kebutuhan Universal
1. Oksigenasi
Sebelum masuk RS : klien mengatakan pernafasan normal, tidak ada sesak nafas
dengan frekuensi nafas 18-20 x/mnt
Selama berada di RS : klien mengatakan pernafasan normal, tidak ada sesak nafas
dengan frekuensi nafas 18-20 x/mnt
2. Nutrisi & Cairan (Pengkajian A, B, C, D) dan pengkajian kebutuhan kalori (Cek Balance
Cairan pasien selama 24 jam berdasarkan rumus)
Sebelum masuk RS : kliem makan teratur 3 x/hr dengan komposisi nasi, lauk dan sayur
dengan porsi 1 piring habis. Minum air putih sehari 5-6 gelas kecil
Selama berada di RS : klien mengatakan belum merasa lapar. Baru minum 1 gelas air
putih
3. Eliminasi
Eliminasi Fekal

Frekuensi Konsistensi Warna Bau Keluhan


Sebelum masuk RS 1 x/hr Lembek Tidak ada
Selama berada di
RS Blm ingin
BAB

Eliminasi Urin

Frekuensi Warna Bau Keluhan


Sebelum masuk RS 6-7 x/hr Jernih Ammonia Tidak ada
Selama berada di
RS Blm ingin
BAK

4. Aktivitas dan istirahat


Sebelum masuk RS : klien mengatakan dapat melakukan aktivitas secara mandiri mulai
dari makan/minum, berpakaian, mandi, berpindah tempat dll
Selama berada di RS : klien mengatakan saat ini merasa nyeri pada lengan kanan untuk
bergerak
5. Neurosensori Pengkajian terkait fungsi sistem syaraf misal gangguan persespsi sensori
dll
Sebelum masuk RS : klien mengatakan tidak ada gangguan saraf
Selama berada di RS : klien mengatakan tidak ada gangguan pada saraf baik penglihatan
ataupun pendengaran.
6. Interaksi social Relasional Hubungan social
Klien mengatakan memiliki hubungan baik dengan sesama keluarganya, maupun
tetangga di lingkungan sekitar rumahnya
7. Kenyamanan (termasuk pengkajian nyeri)
P (Provoking incident) : Adanya fraktur pada humerus dextra akibat terjatuh dari pohon
kelapa
Q (Quality of pain) : nyeri tajam seperti tertusuk-tusuk
R (Region): humerus kanan, dan dahi kanan serta lengan kanan
S (Serverity or scale of pain): 6
T (Time) : nyeri terus menerus
Klien tampak sering meringis kesakitan serta melindungi area nyeri
8. Keamanan dan Proteksi (pengkajian resiko jatuh, resiko cidera)
Klien memiliki resiko jatuh rendah sebelum masuk rumah sakit, tetapi setelah jatuh dan
terdapat fraktur resiko jatuh klien menjadi resiko jatuh tinggi.
9. Integritas Ego
Klien mengatakan dapat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dengan baik, serta
mampu membawa diri untuk beradaptasi di lingkungan yang baru

2. Kebutuhan Development ( tugas perkembangan sesuai kategori usia)


a. Tumbuh kembang
Klien mengatakan tidak mengalami keterlambatan tumbuh kembang baik dari kecil
hingga sekarang
b. Reproduksi dan seksualitas
Klien berjenis kelamin laki-laki dan belum menikah serta tidak terdapat adanya
gangguan seksual maupun reproduksi

3.Health Deviation

Klien mengatakan makan makanan sehat lauk, sayur dan buah-buahan. Serta olahraga setiap 1
minggu sekali
VI. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum (sakit ringan/sedang/berat)

Pasien tampak sakit sedang

Kesadaran Kualitatif dan kuantitatif :

Composmentis, E:4 M:6 V:5 GCS : 15

TTV : TD : 110/80 mmHg

RR : 20 x/menit

HR :100 x/menit

SPO2 : 97%

Head to toe

1. Kepala
Inspeksi : Rambut lembab, Bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan, terdapat lecet pada
temporalis dextra.
2. Palpasi : Finger print (-)
Mata
Inspeksi : Pupil mata isokor, mata simetris, konjungtiva anemis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
3. Hidung
Inspeksi : Tidak ada kotoran, tidak ada bekas luka, simetris, tidak ada polip
4. Telinga
Inspeksi : Bentuk telinga simetris, tidak ada lesi, membran tympani tidak pecah
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
5. Mulut
Inspeksi : Gigi masih lengkap, mukosa bibir lembab
6. Leher
Inspeksi : Tidak ada benjolan, tidak ada luka, tidak ada benjolan tiroid.
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan
7. Thorax
a. Paru-paru
Inspeksi : Tidak ada spider nevi, bentuk dada datar
Palpasi : Vocal fremitus seimbang
Perkusi : Bunyi lapang paru sonor
Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan
8. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis di intracosta 5 anterior aksila sinistra, ictus cordis teraba di
kedalaman 0,85 cmPerkusi : Batas kanan atas : ICS III linea para sternalis dextra
Batas kanan bawah: ICS IV linea para sternalis dextra
Batas kiri atas : ICS II linea para sternalis sinistra
Batas kiri bawah : ICS V linea mid clavikula sinistra
Auskultasi: S1: terdengar bunyi lup diruang ICS 5 sebelah sternum S2: terdengar
bunyi dup di ICS 2 sebelah kanan sternum

9. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada benjolan, tidak ada cairan keluar dari umbilicus
Auskultasi : Bising usus 8x/menit
Palpasi : Asites (-), hepar tidak teraba keras, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Bunyi abdomen terdengar tympani
10. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi : Terdapat fraktur pada humerus dextra, terdapat lecet
Palpasi : Capilary reffil <3 detik, turgor kulit elastis
Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Tidak terdapat fraktur tpada ekstremitas bawah, tidak
terdapat lecet pada ekstremitas bawah
Palpasi : Capilary reffil <3 detik
11. Genetalia
Tidak terkaji

VII. Pemeriksaan penunjang

Tanggal :10 September 2022


Jam : 10. 30 WIB

Pemeriksaan Thoraq : Dewasa AP


Tanggal : 10 September 2022
Jam : 11.15 WIB
Cor : Tak tampak membesar
Pulmo : Corakan Bronkowvaskuler normal
Diafragma & sinus costrophrenicus bilateral baik
Kesan : Gambaran paru normal

- Pemeriksaan Rontgen
Tanggal : 10 September 2022
Jam : 11.15 WIB
Kesan : fraktur humerus dextra

- Hasil laboratorium
Tanggal : 10 September 2022
Jam : 11.15 WIB

Pemeriksaan Flag Hasil Satuan Nilai normal Metode


Darah Lengkap
Hemoglobin 15,6 g/dL 13,2 - 17,3 Spectrophotometri
Hematokrit 44,7 % 40 - 52 Integrasi numeric
Leukosit 10,2 Ribu/mm3 3,6 - 10,6 Elec impedance
Trombosit 369 Ribu/mm3 150 - 400 Elec impedance
Eritrosit 4,5 Juta/mm3 4,4 - 5,9 Elec impedance
MCV 91 u/m3 80 – 100 Kalkulasi
MCH 31,7 Pg 26 – 34 Kalkulasi
MCHC 34 g/dL 32 – 34 Kalkulasi
Eusinofil 1,5 % 2–4 Flowcitometri
Basofil 1 % 0–1 Elec impedance
Segmen 44,4 % 28 – 78 Flowcitometri
Limfosit 30 % 25 – 40 Flowcitometri
Monosit 4,1 % 2–8 Flowcitometri
Gol.darah B
LED 1 jam 10 Mm/jam 0 – 10 Westergren
LED 2 jam 28 Mm/jam Westergren

VIII. Program Terapi

 Belum ada terapi yang didapat pasien di RS

ANALISA DATA

Tgl & Waktu Data


10 September 2022 DS: Pasien mengatakan nyeri pada lengan sebelah kanan, dahi
10.05 WIB kanan. Nyeri terasa tajam seperti tertusuk- tusuk dengan skala
nyeri 6 dan nyeri dirasa terus menerus.

DO

- Pasien tampak meringis kesakitan


- Pasien tampak melindungi area nyeri
- TD : 110/80 mmHg
HR : 100 x/mnt
RR : 20 x/mnt
SPO2 : 97 %
Diagnosa Keperawatan

N Diagnosa Luaran Intervensi


o
1. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan MANAJEMEN NYERI (I.
Tindakan keperawatan 2x24 08238)
Merupakan pengalaman jam
sensorik atau emosional yang diharapkan tingkat 1. Observasi:
berkaitan dengan kerusakan nyeri menurun. a. lokasi,
jaringan aktual atau fungsional karakteristik,
dengan onset mendadak atau Kriteria hasil : durasi,
lambat berintensitas ringan Tingkat nyeri frekuensi,
hingga berat yang berlangsung. (L.08066) kualitas,
intensitas
A. Penyebab : 1. Keluhan nyeri
1. Agen pencedera fisik nyeri b. Identifikasi
(mis.abses, amputasi, menurun skala nyeri
terbakar, terpotong, 2. Pasien c. Identifikasi
mengangkat berat, menunjuk respon nyeri
prosedur operasi, kan non verbal
trauma, latihan fisik ekspresi d. Identifikasi
berlebihan) wajah faktor yang
B. Gejala dan Tanda tenang memperberat
1. Mayor : 3. Pasien dan
a. Subjekti dapat memperingan
f: beristirah nyeri
Mengelu at dengan e. Identifikasi
h nyeri nyaman pengetahuan
4. Kemamp dan
b. Objektif uan keyakinan
: menuntas tentang nyeri
waspada kan f. Identifikasi
, posisi aktivitas pengaruh
menghin meningka budaya
dari t terhadap
nyeri) 5. Tanda respon nyeri
vital g. Identifikasi
2. Minor dalam pengaruh
a. Subjekti rentang nyeri pada
f: (tidak normal h. kualitas
tersedia) hidup
b. Objektif i. Monitor
keberhasilan
1) Tekanan darah meningkat terapi
2) pola napas berubah komplemente
3) nafsu makan berubah r yang sudah
4) proses berpikir terganggu diberikan
5) Menarik diri j. Monitor efek
6) Berfokus pada diri sendiri samping
penggunaan
7) Diaforesis analgetic

C. Kondisi Klinis 2. Terapeutik:


Terkait a. Berikan
1) Kondisi Pembedahan teknik
2) Cedera Traumatis nonfarmakol
3) Infeksi ogis untuk
4) Sindrom koroner akut mengurangi
5) Glaukoma rasa nyeri
(mis. TENS,
hypnosis,
akupresur,
terapi musik,
biofeedback,
terapi pijat,
aroma terapi,
teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin
, terapi
bermain)
b. Control
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri
(mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitasi
istirahat dan
tidur
d. Pertimbangk
an jenis dan
sumber nyeri
dalam
pemilihan
strategi
meredakan
nyeri.
3. Edukasi
a. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
c. Anjurkan
memonitor
nyri secara
mandiri

d. Anjurkan
menggunaka
n analgetik
secara tepat
e. Ajarkan
teknik
nonfarmakol
ogis untuk
mengurangi
rasa nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
analgetik,
jika perlu.
No Diagnosa Luaran Intervensi
2. Gangguan Mobilitras Fisik ( D.0054) Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
tindakan keperawatan ( 1.05173)
diharapkan tingkat
mobilitas fisik
Definisi : Keterbatasan dalam gerak fisik meningkat
dari satu atau lebih ekstremitas secara Definisi: memfasilitasi
mandiri. pasien untuk meningkatkan
aktivitas pergerakan fisik.
Kriteria Hasil
Mobilitas Fisik
Penyebab : Meningkat (L.05042)
Tindakan :
1. Kerusakan integritas struktur 1. Pergerakan
tulang ekstremitas 1.Observasi
2. Perubahan metabolisme meningkat
3. Ketidakbugaran fisik 2. Kekuatan Otot a. Identifikasi adanya
4. Penurunan kendali otot Meningkat nyeri atau keluhan
5. Penurunan massa otot 3. Rentan Gerak fisik lainnya
6. Penurunan kekuatan otot ROM b. Identifikasi toleransi
7. Keterlambatan perkembangan meningkat fisik melakukan
8. Kekakuan sendi pergerakan
9. Kontraktur c. Monitor frekuensi
10. Malnutrisi jantung dan tekanan
11. Gangguan musculoskeletal darah sebelum
12. Gangguan neuromuskuler memulai monilisasi
13. Indeks massa tubuh di atas d. Monitor kondisi
persentil ke-75 sesuai usia umum selama
14. Efek agen farmakologis melakukan mobilisasi
15. Program pembatasan gerak
16. Nyeri 2.Terapeutik
17. Kurang terpapar informasi tentang
aktivitas fisik a. Fasilitasi aktivitas
18. Kecemasan mobilisasi dengan
19. Gangguan kognitif alat bantu (mis. Pagar
20. Keengganan melakukan tempat tidur )
pergerakan b. Fasilitasi melakukan
21. Gangguan sensori persepsi pergerakan, jika perlu
c. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
Gejala dan Tanda Mayor meningkatkan
Subjektif : pergerakan

Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas 3. Edukasi


Objektif : a. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
Kekuatan Otot Menurun b. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
Rentan gerak ( ROM ) menurun c. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
Duduk dari tempat
Gejala dan Tanda Minor : tidur , duduk disisi
Subjektif : tempat tidur, pindah
dari tempattidur
Nyeri saat bergerak kekursi)
Enggan melakukan pergerakan
Merasa cemas saat bergerak
Objektif:

Sendi kaku

Gerak tidak terkoordinasi

Gerakan terbatas

Fisik Lemah

Kondisi klinis terkait

1. Stroke
2. Cedera medula spinal
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthis
6. keganasan
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Noor, 2016)
Fraktur adalah patah tulang , biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang , dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Nurarif, Amin Huda,
2015)
Jadi dapat disimpulkan bahwa fraktur merupakan terputusnya jaringan tulang atau yang biasa
disebut patah tulang karena adanya rudapaksa ( kekerasan) , trauma atau tenaga fisik.
3. Saran
Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan dan menjadikan makalah ini sebagai SOP dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien Fraktur.
Kami menyadari tidak ada gading yang tak retak, untuk itu kami mengharapkan saran yang
membangun untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan (8 ed.). Singapore: Elsevier.

Doengoes, M. E. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

M.Black, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis Untuk Hasil yang
Diharapkan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardi, Apikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Daignosa
Medis dan NANDA, Jilid II, Media Action, Jogjakarta, 2015.

Noor, Z. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai