oleh
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
A. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa Sedangkan menurut (Noor, 2016)dalam buku Nursing Care Plans and
Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang
disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical
Surgical Nursing.
B. Patah Tulang Tertutup
Tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar. Pendapat lain menyatidakan bahwa patah tulang tertutup adalah
suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi.
Adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas :
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi
supinasi.
2. Tipe Fleksi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi
a. Platting
Adalah salah satu bentuk dari fiksasi internal menggunakan plat yang terletak sepanjang
tulang dan berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi dengan sekrup.
Keuntungan:
Kerugian:
2. Tujuan
A. Tujuan umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien denan fraktur.
B. Tujuan khusus
a) Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian fraktur.
b) Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab fraktur, jenis fraktur,
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Noor, 2016)
Fraktur adalah patah tulang , biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang , dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Nurarif, Amin Huda, 2015)
Jadi dapat disimpulkan bahwa fraktur merupakan terputusnya jaringan tulang atau yang
biasa disebut patah tulang karena adanya rudapaksa ( kekerasan) , trauma atau tenaga
fisik.
2. Penyebab
a. Fraktur terjadi karena adanya tekanan atau benturan yang kuat ke tulang yang melebihi
kekuatan dari tulang itu sendiri.
b. Cedera, seperti jatuh, kecelakaan, atau benturan langsung yang kuat ke area tubuh, atau
gerakan yang berulang hingga menyebabkan tulang retak.
c. Kondisi tulang yang lemah yang membuatnya rentan patah
d. Gangguang Muskuloskeletal atau penyakit tertentu yang melemahkan tulang, seperti
osteoporosis maupun kanker tulang.
3. Jenis-jenis Fraktur
a. Fraktur komplet
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari
posisi normal)
b. Fraktur tidak komplet
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur tertutup (fraktur simpel)
Tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/ kompleks)
e. Fraktur dengan luka pada kulit atau membrane mukosa sampai ke patahan tulang. Terdiri
dari : Grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, Grade II luka lebih luas
tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif, dan Grade III yang sangat terkontaminasi
dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
a. Fraktur Greenstick
Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok
b. Fraktur Transversa
Fraktur sepanjang garis tengah tulang
c. Fraktur Oblik
Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang
d. Fraktur Spiral
Fraktur memuntir seputar batang tulang
e. Fraktur Kominutif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
f. Fraktur Depresi
Fraktur dengan fragmen paratahan terdorong ke dalam
g. Fraktur Kompresi
Fraktur di mana tulang mengalami kompresi
h. Fraktur Patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit
i. Fraktur Avulsi
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatannya
j. Fraktur Epifiseal
Fraktur melalui epifisis
k. Fraktur Impaksi
Fraktur di mana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
a. Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih
punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat
pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang
kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu
korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid
dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap
sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari
matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae
(didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran
yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya
terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman.
Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa
metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem
Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang. Trabekulae ini
terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat
bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua
macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses
hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika
dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES). Tulang terdiri
dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel
pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada
pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap
kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-
elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen,
protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media
dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh
darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat)
yang menyebabkan tulang keras, sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400
ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black, 2014)
b. Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering
menahan beban berat (B. Smeltzer, 2015). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang
rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan
tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan
menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang
rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang
memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang
panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang
selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga
medula (marrow) adalah pusat dari diafisi.
c. Tulang Humerus
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung
bawah.
d. Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi
dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu.
Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar
ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor
dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor.
Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat
tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi
fraktur.
e. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral
batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi
otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari
sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf
muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
f. Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama
tulang lengan bawah. Trokhlea yang terletak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-
benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang
bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat
epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Black, 2014)cs
6. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Black, 2014). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi
sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya.
A. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.
B. Biologi penyembuhan tulang
Menurut (Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, 2015)ulang bisa beregenerasi sama seperti
jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang
patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru
dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
Gambar 2.3 Tahap Penyembuhan Tulang (Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, 2015)
1) Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
a. Medikasi
1. Analgesia untuk meredakan nyeri
2. NSAID untuk mengurangi inflamasi
3. Managemen nyeri
4. Antibiotik, terutama pasien yang mengalami fraktur terbuka atau kompleks
5. Antikoagulan, untuk mencegah DVT
b. Terapi
1. Traksi
Traksi memberikan kekuatan untuk meluruskan atau menarik guna mengembalikan
atau mempertahankan tulang yang memgalami fraktur pada posisi anatomis yang
normal. jenis-jenis traksi meliputi :
a) Traksi kulit
b) Traksi skelet
c. Gips
Gips merupakan alat kaku yang digunakan untuk mengimobilisasi tulang yang
mengalami cedera dan meningkatkan penyembuhan. Gips mengimobilisasi sendi di atas
dan di bawah tulang yang mengalami fraktur sehingga tulang tidak bergerak selama
penyembuhan. Gips dipasang pada pasien yang memiliki fraktur yang relative stabil.
d. OREF
Pemasangan fiksator eksternal terdiri atas kerangka yang dihubungkan ke pin yang
dipasangkan perpendicular ke aksis panjang tulang. Jumlah pin yang dipasang beragam
dengan jenis dan tempat fraktur, secara umum jumlah pin yang sama dipasang di atas
dan di bawah garis fraktur. Pin memerlukan perawatan yang serupa dengan yang
diberikan untuk pin traksi skeletal. Pasien dimonitor untuk infeksi dan pengkajian
neurovaskularyang sering dilakuka. Fiksator meningkatkan kemandirian seraya
mempertahankan imobilisasi.
e. ORIF
Fiksasi internal yang dikerjakan melalui prosedur pembedahan atau disebut reduksi
terbuka dan fiksasi internal ( open reduction and internal fixation ). Pada prosedur ini,
fraktur direduksi ( diletakkan pada kesejajaran posisi anatomis yang tepat) dan paku,
sekrup, lempeng atau pin dimasukkan untuk menahan tulang pada tempatnya. Fiksasi
internal memberikan imobilisasi dan membantu mencegah deformitas, namun bukan
suatu pengganti untuk penyembuhan tulang. Jika penyembuhan gagal, alat fiksasi
internal dapat menjadi longgar atau pecah karena adanya tekanan.
9. Komplikasi Fraktur
komplikasi fraktur menurut (B. Smeltzer, 2015)meliputi :
1. Cedera Saraf
2. Sindroma Kompartemen
3. Kontraktur Volkman
4. Sindroma emboli lemak
5. Trombosis Vena dalam dan Emboli Paru
6. Sindroma Gips (sindroma arteri mesenterika superior)
7. Kaku sendi (Artritis Traumatik)
8. Penyatuan non fungsional :
1) Malunion, terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi kelurursan tulang yang
tidak tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta gravitasi
Penyatuan terhambat, penyatuan tehambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi
tidak benar- benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi pada fragmen fraktur
atau adanya penyebab sistemik seperti infeksi
2) Non- union, ketika penyembuhan fraktur tidak terjadi 4 hingga 6 bulan setelah cedera
awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya tidak akan terjadi, biasanya akibat
suplai darah tidak cukup dan tekanan berulang yang tidak terkontrol pada lokasi
fraktur .Sindroma Nyeri Regional Kompleks (CRPS).
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, menurut (Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, 2015) yaitu:
Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang mungkin timbul terjadi
merupakan respon terhadap klien terhadap penyakitnya. Akibat fraktur terrutama pada
fraktur humerus akan menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun kepada
keluarganya.
a. Terhadap Klien
a) Bio
Pada klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena
trauma, peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan tulang,
terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan biasanya terutama kalsium
dan zat besi
b) Psiko
Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur,
perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan
lingkungan yang baru serta tuakutnya terjadi kecacatan pada dirinya.
c) Sosio
Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena
harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan
akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri
seperti biasanya.
d) Spiritual
Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan
keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan
karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya.
b. Terhadap Keluarga
Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota keluarganya terkena
fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan klien, apakah nanti akan timbul
kecacatan atau akan sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga,
untuk itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap
keluarga. Selain tiu, keluarga harus bisa menanggung semua biaya perawatan dan
operasi klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga.
Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa
timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi
kebutuhan klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan
konflik dalam keluarga.
Contoh Kasus :
FORMAT PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Ruang/ kamar :
Identitas Klien
Nama : Sdr. S
Umur : 19 th
Pendidikan : Mahasiswa
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Agama : Islam
Suku : Jawa
Nama : Ny. A
1. Kebutuhan Universal
1. Oksigenasi
Sebelum masuk RS : klien mengatakan pernafasan normal, tidak ada sesak nafas
dengan frekuensi nafas 18-20 x/mnt
Selama berada di RS : klien mengatakan pernafasan normal, tidak ada sesak nafas
dengan frekuensi nafas 18-20 x/mnt
2. Nutrisi & Cairan (Pengkajian A, B, C, D) dan pengkajian kebutuhan kalori (Cek Balance
Cairan pasien selama 24 jam berdasarkan rumus)
Sebelum masuk RS : kliem makan teratur 3 x/hr dengan komposisi nasi, lauk dan sayur
dengan porsi 1 piring habis. Minum air putih sehari 5-6 gelas kecil
Selama berada di RS : klien mengatakan belum merasa lapar. Baru minum 1 gelas air
putih
3. Eliminasi
Eliminasi Fekal
Eliminasi Urin
3.Health Deviation
Klien mengatakan makan makanan sehat lauk, sayur dan buah-buahan. Serta olahraga setiap 1
minggu sekali
VI. Pemeriksaan Fisik
RR : 20 x/menit
HR :100 x/menit
SPO2 : 97%
Head to toe
1. Kepala
Inspeksi : Rambut lembab, Bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan, terdapat lecet pada
temporalis dextra.
2. Palpasi : Finger print (-)
Mata
Inspeksi : Pupil mata isokor, mata simetris, konjungtiva anemis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
3. Hidung
Inspeksi : Tidak ada kotoran, tidak ada bekas luka, simetris, tidak ada polip
4. Telinga
Inspeksi : Bentuk telinga simetris, tidak ada lesi, membran tympani tidak pecah
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
5. Mulut
Inspeksi : Gigi masih lengkap, mukosa bibir lembab
6. Leher
Inspeksi : Tidak ada benjolan, tidak ada luka, tidak ada benjolan tiroid.
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan
7. Thorax
a. Paru-paru
Inspeksi : Tidak ada spider nevi, bentuk dada datar
Palpasi : Vocal fremitus seimbang
Perkusi : Bunyi lapang paru sonor
Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan
8. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis di intracosta 5 anterior aksila sinistra, ictus cordis teraba di
kedalaman 0,85 cmPerkusi : Batas kanan atas : ICS III linea para sternalis dextra
Batas kanan bawah: ICS IV linea para sternalis dextra
Batas kiri atas : ICS II linea para sternalis sinistra
Batas kiri bawah : ICS V linea mid clavikula sinistra
Auskultasi: S1: terdengar bunyi lup diruang ICS 5 sebelah sternum S2: terdengar
bunyi dup di ICS 2 sebelah kanan sternum
9. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada benjolan, tidak ada cairan keluar dari umbilicus
Auskultasi : Bising usus 8x/menit
Palpasi : Asites (-), hepar tidak teraba keras, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Bunyi abdomen terdengar tympani
10. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi : Terdapat fraktur pada humerus dextra, terdapat lecet
Palpasi : Capilary reffil <3 detik, turgor kulit elastis
Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Tidak terdapat fraktur tpada ekstremitas bawah, tidak
terdapat lecet pada ekstremitas bawah
Palpasi : Capilary reffil <3 detik
11. Genetalia
Tidak terkaji
- Pemeriksaan Rontgen
Tanggal : 10 September 2022
Jam : 11.15 WIB
Kesan : fraktur humerus dextra
- Hasil laboratorium
Tanggal : 10 September 2022
Jam : 11.15 WIB
ANALISA DATA
DO
d. Anjurkan
menggunaka
n analgetik
secara tepat
e. Ajarkan
teknik
nonfarmakol
ogis untuk
mengurangi
rasa nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
analgetik,
jika perlu.
No Diagnosa Luaran Intervensi
2. Gangguan Mobilitras Fisik ( D.0054) Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
tindakan keperawatan ( 1.05173)
diharapkan tingkat
mobilitas fisik
Definisi : Keterbatasan dalam gerak fisik meningkat
dari satu atau lebih ekstremitas secara Definisi: memfasilitasi
mandiri. pasien untuk meningkatkan
aktivitas pergerakan fisik.
Kriteria Hasil
Mobilitas Fisik
Penyebab : Meningkat (L.05042)
Tindakan :
1. Kerusakan integritas struktur 1. Pergerakan
tulang ekstremitas 1.Observasi
2. Perubahan metabolisme meningkat
3. Ketidakbugaran fisik 2. Kekuatan Otot a. Identifikasi adanya
4. Penurunan kendali otot Meningkat nyeri atau keluhan
5. Penurunan massa otot 3. Rentan Gerak fisik lainnya
6. Penurunan kekuatan otot ROM b. Identifikasi toleransi
7. Keterlambatan perkembangan meningkat fisik melakukan
8. Kekakuan sendi pergerakan
9. Kontraktur c. Monitor frekuensi
10. Malnutrisi jantung dan tekanan
11. Gangguan musculoskeletal darah sebelum
12. Gangguan neuromuskuler memulai monilisasi
13. Indeks massa tubuh di atas d. Monitor kondisi
persentil ke-75 sesuai usia umum selama
14. Efek agen farmakologis melakukan mobilisasi
15. Program pembatasan gerak
16. Nyeri 2.Terapeutik
17. Kurang terpapar informasi tentang
aktivitas fisik a. Fasilitasi aktivitas
18. Kecemasan mobilisasi dengan
19. Gangguan kognitif alat bantu (mis. Pagar
20. Keengganan melakukan tempat tidur )
pergerakan b. Fasilitasi melakukan
21. Gangguan sensori persepsi pergerakan, jika perlu
c. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
Gejala dan Tanda Mayor meningkatkan
Subjektif : pergerakan
Sendi kaku
Gerakan terbatas
Fisik Lemah
1. Stroke
2. Cedera medula spinal
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthis
6. keganasan
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Noor, 2016)
Fraktur adalah patah tulang , biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang , dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Nurarif, Amin Huda,
2015)
Jadi dapat disimpulkan bahwa fraktur merupakan terputusnya jaringan tulang atau yang biasa
disebut patah tulang karena adanya rudapaksa ( kekerasan) , trauma atau tenaga fisik.
3. Saran
Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan dan menjadikan makalah ini sebagai SOP dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien Fraktur.
Kami menyadari tidak ada gading yang tak retak, untuk itu kami mengharapkan saran yang
membangun untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan (8 ed.). Singapore: Elsevier.
M.Black, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis Untuk Hasil yang
Diharapkan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardi, Apikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Daignosa
Medis dan NANDA, Jilid II, Media Action, Jogjakarta, 2015.