Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

TINJAUAN TEORI

1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan
luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka
organ-organ tubuh dan ditentukansesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai
stress yanglebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan pukulan langsung,
gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi ototekstrim (Brunner &
Sudarth, 2002). Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).

2. Klasifikasi
2.1 Berdasarkan tempat
Fraktur Humerus, Tibia, Klavikula, Ulna, Radius, dst.
2.2 Berdasarkan komplit dah ketidak komplitan fraktur
a. Fraktur komplit, yaitu garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang.
b. Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang.
2.3 Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah
a. Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur segmental, garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur multipel, garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
2.4 Berdasarkan posisi fragmen
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser), garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen tulang.
2.5 Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
duni aluar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
1)Tingkat 0, fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak,
2)Tingkat 1, fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan,
3)Tingkat 2, fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan, dan
4)Tingkat 3, cedera berat dengna kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartemen.
b. Fraktur terbuka (open/compound fracture), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibedakan
menjadi beberapa grade yaitu:
1)Grade I, luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm,
2)Grade II, luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan luak yang ekstensi, dan
3)Grade III, sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif.
2.6 Berdasarkan posisi Fraktur
a. fraktur 1/3 proksimal
b. fraktur 1/3 medial
c. fraktur 1/3 distal
2.7 Fraktur Kelelahan
Fraktur yang terjadi akibat tekanan yang berulang-ulang.
2.8 Fraktur Patologis
Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

3. Etiologi
3.1 Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat diman bagian tersebut mendapat ruda paksa
(misalnya benturan dan pukulan yang mengkaibatkan patah tulang).
3.2 Trauma tidak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur
pada pergelangan tangan.
3.3 Trauma ringan
Terjadi bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari yang
biasanya disebut dengan fraktur patologis.
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekatan dan gaya begas untuk menahan.
Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow,dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematom di rongga medula tulang. Jaringan tulang
segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur dibagi menjadi dua
yaitu faktor ekstrinsik; tekanan dari luar yanga bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur, dan faktor
intrinsik; kapasitas absorbsi, tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan tulang.

5. Manifestasi Klinis
5.1 Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
5.2 Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan
deformitas ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
5.3 Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontrasksi otot
yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Framgmen sering saling melengkapi
satu sama lain sampai 2,5 – 5 cm.
5.4 Saat ekstremitas diperiksa secara palpasi, teraba adanya krepitasi yang terjadi akibat
gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


6.1 X-ray, untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
6.2 Bone scans, Tomogram atau MRI scans.
6.3 Arteriogram, dlakukan bila ada kerusakan vaskuler.
6.4 CCT, apabila diduga terjadi kerusakan otot.
6.5 Pemeriksaan darah lengkap.

7. Komplikasi
7.1 Komplikasi awal, seperti kerusakan arteri, sindrom kompartemen, emboli lemak, infeksi,
avaskuler nekrosis, shock, dan osteomyelitis.
7.2 Komplikasi dalam waktu lama, seperti delayed union, non-union, dan mal- union pada
proses penyatuan tulang.

8. Penatalaksanaan Medis
Terdapat empat tujuan utama dalam penatalaksanaan medis pada kasus fraktur, yaitu:
8.1 Menghilangkan rasa nyeri Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya
sendiri, namun karena adanya luka di sekitar jaringan tulang yang patah. Untuk
mengaurangi nyeri tersebut, dapat diberika obat penghilang rasa nyeri dan dengan teknik
mobilisasi, yang dapat dicapai dengan cara pemsangan gips atau bidai.
8.2 Menghasilkan dan Mempertahankan Posisi yang Ideal dari Fraktur Bidai dan gips tidak
dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan lagi teknik
yang lebih baik seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi internal, atau fiksasi
eksternal tergantung dari dari jenis frakturnya sendiri.
8.3 Penyatuan Tulang Kembali Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam
waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna daam waktu 6 bulan. Namun
terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
8.4 Mengembalikan Fungsi Seperti Semula Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
mengecilnya otot dan kakunya sendiri. Maka dari itu, diperlukan upaya mobilisasi
secepat mungkin dengan menggunakan alat bantu mobilisasi seperti walker, cruck, dan
lainnya.

9. Asuhan Keperawatan secara Teori


9.1 Pengkajian
Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung lamanya serangan. Riwayat penyakit :
a. Riwayat penyakit sekarang Dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit sehingga bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena.
b. Riwayat penyakit dahulu
Dilakukan untuk menentukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit tertentu seperti Paget’s atau
Ca tulang yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk disambung.
Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kroni dan menghambat proses penyembuhan tulang.
c. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik. Pemeriksaan Fisik (Review of Systems)a. B1 – Breath (Pernafasan)
MEmperhatikan pola nafas klien. Pola nafas yang cepat dan ireguler mengindikasikan
klien merasakan nyeri pada angota bagian tubuhnya.
9.2 Diagnosa Keperawatan
a. Resiko trauma b/d kehilangan integritas tulang (fraktur).
b. Nyeri b/d spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema dan trauma pada jaringan
lunak
c. Resiko terjadi gangguan integritas kulit/jaringan b/d compound fracture, pemasangan
traksi, gangguan sensasi, sirkulasi dan imobilisasi fisik.
9.3 Perencanaan Keperawatan
a. Resiko terjadi trauma b/d kehilangan integritas tulang (fraktur). Hasil yang
diharapkan:
1)Mempertahankan stabilisasi dan alignment fraktur.
2)Mendemonstrasikan mekanika tubuh untuk mempertahankan stabilitas posisi tubuh
3)Menunjukkan pertumbuhan valus yang baru pada bagan fraktur.
Rencana Tindakan:
1) Anjurkan bed-rest dengan memberikan penyangga saat mencoba menggerakkan
bagian yang fraktur.
R/ Meningkatkan kemampuan, mereduksi kemungkinan pengobatan.
2) Letakkan klien pada tempat tidur ortopedis.
R/ Kelembutan dan kelenturan alas dapat mempengaruhi bentuk gips yang basah.
3) Beri penyangga pada fraktur dengan bantal, pertahankan posisi netral dengan
menahan bagian yang fraktur dengan bantalan pasir, bidai, trochanter-roll, dan papan
kaki.
R/ Mencegah penakanan sehingga menghindari deformitas pada gips.
4) Evaluasi pergerakan bidai untuk menghindari edema.
R/ Bidai digunakan untuk memberikan imobilisasi ada fraktur dan untuk mencegah
terjadinya bengkak pada jaringan. Edema akan hilang dengan pemberian bidai.
5) Pertahankan posisi dan integritas dari traksi.
R/ Tarikan pada traksi dilakukan pada tulang panjang yang fraktur dan kemudian
menjadikan otot tegang sehingga memudahkan alignment.
b. Nyeri b/d spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema, traksi/imobilisasi karena
penggunaan alat, stres dan kecemasan.
Hasil yang diharapkan:
1)Klien mengerti penyebab nyeri,
2)Klien mampu mengontrol nyeri, dan
3)Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Rencana tindakan:
1) Lakukan imobilisasi (bed-rest, gips, bidai dan traksi).
R/ Mengurangi nyeri dan mencegah perubahan posisi tulang serta luka pada jaringan.
2) Tinggikan dan sangga daerah luka.
R/ Meningkatkan aliran vena, mengurangi edema dan mengurangi nyeri.
3) Tinggikan bagian depan tempat tidur.
R/ Memberikan rasa nyaman.
4) Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam.
R/ Meningkatkan kemampuan mengurangi rasa nyeri.
5) Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai terapi.
R/ Meningkatkan relaksasi otot dan menekan rangsangan nyeri.
c. Resiko terjadi gangguan integritas kulit/jaringan b/d compound fracture, pemasangan
traksi, gangguan sensasi, sirkulasi dan imobilisasi fisik.
Hasil yang diharapkan:
Rencana tindakan:
1) Periksa kulit sekitar luka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna kulit.
R/ Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang
mungkin disebabkan oleh penggunaakn traksi dan terbentuknya edema.
2) Masase kulit dan tempat yang menonjol, menjaga alat tenun tetap kering,
memberikan alas yang lembut pada siku dan tumit.
R/ Mengurangi penekanan pada daerah yang beresiko lecet dan rusak.
3) Ubah posisi selang-seling sesuai indikasi.
R/ Mengurangi penekanan yang terus menerus pada posisi tertentu.
4) Kaji posisi splint ring traksi.
R/ salah posisi akan menyebabkan kerusakan kulit.
9.4 Implementasi Keperawatan
Merupakan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan agar
kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat
dilaksanakan sebagian oleh klien, perawat secara mandiri, atau bekerjasama dengan tim
kesehatan lain. Dalam hal ini perawat adalah sebagai perencana dan pelaksana asuhan
keperawatan yaitu memberikan pelayanan perawatan dengan menggunakan proses
keperawatan.
9.5 Evaluasi Keperawatan
Merupakan tahap akhir proses keperawatan yang merupakan aktivitas
berkesinambungan dari tahap awal (pengkajian) sampai tahap akhir (evaluasi) dan
melibatkan klien/ keluarga. Evaluasi bertujuan untuk menilai efektivitas rencana dan
strategi asuhan keperawatan. Ada tiga alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu:
a. Masalah teratasi, apabila klien menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan
kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi, apabila klien menunjukkan perubahan dan perkembangan
kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
c. Masalah belum teratasi, jika klien sama sekali tidak menunjukkan perubahan perilaku
dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.
BAB 2
TINJAUAN KASUS
Nama Klien : Sdr. A Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 020868 Pekerjaan : Swasta
Alamat : Mojokerto Agama : Islam
Umur : 24 tahun Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
Dx. Medis : Close Fracture Manus (D)
3.1.2 Alasan MRS
Klien mengatakan mengalami KLL (Kecelakaan Lalu Lintas) Sepeda
Motor dengan Truk 1 jam sebelumnya (jam 09.00 WIB). Klien
dibawa ke UGD RSK Mojowarno oleh warga setempat. Klien
mengatakan sebelumnya ia hendak ke kota M, lalu tiba-tiba tertabrak
Truk. Didapatkan hasil TTV: Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 84
x/menit, Suhu 36,5
O
C, RR 24x/menit, dan GCS e3 v5 m6 (total 14).
Pada hasil pemeriksaan fisik ditemukan luka robekan di pelipis kiri ±
3 cm dan pada jari kelingking tangan kanan ± 4 cm dengan
kedalaman ± 0,5 cm. Terdapat perdarahan pada luka robekan.
terdapat bengkak berwarna merah kebiruan pada kulit sekitar luka.
Klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala dan lengan
dengan VAS 4 (skala 1 – 10).
3.1.3 TTV
Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,5
o
C RR : 24 x/menit
BB : 60 Kg TB : 174 cm
G-C-S : 14 (E3 – V5 – M6)
3.1.4 Pengkajian Gawat Darurat
Sistem Diagnosa
Airway
(jalan napas)
Keperawatan
Jalan nafas
tidak
efektif
Tindakan
Keperawatan
Sumbatan:
Benda asing Monitor
Hasil/ Evaluasi
Pernafasan
RR: 24x/ menit
Sputum Auskultasi suara
nafas
Darah Bantu klien
mengatur posisi
Lidah Kolaborasi
broncho-dilator
Breathing
(pernapasan)
Pola nafas
tidak
efektif
Produktif Kaji frekuensi,
suara nafas,
kedalaman,
ekspansi paru.
Nonproduktif
Kaji
penggunaan otot
bantu nafas
Nyeri dada Auskultasi suara
nafas, catat
adanya suara
abnormal
Ekspansi paru
menurun
Bantu mengatur
posisi klien
seperti
semifowler
Pola nafas normal dan
reguler
vesikuler pada
lapang paru,
bentuk dada
normal
Posisi: sim
Klien dipasang O
nasal volume 2
lpm
Pola nafas klien
efektif
RR: 24x/ menit,
suara nafas:
normal vesikuler,
ekspansi paru
normal dan
simetris antara
dada kanan dan
dada kiri
TIdak terdapat
penggunaan otot
bantu pernapasan
Suara nafas:
leher; trakeal,
ICS 2;
bronchovesikuler
lapang paru;
vesikuler
posisi klien: sim
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 17
2
Sesak nafas Frekuensi
24x/
menit
teratur
v
tidak teratur apnoe
Bunyi
nafas
wheezing Ronchii
Coarce
Crackles
-
Fine Crackles Dyspnoe
saat
Gangguan
perfusi
jaringan
Aktivitas Auskultasi suara
jantung, catat
adanya suara
tambahan
Tanpa
aktivitas
Dengan alat
tambahan
Observasi
tingkat
kesadaran
Observasi suhu
tubuh, warna
kulit/ mukosa
Ukur
pengeluaran
urine
Palpasi nadi
perifer:
frekuensi,
kekuatan, dan
kelenturan
Atur posisi klien
sesuai dengan
daerah yang
mengalami
gangguan
perfusi
Kolaborasi:
Pemeriksaan
laboratorium,
pemberian obatobatan
S1 dan S2 tunggal
GCS: 14
(E3-V5-M6)
Suhu 36,5
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 18
o
C
warna kulit:
kemerahan
warna mukosa:
merah muda
Urine dalam
kantong urine
100cc
Nadi: reguler
lemah
HR: 84x/ menit
posisi: sim
terlampir
Circulation
(Sirkulasi)
Gangguan
sirkulasi
nadi Karotis palpasi nadi
karotis,
frekuensi,
kekuatan, dan
keteraturan
Kaki tangan
dingin
mimisan
epistaksis
Observasi
adanya sianosis
Observasi
daerah
ekstremitas
Observasi
adanya edema
edema gemetaran
kesemutan
nyeri
dada
CRT
(Capillary
Refill Time)
Fluid (cairan
dan elektrolit)
Turgor baik
Mukosa
mulut
lembab
Rate: 84x/ menit
reguler
Hematom pada
daerah sekitar mata
dan pipi kanan
Terdapat luka
robekan pada
pelipis kiri ±3cm,
dan pada jari
kelingking kanan
±4cm, dengan
dalam ±0,5cm.
Perdarahan (+),
Luka tampak kotor
dan terdapat darah
yang mengering
pada kulit sekitar
luka
-
-
2-3 detik
BAB BAK
Klien terpasang
Intoksikasi Resiko
penyebaran
Toksin
kateter urine 16 fr,
urine dalam
kantong urine
100cc
-
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 19
keseluruh
tubuh
GCS
13 – 15
(E3-V5-M6)
Neurosensorik
Resiko
tinggi
trauma
Berikan
pengaman
tempat tidur,
observasi respon
perilaku
Spasme otot Kaji adanya
twitching pada
kaki/ tangan/
otot wajah
Parastesia Pasang
pengaman
tempat tidur
Perubahan
pergerakan
Kerusakan
jaringan,
vulnus
Suction dengan
kateter yang
lembut
Istirahatkan
klien selama
fase akut
Krepitasi Cegah perluasan
kerusakan
jaringan dan
kemungkinan
terjadinya
infeksi rawat
luka dengan
teknik aseptik
Fraktura Kolaborasi
pemberian obat
Brankart terpasang
pagar, klien
tampak lemah,
klien kooperatif
-
-
-
Terdapat luka
robekan pada
pelipis kiri ±3cm,
dan pada jari
kelingking kanan
±4cm, dengan
dalam ±0,5cm.
Perdarahan (+),
Luka tampak kotor
dan terdapat darah
yang mengering
pada kulit sekitar
luka
Klien dilakukan
hacthing pada
bagian robekan
pelipis kiri dengan
benang seide/silk
4-0, diberi salep
ikamicetin
(chlorampenicol)dan dibalut kasa
terlampir
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 20
Integumen
Gangguan
integritas
kulit
Luka bakar Nyeri
Catat durasi,
intensitas,
penyebaran
nyeri
3.1.5 Terapi Obat-obatan
Waktu Nama Obat Dosis dan Cara
10.00
10.25
10.30
10.35
11.00
Ranitidin
Ketorolac
Tetagam
Ceftriaxone
Ikamicetin
(Chlorampenicol)
Klien mengatakan
nyeri pada bagian
kepala dan lengan
dengan VAS 4
(skala 1 – 10)
Pemberian
Keterangan
50 mg i.v. bolus
10 mg i.v. bolus
1 ml (250 iu) i.m
2 gr i.v. bolus
2% topikal (salep)
3.1.6 Hasil Foto Rontgen
Jenis Pemeriksaan Hasil
Obat tukak
lambung dan
duodenum akut
Obat Analgesik
Serum anti
Tetanus
Antibiotik
Antibiotik
Skull COR
Manus (D) (AP-Lateral)Susp. Close Fracture Manus (D)
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 21
3.1.7 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Ds:
- Klien mengatakan
sebelumnya ia hendak ke
kota M, lalu tiba-tiba
tertabrak Truk.
- Klien mengatakan
merasa nyeri pada
bagian kepala depan dan
lengan kanan.
Do:
- Terdapat luka robekan di
pelipis kiri ± 3 cm dan
pada jari kelingking
tangan kanan ± 4 cm
dengan dalam ± 0,5 cm.
- VAS nyeri 4
(skala 1 – 10)
Kecelakaan lalu lintas
Trauma jaringan tubuh
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Pelepasan mediatormediator
nyeri
(prostaglandin,
sitokinin, neurotrofin,
serotonin, adenosin,
cannabinoid, histamin,
leukotrin, dan kinin)
Hantaran impuls nyeri
ke sistem saraf pusat
Respon Nyeri
Nyeri
3.2 Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang
ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan
dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari
kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1
– 10).
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 22
Gangguan
rasa
nyaman:
Nyeri
3.3 Intervensi Keperawatan
Tanggal : 14 Maret 2015
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang
ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan
dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari
kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1
– 10).
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Rencana dan Rasional
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x24 jam,
diharapkan nyeri
yang dirasakan
klien berkurang,
Kriteria Hasil
1. Klien
mengatakan
nyeri yang
dirasakan
berkurang.
2. Klien tidak
gelisah
3. Klien
mengidentifikas
i aktivitas yang
dapat
mengurangi
nyeri.
4. VAS nyeri
turun menjadi
1-2
(skala 1 – 10)
1. Kaji intensitas dan skala nyeri. R/ Nyeri
merupakan respon subjektif yg dapat dikaji dengan
menggunakan skala.
2. Berikan klien posisi semifowler. R/ Posisi dengan
kepala lebih tinggi dapat memperlambat aliran
darah dan cairan ke kepala sehingga dapat
mempertahankan tekanan intrakranial dalam abtas
normal sehingga mencegah nyeri bertambah kuat.
3. Ajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam. R/
Memfokuskan perhatian klein pada kontrol nafas
sehingga dapat mengurangi fokus perhatian pada
nyeri sehingga dapat dirasa berkurang.
4. Observasi ROM (Range of Movement) klien, minta
klien menggerakkan anggota gerak/ekstremitasnya
yang tidak terdapat kecurigaan fraktur semaksimal
mungkin mulai dari daerah distal ke proksimal
(jari-jari kemudian ke lengan), tanyakan apabila
klien merasa sudah maksimal/ merasa nyeri. R/
ROM menentukan lokasi dan batasan gerak klien
serta nyeri yang dirasakan
5. Anjurkan klien untuk melakukan pemeriksaan
rontgen daerah kepala dan bagian tubuh lain yang
tampak mengalami deformitas, curiga memar CF,
atau teraba nyeri. R/ Hasil rontgen menunjukkan
kondisi tulang/ bagian dalam tubuh klien apabila
dicurigai terdapat close fracture tambahan selain
yang nampak saat melakukan inspeksi, sehingga
dapat diintervensi lebih lanjut untuk
meminimalkan nyeri yang dirasakan klien.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 23
6. Lakukan pembidaian sementara pada bagian
ekstremitas yang tampak mengalami deformitas,
memar curiga CF dan nyeri apabila dilakukan
perabaan/palpasi. R/ Pembidaian meminimalkan
pergerakan pada daerah ekstremitas tersebut
sehingga meminimalkan rasa nyeri yang muncul.
7. Lakukan tindakan hacthing pada jaringan kulit
yang robek. R/ Meminimalkan resiko bertambah
lebarnya robeka kulit akibat pergerakan sehingga
meminimalkan respon nyeri.
8. Kolaborasi pemberian obat analgetik i.v R/
Analgesik per i.v. memberikan respon anti-nyeri
yang lebih cepat.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 24
3.4 Implementasi Keperawatan
Tanggal : 14 Maret 2015
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang
ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan
dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari
kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1
– 10).
Waktu Tindakan dan Respon Klien Ttd.
10.00
10.00
10.00
10.00
10.00
10.05
Klien dipindahkan dari mobil pick-up ke brankart
pasien. R/ Pemindahan klien ke brankar dibantu
pengantar.
Memberikan Inform Consent kepada keluarga klien/
pengantar untuk ditanda tangani mengenai persetujuan
tindakan yang dilakukan terhadap klien. R/ Sebagai
pernyataan tertulis persetujuan keluarga/ pengantar
klien terhadap tindakan yang akan dilakukan terhadap
klien.
Melepas pakaian klien secara keseluruhan untuk
memudahkan dalam melakukan pemeriksaan fisik
terhadap luka, memar, jejas, dan deformitas. R/ Klien
diam saja dan tampak meringis kesakitan, namun
pakaian berhasil dibuka seluruhnya dan diganti dengan
pakaian dan selimut pasien untuk menutupi tubuh
klien.
Menanyakan nama dan alamat klien dengan nada agak
keras, serta meminta klien untuk melihat bagaimana
kesadaran dan GCS klien. R/ Klien berespon dengan
menyebut nama dan alamat dengan pelan, dan
mencoba mengangkat tangan kiri. GCS 14 (E3-V5M6)
kesadaran
compos
mentis.
Membersihkan tubuh klien dengan kompres/
membasuh luka sekitar dari darah dan kotoran/ debu.
R/ Klien kooperatif dan tampak meringis kesakitan
saat dibersihkan.
Melakukan teknik hacthing pada bagian pelipis kiri
dan jari kelingking kanan klien diawali dengan
pemberian injeksi lidocain 2 mg untuk anestesi lokal
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 25
Jr
Jr
Jr
Jr
Jr
Jr
10.05
10.05
10.10
10.15
10.25
10.30
11.00
12.30
12.40
daerah yang akan dilakukan hacthing. R/ Klien
kooperatif saat dilakukan hatching. perdarahan 5 cc.
Melakukan pemasangan infus dengan cairan D5 ½ NS
dan pemasangan O
nasal 3lpm untuk pemenuhan
kebutuhan fisiologis klien serta penggantian cairan
tubuh yang keluar lewat perdarahan.
2
Melakukan pemasangan DK (Douwer Kateter/ Foley
Kateter) ukuran 16 fr untuk memfasilitasi klien dalam
eliminasi urine karena klien tirah baring dan tidak
dianjurkan bergerak untuk meminimalkan nyeri. R/
Klien kooperatif.
Menganjurkan klien untuk jangan terlalu banyak
bergerak dengan tujuan meminimalkan nyeri. R/ Klien
menyetujui dengan menjawab “ya” dengan pelan.
Mengobservasi TTV klien. R/ Tekanan darah 130/80
mmHg, Nadi 84 x/menit, RR 20 x/menit, Suhu: 36
Memasukkan obat ranitidin dan ketorolac 10 mg per
i.v. catheter (bolus). R/ Klien muntah bercampur isi
lambung, air, dan darah, cairan berwarna merah ±400
cc ditampung di wadah.
Memasukkan obat Tetagam 250 iu (1 ml) per i.m. R/
Klien kooperatif dan tidak tampak gelisah.
Memasukkan obat injeksi antibiotik Ceftriaxone 2 gr
(10 ml) per i.v. bolus sebagai antibiotik profilaksis
karena tubuh klien terdapat luka robek, untuk
meminimalkan terjadinya infeksi. R/ Klien kooperatif.
Klien dibawa ke ruang rontgen untuk foto skull dan
manus (D). R/ Hasil foto skull: COR, foto manus (D)AP-Lateral: Susp. CF Manus (D).
Klien dilakukan pembidaian pada bagian telapak
tangan kanan hingga jari keseluruhan untuk
meminimalkan pergerakan dan nyeri. R/ Klien maun
dan kooperatif saat dilakukan tindakan.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 26
o
C.
Jr
Jr
Jr
Jr
Jr
Jr
Jr
Jr
Jr
3.5 Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Waktu Evaluasi
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri berhubungan
dengan terputusnya
kontinuitas jaringan
tulang (fraktur) akibat
kecelakaan lalu lintas
yang ditandai dengan
klien mengatakan
merasa nyeri pada
bagian kepala depan dan
lengan kanan, terdapat
luka robekan di pelipis
kiri ± 3 cm dan pada jari
kelingking kanan ± 4
cm dengan kedalaman ±
0,5 cm, VAS nyeri 4
(Skala 1 – 10).
13.00 S :
- Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan telah berkurang.
O:
- Klien tampak tenang namun
sesekali meringis kesakitan dengan
VAS 2 (skala 1-10).
- Hasil pengukuran TTV: Suhu
36
O
C, Nadi: 84x/menit, Tekanan
darah: 130/80 mmHg, dan RR
20x/menit.
- Klien tidak gelisah dan tampak
tenang.
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 27
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada penjabaran karakteristik yang biasa ditemukan pada kasus klien
dengan fraktur adalah rasa nyeri. Pada teori, data-data yang ditemukan berupa
peningkatan frekuensi dan pola napas dengan irama yang ireguler, yang
menandakan adanya rasa nyeri yang dirasakan klien. Ada atau tidaknya
perdarahan dalam jaringan tulang yang mengalami fraktur dapat diketahui lewat
perabaan nadi yang teraba cepat namun lemah. Memperhatikan kondisi kulit serta
rentang gerak klien dilakukan untuk mengkaji kodisi sirkuler klien; dan kekuatan
ekstremitas klien pasca fraktur. Pada kasus nyata, data-data yang ditemukan pada
klien Sdr. A adalah seagai berikut. Nilai hasil pemeriksaan TTV awal: Tekanan
Darah 130/80 mmHg, Nadi 84 x/m, Suhu 36,5
o
C, dan RR 24 x/m, GCS: e 3 v 5 m
6 dengan total 14. Terdapat kemerahan pada daerah kulit sekitar mata dan pipi
kanan. Terdapat luka robekan pada pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking
kanan ± 4 cm dengan dalam ±0,5 cm. Terdapat perdarahan minimal pada daerah
robekan luka, dan kondisi klien tampak lemah. Klien mengungkapkan merasa
nyeri pada bagian kepala dan lengan kanan dengan nilai VAS 4 (Skala 1 – 10).
Dari karakteristik data yang didapat pada pengkajian kasus nyata terhadap teori,
terdapat kesenjangan berupa hasil pemeriksaan TTV, dimana pada kasus nyata
TTV yang didapat pada keempat aspek tampak dalam batas normal. Hal ini
menurut penulis diakibatkan oleh kondisi klien yang kondisi perdarahannya
minimal, hanya terlokalisir pada daerah robekan luka di daerah pelipis saja, dan
tampak darah yang keluar cepat berhenti (< 7 menit) sehingga kurang begitu
mempengaruhi volume darah dalam tubuh sehingga hasil pemeriksaan Tekanan
Darah didapatkan hasil yang normal. Nilai nadi yang normal pada klien
mendukung kondisi klien yang tampak tenang dan minim pergerakan, sebagai
toleransi terhadap intensitas nyeri yang dirasakan. Hal ini disebabkan karena
begitu klien datang, klien segera ditangani dengan cepat, salah satunya dengan
pemberian obat analgesik sehingga respon klien terhadap nyeri dapat diblokir dan
nilai nadi yang didapat dalam batas normal.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 28
Diagnosa fokus yang diprioritaskan penulis dalam melakukan
perawatan kepada klien Sdr. A adalah diagnosa keperawatan Gangguan Rasa
Nyaman Nyeri, karena kasus fraktur; yang merupakan kejadian dimana
terputusnya kontinuitas jaringan, dimanifestasikan secara nyata lewat keluhan
nyeri, sehingga dalam perawatan atau tindakan yang dilakukan di ruang unit
gawat darurat Rumah Sakit Kristen Mojowarno Jombang, manajemen terhadap
nyeri dan evaluasi skala nyeri menjadi penting untuk mengetahui bahwa fraktur
yang dialami klien tidak bergeser atau bertambah buruk, sehingga dapat dilakukan
tindakan lebih lanjut untuk mengkoreksi struktur anatomis tulang yang mengalami
fraktur.
Intervensi keperawatan yang terdapat pada teori yang berfokus pada
manajemen penanganan nyeri adalah tindakan edukatif seperti pengenalan tentang
penyebab nyeri, melakukan bedrest, mengatur posisi bed untuk meningkatkan
kenyamanan, teknik relaksasi, latihan ROM (Range of Movement), tindakan
kolaboratif berupa pemberian obat-obatan anti nyeri, serta evaluasi mengenai rasa
nyeri klien baik secara verbal maupun non verbal. Pada kasus nyata, intervensi
yang dibuat adalah mengkaji intensitas dan skala nyeri, memberikan posisi
semifowler, menganjurkan klien teknik relaksasi nafas dalam, observasi Range of
Movement, menganjurkan klien untuk melakukan pemeriksaan X-ray/ Rontgen,
melakukan pembidaian sementara pada bagian ekstremitas yang tampak
mengalami deformitas dan nyeri apabila dilakukan perabaan, melakukan tindakan
Hacthing, dan kolaborasi untuk pemberian obat-obatan. Intervensi fokus
keperawatan yaitu mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam masih menjadi
pilihan karena masih dianggap cukup efektif dalam mengalihkan rasa nyeri akut
yang diderita klien. Intervensi pemberian posisi semifowler pada teori dan kasus
nyata tampak memiliki perbedaan yaitu alasan secara rasional, dimana pada teori
posisi semifowler lebih ditekankan pada pemberian rasa nyaman saja, namun pada
kasus nyata, intervensi yang diberikan bertujuan agar dapat memperlambat laju
aliran darah dan cairan ke otak, sehingga mencegah nyeri bertambah kuat,
mengingat perbedaan latar belakang penyebab dimana kasus nyata klien dengan
fraktur disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 29
Terdapat beberapa intervensi yang tidak diimplementasikan pada
implementasi keperawatan yang dilakukan terhadap klien Sdr. A, yaitu pemberian
posisi semifowler, karena keterbatasan waktu dan alat, dimana pada saat itu, klien
menggunakan brankar yang tidak memiliki fungsi mengelevasi bagian kepala dan
bantal segitiga yang biasa dipergunakan untuk memberikan klien posisi
semifowler apabila menggunakan brankar, sedang dipergunakan oleh klien lain di
ruangan itu. Implementasi pada klien dilakukan dengan cepat namun tetap
memperhatikan ketepatan dalam melakukan tindakan, dan tindakan yang
difokuskan adalah tindakan yangbertujuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar
dahulu, yaitu pemasangan infus, selang O
nasal dengan volume 3 liter/menit, dan
pemasangan DK (Douer Kateter) untuk memfasilitasi klien dalam Buang air kecil.
Untuk implementasi yang berfokus pada manajemen nyeri adalah imobolisasi
sementara sampai diketahui bagian mana yang mengalami fraktur lewat
pemeriksaan rontgen, dan setelah itu melakukan pembidaian dengan tujuan untuk
lebih meminimalkan pergerakan terhadap bagian yang mengalami deformitas.
2
Evaluasi keperawatan yang dilakukan pada klien Sdr. A adalah bahwa
masalah gangguan rasa nyaman nyeri klien telah teratasi, dimana seluruh kriteria
hasil yang ditetapkan lewat intervensi sebelumnya telah terpenuhi seperti
ungkapan klien mengenai rasa nyeri yang dirasakan telah berkurang, data objektif
berupa pengamatan bahwa klien tampak tenang dengan VAS 2 (skala 1 – 10),
hasil pengukuran keempat aspek TTTV dalam batas normal, klien tidak gelisah
dan tampak tenang.
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 30
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8.
Jakarta: EGC.
Doengoes, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta:
EGC.
IAI. 2012. ISO: Informasi Spesialite Obat Indonesia. Vol.47 – 2012 s/d 2013
ISSN 0854-4492. Jakarta: Isfi Penerbitan.
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.4. Jakarta: Media
Aesculapicus.
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8. Jakarta: EGC.
Wilkinson, M. Judith, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosisi
Keperawatan; Diagnosisi NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil
HOC. Ed.9. Jakarta: EGC
L a p o r a n A s u h a n K e p e r a w a t a n G a w a t D a r u r a t | 31

Anda mungkin juga menyukai