Anda di halaman 1dari 25

FRAKTUR

FRAKTURE
• Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur
terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat
disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, dan bahkan
kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth,
2002).
ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi
dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila
tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang
mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
PATOFIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
FAKTOR-FAKTOR YG MEMPENGARUHI
Faktor-faktor yang
mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar
yang bereaksi pada tulang
yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah
tekanan yang dapat
menyebabkan fraktu
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting
dari tulang yang menentukan
daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas
absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan
tulang.
PATHWAY
MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu
sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau
hari setelah cedera.
KLASIFIKASI
1. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
2. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
3. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih
utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen
4. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur
bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
1) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan
atau keadaan tulang yang cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan
vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
b. Kompartement Syndrom
c. Fat Embolism Syndrom
d. Infeksi
e. Avaskuler Nekrosis
f. Shock
g. Osteomyelitis
NEXT…
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
b. Non union (tak menyatu)
c. Malunion
PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan konservatif.
Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
i. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma
lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada
anggota gerak bawah.
ii. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris (gips)
atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur
yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.
iii. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips.
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan local.
Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi
merupakan alat utama pada teknik ini.
iv. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua
tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
b. Penatalaksanaan pembedahan.
i. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat
kirschner), misalnya pada fraktur jari.
ii. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation). Merupakan
tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant
pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah
KONVERSATIF
PEMBEDAHAN
STADIUM PENYEMBUHAN
1. Stadium Satu-
Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan
terbentuk hematoma
disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk
fibrin guna melindungi
tulang yang rusak dan
sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast.
Stadium ini berlangsung
24 – 48 jam dan
perdarahan berhenti sama
sekali.
2. Stadium Dua-Proliferasi
Seluler
Pada stadium ini terjadi
proliferasi dan differensiasi sel
menjadi fibro kartilago yang
berasal dari
periosteum,`endosteum, dan bone
marrow yang telah mengalami
trauma. Sel-sel yang mengalami
proliferasi ini terus masuk ke
dalam lapisan yang lebih dalam
dan disanalah osteoblast
beregenerasi dan terjadi proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yg
menggabungkan kedua fragmen
tulang yang patah. Fase ini
berlangsung selama 8 jam setelah
fraktur sampai selesai, tergantung
frakturnya.
3. Stadium Tiga-Pembentukan
Kallus
Sel–sel yang berkembang
memiliki potensi yang
kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel
itu akan mulai membentuk tulang
dan juga kartilago. Populasi sel ini
dipengaruhi oleh kegiatan
osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa
sel yang tebal dengan tulang yang
imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang
imatur (anyaman tulang )
menjadi lebih padat sehingga
gerakan pada tempat fraktur
berkurang pada 4 minggu setelah
fraktur menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan
osteoblast berlanjut, anyaman
tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang
cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan
pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast
mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini
adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan
sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.
• 5. Stadium Lima-
Remodelling
• Fraktur telah dijembatani oleh
suatu manset tulang yang
padat. Selama beberapa bulan
atau tahun, pengelasan kasar
ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan
tulang yang terus-menerus.
Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang
tekanannya lebih tinggi,
dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga
sumsum dibentuk, dan
akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya.
PENCEGAHAN PRIMER,TERSIER DAN
SEKUNDER
 pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya
menghindari terjadinya trauma benturan,
terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam
melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi
yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati,
memperhatikan pedoman keselamatan dengan
memakai alat pelindung diri.
PENCEGAHAN SEKUNDER
• Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat –
akibat yang lebih serius dari terjadinya fraktur dengan
memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil
pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang
Universitas Sumatera Utara benar agar tidak memperparah
bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya
dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk
melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah.
Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk
mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari
luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi,
pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun
eksternal
Pencegahan Tersier
• Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk
mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan
tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi
kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan
beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi
medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat
kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur yang
telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan
fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang
yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan
memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi
antara lain meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler,
mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi
dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara
bertahap.

Anda mungkin juga menyukai