Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

PRAKTEK KLINIS IV
DI RUANGAN IGD RSUD KAB. BULELENG

OLEH:
NI PUTU PUTRI CINTYADANI
NIM 17D10047

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI


FAKULTAS KESEHATAN
D – IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
2020/2021
A. Konsep Teori
1. Definisi
A. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Fraktur adalah
rupturnya kontinuitas struktur dari tulang atau kartilago dengan tanpa disertai
subluksasi fragmen yang terjadi karena trauma atau aktivitas fisik dengan
tekanan yang berlebihan (Ningsih, 2011). Sedangkan menurut Linda Juall C.
dalam buku Nursing Care Plans and Documentation menyebutkan bahwa
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini
sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical
Nursing Suatu keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang (Price
1985). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan
(Purnawan junadi 1982). Fraktur tulang adalah patah pada tulang. Istilah yang
digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang antara lain fraktur
inkomplit, fraktur simple dan fraktur compound ( Elizabet J. Crowin, Phd,
MSN, CNP, 2008).
B. Fungsi Tulang
1. Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.
2. Tempat mlekatnya otot.
3. Melindungi organ penting.
4. Tempat pembuatan sel darah.
5. Tempat penyimpanan garam mineral.
(Ignatavicius, Donna D, 1993)
C. Tanda Klasik Fraktur
1. Nyeri
2. Perubahan bentuk
3. Bengkak
4. Peningkatan temperatur lokal
5. Pergerakan abnormal.
6. Krepitasi
7. Kehilangan fungsi
D. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi.
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma.
1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
h. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan
lunak sekitarnya.
2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement
2. Anatomi fisiologi terkait penyakit gawat darurat dan kritis
A. Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi
mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut
Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah
periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey,
yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan
tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat
yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem
terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari
matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut
Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan
seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang
panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke
tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi
untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah
tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat
Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat
sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang
membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu
bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses
hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana
jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast.
Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru.
Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah
sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun
yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut
matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral,
dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi,
oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain
itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang
menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400
ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan
Ignatavicius, Donna. D,1995).
B. Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar
dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang
panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula
tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan
mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung
tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan
licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan
struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang
antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang
selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang
rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993).
3. Faktor predisposisi (pendukung) dan Presipitasi (pencetus)
Fraktur atau patah tulang merupakan keadaan dimana hubungan atau kesatuan
jaringan tulang putus. Dalam proses penyembuhan fraktur ada beberapa faktor yang
mempengaruhi proses penyembuhan pada fraktur, antara lain :
a. Usia Lamanya proses penyembuhan fraktur sehubungan dengan umur lebih
bervariasi pada tulang dibandingkan dengan jaringan-jaringan lain pada tubuh.
Cepatnya proses penyembuhan ini sangat berhubungan erat dengan aktifitas
osteogenesis dari periosteum dan endosteum. Sebagai contoh adalah fraktur
diafisis femur yang akan bersatu (konsolidasi sempurna) sesudah 12 (dua belas)
minggu pada usia l2 tahun, 20 (dua puluh) minggu pada usia 20 tahun sampai
dengan usia lansia.
b. Tempat (lokasi) fraktur Fraktur pada tulang yang dikelilingi otot akan sembuh
lebih cepat dari pada tulang yang berada di subkutan atau didaerah persendian.
Fraktur pada tulang berongga (cancellous bone) sembuh lebih cepat dari pada
tulang kompakta.
4. Gangguan terkait penyakit gawat darurat dan kritis
A. Etiologi
Etilogi fraktur berdasarkan klasifikasinya antara lain :
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedara tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebakan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat menyebabkan fraktur, seperti:
a) Tumor tulang (jinak dan ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b) Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat
dan sakit nyeri.
c) Rakhitis merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi Vitamin D.
d) Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.
(Sachdeva, 2002 dalam Kristiyansari, 2012)
B. Proses terjadi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, dan patologik.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar maka terjadi trauma
yang mengakibatkan terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur
periosteum dan pembuluh darah serta saraf korteks, marrow, dan jaringan lunak
yang membungkus tulang akan rusak. Sewaktu patah tulang biasanya terjadi
perdarahan disekitar tempat patah kedalam jaringan lunak sekitar tulang
tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Infusiensi pmbuluh
darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang
tidak dapat ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan. faktor yang mempengaruhi fraktur
yaitu tekanan dari luar tergantung besar kecilnya tekanan dan daya tahan tulang
seperti kepadatan atau kekerasan tulang.
C. Manifestasi Klinis
1) Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat
karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
2) Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebakan oleh ketergantungan
fungsional otot pada kesetabilan otot.
3) Pembengkakan akibat vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya peningkatan
leukosit pada jaringan disekitar tulang.
4) Saat ektremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5) Kurang sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, dimana
saraf ini dapat terjadi atau terputus oleh fragmen tulang.
6) Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang,
nyeri atau spasme otot.
7) Krepitasi sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.
8) Pergerakan abnormal.
9) Spasme otot karena tingkat kecatatan, kekuatan otot yang sering disebabkan
karena tulang menekan otot.
(Mansjoer, Arif, 2014)
D. Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam waktu lama
e) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karenn\a penurunan suplai darah ke tulang.
f) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini
juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

b) Malunion
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi
yang baik.
5. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan penunjang terkait penyakit gawat
darurat dan kritis
A. Jenis pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
1. X-Ray
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray: Bayangan jaringan lunak. Tipis
tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction. Sela sendi serta
bentuknya arsitektur sendi.
2. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
3. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma.
4. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
5. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.

b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
6. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan operatif.
Kriteria untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau
operatif selamanya tidak absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
A. Cara konservatif:
1. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.
2. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
- Pemasangan Gips.
- Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban maksimal untuk
skin traksi adalah 5 Kg.
B. Cara operatif di lakukan apabila:
1. Bila reposisi mengalami kegagalan.
2. Pada orang tua dan lemah (imobilisasi 🡪 akibat yang lebih buruk).
3. Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4. Fraktur patologik.
5. Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan operatif:
- Reposisi.
- Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open Reduction Internal
Fixation”)
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
- Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya
dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi
dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
- Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal
dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai
lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trokhanterik 10-12
minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
- Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
● Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
● Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
● Memantau status neurologi.
● Mengontrol kecemasan dan nyeri
● Latihan isometrik dan setting otot
● Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
● Kembali keaktivitas secara bertahap.
B. Tinjauan Teori asuhan kepenataan anestesi penyakit gawat darurat dan kritis
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang
lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Riwayat Penyakit Lingkunagan
Pada pengkajian ini membahas kondisi tempat tinggal, dan lokasi, meliputi:
apakah lokasi dekat dengan pabrik, jalan raya, atau pedesaan, dan keadaan rumah
redup atau terang, suasana rumah ramai atau tenang.
h. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas, distress
pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara pernafasan
melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) Circulation
Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban kulit, tanda-
tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan
responnya terhadap cahaya
5) Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
i. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu: pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam. Gambaran umum perlu menyebutkan: Keadaan umum: baik atau
buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis,
sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien. Kesakitan,
keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin.
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normocephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri dan tidak ada lesi.
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
c) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak edema.
d) Mata
Konjungtiva anemis jika terjadi perdaraha hebat dan tidak ada sekret.
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung dan
tidak ada sekret.
g) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
h) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i) Paru-paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
j) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
k) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada benjolan, tidak ada defands
muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
l) Genetalia-Anus
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lymphe, tidak ada kesulitan
BAB.

2. Masalah Kesehatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, cedera otot, cedera
medulla spinalis, fraktur.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup).
c. Hamabatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular,
nyeri, gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuscular, kenggenan memulai
pergerakan, terapirestriktif (imobilisasi).
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan
penurunan kekuatan otot.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasive dan
kerusakan kulit.
f. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume darah akibat
trauma (fraktur).
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan, trauma,
imobilisasi.
h. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas tulang
3. Perencanaan
a. Nyeri Akut
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri dapat
terkontrol.
- Kriteria Hasil: Skala nyeri menurun, ekspresi wajah tidak menahan nyeri,
tanda-tanda vital normal.
- Intervensi:
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi,
intensitas, dan faktor penyebab.
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak
dapat berkomunikasi secara efektif.
3) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan
berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
4) Berikan posisi yang nyaman
5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,
terapi musik, distraksi)
6) Kolaborasikan pemberian analgetik
b. Resiko Infeksi
Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasive dan
kerusakan kulit.
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam resiko
infeksi dapat terkontrol.
- Kriteria Hasil: Mampu mengidentifikasi potensial resiko infeksi, tidak ada
tanda-tanda infeksi.
- Intervensi:
1) Monitor tanda dan gejala infeksi
2) Pertahankan tehnik isolasi yang sesuai
3) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk pasien
4) Berikan terapi antibiotik yang sesuai
5) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana menghindari
infeksi
6) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana tanda dan
gejala infeksi
7) Pastikan perawatan luka yang tepat dorong intake nutrisi yang tepat
c. Hambatan mobilitas fisik
Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular,
nyeri, gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuscular, kenggenan memulai
pergerakan, terapirestriktif (imobilisasi).
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam mobilitas
fisik dapat terkontrol.
- Kriteria Hasil: Keseimbangan penampilan memposisikan tubuh, mampu
menggerakan sendi dan otot secara perlahan.

- Intervensi:
1) Monitor pasien dalam menggunakan alat bantujalan yang lain
2) Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah
kecelakaan atau jatuh.
3) Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulansi tentang teknik
ambulansi.
4) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih
pasien.
5) Kolaborasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai
kebutuhan
d. Gangguan Intergritas Kulit
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan
traksi (pen, kawat, sekrup).
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan
integritas kulit teratasi.
- Kriteria Hasil: Lesi dikulit tidak melebar, warna kulit tidak pucat, kulit elastis
- Intervensi:
1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban
2) Monitor warna kulit, temperature, elastisitas.
3) Monitor kondisi insisi bedah
4) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
5) Berikan perawatan luka yang teratur
e. Gangguan pola tidur
Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan, trauma,
imobilisasi.
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 pola tidur
kembali normal.
- Kriteria Hasil: Tidur 7-8 jam per hari, tidak ada gangguan tidur.
- Intervensi:
1) Obseravsi faktor penyebab
2) Posisikan pasien memfasilitasi kenyamanan (imobilisasi bagian tubuh
yang nyeri)
3) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
4) Ciptakan lingkungan yang nyaman, tenang dan mendukung
5) Ajarkan klien atau orang terdekat tentang faktor lain yang dapat
menyebabkan gangguan pola tidur
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan
penurunan kekuatan otot.
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam defisist
perawatan diri teratasi.
- Kriteria Hasil: personal hygine baik.
- Intervensi:
1) Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu
2) Kaji kondisi kulit
3) Ajarkan pasien/keluarga penggunaan metode alternatif untuk mandi dan
hygine mulut
4) Libatkan keluarga dalam penentuan rencana
g. Resiko syok hipovolemik
Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume darah akibat
trauma (fraktur).
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak
terjadi syok hipovolemik.
- Kriteria Hasil: turgor kulit baik, tidak ada tanda-tanda dehidrasi, TTV
normal, keseimbangan cairan ditubuh.
- Intervensi:
1) Kaji TTV
2) Observasi tanda - tanda dehidrasi
3) Monitor adanya sumber kehilangan cairan
4) Dukung asupan cairan oral
5) Berikan cairan IV isotonic yang diresepkan
6) Kolaborasi dalam pemberian transfusi, pemberian koagulantia dan
uterotonika
h. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
- Kriteria Hasil: Body image positif, mampu mengidentifikasi kekuatan
personal, mendiskripsikan secara manual perubahan fungsi tubuh.

- Intervensi:
1) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
2) Monitor frekuensi mengkritik dirinya jelaskan tentang pengobatan,
perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
3) Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
4) Berikan penilaian mengenai pemahaman pasien terhadap proses penyakit
5) Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan (bagian tubuh) disebabkan
adanya penyakit atau pembedahan dengan cara yang tepat
6) Dorong klien mengungkapkan perasaannya

C. Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Anderson, Sylvia Price, 1985, Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit,
Jakarta: EGC.
Apley, A. Graham Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika,
Jakarta, 1995
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC,
Jakarta, 1999.

Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta,
1992.

Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997.
D. WOC
Tekanan eksternal : pemukulan, penghancuran, penarikan dan benturan dan fraktur
patologis
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahulaun Fraktur di IGD Rumah Sakit Umum Daerah Buleleng pada tangga 24
Maret 2021

DIKLIT Pembimbing Klinik

( I Gusti Ayu Dewi Arini, SKM.,M.Kep) (Ns.I Nyoman sariwidana,S.Kep)

Mahasiswa Pembimbing Akademik

(Ni Putu Putri Cintyadani) (Ns. I Nyoman Arya Maha Putra,S.Kep.,M.Kep.,Sp.KMB)

Anda mungkin juga menyukai