PRAKTEK KLINIS IV
DI RUANGAN IGD RSUD KAB. BULELENG
OLEH:
NI PUTU PUTRI CINTYADANI
NIM 17D10047
b) Malunion
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi
yang baik.
5. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan penunjang terkait penyakit gawat
darurat dan kritis
A. Jenis pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
1. X-Ray
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray: Bayangan jaringan lunak. Tipis
tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction. Sela sendi serta
bentuknya arsitektur sendi.
2. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
3. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma.
4. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
5. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
6. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan operatif.
Kriteria untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau
operatif selamanya tidak absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
A. Cara konservatif:
1. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.
2. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
- Pemasangan Gips.
- Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban maksimal untuk
skin traksi adalah 5 Kg.
B. Cara operatif di lakukan apabila:
1. Bila reposisi mengalami kegagalan.
2. Pada orang tua dan lemah (imobilisasi 🡪 akibat yang lebih buruk).
3. Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4. Fraktur patologik.
5. Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan operatif:
- Reposisi.
- Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open Reduction Internal
Fixation”)
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
- Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya
dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi
dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
- Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal
dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai
lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trokhanterik 10-12
minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
- Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
● Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
● Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
● Memantau status neurologi.
● Mengontrol kecemasan dan nyeri
● Latihan isometrik dan setting otot
● Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
● Kembali keaktivitas secara bertahap.
B. Tinjauan Teori asuhan kepenataan anestesi penyakit gawat darurat dan kritis
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang
lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Riwayat Penyakit Lingkunagan
Pada pengkajian ini membahas kondisi tempat tinggal, dan lokasi, meliputi:
apakah lokasi dekat dengan pabrik, jalan raya, atau pedesaan, dan keadaan rumah
redup atau terang, suasana rumah ramai atau tenang.
h. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas, distress
pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara pernafasan
melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) Circulation
Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban kulit, tanda-
tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan
responnya terhadap cahaya
5) Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
i. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu: pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam. Gambaran umum perlu menyebutkan: Keadaan umum: baik atau
buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis,
sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien. Kesakitan,
keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin.
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normocephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri dan tidak ada lesi.
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
c) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak edema.
d) Mata
Konjungtiva anemis jika terjadi perdaraha hebat dan tidak ada sekret.
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung dan
tidak ada sekret.
g) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
h) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i) Paru-paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
j) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
k) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada benjolan, tidak ada defands
muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
l) Genetalia-Anus
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lymphe, tidak ada kesulitan
BAB.
2. Masalah Kesehatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, cedera otot, cedera
medulla spinalis, fraktur.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup).
c. Hamabatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular,
nyeri, gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuscular, kenggenan memulai
pergerakan, terapirestriktif (imobilisasi).
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan
penurunan kekuatan otot.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasive dan
kerusakan kulit.
f. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume darah akibat
trauma (fraktur).
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan, trauma,
imobilisasi.
h. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas tulang
3. Perencanaan
a. Nyeri Akut
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri dapat
terkontrol.
- Kriteria Hasil: Skala nyeri menurun, ekspresi wajah tidak menahan nyeri,
tanda-tanda vital normal.
- Intervensi:
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi,
intensitas, dan faktor penyebab.
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak
dapat berkomunikasi secara efektif.
3) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan
berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
4) Berikan posisi yang nyaman
5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,
terapi musik, distraksi)
6) Kolaborasikan pemberian analgetik
b. Resiko Infeksi
Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasive dan
kerusakan kulit.
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam resiko
infeksi dapat terkontrol.
- Kriteria Hasil: Mampu mengidentifikasi potensial resiko infeksi, tidak ada
tanda-tanda infeksi.
- Intervensi:
1) Monitor tanda dan gejala infeksi
2) Pertahankan tehnik isolasi yang sesuai
3) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk pasien
4) Berikan terapi antibiotik yang sesuai
5) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana menghindari
infeksi
6) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana tanda dan
gejala infeksi
7) Pastikan perawatan luka yang tepat dorong intake nutrisi yang tepat
c. Hambatan mobilitas fisik
Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular,
nyeri, gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuscular, kenggenan memulai
pergerakan, terapirestriktif (imobilisasi).
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam mobilitas
fisik dapat terkontrol.
- Kriteria Hasil: Keseimbangan penampilan memposisikan tubuh, mampu
menggerakan sendi dan otot secara perlahan.
- Intervensi:
1) Monitor pasien dalam menggunakan alat bantujalan yang lain
2) Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah
kecelakaan atau jatuh.
3) Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulansi tentang teknik
ambulansi.
4) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih
pasien.
5) Kolaborasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai
kebutuhan
d. Gangguan Intergritas Kulit
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan
traksi (pen, kawat, sekrup).
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan
integritas kulit teratasi.
- Kriteria Hasil: Lesi dikulit tidak melebar, warna kulit tidak pucat, kulit elastis
- Intervensi:
1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban
2) Monitor warna kulit, temperature, elastisitas.
3) Monitor kondisi insisi bedah
4) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
5) Berikan perawatan luka yang teratur
e. Gangguan pola tidur
Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan, trauma,
imobilisasi.
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 pola tidur
kembali normal.
- Kriteria Hasil: Tidur 7-8 jam per hari, tidak ada gangguan tidur.
- Intervensi:
1) Obseravsi faktor penyebab
2) Posisikan pasien memfasilitasi kenyamanan (imobilisasi bagian tubuh
yang nyeri)
3) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
4) Ciptakan lingkungan yang nyaman, tenang dan mendukung
5) Ajarkan klien atau orang terdekat tentang faktor lain yang dapat
menyebabkan gangguan pola tidur
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan
penurunan kekuatan otot.
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam defisist
perawatan diri teratasi.
- Kriteria Hasil: personal hygine baik.
- Intervensi:
1) Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu
2) Kaji kondisi kulit
3) Ajarkan pasien/keluarga penggunaan metode alternatif untuk mandi dan
hygine mulut
4) Libatkan keluarga dalam penentuan rencana
g. Resiko syok hipovolemik
Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume darah akibat
trauma (fraktur).
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak
terjadi syok hipovolemik.
- Kriteria Hasil: turgor kulit baik, tidak ada tanda-tanda dehidrasi, TTV
normal, keseimbangan cairan ditubuh.
- Intervensi:
1) Kaji TTV
2) Observasi tanda - tanda dehidrasi
3) Monitor adanya sumber kehilangan cairan
4) Dukung asupan cairan oral
5) Berikan cairan IV isotonic yang diresepkan
6) Kolaborasi dalam pemberian transfusi, pemberian koagulantia dan
uterotonika
h. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.
- Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
- Kriteria Hasil: Body image positif, mampu mengidentifikasi kekuatan
personal, mendiskripsikan secara manual perubahan fungsi tubuh.
- Intervensi:
1) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
2) Monitor frekuensi mengkritik dirinya jelaskan tentang pengobatan,
perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
3) Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
4) Berikan penilaian mengenai pemahaman pasien terhadap proses penyakit
5) Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan (bagian tubuh) disebabkan
adanya penyakit atau pembedahan dengan cara yang tepat
6) Dorong klien mengungkapkan perasaannya
C. Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Anderson, Sylvia Price, 1985, Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit,
Jakarta: EGC.
Apley, A. Graham Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika,
Jakarta, 1995
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC,
Jakarta, 1999.
Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta,
1992.
Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997.
D. WOC
Tekanan eksternal : pemukulan, penghancuran, penarikan dan benturan dan fraktur
patologis
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahulaun Fraktur di IGD Rumah Sakit Umum Daerah Buleleng pada tangga 24
Maret 2021