Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

CLOSE FRAKTUR FEMUR

I DEWA GEDE BAYU ARTA WIBAWA


NIM.17D10070

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN ANASTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI GAWAT DARURAT DAN
KRITIS CLOSE FRAKTUR FEMUR

A. Konsep Teori
1. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
2010). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Bruner & Sudarth, 2010). Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma
dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).
2. Anatomi Fisiologi Terkait Penyakit Penyakit Gawat Darurat dan Kritis
a. Femur
Femur adalah tulang terpanjang dan terkuat pada tubuh. Tulang femur
menghubungkan antara tubuh bagian panggul dan lutut. Kata “ femur”
merupakan bahasa latin untuk paha. Femur pada ujung bagian atasnya
memiliki caput, collum, trochanter major dan minor. Bagian caput
merupakan lebih kurang dua pertiga berbentuk seperti bola dan
berartikulasi dengan acetabulum dari tulang coxae membentuk
articulation coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang
disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput.
Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang
ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.17 Bagian collum, yang
menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah,
belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat, pada
wanita sedikit lebih kecil dengan sumbu panjang batang femur.
Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat berubah karena penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas
leher dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah
linea intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang
mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum
quadratum.18 Bagian batang femur umumnya berbentuk cembung ke arah
depan. Berbentuk licin dan bulat pada permukaan anteriornya, pada
bagian belakangnya terdapat linea aspera, tepian linea aspera melebar ke
atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista
supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus
medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris
lateralis. Pada permukaan postertior batang femur, di bawah trochanter
major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan
linea aspera. Bagian batang melebar kearah ujung distal dan membentuk
daerah segitiga datar pada permnukaan posteriornya, disebut fascia
poplitea. Ujung bawah femur memilki condylus medialis dan lateralis,
yang di bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris.
Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk
patella. Kedua condylus ikut membentuk articulation genu. Di atas
condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum
adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.17,18
Vaskularisasi femur berasal dari arteri iliaka komunis kanan dan kiri. Saat
arteri ini memasuki daerah femur maka disebut sebagai arteri femoralis.
Tiap-tiap arteri femoralis kanan dan kiri akan bercabang menjadi arteri
profunda femoris, ramiarteria sirkumfleksia femoris lateralis asenden,
rami arteria sirkumfleksia femoris lateralis desenden, arteri sirkumfleksia
femoris medialis dan arteria perforantes. Perpanjangan dari arteri
femoralis akan membentuk arteri yang memperdarahi daerah genu dan
ekstremitas inferior yang lebih distal. Aliran balik darah menuju jantung
dari bagian femur dibawa oleh vena femoralis kanan dan kiri
.
3. Faktor Predisposisi (pendukung) dan Presipitasi (pencetus)
Fraktur femur dapat disebabkan oleh trauma langsung atau tidak langsung.
Menurut Swiontkowski dan Stovitz, trauma langsung, gaya atau energi
trauma akan mengenai sepanjang shaft femur atau di regio trokhanter,
sedangkan trauma tidak langsung oleh karena tarikan otot illiopsoas di
trochanter minor dan otot adductor di trochanter mayor.
4. Gangguan terkait penyakit gawat darurat dan kritis
a. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma langsung misalnya benturan,
trauma tidak langsung misalnya pasien jatuh dalam keadaan ekstensi,
trauma ringan akibat dari rapuhnya tulang suatu individu. Fraktur
patologis atau bisa juga diakibatkan oleh fraktur stress yaitu terjadi
pada tulang yang normal akibat stress tingkat rendah yang
berkepanjangan atau berulang misalnya pada atlet-atlet olahraga,
karena kekuatan otot meningkat lebih cepat daripada kekuatan tulang,
individu mampu melakukan aktifitas melebihi tingkat sebelumnya
walaupun mungkin tulang tidak mampu menunjang peningkatan
tekanan. Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi
patah pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan
pada jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung
mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari
tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur
mungkin tidak ada. Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka
dapat terjadi patah pada tempat yang terkena, hal ini juga
mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. Jika
kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur
pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan
jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada.
b. Proses terjadi
Mekanisme terjadinya fraktur radius dan ulna adalah tangan dalam
keadaan outstretched, sendi siku dalam posisi ektensi, dan lengan
bawah dalam posisi supinasi. Fraktur dapat terjadi akibat trauma
langsung atau karena hiperpronasi (pemutaran lengan bawah kea rah
dalam) dengan tangan dalam keadaan outstretched. Kerusakan pada
otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena
adanya spasme otot di sekitarnya.Sedangkan kerusakan pada tulang itu
sendiri mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang)
dan dapat menekan persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga
menimbulkan gangguan syaraf ditandai dengan kesemutan, rasa baal
dan kelemahan.
c. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala dari fraktur antara lain (Smeltzer & Bare, 2010):
1) Nyeri hebat di tempat fraktur
Nyeri akan timbul selama fragmen tulang belum diimobilisasi.
Nyeri ini timbul karena ketika tulang tersebut patah, otot akan
mengalami spasme.
2) Adanya pemendekan tulang
Hal ini diakibatkan oleh kontraksi otot yang melekat di atas dan di
bawah fraktur.
3) Pembengkakan dan Perubahan Warna
Hal ini terjadi karena adanya respon inflamasi. Saat terjadi fraktur,
fragmen tulang yang patah akan turut melukai jaringan sekitarnya
sehingga terjadi respon inflamasi yang diawali dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan pelepasan mediator-mediator.
4) Hilangnya fungsi radius-ulna.
5) Deformitas
6) Krepitasi
d. Komplikasi
Komplikasi fraktur femur diklasifikasikan sebagai komplikasi cepat
(saat cedera), awal (dalam beberapa jam atau hari), dan lambat (dalam
beberapa minggu atau bulan).
1. Komplikasi Cepat Fraktur Femur, meliputi:
a) Perdarahan, kehilangan darah dari tulang yang mengalami
fraktur, termasuk juga kehilangan darah dari kerusakan pada
jaringan sekitar tulang yang mengalami fraktur.
b) Kerusakan arteri saraf yang terletak di dekat femur.
2. Komplikasi Awal, meliputi:
a) Emboli lemak yang terjadi terutama pada bagian yang
mengalami fraktur.
b) Masalah imobilisasi lokal (misalnya ulkus dekubitus, trombosis
vena profunda, infeksi dada).
c) Sindrom kompartemen.
3. Komplikasi Lambat, meliputi:
a) Deformitas.
b) Osteoarthritis sekunder (sendi).
c) Nekrosis asepsis dan atau avaskular dapat terjadi terutama
setelah fraktur pada tulang. Terjadi akibat gangguan suplai
darah ke tulang tersebut setelah fraktur (Brooker, 2011).
5. Pemeriksaan diagnostic/pemeriksaan penunjang terkait penyakit gawat
darurat dan kritis
a. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi menggunakan sinar rongen (x-ray) digunakan
untuk mendapatkan gambaran spesifik terkait keadaan dan kedudukan
tulang, maka digunakan kedudukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan karena
adanya patologi yang dicari berupa superposisi. Permintaan x-ray
harus didasari pada adanya permintaan pemeriksaan penunjang.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang karena
menunjukan bahwa kegiatan osteoblast dalam membentuk tulang.
3) Enzyme otot seperti keratin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5)
aspartate amino transferase (AST), aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tualang.
b. Pemeriksaan pendukung
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitifitas yang
mungkin mengindikasikan terjadinya infeksi oleh mikroorganisme.
2) Biopsy tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan oleh dugaan terjadinya
infeksi.
3) Arthroscopy: didapatkan trauma jaringan ikat yang rusak atau sobel
karena trauma yang berlebihan.
4) Indium imaging: pada pemeriksaan ini akan diadapatkan infeksi
pada tulang.
5) MRI: menggambarkan kerusakan pada semua jaringan akibat oleh
fraktur, termasuk jaringan lunak, dan tulang.
6. Penatalaksanaan medis
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif
dan operatif. Kriteria untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan
secara konservatif atau operatif selamanya tidak absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
Cara konservatif:
1. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang
panjang.
2. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal. 
4. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
 Pemasangan Gips.
 Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban
maksimal untuk skin traksi adalah 5 Kg.
Cara operatif di lakukan apabila:
1. Bila reposisi mengalami kegagalan.
2. Pada orang tua dan lemah (imobilisasi 🡪 akibat yang lebih buruk).
3. Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4. Fraktur patologik.
5. Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan operatif:
 Reposisi.
 Fiksasi.
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah
reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di
pilih bergantung sifat fraktur Reduksi tertutup dilakukan untuk
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujung saling
behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Traksi, dapat
digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Reduksi terbuka ,
dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau
batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi. 
Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus
di imobilisasi  atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal.
Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur
imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24
minggu, intra trokhanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra
kondiler 12-15 minggu.
 Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya 
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
 Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
 Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
 Memantau status neurologi.
 Mengontrol kecemasan dan nyeri
 Latihan isometrik dan setting otot
 Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
 Kembali keaktivitas secara bertahap.
b. Pemberian terapi obat-obatan analgetic dalam mengatasi nyeri yang
dirasakan pasien fraktur.
B. Tinjauan Teori Asuhan kepenataan anestesi penyakit gawat darurat dan
kritis
1. Pengkajian
a. Anamnase
1) Identitas klien.
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomer register, tanggal masuk rumah sakit,
diagnosis medis (Padila, 2012).
2) Riwayat keperawatan.
3) Keluhan utama
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu
klien juga akan kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
menurut Padila (2012):
a) Provoking incident: Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b) Quality of pain: Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut,atau
menusuk.
c) Region: Radiation, relief: Apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
d) Severity (scale) of pain: Seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit memepengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari
4) Riwayat kesehatan masa lalu.
5) Riwayat penyakit keluarga.
6) Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
7) Riwayat psikososial keluarga.
8) Kebutuhan dasar
a) Pola eliminasi
b) Pola nutrisi
c) Pola istirahat
d) Pola hygiene
e) Pola aktivitas
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Kesadaran penderita
Apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis.
3) Tanda-tanda vital
4) Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan
pembedahan (suara nafas, cairan yang keluar dari luka, derajat
kesadaran).
5) Pantau keseimbangan cairan
6) Observasi risiko syok hypovolemia akibat kehilangan darah.
2. Masalah Kesehatan
a. Nyeri berhubungan dengan jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema, dan cedera jaringan, alat traksi atau imobilisasi, stress, ansietas.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan atau keletihan,
ketidakadekuatan oksigen, ansietas, dan gangguan pola tidur.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan
dengan terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrosis.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskeletal, pembatasan aktivitas,
dan dan penurunan kekuatan ketahanan.
e. Resiko infeksi berhubungan statis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan, luka atau kerusakan
kulit, insisi pembedahan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan informasi.
3. Perencanaan
a. Nyeri: kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri, observasi tanda-tanda
vital, kolaborasi dalam pemberian analgetic.
b. Intoleransi aktifitas: berikan Latihan aktivitas secara bertahap, bantu
pasien dalam memenuhi kebutuhan.
c. Kerusakan integritas kulit: kaji perkembangan luka, kaji lokasi,
ukuran, dan warna luka, pantau peningkatan suhu tubuh, kolaborasi
debridement, kolaborasi pemberian antibiotic.
d. Hambatan mobilitas fisik: Observasi tanda-tanda vital pasien, kaji
lokasi cedera pasien, anjurkan pasien untuk mengurangi pergerakan
pada bagian yang patah dan beristirahat di tempat tidur, jaga posisi
pasien tetap imobilisasi, posisikan tubuh pasien yang cedera pada
posisi anatomi, lakukan pemasangan spalk/bidai pada lokasi cedera
pasien.
e. Risiko infeksi: pantau tanda-tanda vital, lakukan perawatan luka,
kolaborasi dalam pemberian antibiotic.
4. Pelaksanaan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana
keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, diharapkan
dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan
meningkatkan status kesehatan klien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat melakukan
kontak dengan klien. Setelah melaksanakan intervensi, kumpulkan data
subyektif dan obyektif dari klien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain.
Selain itu, evaluasi juga dapat meninjau ulang pengetahuan tentang status
terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya pemulihan, dan hasil yang
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Brokker, 2011 Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive


Outcomes.2004
Brunner and Suddarth , 2010. Buku Ajar Bedah, Ed. 6, EGC, Jakarta.
Carwin, 2009. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, A. dkk . 2010 . Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 3. Edisi 4. Jakarta:
Media Aesculopius
North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnosis :
Definition and Classification 2011-2012. NANDA International.
Philadelphia.
Smeltze. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. EGC: Jakarta.
Suratun. 2012. Anatomi Muskuloskeletal, Program Studi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD. dr. Soetomo
Watson. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 4. Jakarta : EGC
WOC Fraktur
Trauma langsung (jatuh dari kendaraan)

Fraktur pada Femur

Terputusnya kontiniutas jaringan tulang dan kulit

Merangsang pengeluaran mediator kimia


Port de entry
(bradikinin, histamin, serotonin, prostaglandin

Organism
masuk ke Serat C
dalam tubuh
(nyeri diraskan terus menerus dan lama)

MK: Risiko infeksi


Spinal cord

Anterolateral spinotalamikus

Korteks serebral

Persepsi nyeri Merangsang activator


saraf simpatis

MK: Gg. Rasa nyaman Efek pada GIT

Reflek regang lambung

Mual, muntah, anoreksia

MK: Gg. Pemenuhan


kebutuhan nutrisi

Anda mungkin juga menyukai