Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY.

A
DENGAN KASUS CF SUBTROCHANTER DI RUANG MELATI
RSUD BANGIL

DI SUSUN
OLEH :

CLARA ATA JEJU


(2023611027)

PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2023
LAPORAN

PENDAHULUAN FRAKTUR

FEMUR

Anatomi dan Fisiologi

Femur adalah tulang terpanjang dan terkuat pada tubuh. Tulang femur
menghubungkan antara tubuh bagian panggul dan lutut. Kata “ femur” merupakan
bahasa latin untuk paha. Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput,
collum, trochanter major dan minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua
pertiga berbentuk seperti bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari tulang
coxae membentuk articulation coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil
yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput.
Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan
memasuki tulang pada fovea.17

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan


ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat, pada
wanita sedikit lebih kecil dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini
perlu diingat karena dapat berubah karena penyakit.17

Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher
dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea
intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di
bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.18

Bagian batang femur umumnya berbentuk cembung ke arah depan.


Berbentuk licin dan bulat pada permukaan anteriornya, pada bagian belakangnya
terdapat linea aspera, tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian
medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju
tuberculum adductorum pada condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah
dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan postertior batang femur,
di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah
berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar kearah ujung distal dan
membentuk daerah segitiga datar pada permnukaan posteriornya, disebut fascia
poplitea.18

Gambar 2.1. Anatomi Tulang Femur

Ujung bawah femur memilki condylus medialis dan lateralis, yang di


bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior
condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut
membentuk articulation genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan
medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus
medialis.
Vaskularisasi femur berasal dari arteri iliaka komunis kanan dan kiri. Saat arteri
ini memasuki daerah femur maka disebut sebagai arteri femoralis. Tiap-tiap arteri
femoralis kanan dan kiri akan bercabang menjadi arteri profunda femoris,
ramiarteria sirkumfleksia femoris lateralis asenden, rami arteria sirkumfleksia
femoris lateralis desenden, arteri sirkumfleksia femoris medialis dan arteria
perforantes. Perpanjangan dari arteri femoralis akan membentuk arteri yang
memperdarahi daerah genu dan ekstremitas inferior yang lebih distal. Aliran balik
darah menuju jantung dari bagian femur dibawa oleh vena femoralis kanan dan
kiri.18

2.2. Struktur Vaskularisasi Femur


1. Pengertian
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat
total maupun sebagian.
Fraktur Femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis.

2. Etiologi

Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

a) Cedera traumatik
Dapat disebabkan oleh :
 Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan.
 Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan misalnya jatuh dengan kaki berjulur sehingga menyebabkan
fraktur
 Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat
b) Fraktur patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur yang dapat terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
 Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif
 Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan nyeri
 Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skeletal lain biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
vitamin D atau oleh karena asupan kalsium dan fosfat yang rendah.
 Osteoporosis
c) Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio
dan orang yang bertugas di kemiliteran.
3. Patofisiologi
Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosterium serta pembuluh
darah didalam korteks, dan jaringan lunak disekitarnya akan mengalami disrupsi.
Hematoma akan terbentuk diantara kedua ujung patahan tulang serta dibawah
periosterum, dan akhirnya jaringan granulasi menggantikan hematoma tersebut.
Kerusakan jaringan tulang memicu respons inflamasi intensif yang
menyebabkan sel-sel dari jaringan lunak disekitarnya serta akan menginvasi
daerah fraktur dan aliran darah keseluruh tulang akan mengalami peningkatan.
Sel-sel osteoblast didalam periosteum, dan endosteum akan memproduksi osteoid
(tulang muda dari jaringan kolagen yang belum mengalami klasifikasi, yang juga
disebut kalus). Osteoid ini akan mengeras disepanjang permukaan luar korpus
tulang dan pada kedua ujung patahan tulang. Sel-sel osteoklast mereabsorpsi
material dari tulang yang terbentuk sebelumnya dan sel-sel osteoblast membangun
kembali tulang tersebut. Kemudian osteoblast mengadakan transformasi menjadi
osteosit (sel-sel tulang yang matur).

4. Tanda dan gejala


a. Nyeri
Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirncang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
c. Kelainan gerak
d. Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang. Karena kontraksi otot yang melekat di atas
dan dibawah tempat fraktur.
e. Krepitus tulang (derik tulang)
Akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
f. Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi
setelah beberapa jam atau hari.
5. Klasifikasi
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut;
a. Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul, dan
melalui kepala femur (fraktur kapital).
b. Fraktur ekstrakapsular
1) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih besar
/ lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
2) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2 inci
di bawah trokanter minor.
c. Klasifikasi fraktur femur:
1) Fraktur leher femur
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tua terutama
wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis. Fraktur
leher femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur ini lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan
perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia 11-12 tahun.
2) Fraktur subtrokanter
Dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan trauma yang hebat.
Pemeriksaan dpat menunjukkan fraktur yang terjadi dibawah trokanter
minor.
3) Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur.
Fraktur daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter
mayor dan minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi
pada klien yang jatuh dan mengalami trauma yang bersifat memuntir.
Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor tempat
fragmen proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur dapat
bersifat kominutif terutama pada korteks bagian posteomedial.
4) Fraktur diafisis femur
Dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan biasanya karena
trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.
5) Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus
femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai
femur terjadi karena adanya tekanan varus dan vagus yang disertai
kekatan aksial dan putaran sehingga dapat menyebabkan fraktur pada
daerah ini. Pergeseran terjadi karena tarikan otot.
6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan berdasar jenis fraktur femur:
a. Fraktur leher femur
Pemeriksaan radiologis dapat mengetahui jenis fraktur dan jenis pengobatan
yang dapat diberikan.
b. Fraktur subtrokanter
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di bawah
trokanter minor. Garis fraktur dapat bersifat transversal, oblik atau spiral
dan sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam posisi fleksi,
sedangkan fragmen distal dlam posisi adksi bergeser ke proksimal.
c. Fraktur diafisis femur
Klien mengalami pembengkakan dan deformitas pada tungkai atas berupa
rotasi eksterna dan pemendekan tungkai. Klien mungkin datang dengan
keadaan syok.
d. Fraktur suprakondilar femur
Adanya pembengkakan dan deformitas terdapat krepitasi.
7. Penatalaksanaan
a. Fraktur Femur Terbuka
Menurut Apley (1995), fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermt
untuk mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia
otot, cedera pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi:
 Profilaksis antibiotik
 Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit
mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieklsisi
dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga
perlu dibersihkan dan dieksisi, terapi yang cukup dengan debridemen
terbatas saja.
 Stabilisasi : dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
- Penundaan tertutup
- Penundaan rehabilitasi
b. Fraktur Femur Tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam
melakukan asuhan keperawatan. Denagn mengenal tindakan medis, perawat
dapat mengenal impliksi pada setiap tindakan medis yang dilakukan.
1) Fraktur trokanter dan sub trokanter femr, meliputi:
 Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang dilanjutkan dengan
gips pinggul selama 7 minggu merupakn alternaltif pelaksanaan pada
klien usia muda.
 Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan pilihan
dengan memergunakan plate dan screw.
2) Fraktur diafisis femur, meliputi:
 Terapi konserfativ
 Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan
terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.
 Traksi tu;lang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut.
Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan
segmental.
 Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara
klinis
3) Terapi Operasi
 Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal
femur
 Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi
tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah
farktur diafisis.
 Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif,
infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak yang hebat.
4) Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
 Traklsi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan
lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
 Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi
secara konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-
phorc dare screw dengan berbagai tipe yang tersedia.
8. Komplikasi
a. Fraktur leher femur
Komplikasi bergantung pada beberapa faktor. Komplikasi yang bersifat
umum adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonias, dan dekubitus.
Nekrosis avaskular terjadi pada 30% klien fraktur femur yang disertai
pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasi fraktur lrbih
ke proksimal, kemungklinan terjadi nekrosis avaskular lebih besar.
b. Fraktur diafisis femur
 Komplikasi dini
Komplikasi dini harus segera ditangani dengan serius oleh perawat yang
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur diafisis femur.
Perawat dapat melakukan pengenalan dini dan pengawasan yang optimal
apabila telah mengenal konsep anatomi, fisiologi, dan patofisioloigi
patah tulang.
Komplikasi yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah
sebagai berikut:
- Syok. Terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersift
tertutup.
- Emboli lemak. Sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur
femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.
- Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus
jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan
kontusi dan oklusi atau terpotong sama sekali.
- Trauma saraf. Trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen
dapat disertai kerusakan saraf yang berfariasi dari neuropraksia
sampai ke aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus
iskiadikus atau pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus
peroneus komunis.
- Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya
distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.
- Infeksi. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang
terkontaminasi. Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.
 Komplikasi lanjut
Komplikasi fraktur diafisis femur hampitr sama dengan komplikasi
bebrapa jenis fraktur lainnya. Oleh karena itu setiap perawat penrlu
memperhatikan dan mengetahui komplikasi yang biasa terjadi agar
komplikasi tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan. Pada beberapa
situasi, perawat akan berhadapan dengan klien fraktur diafisis femur
yang mengalami komplikasi lanjut. Perawat yang mempunyai
pengalaman dan pengetahuan yang baik dapat mengidenmtifikasi
kelainan yang timbul akibat komplikasi tahap lanjut dari fraktur diafissi
femur.
Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan fraktur diafisis femur
adalah sebagai berikut:
- Delayed Union. Fraktur femur pada orang dewasa mengalami union
dalam empat bulan.
- Non union. Apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik,
perawat perlu mencurigai adanya non union. Oleh karena itu,
diperlukan fiksasi internal dan bone graft.
- Mal union. Bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen,
diperlukan pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi
lebih sering ditemukan. Mal union juga mnyebabkan pemendekan
tungkai sehingga dipelukan koreksi berupa osteotomi.
- Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan
pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi
yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.
- Refraktur. Terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang
solid.
Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang digunkan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa
nyeri yang hebat.
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang paha,
pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah berobat ke
dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget menybabkan
fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk menyambung. Selain itu,
klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadi osteomielitis
akut dan kronis dan penyaklit diabetes melitus menghambat proses
penyembuhan tulang.
4) Riwayat penyaklit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha adalah
faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
5) Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran klien
dalam keluarga, masyarakat, serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun masyarakat.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
gheneral) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokal)
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda gejala yang perlu dicatat
adalah kesadaran diri pasien (apatis, sopor, koma, gelisah, komposmetis
yang bergantung pada keadaan klien), kesakitan atau keadaaan penyakit
(akut, kronis, berat, ringan, sedang, dan pada kasus fraktur biasanya akut)
tanda vital tidak nmormal karena ada gangguan lokal baik fungsi maupun
bentuk.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien fraktur
femur tidak mengalami kelainaan pernafasan. Pada palpasi thorak,
didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi tidak
terdapat suara tambahan.
3) B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat iktus tidak
teraba, auskultasui suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
4) B3 (Brain)
 Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
- Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris., tidak
ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.
- Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
- Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang lain
tidak mengalami perubahan fungsi dan bentuk. Wjah simetris, tidak
ada lesi dan edema.
- Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis (pada klien
dengan patah tulang tertutup tidak terjadi perdarahan). Klien yang
mengalami fraktur femur terbuka biasanya mengfalami perdarahan
sehingga konjungtiva nya anemis.
- Telinga : Tes bisik dan weber msih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi dan nyeri tekan.
- Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.
- Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
 Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku klien. Biasanya
status mental tidak mengalami perubahan.
 Pemeriksaan saraf kranial
- Saraf I: fungsi pendiuman tidak ada gangguan.
- Saraf II: ketajaman penglihatan normal
- Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata,
pupil isokor.
- Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah dan reflek
kornea tidak ada kelainan.
- Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
- Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
- Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik
- Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
- Saraf XII: ;idah simeteris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada faskulasi. Indra pengecapan normal.
 Pemeriksaan refleks
Biasnya tidak ditemukan reflek patologis.
 Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak menga;lami
gangguan. Selian itu, timbul nyeri akibat fraktur.

1) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine, termasuk
berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur tidak mengalami
gangguan ini.
2) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi:
turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk teraba. Perkusi:
suiara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi peristaltik
normal. Inguinal,genital: hernia tidak teraba, tidak ada pembesaran limfe
dan tidak ada kesulitan BAB.
3) B6 (Bone)
Adanmya fraktur femur akan mengganggu secara lokal, baik fungsi
motorik, sensorik maupun peredaran darah.
4) LOOK
Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan. Perhatikan adanya
pembengklakan yang tidak biasa (abnormal) dan deformitas. Perhatikan
adanya sindrom kompartemen pada bagian distal fraktur femur. Apabila
terjadi fraktur terbuka, perawat dapat menemukan adanya tanda-tanda
trauma jaringan lunak sam[pai kerusakann intergritas kulit. Fraktur obli,
spiral atau bergeser mengakibatkan pemendekan batang femur. Ada
tanmda cedera dan kemungkinan keterlibatan berkas neurovaskular (saraf
dan pembuluh darah) paha, sepertoi bengkak atau edema.
Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
5) FEEL
Kaji adnya nyeri tekan dan krpitasi pada daerah paha.
6) MOVE
Pemeriksaan dengan menggerakkan eksteremitas apakh terdapat keluhan
nyeri pada pergerakan. Dilakukan pencatatan rentang gerak. Dilakukan
pemeriksaan gerak aktif dan pasif. Berdasar pemeriksaan didapat adanya
gangguan / keterbatasan gerak tungkai, ketidakmampuan menggerakkan
tungkai, penurunan kekuatan otot.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal,
kerusakan integritas struktur tulang, penurunan kekuatan otot.
c. Defisit perawatan diri (mandi, eliminasi) berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, hambatan mobilitas.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tonjolan tulang.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan fiksasi interna.
f. Ansietas berhubungan dengan stres, krisis situasional.
Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Diskontinuitas tulang
FRAKTUR Pergeseran frakmen tulang

Nyeri

Perubahan jaringan sekitar Laserasi kulit


Kerusakan fregmen tulang

Pergeseran frag tulang Putus vena / arteri Reaksi stres klien


Spesma otot

Deformitas Perdarahan
Peningkatan Melepaskan katekolamin
tekanan kapiler Kehilangan cairan
Gg fungsi
dari dalam tubuh Memobilisasi asam lemak
Pelepasan
Gg mobilitas fisik
histamin Bergabung dengan terombosit
Hipovolemia
Ansietas
Protein plasma hilang Emboli
Menyumbat pembuluh darah
Edema

Penekanan pembuluh darah

Penurunan perfusi jaringan Perfusi jaringan tidak efektif


2. Nursing Care Plan

No SDKI SLKI SIKI

1 Nyeri akut Tingkat nyeri (L.08066) Pencegahan infeksi (I.14539)


Definisi: pengalaman sensorik Definisi: pengalaman sensorikatau emosional yang berkaitan dengan kerusakan Definisi: mengidentivikasi dan
atau emosional yang berkaitan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambatdan menurunkan risiko terserang
dengan kerusakan jaringan berintensitas ringan hingga berat dan konstan. organisme patogenik
aktual atau fungsional, dengan Ekspektasi : menurun Tindakan
onset mendadak atau lambat Kriteria hasil Observasi:
dan berintensitas ringan hingga Cukup - Monitor tanda dan gejala
Menurun Cukup Sedang Meningka Meningka
berat yang berlangsung kurang Menurun t infeksi lokal dan sistemik
t
dari 3 bulan. Kemampuan Terapuetik
Penyebab: menuntaskan 1 2 3 4 5 - Batasi jumlah pengunjung
1. Agen pencedera fisiologis aktivitas - Berikan perawatan area kulit
(mis, inflamasi, iskemia, Cukup Cukup pada area edema
Meningkat Sedang Menurun
neoplasma) Meningatk Menurun
- Cuci tangan sebelum dan
Keluhan Nyeri 1 2 3 4 5
2. Agen pencedera kimiawi sesudah kontak dengan pasien
Meringis 1 2 3 4 5
(mis, terbakar, bahan kimia Sikap Protektif 1 2 3 4 5 dan lingkungan pasien
iritan) Gelisah 1 2 3 4 5 - Pertahankan teknik aseptik
3. Agen pencedera fisik (mis, Kesulitan pada pasien berisiko tinggi
abses, amputasi, trauma, Tidur 1 2 3 4 5
Edukasi
terbakar, terpotong, Menarik diri 1 2 3 4 5 - Jelaskan tanda dan gejala
prosedur operasi, latihan Berfokus pada infeksi
diri sendiri 1 2 3 4 5
fisik berlebih) Diaforesis 1 2 3 4 5 - Ajarkan cara mencuci tangan
Gejala dan tanda mayor Perasaan dengan benar
Subjektif depresi 1 2 3 4 5
- Ajarkan etika batuk
- Mengeluh nyeri Perasaan takut - Ajarkan cara memeriksa
Objektif mengalami 1 2 3 4 5
kondisi luka
cedera berulang
- Tampak meringis - Anjurkan meningkatkan
Anoreksia 1 2 3 4 5
- Bersikap protektif Perineum terasa asupan nutrisi
- Gelisah Tertekan 1 2 3 4 5 - Anjurkan meningkatkan
- Frekuensi nadi meningkat asupan cairan
- Sulit tidur Uterus teraba
1 2 3 4 5 Kolaboras
Gejala dan tanda mayor tertekan - Kolaborasi pemberian
Subjektif muntah 1 2 3 4 5 imunisasi, jika perlu
Mual 1 2 3 4 5
(tidak tersedia)
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5
Objektif Cukup Cukup
- Tekanan darah meningkat Memburu Sedan Membaik
Memburuk Membai
- Pola napas berubah Frekuensi nadi k1 2 g3 k4 5
- Mafsu makan menurun Pola napas 1 2 3 4 5
- Proses berfikir terganggu TD 1 2 3 4 5
- Menarik diri Proses berfikir 1 2 3 4 5
- Berfokus pada diri sendiri Fokus 1 2 3 4 5
- Diaforesis Fungsi
1 2 3 4 5
berkemih
Pola tidur 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5

Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan mobiisasi (I.05173)


Definisi: keterbatasan dalam Definisi: kemampuan dalam gerak fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara Definisi: memfasilitasi pasien
gerakan fisik dari satu atau mandiri. untuk meningkatkan aktivitas
lebih ekstermitas secara Ekspektasi : meningkat pergerakan fisik.
mandiri. Kriteria hasil Tindakan
Penyebab: Cukup Observasi
Menurun Cukup Sedang Meningka Meningka
- Kerusakan integritas Menurun t - Identifikasi adanya nyeri atau
t
struktur tulang Pergerakan keluhan fisik lainnya
- Perubahan metabolisme ekstermitas 1 2 3 4 5 - Identifikasi toleransi fisik
- Ketidakbugaran fisik Kekuatan otot 1 2 3 4 5 melakukan pergerakan
- Penurunan kendali otot Rentang gerak - Monitor frekuensi jantung dan
(ROM) 1 2 3 4 5
- Penurunan massa otot Cukup Cukup tekanan darah sebelum
Meningkat Sedang Menurun
- Penurunan kekuatan otot Meningatk Menurun memulai mobilisasi
- Keterlambatan Nyeri 1 2 3 4 5 - Monitor kondisi umum
perkembangan Kecemasan 1 2 3 4 5 selama melakukan mobilisasi
- Kekakuan sendi Keka sendi 1 2 3 4 5 Terapeutik
- Kontraktur Gerakan tidak 1 2 3 4 5 - Fasilitasi aktivitas mobilisasi
- Malnutrisi dengan alat bantu (mis, pagar
- Lgangguan terkoordinasi tempat tidur)
muskuloskeletal Gerakan - Fasilitasi melakukan
1 2 3 4 5
- Gangguan neuromuskular terbatas pergerakan, jika perlu
Kelemahan fisik 1 2 3 4 5
- Indeks masa tubuh diatas - Libatkan keluarga untuk
persentil ke-75 sesuai usia membantu pasien dalam
- Efek agen farmakologis meningkatkan pergerakan
- Program pembatasan gerak Edukasi
- Nyeri - Jelaskan tujuan dan prosedur
- Kurang terpapar informasi mobilisasi
tentang aktivitas fisik - Anjurkan melakukan
- Kecemasan mobilisasi dini
- Gangguan kognitif - Ajarkan mobilisasi sederhana
- Keengganan melakukan yang harus dilakukan (mis,
pergerakan duduk ditempat tidur, pindah
- Gangguan dari tempat tidur ke kursi,
sensoripersepsi Gejala dan duduk di sisi tempat tidur)
tanda mayor Subjektif
- Mengeluh sulit
menggerakkan ekstermitas
Objektif
- Kekuatan otot menurun
- Rentang gerak rom
menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif
- Nyeri saat bergerak
- Enggan melakukan
pergerakan
- Merasa cemas saat
bergerak
Objektif
- Sendi kaku
- Gerakan tidak
terkoordinasi
- Gerakan terbatas
- Fisik lemah
2 Resiko infeksi (kontak pasien) Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan infeksi (I.14539)
berhubungan dengan infeksi Definisi: derajat infeksi berdasarkan observasi atau sumber informasi. Definisi: mengidentivikasi dan
AIDS Ekspektasi : menurun menurunkan risiko terserang
Definisi: berisiko mengalami Kriteria hasil organisme patogenik
peningkatan terserang Cukup Tindakan
Menurun Cukup Sedang Meningka Meningka
organisme patogenik Menurun t Observasi:
t
Faktor risiko: Kebersihan - Monitor tanda dan gejala
1. Penyakit kronis (mis. DM) tangan 1 2 3 4 5 infeksi lokal dan sistemik
2. Efek prosedur infasi Kebersihan
1 2 3 4 5 Terapuetik
badan - Batasi jumlah pengunjung
3. Malnutrisi
Nafsu makan 1 2 3 4 5
4. Peningkatan paparan Cukup Cukup - Berikan perawatan area kulit
Meningkat Sedang Menurun pada area edema
organisme lingkungan Meningatk Menurun
5. Ketidakadekuatan Demam 1 2 3 4 5 - Cuci tangan sebelum dan
pertahanan tubuh primer: Kemerahan 1 2 3 4 5 sesudah kontak dengan pasien
- Gangguan peristaltik Nyeri 1 2 3 4 5 dan lingkungan pasien
- Kerusakan integritas Bengkak 1 2 3 4 5 - Pertahankan teknik aseptik
Vesikel 1 2 3 4 5
kulit pada pasien berisiko tinggi
Cairan berbau
- Perubahan sekresi pH busuk 1 2 3 4 5 Edukasi
- Penurunan kerja siliaris Sputum - Jelaskan tanda dan gejala
berwarna hijau 1 2 3 4 5
- Ketuban pecah lama infeksi
- Merokok Drainase - Ajarkan cara mencuci tangan
purulen 1 2 3 4 5
- Statis cairan tubuh Piuna 1 2 3 4 5 dengan benar
6. Ketidakadekuatan Periode - Ajarkan etika batuk
pertahanan tubuh skunder: malaise 1 2 3 4 5 - Ajarkan cara memeriksa
- Penurunan hemoglobin Periode kondisi luka
menggigil 1 2 3 4 5
- Imunoseprusi - Anjurkan meningkatkan
Lelargi 1 2 3 4 5
- Leukopenia Gangguan
asupan nutrisi
- Supresi respon koognitif 1 2 3 4 5 - Anjurkan meningkatkan
Cukup Cukup asupan cairan
inflamasi Memburuk Sedang Membaik
Memburuk Membaik
- Vaksinasi tidak adekuat Kolaboras
- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Kadar sel
darah putih 1 2 3 4 5
Kultur darah 1 2 3 4 5
Kultur urin 1 2 3 4 5
Kultur sputum 1 2 3 4 5
Kultur area
luka 1 2 3 4 5
Kultur feses 1 2 3 4 5
DAFTAR
PUSTAKA

Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC
Arif Muttaqin. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada
Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol
3.
Jakarta: EGC.
Jitowiyono. Sugeng. Weni K. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Kowalak.,Welsh., dan Mayer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. SDKI-SLKI-SIKI. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai