Anda di halaman 1dari 8

Studi Perbandingan Modern Dressing

(Salep Tribee) dan Konvensional


Terhadap Proses Penyembuhan Luka PADA PASIEN
POST OPERASI APENDIKTOMI

Vega M. Tusyanawati, Marlin Sutrisna, Tonika Tohri*


STIKes Rajawali Bandung, Indonesia
*) E-mail: tonikatohri@yahoo.com

ABSTRAK
Penelitian ini merupakan studi perbandingan modern dressing (salep tribee) dan konvensional terhadap proses
penyembuhan luka pada pasien post operasi apendiktomi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
jenis perawatan luka terhadap penyembuhan luka post operasi apendiktomi. Metode: Desain yang digunakan pada
penelitian ini adalah Quasy Experiment posttest-only design. Jumlah sampel sebanyak 18 orang dengan teknik accidental
sampling. Pengambilan data dilakukan di Rumah Sakit Dustira Cimahi pada tanggal 19 April 2017–19 Mei 2017.
Instrumen penelitian ini adalah lembar observasi penyembuhan luka. Ijin etik untuk penelitian dari STIKes Rajawali.
Data dianalisis secara univariate dan bivariate. Hasil: rerata usia kelompok intervensi 29,6 tahun (SD 3,5) sedangkan
pada kelompok kontrol 31,1 tahun (SD 3,4). Nilai median penyembuhan luka kelompok intervensi adalah 1,00 dan pada
kelompok kontrol 3,00. Hasil analisis lebih lanjut didapatkan nilai p-value 0,001. Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang
bermakna pada proses penyembuhan luka dengan menggunakan perawatan luka konvensional dan modern.
Kata kunci: Jenis perawatan luka; post operasi apendektomi

A Comparative Modern Pressing (Tribee Ointment) and Conventional Pressing of


Postoperative Wound Healing in Appendectomy
ABSTRACT
The research is comparative study between modern dressing (salep tribee) and conventional toward healing process
in post appendectomy patients. Objective: This study was to investigate the effect of treatment of postoperative wound
healing appendectomy. Method: The design used in this research is Quasi Experiment, with posttest-only design
approach. The number of samples were 18 selected with using accidental sampling technique. Collecting data in Dustira
Hospital Cimahi between 19 April and 19 May 2017. The instrument of this research is observation form of wound
healing. The ethical clearance from STIKes Rajawali Bandung. Data was analyzed with univariate and bivariate analysis.
Result: The result shows the mean age of the intervention group was 29.6 years (SD 3.5) whereas in the control group
31.1 years (SD 3.4). The median value of wound healing in the intervention group was 1.00 and in the control group 3.00.
Further analysis resulted in a p-value of 0.001. Conclusion: There is a significant difference in the wound healing process
using conventional and modern wound care.
Keywords: type of wound care; post-operative appendectomy
JPPNI Vol. 04/no.01/April-Juli 2019

LATAR BELAKANG RI, 2012).


Apendisitis merupakan salah satu kasus Kasus Apendisitis akut mampu berkem­
kegawatdaruratan di bagian abdomen bang menjadi perforasi apendiks yang
dengan keluhan utama nyeri perut kanan nantinya dapat mengakibatkan 67% kema­
bawah yang menetap dan bertambah tian (Yulianto dkk., 2016). Agar terhindar
nyeri. Penyakit ini jika tidak mendapatkan dari komplikasi apendisitis maka diperlukan
penatalaksanaan dapat menimbulkan tindakan operasi apendiktomi. Apendiktomi
perforasi dan meningkatkan risiko kesakitan/ merupakan suatu intervensi bedah yang
kematian (Sander, 2011). Apendisitis akut mempunyai tujuan bedah ablative atau
merupakan salah satu kegawatan bedah melakukan pengangkatan pada bagian tubuh
yang paling sering, dan apendiktomi yang mengalami masalah atau mempunyai
termasuk operasi darurat yang paling sering penyakit (Muttaqin & Sari, 2009). Ketika
dilakukan di seluruh dunia (Tampi, Sapan, & operasi dilakukan lebih dini, angka mortalitas
Sumangkut, 2016). akan menurun kurang dari 0,5% dan pe­
Berdasarkan data dari World Health nun­d aan operasi apendiktomi ini dapat
Organization/WHO tahun 2010, angka menyebabkan rupture organ dan peritonitis
mortalitas akibat apendisitis adalah 22.000 resultan (Black & Hawks, 2014). Namun
jiwa dimana populasi laki-laki lebih banyak pembedahan merupakan ancaman potensial
dibandingkan dengan perempuan dengan dan aktual pada integritas seseorang ketika
angka 12.000 jiwa pada laki-laki dan sekitar menghadapinya (Apriansyah, Romadoni, &
10.000 jiwa pada perempuan (Faridah, Andrianova, 2015).
2015). Sama halnya di Amerika Serikat Perawatan post operasi apendiktomi
yang menunjukkan bahwa apendisitis meliputi monitor tanda vital, menghilangkan/
merupakan penyebab yang paling umum mengurangi nyeri, mencegah kekurangan
untuk dilakukannya operasi darurat dari volume cairan, mengurangi kecemasan,
bedah abdomen dan biasanya terjadi pada memberikan gizi yang optimal, mencegah
usia 10-30 tahun (Smeltzer, dkk, 2010). risiko infeksi, dan perawatan luka (Smeltzer,
Apendisitis akut termasuk kasus dkk., 2010). Untuk mencegah terjadinya
terbanyak dari akut abdomen, insiden infeksi maka diperlukan perawatan luka post
bertambah sesuai umur, dengan puncaknya operasi apendiktomi yang tepat. Survei yang
pada umur 10-30 tahun, ratio laki-laki dilakukan oleh WHO menunjukkan 5-34%
dibandingkan dengan perempuan pada dari total infeksi nasokomial adalah ILO
usia remaja adalah 3:2 dan menjadi 1:1 (Infeksi Luka Operasi) dan bedah abdomen
sesudah usia 25 tahun (Surya, 2006). terbukti berisiko 4,46 kali mengalami ILO
Kejadian apendisitis di Amerika Serikat dibandingkan dengan tindakan bedah
memiliki insiden 1-2 kasus per 10.000 anak lainnya (Haryanti dkk., 2013).
pertahunnya antara kelahiran sampai umur Beberapa faktor penyebab infeksi
4 tahun dan meningkat menjadi 25 kasus per diantaranya adalah lamanya waktu terbuka
10.000 anak pertahunnya antara umur 10-17 setelah kejadian, peningkatan trauma kulit
tahun (Faridah, 2015). Di Indonesia sendiri sekitarnya, kontaminasi bakteri, adanya
apendisitis masuk ke dalam peringkat 2 benda asing dan pencucian yang tidak
dalam 10 besar penyakit tidak menular adekuat (Arisanty, 2013). Untuk itu agar angka
penyebab rawat inap pada tahun 2010 infeksi tidak meningkat, maka diperlukan
setelah penyakit hipertensi (Kementerian perawatan luka untuk mencegah terjadinya
Kesehatan Republik Indonesia/Kemenkes infeksi silang (Yusra & Aprilani, 2015).

10
Studi Perbandingan Modern Dressing (Salep Tribee) dan Konvensional

Saat ini teknik perawatan luka yang dilakukan penelitian ulang yang diberikan
berkembang adalah perawatan luka pada pasien luka akut (post apendiktomi)
konvensional dan modern. Masih banyak dengan menggunakan salep tribee untuk
perawat yang masih melakukan perawatan melihat proses penyembuhan luka setelah
luka dengan hanya membersihkan luka dan diberikan modern dressing (salep tribee)
mengoleskan antiseptik (konvensional). dan membandingkan dengan perawatan
Padahal risiko infeksi perawatan luka kon­ luka konvensional.
vensional lebih tinggi dari pada perawatan
luka modern. Sehingga perawatan luka METODE
modern terbukti lebih efektif untuk proses Desain penelitian ini menggunakan
penyembuhan luka dibandingkan dengan quasi experiment posttest only design.
metode konvensional (Fata dkk., 2016). Sampel dalam penelitian berjumlah 18
Pada penelitian yang dilakukan oleh orang, dengan terbagi dalam kelompok
Istikomah (2010) tentang perbedaan pera­ intervensi 9 orang dan kelompok kontrol 9
watan luka dengan menggunakan povidone orang secara accidental sampling. Kriteria
iodine 10% dan NaCl 0,9% terhadap proses inklusi adalah pasien dewasa post operasi
penyembuhan luka pada pasien post appendectomy akut tanpa komplikasi,
operasi prostektomi di ruang Anggrek RSUD tidak memiliki penyakit diabetes mellitus.
Tugurejo Semarang didapatkan hasil adanya Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit
perbedaan proses penyembuhan luka Dustira Cimahi pada 19 April sampai dengan
yang signifikan antara pasien post operasi 19 Mei 2017.
prostektomi yang diberikan perawatan luka Pada penelitian ini dilakukan intervensi
dengan menggunakan povidone iodine 10% dengan menggunakan perawatan luka
dan NaCl 0,9%. Dalam hal ini povidone dengan modern dressing (salep tribee) dan
iodine 10% lebih baik dari NaCl 0,9% dalam perawatan luka konvensional menggunakan
penyembuhan luka post operasi prostektomi. iodine povidone 10% sebagai kelompok
Sedangkan penelitian yang dilakukan kontrol. Perawatan luka dilakukan oleh
oleh Handayani (2016) tentang studi meta perawat yang memiliki sertifikat pelatihan
analisis perawatan luka kaki diabetes luka modern dressing (bersertifikat CBWT
dengan modern dressing menga­t a­k an atau CWCC). Hari ke-4 setelah dilakukan
bahwa metode perawatan luka modern perawatan luka, kemudian luka dilakukan
dengan menggunakan prinsip moisture observasi yang dilakukan oleh peneliti
balance lebih efektif dibandingkan metode yang didampingi oleh perawat dengan
konvensional. Selain itu penelitian yang menggunakan lembar observasi/checklist
dilakukan Ismail, Irawati, & Haryati (2009) yang terdiri dari pernyataan tumor, rubor,
tentang penggunaan balutan modern calor, dolor, dan fungsiolaesa.
memperbaiki proses penyembuhan luka Analisis data dilakukan dengan menilai
diabetik mengatakan bahwa balutan score total dari hasil observasi luka
modern mempunyai tingkat perkembangan baik pada kelompok intervensi maupun
luka yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan melihat nilai
menggunakan balutan konvensional. rerata, median, standar deviasi, kemudian
Pada penelitian sebelumnya yang analisis lebih lanjut dilakukan dengan
dilakukan oleh Handayani bahwa perawatan menggunakan uji alternatif non parametrik
luka modern dressing diberikan pada pasien Mann-Whitney dengan sebelumnya
luka kronis (diabetikum), sehingga perlu melakukan uji nor­ m alitas data. Etika

11
JPPNI Vol. 04/no.01/April-Juli 2019

penelitian dilakukan melalui uji klinis oleh Berdasarkan tabel 2, skor/nilai penyem­
STIKes Rajawali. buhan luka pada perawatan luka konven­
sional adalah 2,89 sedangkan pada modern
HASIL dressing 1,33.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
total pasien yang didapatkan dalam pene­
litian ini adalah 18 orang. Karakteristik res­
ponden berdasarkan usia dan jenis kelamin
ditampilkan di Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan usia


Intervensi Kontrol
Karakteristik
n mean (SD) % n mean (SD) %

Usia (tahun) 9 29,6 (3,5) 9 31,1 (3,4)

Jenis  
kelamin:  9      9      

Laki-laki 4 44,4 4 44,4

Perempuan    5 55,6   5      55,6  

Tabel 2. Distribusi nilai penyembuhan luka pada


kelompok perawatan luka modern dan konvensional

Variabel n Min-Maks Median

Nilai penyembuhan luka pada perawatan luka 9 1-2 1,00


modern

Nilai penyembuhan luka pada perawatan luka 9 2-4 3,00


konvensional

Hasil uji normalitas data didapatkan


score penyembuhan pada jenis perawatan
luka modern 0,000 dan score penyembuhan
luka pada jenis perawatan luka konvensional
0,055. Hasil transformasi data menunjukkan
distribusi data tidak normal, maka analisis
bivarit membandingkan nilai median
penyembuhan luka pada kelompok inter­
vensi dan kontrol.

12
Studi Perbandingan Modern Dressing (Salep Tribee) dan Konvensional

Tabel 3. Perbedaan jenis perawatan luka baik. Hal tersebut sejalan dengan literatur
terhadap penyembuhan luka pada kelompok yang mengatakan dengan perawatan
perawatan luka modern dan konvensional luka modern dapat mempertahankan
kondisi lembab, mengontrol kejadian
Mean D infeksi, mempercepat penyembuhan luka,
Kelompok n p-value
rank mengabsorpsi cairan luka yang berlebihan,
membuang jaringan mati, nyaman digunakan,
Kelompok
intervensi
steril dan cost-effective (Arisanty, 2013).
dengan 9 5,50 ,500 Luka akut (luka post operasi) dapat
perawatan luka sembuh atau menutup sesuai dengan waktu
modern penyembuhan luka fisiologis (Arisanty,
0,001
2013). Luka dapat sembuh apabila luka
Kelompok tersebut dapat melewati reaksi radang
kontrol dengan (fase inflamasi) yang tujuan utamanya
9 13,50 ,782
perawatan luka
untuk menggabungkan kembali bagian luka
konvensional
dan mengembalikan fungsinya (Sabiston,
1995). Fase inflamasi merupakan reaksi
Hasil analisis dengan menggunakan tubuh terhadap luka yang dimulai setelah
uji Mann-Whitney didapatkan nilai p beberapa menit dan berlangsung selama
value=0,001 dimana p<0,05, artinya 3 hari setelah cedera. Proses perbaikan
terdapat perbedaan yang bermakna antara luka terdiri dari hemostasis (mengontrol
perawatan luka konvensional dan modern perdarahan), mengirim darah dan sel ke
dressing (salep tribee). area yang mengalami cedera (inflamasi),
dan membentuk sel-sel epitel pada tempat
DISKUSI cedera (epitalialisasi). Selama proses
Nilai Penyembuhan Luka pada hemostasis, pembuluh darah yang cedera
Kelompok Perawatan Luka Modern dan akan mengalami konstriksi dan trombosit
konvensional akan berkumpul untuk menghentikan
Hasil penelitian penyembuhan luka perdarahan. Bekuan darah akan membentuk
post operasi apendiktomi pada kelompok matriks fibrin yang nantinya akan menjadi
perawatan luka konvensional hari ke-4 kerangka untuk perbaikan sel. Jaringan yang
post operasi mengalami penyembuhan rusak dan sel mast mensekresi histamin,
luka terganggu dengan nilai rerata 2,89. yang menyebabkan vasodilatasi kapiler di
Sedangkan nilai penyembuhan luka sekitarnya dan mengeluarkan serum dan
pada kelompok perawatan luka modern sel darah putih ke dalam jaringan rusak. Hal
dan perawatan standar pada pasien tersebut akan menimbulkan kemerahan,
post operasi apendiktomi di RS Dustira edema, hangat dan nyeri lokal. Leukosit
Cimahi memiliki nilai penyembuhan luka akan mencapai luka dalam beberapa jam.
yang lebih baik dibandingkan dengan Leukosit utama yang bekerja pada luka
perawatan luka konvensional dengan adalah neutrofil yang akan memakan bakteri
rerata nilai penyembuhan luka 1,33. Nilai dan debris yang kecil. Neutrofil akan mati
tersebut kurang bagus untuk dikatakan dalam beberapa hari dan akan meninggalkan
bahwa perawatan luka baik, namun jika eksudat enzim yang akan menyerang bakteri
dibandingkan dengan perawatan luka atau membantu perbaikan jaringan (Potter &
konvensional, perawatan luka modern lebih Perry, 2006).

13
JPPNI Vol. 04/no.01/April-Juli 2019

Analisis Perbedaan Jenis Perawatan antara teknik perawatan luka modern


Luka Terhadap Penyembuhan Luka pada terhadap kadar interkulin 1 dan interkulin 6
Kelompok Intervensi dan Kelompok daripada menggunakan teknik rawat luka
Kontrol konvensional dengan p-value 0,00. Hasil
Hasil penelitian ini menunjukkan tersebut terjadi karena proses penyembuhan
perbedaan bermakna dalam proses luka dipengaruhi faktor pertumbuhan dan
penyembuhan luka dengan menggunakan sitokin (IL-1 dan IL-6). Hal tersebut akan
perawatan luka modern dan konvensional. dirangsang oleh pembalutan luka, teknik
Hal ini karena migrasi epidermal pada pembalutan luka modern yang digunakan
luka superficial lebih cepat pada suasana dapat menyerap luka drainase, non adhesif,
lembab daripada kering. Balutan modern dan debridement autolitik.
ini berfungsi untuk melindungi luka dari
kontaminasi kuman dan mencegah SIMPULAN
masuknya kuman. Balutan ini memberikan Rerata nilai penyembuhan luka setelah
kondisi lembap yang seimbang, yaitu jika diberikan perawatan luka modern yaitu
luka kering dapat dihidrasi dan jika basah 5,50 sedangkan nilai rerata penyembuhan
dapat diserap cairannya selain itu dapat luka setelah diberikan perawatan luka
membantu memperlancar aliran darah dan konvensional yaitu 13,50. Terdapat
vasodilatasi yang berlebih dapat membantu perbedaan yang bermakna pada proses
memperlancar aliran darah dan vasodilatasi penyembuhan luka dengan menggunakan
pembuluh darah sehingga oksigenasi dan perawatan luka konvensional dan modern
alian darah ke luka dapat difasilitasi dengan pada pasien post operasi apendektomi di RS
baik. Balutan ini sangat nyaman dan cost- Dustira Cimahi.
effective bagi pasien (Arisanty, 2013). Bagi Pasien post operasi apendiktomi
Hasil penelitian ini sesuai dengan disarankan untuk memilih jenis perawatan
penelitian yang dilakukan oleh Purnomo, luka modern dalam perawatan lukanya,
Dwiningsih, & Lestari (2014) yang hal ini dapat meringankan komplikasi dan
menyebutkan bahwa kelompok yang mempercepat lama hari rawat sehingga
menggunakan perawatan luka modern lebih biaya untuk rawat hari menjadi lebih
efektif dibandingkan dengan penggunaan murah dan bagi Rumah Sakit Dustira
perawatan luka konvensional dengan p-value Cimahi disarankan untuk menyediakan
0,000. Perawatan luka modern dressing balutan modern/salf modern dressing
memberikan suasana lembab pada luka untuk mempermudah pasien dalam
yang menyebabkan migrasi epidermal yang mendapatkan dan menggunakannya. Bagi
lebih cepat dibandingkan dengan suasana perawat disarankan untuk menjadi ruangan
kering pada luka. Selain itu perawatan dengan visi dan misi yang unggul dalam
luka lembab akan menurunkan infeksi perawatan luka, terutama pada perawatan
lebih besar dibandingkan menggunakan luka dengan konsep modern dressing. Bagi
perawatan luka kering. Suasana lembab peneliti selanjutnya, diharapkan menjadi
dapat meningkatkan migrasi sel epitel ke Evidence Based Nursing (EBN) dalam
pusat luka dan melapisinya sehingga luka melakukan penelitian selanjutnya terutama
lebih cepat sembuh (Purnomo, Dwiningsih, untuk mengontrol faktor yang memengaruhi
& Lestari, 2014). penyembuhan luka (bias) seperti nutrisi,
Selain itu, Nontji, Hariati & Arafat (2015) obesitas, merokok, obat-obatan, radiasi, dan
menyebutkan terdapat signifikansi kolerasi stress.

14
Studi Perbandingan Modern Dressing (Salep Tribee) dan Konvensional

DAFTAR PUSTAKA hadap Proses Penyembuhan Luka


Apriansyah, A., Romadoni, S., & Pada Pasien Post Operasi Pros-
Andrianovita, D. (2015). Hubungan tatektomi Di Ruang Anggrek RSUD
antara tingkat kecemasan pre- Tugurejo Semarang. Retrieved from
opera­ s i dengan derajat nyeri http://eprints.undip.ac.id/10724/
pada pasien post sectio caesarea Kementerian Kesehatan Republik Indone-
di rumah sakit muhammadiyah sia. (2012). Buletin jendela data dan
palembang. Jurnal Keperawatan informasi kesehatan. Jakarta: Ke-
Sriwijaya, 2(1): 1-9. menkes RI.
Arisanty, I. P. (2013). Konsep dasar mana­ Muttaqin, A., & Sari, K. (2009). Asuhan kep-
jemen perawatan luka. Jakarta: erawatan periopratif: Konsep, pros-
EGC. es dan aplikasi. Jakarta: Salemba
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). kepera­ Medika.
watan medikal bedah: manajemen Nontji, W., Hariati, S., & Arafat, R. (2015).
klinis untuk hasil yang diharapkan, Teknik perawatan luka modern
edisi 8 buku 2. Singapore: Elsevier. dan konvensional terhadap kadar
Faridah, V. N. (2015). Penurunan tingkat interkulin 1 dan interkulin 6 pada
nyeri pasien post op apendisitis pasien luka diabetik. Jurnal Ners,
dengan teknik distraksi nafas ritmik. 10(10): 133-137.
Surya, 7(02): 68-74. Purnomo, S. E., Dwiningsih, S. U., & Lestari,
Fata, U. H., Rahmawati, A., Wulandari, N., K. P. (2014). Efektifitas penyembuh­
Fanani, Z., & prayogi, B. (2016). an luka menggunakan NaCl 0,9%
Pusat perawatan luka Patricia care dan hidrogel pada ulkus diabetes
Blitar unit pelayanan perawatan melitus di RSU Kota Semarang.
luka, konseling, produk salep luka Prosiding Konferensi Nasional II
dan pelatihan luka. Jurnal Dedikasi: PPNI Jawa Tengah, 144-152.
9-15. Potter & Perry. (2010). Fundamental of
Handayani. (2016). Studi Meta Analisis nursing. 7th ed. Elsevier: Singapore.
Perawatan Luka Kaki Diabetes Sabiston, D.C. (1995). Buku Ajar Bedah:
Dengan Modern Dressing. Journal Bagian II. Jakarta: EGC.
The Indonesian Journal of Health Sander, M. A. (2011). Apendisitis akut: Bagai­
Science, 6(2). mana seharusnya dokter umum dan
Haryanti, L., Pudjiadi, A. H., Irfan, E. K., perawat dapat mengenali tanda
Thayed, A., Amir, I., & Hegar, B. dan gejala lebih dini penyakit ini?.
(2013). Prevelensi dan faktor risiko Jurnal Keperawatan Universitas
infeksi luka operasi pasca bedah. Muhammadiyah Malang: 15-20.
Sari Pediatri, 15(4): 207-212. Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L.,
Ismail, D. D., Irawati, D., & Haryati, T. & Cheever, K. H. (2010). Brunner
S. (2009). penggunaan balutan & Suddarth’s, textbook of medical-
mo­ d ern memperbaiki proses surgical nursing, twelfth edition.
penyembuhan luka diabetik. Jurnal Philadelphia: Lippincott Williams &
Kedokteran Brawijaya, 16(1): 32-35. Wilkins.
Istikomah, N. (2010). Perbedaan Perawatan Surya, B. (2006). Peran C-reaktive protein
Luka Dengan Menggunakan Povo- (CRP) dalam menentukan diagnosa
dine Iodine 10% Dan NaCl 0,9% Ter- apendisitis akut. Majalah Kedokter-

15
JPPNI Vol. 04/no.01/April-Juli 2019

an Nusantara, 39(3): 205-208. di RS Al-ihsan kabupaten Bandung


Tampi, H. M., Sapan, H. B., & Sumangkut, periode 2013-2014. Global Medical
R. M. (2016). Hubungan kadar Health Communication, 4(2): 114-
fibrinogen dengan apendisitis akut. 120.
Jurnal Biomedik (JBM), 8(2): 83-87. Yusra, S. & Aprilani, I.(2015). Perawatan
Yulianto, F. A., Sakinah, R.K., Kamil, M. I., luka kaki diabetik pada pasien
& Wahono, T. Y.K. (2016). Faktor diabetes mellitus di cindara wound
prediksi perforasi apendiks pada care center Jepara. Jurnal Profesi
penderita apendisitis akut dewasa Keperawatan: 117.

16

Anda mungkin juga menyukai