Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR FEMUR

RUANG BEDAH LANTAI 8

RSUD KOTA DEPOK

Disusun oleh :

Nadia Saharah

1440119030

Dosen Pembimbing :

IGA Purnama Wulan, S.Kp., MM

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAFLESIA DEPOK

Program Studi DIII Keperawatan

2020
A. Anatomi tulang
a. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang
yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah
proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan
metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut
lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh
karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan
digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan
tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat.
Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellus atau trabecular). Pada
akhir tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan
tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, esterogen, dan
testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Esterogen,
bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang
suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis.
Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
b. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellus
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellus.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak disekitar
tulang yang berdekata dengan persendian dan didukung oleh tendon
dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut) (Abdul Wahid, 2013:
2)

B. Definisi
Menurut (Rendy & TH, 2012) Fraktur adalah patah tulang, biasanya di
sebabkan oleh truma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan
pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
Menurut (Helmi, 2012) Fraktut Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang
paha, kondisi fraktur femur secara klinis bias berupa fraktur femur terbuka
yang di sertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf,
dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat di sebabkan
oleh trauma langsung pada paha fraktur femur adalah terputusnya
kontinuitas batang femur yang bisa terjad akibat trauma langsung
(kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian).
Dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada
daerah ini dapat menimbulkan pendarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan penderita jatuh dalam syok. Sugeng Jitowiyono & Weni
Kristiyanasari (2012: 15)

C. Etiologi
Adapun beberapa etiologi menurut (Noor, 2016)
Fraktur dapat terjadi akibat hal-hal berikut ini:
a. Peristiwa trauma tunggal.
Sebagian besar fraktur di sebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan,
penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring,
pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang
dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti
akan rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di
atasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif yang di sertai kerusakan jaringan lunak yang luas. Bila
terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur
pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan tersebut,
kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
Kekuatan dapat berupa: pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan
fraktur spiral, penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang
menyebabkan fraktur melintang, penekukan dan penekanan, yang
menyebabkan fraktur sebagian melintang tetapi disertai fragmen
kupu-kupu berbentuk segitiga yang terpisah, kombinasi dari
pemuntiran, penekukan, dan penekanan yang menyebabkan fraktur
obliq pendek, penarikan di mana tendon atau ligamen benar-benar
menarik tulang sampai terpisah.
b. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jia tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh
(misalnya:pada penyakit Paget).

D. Patofisiologi
Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosteum serta
pembuluh darah di dalam korteks, sumsum tulang, dan jaringan tulang
disekitarnya akan mengalami disrupsi. Hematoma akan terbentuk di antara
kedua ujung patahan tulang serta di bawah periosteum, dan akhirnya
jaringan granulasi menggantikan hematoma tersebut.Kerusakan jaringan
tulang memicu respons inflamasi intensif yang menyebabkan sel-sel dari
jaringan lunak di sekitarnya serta dari rongga sumsum tulang akan
menginvasi daerah fraktur dan aliran darah ke seluruh tulang akan
mengalami peningkatan. Sel-sel osteoblast di dalam periosteum,
endosteum, dan sumsum tulang akan memproduksi osteoid (tulang muda
yang akan belum mengalami klasifikasi, yang juga disebut kalus). Osteoid
ini akan mengeras di sepanjang permukaan luar korpus tulang dan pada
kedua ujung patahan tulang. Sel-sel osteoklast mereabsorbsi material dari
tulang yang terbentuk sebelumnya dan sel-sel osteoblast membangun
kembali tulang tersebut. Kemudian osteoblast mengadakan transformasi
menjadi osteosid ( sel-sel tulang yang matur) (Kowalak, Wels, & Mayer,
2014).
E. Manifestasi klinis
a. Deformitas, yaitu fragmen tulang berpindah dari tempatnya (Yasmara,
Nursiswati, & Arafat, 2016).
b. Bengkak, yaitu edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi
darah terjadi dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur (Yasmara,
Nursiswati, & Arafat, 2016).
c. Ekimosis (Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2016).
d. Spasme otot, yaitu spasme involunter dekat fraktur (Yasmara,
Nursiswati, & Arafat, 2016).
e. Nyeri tekan (Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2016).
f. Nyeri (Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2016).
g. Dapat terjadi gangguan sensasi atau rasa kesemutan, yang
mengisyaratkan kerusakan syaraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur
harus utuh dan setara dengan bagian nonfraktur. Hilangnya nadi di bagian
distal mungkin mengisyaratkan syok kompartemen (Rendy & TH, 2012)
h. Pergerakan abnormal (Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2016)
i. Hilangnya darah (Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2016).
j. Krepitasi suara gemertak akibat pergeseran ujung-ujung patahan tulang
satu sama lain (Rendy & TH, 2012).
k. Pada tulang traumatic dan cedera jeringan lunak biasanya di sertai nyeri.
Setelah terjadinya patah tulang terjadi spasme otot yang menambah nyeri.
Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan hilang
pada saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak di sertai nyeri (Rendy
& TH, 2012)

F. Komplikasi
a. Komplikasi awal menurut (Noor, 2016)
1) Syok.
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal
ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu, syok
neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat
pada pasien.
2) Kerusakan arteri.
Pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai oleh: tidak adanya nadi; CRT
(Cappillary Refill Time) menurun; sianosis bagian distal; hematoma yang
lebar serta dingin pada ekstremitas yang di sebabkan oleh tindakan
emergensi pembidaian, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
3) Sindrom kompartemen.
Sindrom kompratemen adalah suatu kondisi di mana terjadi terjebaknya
otot tulang saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu
pembengkakan dari edema atau pendarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Kondisi sindrom kompratemen akibat fraktur hanya
terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian dan jarang terjadi pada
bagian tengah tulang. Tanda khas untuk sindrome kompartemen adalah
5P, yaitu: pain (nyeri lokal), paralysis (kelumpuhan tungkai), pallor (pucat
bagian distal), parastesia (tidak ada sensasi) dan pulselessness (tidak ada
denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak baik, dan CRT >3 detik
pada bagian distal kaki).
4) Infeksi.
Sistem pertahanan tubuh ruak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
ortopedik infeksi di mulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Hal
ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF)
atau plat.
5) Avaskular Nekrosis
Avaskular nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
6) Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak (fat embolism syndrom-FES) adalah komplikasi
serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang di hasilkan sum sum tulang kuning masuk ke
aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang di
tandai dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi, takipnea, dan
demam.

b. Komplikasi Lama menurut (Noor, 2016)


1) Delayed Union
Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang di butuhkan tulang untuk sembuh dan tersambung dengan
baik. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang. Delayed
union adalah fraktur yang tidak sembuh dengan selak waktu 3-5 bulan
(tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak
bawah).
2) Non-union
Disebut non-union apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8
bulan dan tidak terjadi konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi
palsu). Pseudoartosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi
bersama infeksi yang di sebut dengan infected pseudoarthrosis
3) Mal-union
Mal-union adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi,varus/valgus, pemendekan,
atau menyilang, misalnya pada fraktur radius-ulna.

G. Penatalaksanaan
Menurut (Noor, 2016), Pengelolaan fraktur secara umum mengikuti
prinsip penatalaksanaan 4R yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi.
a. Rekognisi adalah pengenalan terhadap fraktur melalui penegakan
berbagai diagnosis yang mungkin untuk memperoleh informasi sebanyak
banyaknya tentang fraktur, sehingga di harapkan dapat membantu dalam
penanganan fraktur.
b. Reduksi atau reposisi adalah suatu tindakan mengembalikan posisi
fragmen fragmen tulang yang mengalami fraktur seoptimal mungkin ke
keadaan semula.
c. Retensi adalah mempertahankan posisi reduksi selama masa
penyembuhan.
d. Rehabilitasi yang bertujuan untuk mengembalikan kondisi tulang yang
patah ke keadaan normal dan tanpa mengganggu proses fiksasi.

H. Pemeriksaan diagnostik
Menurut (Rendy & TH, 2012)
a. Pemeriksaan sinar X dapat membuktikan fraktur tulang.
b. Scan tulang dapat membuktikan adanya fraktur stress.
c. Anteriogram di lakukan bila kerusakan vaskuler di curigai.
d. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multipel. Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal
setelah trauma.
e. Kreatinin trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
a. Nama : ny. S
b. Umur : 63 tahun
c. Agama : islam
d. Jenis Kelamin : perempuan
e. Pendidikan :
f. Suku/ Bangsa : indonesia
g. Status Perkawinan : kawin
h. Golongan Darah : AB Rhesus+
i. Alamat : jl. Gandaria rt 1/4
j. Tanggal Masuk RS : 1 januari 2022
k. Tanggal Pengkajian : 3 januari 2022
l. No Medrec : 372269
m. Diagnosis Medis : fraktur femur

2. Identitas Penanggung Jawab


a. Nama : sri sukaesi
b. Umur : 38 tahun
c. Pendidikan : sma
d. Pekerjaan : kayawan
e. Hub Dengan Pasien : anak
f. Alamat : jl. Gandaria rt 1/4

3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : pasien jatuh dari lantai 1 minggu yang lalu, tungkai bawah
terpelintir
b. Riwayat Kesehatan Sekarang : fraktur femur dextra
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : pasien memiliki riwayat penyakit anemia,
hipertensi
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : keluaga ada yang memiliki riwayat penyakit
hipertensi

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : pasien merintih kesakitan, kesadaran compos mentis, tidak
ada gangguan dalam berbicara
Penampilan Umum : pasien terlihat kesakitan
Kesadaran (GCS): kompos mentis E4V5M6

b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 157/77 mmHg
Nadi : 63 x/mnt
Respirasi Rate : 21 x/mnt
Suhu : 36,1˚c
Berat Badan :
Tinggi Badan :

c. Sistem Integumen
sawo matang, bersih, kering, turgor kulit sedang, akral hangat tidak ada edema,
elastisitas kulit elastis

d. Sistem Penginderaan

penglihatan sedikit rabun, , gerakan bola mata normal, reflek mata cepat, dapat
mencium aroma dengan baik, dapat merasakan makanan dengan baik, dapat
meraba atau memegang benda dengan baik

e. Sistem Pernafasan
frekuensi napas 21x/mnt, bentuk hidung simetris, terpasang oksigen 3lpm, tidak
ada kotoran hidung, tidak ada edema, pola pernafasan teratur dibantu oksigen,
batuk terdapat sputum

f. Sistem Pencernaan
Bentuk mulut simetris, terdapat karang gigi, mukosa mulut, kebersihan lidah tidak
bersih, dapat mengunyah makanan, bising usus normal, tidak ada hemoroid,
frekuensi BAB 1x/hari , konsistensi padat sedikit cair, warna feses kuning
kecolatan

g. Sistem Kardiovaskular
Td: 157/77 mmHg, hr: 63x/mnt, bunyi jantung lup dup

h. Sistem Perkemihan
terpasang kateter dengan frekuensi urine 150cc warna kuning cenderung coklat,
tidak ada nyeri saat berkemih

i. Sistem Persarafan
Fungsi sensori normal dapat menrasakan rangsangan, fungsi refleks normal

j. Sistem Endokrin
tidak ada pembesaran thiroid, tidak ada kelenjar getah bening

k. Sistem Muskuloskeletal
Bentuk tidak simetris terdapat fraktur pada femur tertutup, ROM terbatas

l. Sistem Reproduksi
Perempuan : bentuk simetris, labia mayora simetris, labia minora simetris,
terdapat kepituhan, tidak ada lesi, menopause
m. Pola kesehatan menurut gordon
No Komponen Hasil
1. Pola manajemen kesehatan dan Sebelum sakit gaya hidup pasien baik,
persepsi kesehatan dapat menjaga pola makannya
2. Pola nutrisi Pola makan normal, sejak sakit nafsu
makan menurun sehingga tidak bisa
menghabiskan makan nya
3. Pola aktivitas dan latihan Pasien tidak dapat melakukan aktifitas
setelah terjatuh dari tangga dan
menyebabakan fraktur
4. Pola eliminasi Selama dirumah pola bak sering berwarna
kuning
5. Pola istirahat tidur Pola tidur normal 8 jam saat malam dan
tidur siang sering
6. Pola persepsi dan kognitip Penglihatan sedikit kabur selain itu alat
indra pasien normal tidak ada gangguan
7. Pola konsep diri – persepsi Pasien tidak malu dengan keadaannya yang
terhadap diri sendiri sekarang
8. Pola hubungan – peran Pasien tidak dapat melakukan aktivitas dan
semua aktivitas pasien dibantu oleh
keluarga
9. Pola reproduksi dan seksualitas Pasien sudah masa menopause
10 Pola toleransi terhadap stess dan Kekhawatiran pasien terhadap dirinya
. koping karena penyakitnya
11 Pola keyakinan dan nilai Pasien mengatakan penyakit ini adalah
. kelalaian dirinya yang tidak hati hati dalam
melangkah
n. Data penunjang
ronsen femur, ekg, hb: 11 gr/dl, hematokrit: 34, leukosit: 6,9 ribu/UI, trombosit:
298 ribu/UI, eritrosit: 3,85 juta/ul
B. analisa data
Data Etiologi Masalah
Ds: pasien mengatakan nyeri daerah Proses perjalanan Nyeri akut
kaki penyakit
Do: pasien kesakitan saat bergerak,
skala nyeri 7 dibagian femur dextra,
p: saat digerakan, q: nyut nyut, r:
kaki dextra, s: 7, t: berkala
Ds: pasien mengatakan sulit dalam Gangguan Keterbatasan mobilitas fisik
melakukan aktivitas muskuloskeletal
Do: kebutuhan pasien dibantu
perawat dan keluarga
Ds: pasien mengatakan belum Luka jahitan Risiko infeksi
mengerti cara merawat luka
Do: pasien terlihat tidak tahu cara
merawat luka

C. diagnosa keperawatan
1. nyeri akut berhubungan dengan proses perjalanan penyakit
2. keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3. risiko infeksi berhubungan dengan luka jahitan

D. Perencanaan
Nama : ny.s
Tanggal Masuk RS : 1 januari 2022
Umur : 63 tahun
No Medrec : 372269
Jenis Kelamin : perempuan
Ruang : bedah lt.8
E. diagnosa medis
No Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional
keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilkukan -identifikasi skala nyeri, Mengetahui
berhubungan dengan tindakan, lokasi, durasi tingkatan skala
proses perjalanan diharapkan rasa -berikan terapi teknik napas nyeri dan
penyakit nyeri dapat dalam untuk mengalihkan mengetahui
menurun dengan rasa nyeri perkembangangan
kriteria hasil -kolaborasi pemberian obat kesembuhan
Skala nyeri analgetik jika perlu
berkurang

2 keterbatasan Setelah dilkukan -monitor kondisi umum Memantau


mobilitas fisik tindakan, -identifikasi adanya nyeri perkembangan
berhubungan dengan diharapkan pasien saat bergerak mobilisasi pasien
gangguan dapat melakukan -anjurkan mobilisasi dini
muskuloskeletal aktivitas tanpa -ajarkan mobilisasi
dibantu sederhana
3 risiko infeksi Setelah dilkukan -monitor tanda tanda infeksi Mencegah adanya
berhubungan dengan tindakan, -anjurkan membersihkan resiko infeksi
luka jahitan diharapkan resiko luka dengan cairan nacl pada sekitar luka
infeksi menurun -anjurkan makan makanan
tinggi kalori dan protein
F. Implementasi keperawatan
No Hari/tanggal Diagnosis Implementasi Evaluasi Nama
keperawatan perawat
& paraf
1 Senin nyeri akut -mengidentifikasikan skala Ds : pasien
3/01/22 berhubungan nyeri, lokasi, durasi mengatakan nyeri
dengan proses -memberikan terapi teknik bagian kaki
perjalanan napas dalam untuk Do : p: saat
penyakit mengalihkan rasa nyeri digerakan, q: nyut
-mengkolaborasikan nyut, r: kaki dextra,
pemberian obat analgetik s: 7, t: berkala, td:
jika perlu 157/77 mmHg,
hr:63x/mnt, rr:
21x/mnt, spo: 98%
keterbatasan -memonitor kondisi umum Ds : pasien
mobilitas fisik -mengidentifikasikan mengatakan sulit
berhubungan adanya nyeri saat bergerak melakukan aktivitas
dengan gangguan -menganjurkan mobilisasi Do: pasien tidak
muskuloskeletal dini dapat melakukan
-mengajarkan mobilisasi aktivitas, dibantu
sederhana oleh keluarga dan
perawat
2 Rabu risiko infeksi -memonitor tanda tanda Ds : pasien belum
05/01/22 berhubungan infeksi memahami cara
dengan luka -menganjurkan membersihkan luka
jahitan membersihkan luka Do: pasien belum
dengan cairan nacl membersihkan luka
-menganjurkan makan
makanan tinggi kalori dan
protein
G. Catatan perkembangan
No Hari/tanggal Diagnosis Catatan keperawatan Nama
keperawatan perawat
& paraf
1 Senin nyeri akut S: pasien mengatakan nyeri masih
03/01/22 berhubungan dengan terasa
proses perjalanan O: p: saat digerakan, q: nyut nyut, r:
penyakit kaki dextra, s: 6, t: berkala
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
keterbatasan mobilitas S: pasien mengatakan sulit bergerak
fisik berhubungan O: kebutuhan pasien dibantu oleh
dengan gangguan keluarga dan perawat, merintih kaki
muskuloskeletal sakit saat gerak
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
2 Selasa nyeri akut S: pasien mengatakan nyeri masih
04/01/22 berhubungan dengan terasa
proses perjalanan O: p: saat digerakan, q: nyut nyut, r:
penyakit kaki dextra, s: 6, t: berkala
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
keterbatasan mobilitas S: pasien mengatakan sulit bergerak
fisik berhubungan O: kebutuhan pasien dibantu oleh
dengan gangguan keluarga dan perawat, merintih kaki
muskuloskeletal sakit saat gerak
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
3 Rabu nyeri akut S: pasien mengatakan nyeri masih
05/01/22 berhubungan dengan terasa
proses perjalanan O: p: saat digerakan, q: nyut nyut, r:
penyakit kaki dextra, s: 6, t: berkala
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
keterbatasan mobilitas S: pasien mengatakan sulit bergerak
fisik berhubungan O: kebutuhan pasien dibantu oleh
dengan gangguan keluarga dan perawat, merintih kaki
muskuloskeletal sakit saat gerak
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
risiko infeksi S: pasien belum mengerti
berhubungan dengan membersihkan luka
luka jahitan O: balutan tampak basah
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA

Helmi, Z. N. (2012). Gangguan Moskuloskeletal. Jakarta Selatan: Salemba


Medika.

Kowalak, J., Wels, W., & Mayer, B. (2014). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:
EGC.

Noor, Z. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Rendy, M. C., & TH, M. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Yasmara, D., Nursiswati, & Arafat, R. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan


Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai