A. Konsep Dasar
1. Anatomi Fisiologi Humerus
Tulang Lengan Atas (Humerus) , Anatomi Fisiologis Paramedis
(Sumber/ Source: Pearce, Evelyn C.2008.Anatomi dan Fisiologi untuk
Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.)
Humerus atau tulang lengan atas adalah tulang terpanjang dari anggota atas.
Memperlihatkan sebuah batang dan dua ujung.
a. Ujung atas Humerus. Sepertiga dari atas ujung humerus terdiri atas sebuah
kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapula dan
merupakan bagian dari bangunan sendi bahu. Segera di bawah leher ada
bagian yang sedikit lebih rampng yang disebut leher anatomik. Di seblah
luar ujung atas di bawah leher anatomi terdapat sebuah benjolan yaitu
tuberositas mayor dan di sebelah depan ada benjolan lebih kecil yaitu
tuberositas minor. Antar kedua tuberositas ini terdapat sebuah celah, celah
bisipital atau sulkus intertuberkularis, yang memuat tendon dari otot bisep.
Tulang menjadi lebih sempit di bawah tuberositas dan tempat ini disebut
leher cirurgis sebab mudahnya kena fraktur di tempat itu.
b. Batang hymerus sebelah atas bundar, tetapi semakin ke bawah menjadi
lebih pipih. Sebuah tuberkel di sebelah lateral batang, tepat di atas
pertengahan disebut tuberosistas deltoideus. Tuberositas ini menerima
insersi atau kaitan otot deltoid. Sebuah celah berjalan oblik melintasi
sebelah belakang batang, dari sebelah emdial ke sebelah lateral. Karena
memberi jalan kepada saraf radikal atau saraf muskulo-spiralis maka celah
itu disebut celah spiralis atau celah radialis.
c. Ujung bawah humerus lebar dan agak pipih. Pada bagian paling bawah
terdapat permukaan sendi yang dibentuk bersama tulang lengan bawah.
d. Trokhlea yang terletak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong benang
tempat persendian dengan ulna dan di sebelah luar terdapat kapitulum yang
bersendi dengan radius.
2. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, kedaan tulang itu sendiri
dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, Wilson, 2003).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik (Brunner & Suddarth, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontuinitast ulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare,2002).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpukan bahwa fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan oleh
trauma,rudapaksa atau oleh penyebab patologis yang dapat digolongkan
sesuai dengan jenis dan kontinuitasnya.
3. Etiologi
Penyebab fraktur diantaranya:
a. Fraktur Fisiologis
Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan,
tenaga fisik, olahraga, dan trauma dapat disebabkan oleh:
1) Cidera langsung berarti pukulan lansung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan.
2) Cidera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan,misalnya jatuh dengan tangan terjulur menyebabkan fraktur
klavikula, atau orang tua yang terjatuh mengenai bokong dan berakibat
fraktur kolom femur.
b. Fraktur Patologis
Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur. Dapat terjadi pada
berbagai keadaan berikut:
1) Tumor tulang, terbagi menjadi jinak dan ganas
2) Infeksi seperti Osteomielitis
3) Scurvy (penyakit gusi berdarah)
4) Osteomalasia
5) Rakhitis
6) Osteoporosis ( Rasjad, 2007)
Umumya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan
yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki,
biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, perempuan
lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan
meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon
pada menopause.
4. Klasifikasi
a. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka atau patah tulang terbuka adalah hilangnya kontinuitas
tulang disertai kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan
pembuluh darah) yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada area
yang terkena.
b. Farktur tertutup
Fraktur tertutup atau patah tulang tertutup adalah hilangnya kontinitas
tulang tanpa disertai kerusakan jaringan kulit yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung atau kodisi tertentu, seperti degenerasi tulang
(osteoporosis).
5. Patogenesis
6. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Ketika
patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang
dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi perdarahan, kerusakan
tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada
kanal medul antara tepi tulang bawah periostrium dengan jaringan tulang yang
mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan
nekrotik ditandai dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika
terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematom yang terbentuk biasa menyebabkan peningkatan tekanan dalam
sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan
lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ
yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan
kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan
menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung
syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndrom
comportement.
Tulang bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah
dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang-tulang
baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel. Pada stadium poliferasi sel menjadi
fibrokartilago. Sel yang mengalami poliferasi terus masuk kedalam lapisan
yang lebih dalam dan bergenerasi sehingga terjadi osteogenesis. Sel-sel
yangberkembang memiliki potensi yang kardiogenik
8. Manisfestasi Klinis
Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembekakan lokal, dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
seperti nomalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkapi satu sama lain 2,5 – 5 cm (1 – 2 inci).
d. Saat eksremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainnya ( uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak
yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
9. Komplikasi
a. Komplikasi awal
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang bisa berakibat fatal
dalam beberapa jam setelah cidera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam
48 jam atau lebih dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan
fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera. Komplikasi awal
lainnya yang berhubungan dengan fraktur adalah infeksi, tromboemboli
(emboli paru) yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah
cidera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID).
b. Komplikasi lambat
Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan. Penyatuan lambat
terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal untuk
jenis dan tempat fraktur tertentu. Penyatuan terlambat mungkin
berhubungan dengan infeksi sistemik dan distaksi ( tarikan jauh ) fragmen
tulang.
Tidak ada penyatuan terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-ujung
patahan tulang. Pasien mengeluh tidak nyaman dan gerakan yang menetap
pada tempat fraktur. Faktor yang ikut berperan dalam masalah penyatuan
meliputi infeksi pada tempat fraktur, interposisi jaringan diantara ujung-
ujung tulang, imobilisasi dan manipulasi yang tidak memadai, yang
menghentikan pembentukan kalus, jarak yang terlalu antara fragmen,
kontak tulang yang terbatas dan gangguan asupan darah yang
mengakibatkan nekrosis avaskuler (Brunner & suddarth, 2002).
10. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis
fraktur.
b. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal
setelah trauma.
e. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk pasien ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
mulpel atau cidera hati.
12. Komplikasi
1. Non-union, delayed-union dan mal-union tulang dapat terjadi, yang
menimbulkan deformitas atau hilangnya fungsi.
2. Sindrom kompartemen.
3. Ditandai dengan kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang
disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan
pembengkakan interstitial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang
menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut
kolaps. Hal ini menyebabkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan
kematian saraf yang mempersarafi area tersebut. Biasanya timbul nyeri
hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakkan jari tangannya. Untuk
memeriksa sindrom kompartemen, hal berikut harus dievaluasi dengan
sering pada tulang yang cedera atau digips: nyeri, pucat, parestesia dan
paralisis. Denyut nadi mungkin teraba atau mungkin tidak.
4. Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang,
termasuk humerus. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum
tulang, atau dapat terjadi akibat sistem saraf simpatis yang menimbulkan
stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang
timbul setelah patah tulang panjangsering tersangkut di sirkulasi paru dan
dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas.
(Elizabeth J. Corwin, 2009; 338)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf, kerusakan
neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang.
b. Resiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan hilangnya
darah dari luka terbuka, kerusakan vaskuler, dan cedera pada pembuluh
darah.
c. Resiko tinggi sindrom komparteman yang berhubungan dengan
terjebaknya pembuluh darah, saraf, dan jaringan lunak lainnya akibat
pembengkakan.
d. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entree luka
fraktur terbuka, luka pasca-bedah.
e. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan cidera jaringan
lunak sekuderakibat fraktur terbuka.
f. Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
yang dialami d/d klien mengatakan ingin cepat sembuh dan kembali
kedalam keluarga