Anda di halaman 1dari 12

REFERAT RABU ILMIAH NEURO-INFEKSI

Rabu, 22 APRIL 2015


Penyaji : Oskar Ady Widarta
Pembimbing 1st : DR. dr. Akhmad Imron, SpBS, Mkes
Pembimbing 2nd : dr. Farid Yudoyono, SpBS Mkes
Pembimbing 3rd : dr. Ahmad Faried, SpBs, PhD
Sumber : neurosurgery tricks of the trade of Cranial

Infected Bone Flap


PENDAHULUAN
Infeksi dari flap tulang bias menjadi sebuah komplikasi dari setiap
prosedur bedah kepala yang walaupun telah dilakukan dalam tekhnik steril.
Saat tulang terlepas setelah proses craniotomy, maka bagian tulang yang
terlepas akan mengalami devaskularisasi sehingga menjadikan segmen
tulang tersebut lebih mudah terkena mikroorganisme atau pun agent infeksi
lainnya. Pada situasi ini dipersulit dengan tidak tercapainya konsentrasi
maksimum dari agent antibiotic untuk mengeradikasi mikroorganisme yang
menginfeksi.
Flap tulang bias menjadi sumber utama primer dari infeksi yang
terjadi ataupun infeksi flap tulang dapat terjadi akibat adanya penyebaran
dari rongga epidural ataupun subgaleal secara sekunder. Contohnya pada
kasus abses epidural, Infeksi yang terjadi dapat menyebar keatas ke tulang
dan dapat memberikan efek massa berupa penekanan kepada duramater
dan jaringan parenkim otak dibawahnya. Sedangkan pada kasus subgaleal
abses, infeksi terjadi akibat luka terbuka yang menembus ruangan antara
lapisan galeal dan pericranium.
Secara umum pada kedua kasus diatas adalah Staphlococcus aureus,
Staphylococcus epidermidids, Propionibacterium acnes, dan mikroorganisme
anaerobic lainnya.
Infeksi flap tulang juga termasuk kedalam kasus infeksi luka operasi
(ILO) atau infeksi tempat pembedahan (ITP)/ Surgical site infection. Infeksi
luka operasi post operatif bergantung terhadap tiga factor dasar yakni factor
premorbiditas, factor bakteri yang menginfeksi dan factor tuan rumah.
EPIDEMIOLOGI
Insidensi dari infeksi flap tulang pada prosedur bedah saraf dalam
jumlah kasus yang besar, dimana setiap pasien menerima antibiotic
profilkasis berkisar antara 0.5 11 % dan bergantung jenis operasi (operasi
craniofascial dan operasi yang bersifat akut emergensi memiliki resiko lebih
tinggi); durasi operasi; dan adanya kebocoroan cairan serebro spinal.
Pada sebuah penelitian yg dilakukan oleh Anxur Saxena dk di Rumah
Sakit Southern General Hospital, Glasgow, UK. Angka kejadian infeksi flap

tulang berkisar 0.55%/ tahun dengan mayoritas terjadi pada tindakan


operasi yang bersifat elektif terencana
Faktor resiko lainnya yang mampu meningkatkan resiko terjadinya
infeksi flap tulang antara lain :
Tindakan operasi ulang
Pasca terapi radiasi
Multiple insisi terutama yang memotong jalur perdarahan superficial
kulit
Pemasangan benda asing yang ditinggal baik secara sementara
ataupun permanen
INFEKSI LUKA OPERASI
Infeksi Luka Operasi ( ILO ) atau Infeksi Tempat Pembedahan
(ITP)/Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau
organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari paska operasi atau dalam kurun 1
tahun apabila terdapat implant. Sumber bakteri pada ILO dapat berasal dari
pasien, dokter dan tim, lingkungan, dan termasuk juga instrumentasi.
Saat ini, di Amerika Serikat saja, diperkirakan 27 juta prosedur bedah
dilakukan setiap tahunnya. Di antara pasien bedah, infeksi luka operasi (ILO)
adalah yang paling umum disebabkan oleh infeksi oleh bakteri nosokomial,
38% dari semua kasus infeksi tersebut dimana dua pertiga terbatas pada
sayatan, dan sepertiga lagi melibatkan organ atau rongga yang telah
diakses selama operasi.
Kemajuan dalam praktek pengendalian infeksi termasuk metode
ventilasi, sterilisasi ruang operasi, pengisolasian ruangan khusus untuk
tindakan operasi, teknik bedah, dan ketersediaan antimikroba profilaksis.
Meskipun dengan tindakan pencegahan ini, ILO tetap menjadi salah satu
penyebab substansial akan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
terhadap pasien yang dirawat dan dilakukan tindakan bedah

KLASIFIKASI INFEKSI LUKA OPERASI


Klasifikasi ILO menurut The National Nosocomial Surveillence Infection
(NNIS) terbagi menjadi dua jenis yaitu insisional dibagi menjadi superficial
incision SSI yang melibatkan kulit dan subkutan dan yang melibatkan
jaringan yang lebih dalam yaitu, deep incisional SSI. Lebih jauh, menurut
NNSI, kriteria untuk menentukan jenis SSI adalah sebagai berikut :
Superficial Incision SSI ( ITP Superfisial )
Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska operasi dan
infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat
insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :
1. Terdapat cairan purulen.
2. Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
3. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
4. Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )

Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika
tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat
implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi
dan melibatkan jaringan yang lebih dalam (contoh, jaringan otot atau fasia )
pada tempat insisi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1. Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
2. Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda
inflammasi.
3. Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau radiologis.
4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat
Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika
tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat
implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi
dan melibatkan suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang)
pada tempat insisi yang dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan
setidaknya terdapat salah satu tanda :
1. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
2. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
3. Ditemukan abses
4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.

GAMBAR 1. Klasifikasi Luka operasi


Pada tahap pra-operasi, ada beberapa hal yang mempengaruhi kejadian ILO,
yaitu :
1. Klasifikasi luka operasi.
a. Kelas I ( bersih )
b. Kelas II ( bersih-terkontaminasi )

c. Kelas III ( terkontaminasi )


d. Kelas IV ( kotor/terinfeksi)

GAMBAR 2. Klasifikasi kelas luka operasi


2. Lama operasi
3. Apakah operasi terencana atau emergensi.
POLA KUMAN BAKTERI
Menurut data dari sistem NNIS, distribusi patogen yang diisolasi dari
ILO tidak berubah nyata selama dekade terakhir (Tabel 1). Staphylococcus
aureus, bakteri Staphylococci koagulase-negatif, Enterococcus spp., dan
Escherichia coli tetap menjadi bakteri pathogen yang paling sering
ditemukan. Meningkatnya angka kejadian ILO disebabkan oleh patogen
tahan antimikroba, seperti methicillin-resistant S. aureus (MRSA), atau
Candida albicans.

TABEL 1. Distribusi agen pathogen pada lokasi ILO


Mikroorganisme secra pathogenesis mungkin mengandung atau
menghasilkan racun dan zat lain yang meningkatkan kemampuan mereka
untuk menyerang tuan rumah, menghasilkan kerusakan dalam host, atau
bertahan pada atau dalam jaringan host. Sebagai contoh, banyak bakteri
4

gram negatif menghasilkan endotoksin, yang merangsang produksi sitokin.


Pada gilirannya, sitokin dapat memicu respon inflamasi sistemik sindrom
yang kadang-kadang menyebabkan beberapa kegagalan system organ.
Beberapa komponen permukaan bakteri, terutama kapsul polisakarida,
dapat menghambat fagositosis yang merupakan respon pertahanan akut
dan awal host terhadap kontaminasi mikroba. Strain tertentu clostridia dan
streptokokus menghasilkan eksotoksin kuat yang dapat merusak membran
sel atau mengubah metabolism seluler. Berbagai mikroorganisme, termasuk
bakteri gram positif seperti golongan staphylococci coagulase negatif,
menghasilkan Glikokaliks sebuah komponen yang menyerupai "lendir," yang
secara fisik membentengi bakteri dari sel fagosit atau menghambat
mengikat atau penetrasi dari agents antimikroba.
Bagi kebanyakan ILO, sumber patogen adalah flora endogen kulit
pasien, selaput lendir, atau organ dalam yang berrongga. Ketika
menorehkan luka insisi operasi yang mengenai selaput lendir atau kulit,
maka jaringan yang dilewati akan beresiko terkontaminasi dengan flora
endogen. Organisme ini biasanya bersifat aerobik gram positif kokus
(misalnya, staphylococci), tapi mungkin termasuk flora normal dari feses
(misalnya, bakteri anaerob dan gram negatif aerob) ketika sayatan dibuat di
dekat perineum atau pangkal paha. Pada tabel 2 dilampirkan daftar operasi
dan kemungkinan bakteri patogen ILO yang berhubungan dengan mereka.
Penyebaran daerah operasi dari fokus infeksi yang berlokasi jauh dari
daarah operasi dapat menjadi sumber bakteri patogen lain, khususnya pada
pasien yang memiliki prostesis atau implan lainnya ditempatkan selama
operasi.

TABLE 2. distribusi lokasi ILO dengan kemungkinan bakteri


patogennya
Sumber eksogen bakteri patogen termasuk personil tim operasi
bedah (terutama anggota tim bedah), lingkungan ruang operasi (termasuk
udara), dan semua alat, instrumen, dan bahan-bahan yang dibawa ke
bidang steril selama operasi. Flora eksogen terutama aerob, organisme
terutama gram positif (misalnya, staphylococci dan streptokokus). Sumber
pathogen yang berupa jamur dari endogen dan eksogen jarang
menimbulkan SSIS, dan patogenesis mereka tidak diketahui dengan baik.
Pada literature ini mikro organism pathogen yang paling sering
dilaporkan mnyebabkan infeksi flap tulang adalah methicillin sensitive
Staphylococcus aureus, diikuti organism gram negative (cth Enterobacter,
Pseudomonas, Serratia) pada beberapa kasus akibat oleh berbagai multiple
organism. Pada beberpa kasus, bakteri anaerobic yang paling sering
menyebabkan infeksi luka operasi dan infeksi flap tulang adalah
Propionibacterium acnes yang merupakan bagian dari flora normal pada
kulit kepala (SCALP) yang sulit di isolasi dan merupakan bakteri anaerobic
yang tumbuh lambat.
ANATOMI SCALP
Memahami anatomi kulit kepala (SCALP) sangatlah membantu dalam
memahami outcome dari infeksi luka operasi yang terjadi pada tindakan
bedah kepala. Lapisan kulit kepala (SCALP) terdiri dari lima lapisan yakni
Skin
Connective tissue
Galea aponeurotica
Loose connective tissue
Pericranium.
Tiga lapisan pertama bergerak sebagai satu kesatuan dalam tindakan
bedah. Masuknya bakteri pada daerah subgaleal dapat menyebabkan
penyebaran ke tulang melalui pembuluh darah yang terletak pada daerah
diploe dan vena vena emissaria yang dapat berkembang menjadi
osteomyelitis, epidural absess, subdural empyema, bahkan abses otak.
PRESENTASI KLINIS
Pasien yang mengalami infeksi flap tulang menunjukkan gejala
sistemik seperti demam, anorexia, tanda tanda infeksi local, bahkan
sampai gangguan fungsi neurologis bila telah terjadi efek desak massa.

Osteomyelitis dapat terjadi yang ditandai dengan kemerahan dan proses


radang yang disertai nyeri pada kulit kepala yang bias ditandainya dengan
adanya cairan keluar dari sela luka.
DIAGNOSA DAN PENCITRAAN IMAGING
Diagnosa suatu infeksi flap tulang, bergantung akan presentasi klinis
yang tak lupa diikuti dengan riwayat tindakan bedah kepala sebelumnya.
Pemeriksaan laboratories awal seperti pemeriksaan darah (leukosit, laju
endap darah, CRP, dan procalcitonin) sangat membantu dalam penegakan
diagnosis yang diikuti pemeriksaan laboratories lanjutan seperti
pemeriksaan kultur lengkap baik dari cairan yang keluar, darah, urine,
sputum, dan kemungkinan LCS sangat disarankan terutama bila terdapat
kecurigaan sepsis.
Pada pemeriksaan radiologis sederhana seperti foto polos kepala
akan menunjukan gambaran radiolusen pada tulang kepala yang
menunjukkan proses litik tulang. Pada pemeriksaan radiologis lanjutan
dapat dilakukan pemeriksaan CT scan, MRI, ataupun radionuclide bone scan
sebagai konfirmasi.
Pada pemeriksaan MRI, daerah yang dicurigai pyogenic osteomyelitis
akan menunnjukkan gambaran hipointense pada T1, dan hiper intense pada
T2 dan pada pemberian kontras akan tampak penyangatan dari bagian
tulang yang terdestruksi.
TREATMENT DAN ALTERNATIF PENANGANAN
Pada kasus infeksi post operatif memerlukan penanganan yang tepat
dan cepat dalam pendeteksian terjadinya kasus infeksi post operatif. Pada
kasus yang tidak mennunjukkan keterlibatan tulang, sperti meningitis pasca
tindakan operasi bedah kepala, perlu dilakukan pemantauan ketat dengan
pemeriksaan radiologis berkala untuk melihat adanya penyebaran ke
struktur disekitarnya.
Bila telah terjadi penyebaran hingga timbulnya subdural empyema,
abses cerebri, maka tindakan operasi ulang sangatlah dibutuhkan Kadar
oksigen yang rendah di sekeliling tulang yang terinfeksi, menyokong
proliferasi bakteri terutama bakteri anaerob dan mencegah penetrasi
antibiotic agent kelokasi yang terinfeksi yang semakin mendukung untuk
dilakukan tindakan operasi ulang.
Standar utama tindakan operasi ulang berupa debridement daerah
yang terinfeksi dan pengangkatan tulang yang non vital. Yang diikuti dengan
cranioplasty beberapa bulan setelahnya.
Prinsip utama tindakan lesi calvarial akibat infeksi flap tulang berupa :
Pengangkatan tulang dan jaringan nekrotik
Mendapatkan kultur bakteri untuk pengobatan medika mentosa
lanjutan

Menghilang kan rongga rongga kosong (dead space)


terutama yang tercipta saat tindakan debridement
Penyelamatan flap tulang yang terinfeksi dengan menggunakan
metode wash in/ wash out technique telah diajukan sebagai tekhnik
alternative dalam kasus flap tulang yang terinfeksi. Tekhnik ini dilakukan
dengan pemasangan dua buah drain subgaleal yang bertujuan untuk
memasukkan cairan povidine iodineyang dicampur dengnan cairan H 2O2.
untuk mendebridement luka dan mengeradikasi koloni bakteri dengan
system tertutup selama 5 hari yang diikuti dengan pemberian antibiotic
sesuai hasil kultur secara intra vena selama 2 minggu yang diikuti dengan
pemberian antibiotic oral selama 3 bulan.
Pada jaman dahulu teknik perawatan Suction irrigation menjadi
alternative terapi, namun hal ini mulai ditinggalkan dikarenakan tingkat
keberhasilan yang rendah (60%), dan waktu yang dibutuhkan,
ketidaknyamanan pasien untuk tindakan berulang.
Selain itu tindakan terapi hiperbarik oksigen juga dpat dilakukan
untuk meningkatkan kadar oksigen pada daerah luka yang menghambat
pertumbuhan kolonisasi bakteri.

TUJUAN UTAMA DAN KEUNTUNGAN TERAPI SURGGICAL


Pengangkatan jaringan nekrotik yang diikuti pembersihan daerah luka
serta tulang yang terinfeksi mencegah untuk kolonisasi bakteri serta
penyebaran nekrotik lebih lanjut ke jaringan yang lebih dalam seperti
subdural empyema, intracranial abses hingga meningitis serta mencegah
komplikasi lebih lanjut berupa sepsis hingga kematian.
Tujuan lanjutan nya berupa mempertahankan struktur calvarial
sebagai pelindung jaringan otak dan mempertahankan kosmetik pasien
dengan tindakan lanjutan berupa cranioplasty
INDIKASI
Infeksi yang melibatkan flap tulang yang refrakter terhadap terapi
medis atau terlalu luas atau terlibat untuk menjamin terapi medis saja.
Didapatkan bukti baik secara klinis, laboratoris maupun radiologis terhadap
penyebaran infeksi yang nyata termasuk koleksi abses, osteomyelitis, dan
nekrosis jaringan. Keputusan untuk mengangkat flap tulang yang terinfeksi
adalah suatu keputusan yang kompleks yang bergantung terhadap :
Ekstensi dan penyebaran dari infeksi
Resiko keberulangan bila flap tulang yang terinfeksi tetap
dipertahankan,
Resiko dan morbiditas bila flap tulang yang terinfeksi diangkat
KONTRAINDIKASI
Pasien yang tidak sanggup menjalani tindakan pembedahan

Infeksi yang bersifat superficial tanpa gejala klinis dan bukti radiologis
yang melibatkan flap tulang.
DETAIL TINDAKAN OPERASI DAN PERENCANAAN PREOPERATIVE
Pengambilan sample pus dan penetapan batas luka dilakukan untuk
menetapkan antibiotic spesifik dalam eradikasi koloni bakteri dan bertujuan
untuk penetapan batas luka yang akan dilakukan tindakan debridement.
Pemeriksaan radiologis yang lebih maju seperti CT atau MRI serta SPECT
bone scan dapat dilakukan untuk menentukan ekstensi dari proses infeksi.
Antibiotic empiris yang dapat diterapkan berupa vancomycin disertai
cephalosporin generasi tiga sebelum hasil kultur spesifik didapatkan.
Selama tindakan operasi, flap kulit yang cukup luas sangat dianjurkan
terutama untuk mengekspose daerah yang terinfeksi. Dalam menentukan
batas tulang sehat dapat dilakukan dengan menggunakan rpngeur dan
melakukan tindakan craniectomi secara perlahan untuk mencari batas
tulang yang masih sehat dan vital. Hal ini ditandai dengan adanya
perdarahan yang keluar dari jaringan diploe tulang, dalam kasus ini
penggunaan bone wax tidak disarankan namun untuk merawat perdarahan
dari tulang dapat dilakukan dengna penggunaan hydroxi peroksida.
Bila duramater tidak terlibat maka sangat disarankan untuk
membiarkannya terutama bila dalam bukti studi imaging lanjutan tidak
didapatkan keterlibatan duramater dan jaringan dibawahnya. Namun bila
duramater terlibat maka perlu dipertimbangkan dengan seksama dalam
penggantian jaringan duramater yang dibatasi hanya pada bagian yang
terbukti telah didapatkan tanda tanda infeksi berupa rapuh, granulasi serta
perubahan warna, hal ini untuk mencegah kebocoran duramater sebagai
komplikasi lanjutannya.
Bilamana didaptkan keterlibatan rongga sinus, maka perlu dilakukan
tindakan kranialisasi berupa pengangkatan seluruh jaringan mukosa yang
melapisi rongga sinus diikuti dengan penutupan dari rongga sinus dengan
menggunakan jaringan autologus dari pasien yang dapat berupa jaringan
fascia, otot maupun lemak hal ini untuk menghindari infeksi lanjutan bila
kita menggunakan benda asing.
Flap tulang yang telah terinfeksi sebaiknya tidak digunakan kembail, dan
diganti dengan tulang buatan seperti titanium mesh pada tindakan
cranioplasty lanjutan sebagai tindakan kosmetik dan menutup defek tulang
pelindung otak yang ditinggalkan. Dalam penjahitan luka operasi perlu
dilakukan penjahitan lapis demi lapis yang dikuti dengan penjahitan kulit
secara interuptus dan tidak meninggalkan tension yang kuat pada kulit.

Gambar 3. Langkah operasi pengangkatan flap tulang yang terinfeksi


PERTIMBANGAN POST OPERATIVE
10

Pasien disarankan untuk dipantau semalam pasca tindakan


operasi di ruang intensif yang dapat dipindah 24 jam setelahnya
keruang rawat biasa. Tindakan disarankan untuk dilanjutkan dengan
pemberian antibiotic baik empris atau pun spesifik setelah hasil kultur
secara intra vena selama 2 minggu dan dilanjutkan dengan
pemberian antibiotic oral selama 3 bulan. Pemeriksaan darah serta
fungsi hati dan ginjal secara berkala sebaiknya dilakukan untuk
memantau tindakan medika mentosa yang telah kita lakukan.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering dilaporkan berupa infeksi
berulang dan kegagalan resorpsi hingga gagal sembuhnya luka
terutama pada defek yang bersifat luas. Komplikasi lain yang dapat
terjadi berupa perdarahan, fistula LCS, penyebaran baik bersebelahan
atau penyebaran infeksi jauh, nonhealing, nekrosis luka, infark
cerebri, defisist neurologis yang menetap, mikroorganisme yang
resisten terhadap antibiotic agents maupun septicemia.
OUTCOME DAN PROGNOSIS
Pada sebuah penelitian dengan jumlah kasus yang besar yuang
dilakukan Dashti dkk, dari 15.000 tindakan craniotomy yang
dilakukan, 50 kasus mengalami infeksi intracerebri, dimana pada
studi ini tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara tindakan
pengangkatan flap tulang yang terinfeksi dengan infeksi ulangan.
Pada tindakan penyelamatan tulang yang berupa tindakan wash
in/ wash out irrigation system yang dilakukan oleh Auguste dan
Mcdermott, > 90 % kasus yang ditangani menunjukkan hasil resolusi
yang baik pada flap tulang yang terinfeksi secara komplit, namun
perlu diperhatikan biaya dan komplikasi sitemik yang timbul akibat
dari tipe penanganan ini mengingat pemberian antibiotic jangka
panjang yang dilakukan.

11

Daftar Pustaka

12

Anda mungkin juga menyukai