Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA KLIEN SDR.A DENGAN CLOSE FRAKTUR MANUS (D)


(TRAUMA EKSTREMITAS)

OLEH:
Abd.Gafur
Lita Novia Ningsih
Rina Dwi F
Sufyan Sauri

POLITEHNIK NEGERI MADURA


D3 KEPERAWATAN
PAMEKASAN
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan kehidupan di masyarakat telah banyak mengalami perubahan,
salah satunya pada bidang transportasi. Banyak perusahaan transportasi
yang menawarkan produk-produk kendaraan bermotor kepada masyarakat.
Di Indonesia, dimana penduduk golongan menengah kebawah berjumlah
lebih banyak dibanding penduduk golongan ekonomi menengah
keatas, lebih memilih atau menyukai kendaraan pribadi jenis sepeda motor.
Hal ini membuat jumlah kendaraan bermotor yang melintas di jalan kian
banyak. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor ini menurut data kepolisian
juga berdampak pada banyaknya kasus kecelakaan yang terjadi. Kecelakaan
merupakan pembunuh nomor 3 di Indonesia (Dephub, 2010). Selain
kematian, kecelakaan dapat menimbulkan dampak lain yaitu fraktur yang
dapat menjadi kecacatan apabila tidak ditangani secara tepat dan cepat.
Ropyanto (2011) menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas
menewaskan hampir 1,3 juta jiwa di seluruh dunia, atau 3000 kematian
setiap hari dan menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang setiap tahunnya
(Depkes, 2007 dan WHO, 2011). Kejadian fraktur di Indonesia sebesar 1,3
juta setiap tahunnya dengna jumlah penduduk 238 juta jiwa, merupakan
terbesar di Asia Tenggara. Fraktur ekstremitas bawah memiliki frekuensi
sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan. Hasil tim survei Depkes RI (2007)
didapatkan 25% penderita fraktur mengalami kematian, 45% mengalami
cacat fisik, dan 15% mengalami stres psikologis bahkan depresi, serta 10%
mengalami kesemmbuhan dengan baik. Data yang penulis dapatkan watu
praktik lab klinik di unit gawat darurat Rumah Sakit Kristen Mojowarno
Jombang pada tanggal 9 Maret sampai 22 Maret 2015 menunjukkan bahwa
dari 512 klien yang datang ke UGD, sebanyak 8 klien datang dengan kasus
fraktur, dimana kasus CF (close fracture) menempati urutan pertama, yaitu
sebanyak 5 kasus (CF Klavikula 3 orang, CF Radius 1/3 Distal Sinistra 1
orang, dan CF manus (D) 1 orang).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur
tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh yang
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai
stres yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi (Smeltzer, 2001). Tulang
bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Peran perawat dalam melakukan tindakan keperawatan pada
kasus fraktur adalah melalui tindakan keperawatan yang telah direncanakan
secara cepat dan tepat mengingat kasus fraktur dapat menjadi berat dan
berujung pada perdarahan apabila tidak segera ditangani. Kolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain baik dalam tindakan pemberian obat-obatan untuk
mengatasi masalah sekunder yang muncul akibat fraktur, dan juga
perencanaan untuk proses rehabilitasi dapat dilakukan, agar perawatan yang
diberikan dapat berjalan dengan komprehensif dan maksimal demi
kesembuhan klien yang dirawat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah
adalah sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana karakteristik klien dengna diagnosa Close Fracture
Manus (D) di Rumah Sakit Kristen Mojowarno Jombang?
1.2.2 Apa saja diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan
Close Fracture Manus (D) ?
1.2.3 Apa saja intervensi yang dapat dilakukan pada klien dengan
Close Fracture Manus (D) ?
1.2.4 Bagaimana pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan
Close Fracture Manus (D) ?
1.2.5 Bagaimana evaluasi yang dapat dilakukan setelah melakukan
tindakan keperawatan ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan adalah sebagai
berikut.
1.3.1 Mampu mengetahui karakteristik klien dengan diagnosa Close
Fracture Manus (D).
1.3.2 Mampu mendiagnosa klien dengan Close Fracture Manus (D).
1.3.3 Mampu mengintervensi klien dengan diagnosa Close Fracture
Manus (D).
1.3.4 Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosa Close Fracture Manus (D).
1.3.5 Selaku mahasiswa mampu mengetahui cara mendiagnosa dan
intervensi apa saja yang dapat dilakukan untuk menangani klien
dengan diagnos Close Fracture Manus (D)
BAB
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan
kontraksi otot ekstrim (Brunner & Sudarth, 2002). Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).

2.2 Klasifikasi
2.2.1 Berdasarkan tempat
Fraktur Humerus, Tibia, Klavikula, Ulna, Radius, dst.
2.2.2 Berdasarkan komplit dah ketidak komplitan fraktur
Fraktur komplit, yaitu garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang.
2.2.3 Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah
Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
Fraktur segmental, garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
Fraktur multipel, garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
2.2.4 Berdasarkan posisi fragmen
Fraktur Undisplaced (tidak bergeser), garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen tulang.
2.2.5 Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan duni aluar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
Tingkat 0, fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak,
Tingkat 1, fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan,
Tingkat 2, fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan, dan
Tingkat 3, cedera berat dengna kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartemen.
Fraktur terbuka (open/compound fracture), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu:
Grade I, luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm,
Grade II, luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan luak yang ekstensi,
dan
Grade III, sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif.
2.2.6 Berdasarkan posisi Fraktur
fraktur 1/3 proksimal
fraktur 1/3 medial
fraktur 1/3 distal
2.2.7 Fraktur Kelelahan
Fraktur yang terjadi akibat tekanan yang berulang-ulang.
2.2.8 Fraktur Patologis
Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
2.3 Etiologi
2.3.1 Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat diman bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan dan pukulan yang mengkaibatkan patah
tulang).
2.3.2 Trauma tidak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pergelangan tangan.
2.3.3 Trauma ringan
Terjadi bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang
mendasari yang biasanya disebut dengan fraktur patologis.
2.3.4 Kekerasan akibat tarikan otot
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan, dan penarikan.

2.4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekatan dan gaya begas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematom di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar dari penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi fraktur dibagi menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik;
tekanan dari luar yanga bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur, dan faktor
intrinsik; kapasitas absorbsi, tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan
tulang.
2.5 Manifestasi Klinis
2.5.1 Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2.5.2 Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada
integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
2.5.3 Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontrasksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Framgmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 – 5 cm.
2.5.4 Saat ekstremitas diperiksa secara palpasi, teraba adanya krepitasi yang
terjadi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
2.5.5 Pembengkakkan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikut fraktur. Tanda ini dapat
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


2.6.1 X-ray, untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
2.6.2 Bone scans, Tomogram atau MRI scans.
2.6.3 Arteriogram, dlakukan bila ada kerusakan vaskuler.
2.6.4 CCT, apabila diduga terjadi kerusakan otot.
2.6.5 Pemeriksaan darah lengkap.

2.7 Komplikasi
2.7.1 Komplikasi awal, seperti kerusakan arteri, sindrom kompartemen, emboli
lemak, infeksi, avaskuler nekrosis, shock, dan osteomyelitis.
2.7.2 Komplikasi dalam waktu lama, seperti delayed union, non-union, dan mal-
union pada proses penyatuan tulang.
2.8 Penatalaksanaan Medis
Terdapat empat tujuan utama dalam penatalaksanaan medis pada kasus
fraktur, yaitu:
2.8.1 Menghilangkan rasa nyeri
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena adanya luka di sekitar jaringan tulang yang patah. Untuk
mengaurangi nyeri tersebut, dapat diberika obat penghilang rasa nyeri dan
dengan teknik imobilisasi, yang dapat dicapai dengan cara pemsangan gips
atau bidai.
2.8.2 Menghasilkan dan Mempertahankan Posisi yang Ideal dari Fraktur
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi teknik yang lebih baik seperti pemasangan
traksi kontinyu, fiksasi internal, atau fiksasi eksternal tergantung dari dari
jenis frakturnya sendiri.
2.8.3 Penyatuan Tulang Kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu
dan akan menyatu dengan sempurna daam waktu 6 bulan. Namun
terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga
dibutuhkan graft tulang.
2.8.4 Mengembalikan Fungsi Seperti Semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan
kakunya sendiri. Maka dari itu, diperlukan upaya mobilisasi secepat
mungkin dengan menggunakan alat bantu mobilisasi seperti walker, cruck,
dan lainnya.
2.9 Asuhan Keperawatan secara Teori
2.9.1 Pengkajian
Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung lamanya serangan.

Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang
Dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit sehingga bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Riwayat penyakit dahulu
Dilakukan untuk menentukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit tertentu seperti Paget’s atau Ca tulang yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk disambung. Selain itu
penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kroni dan menghambat proses
penyembuhan tulang.
Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.

Pemeriksaan Fisik (Review of Systems)


B1 – Breath (Pernafasan)
MEmperhatikan pola nafas klien. Pola nafas yang cepat dan ireguler
mengindikasikan klien merasakan nyeri pada angota bagian tubuhnya.
B2 – Blood (Kardiovaskuler)
Memperhatikan irama dan frekuensi denyut jantung, reguler/ireguler.
Perabaan denyut nadi perifer untuk mengindikasikan kemungkinan
adanya perdarahan didalam dekat jaringan yang mengalami fraktur,
sehingga nadi teraba cepat namun lemah.
B3 – Brain (Perkemihan)
Tingkat kesadaran klien dapat dikaji lewat pertanyaan-pertanyaan
seperti nama dan alamat klien, dan menentukan nilai GCS klien.
B4 – Bladder (Perkemihan)
Memeriksan jumlah, warna, dan karaktersitik urine. Ada atau tidaknya
distensi kandung kemih.
B5 – Bowel (Pencernaan)
Penilaian apda rongga mulut, ada tidaknya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah menunjukkan adanya dehidrasi. Ada atau
tidaknya bising usus. Ada atau tidaknya distensi abdomen.
B6 – Bone (Muskuloskeletal)
Perhatikan warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit. Kebiruan
menunjukkan sianosis, kemerahan menunjukkan adanya infeksi atau
perdarahan. Warna kulit pucat menandakan klien memiliki kadar
Hemoglobin (Hb) yang rendah. Mengkaji rentang gerak dan kekuatan
ekstremitas klien, dan juga melihat integritas atau keutuhan kulit
klien.

2.9.2 Diagnosa Keperawatan


Resiko trauma b/d kehilangan integritas tulang (fraktur).
Nyeri b/d spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema, trauma pada
jaringan lunak, stres, dan cemas.
Resiko terjadi disfungsi neuromuskular periferal b/d trauma jaringan,
edema, adanya trombus, hipovolemia dan terhambatnya aliran darah.
Resiko terjadi gangguan pertukaran gas b/d gangguan peredaran darah/
emboli lemak dan perubahan membran alveolar.
Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskular, nyeri, restrictive
therapy, dan imobilisasi.
Resiko terjadi gangguan integritas kulit/ jaringan yang berhubungan
dengan adanya fraktur, pemasangan gips/ traksi dan gangguan
sirkulasi.
Resiko terjadi infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan primer (rusak kulit/
jaringan, prosedur invasif, traksi tulang).

2.9.3 Perencanaan Keperawatan


Resiko terjadi trauma b/d kehilangan integritas tulang (fraktur)
Hasil yang diharapkan:
Mempertahankan stabilisasi dan alignment fraktur,
Mendemonstrasikan mekanika tubuh untuk mempertahankan
stabilitas posisi tubuh, dan
Menunjukkan pertumbuhan valus yang baru pada bagan fraktur.
Rencana Tindakan:
Anjurkan bed-rest dengan memberikan penyangga saat mencoba
menggerakkan bagian yang fraktur. R/ Meningkatkan kemampuan,
mereduksi kemungkinan pengobatan.
Letakkan klien pada tempat tidur ortopedis. R/ Kelembutan dan
kelenturan alas dapat mempengaruhi bentuk gips yang basah.
Beri penyangga pada fraktur dengan bantal, pertahankan posisi netral
dengan menahan bagian yang fraktur dengan bantalan pasir, bidai,
trochanter-roll, dan papan kaki. R/ Mencegah penakanan sehingga
menghindari deformitas pada gips.
Evaluasi pergerakan bidai untuk menghindari edema. R/ Bidai
digunakan untuk memberikan imobilisasi ada fraktur dan untuk
mencegah terjadinya bengkak pada jaringan. Edema akan hilang
dengan pemberian bidai.
Pertahankan posisi dan integritas dari traksi. R/ Tarikan pada traksi
dilakukan pada tulang panjang yang fraktur dan kemudian
menjadikan otot tegang sehingga memudahkan alignment.
Follow-up pemeriksaan X-ray. R/ Mengetahui proses tumbuhnya
calus untuk menentukan tingkat aktivitas dan memerlukan
perubahan atau tambahan terapi.
Pertahankan fisioterapi jika perlu. R/ Membantu menguatkan
pertumbuhan tulang dalam penyembuhan.

Nyeri b/d spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema,


traksi/imobilisasi karena penggunaan alat, stres dan kecemasan.
Hasil yang diharapkan:
Klien mengerti penyebab nyeri,
Klien mampu mengontrol nyeri, dan
Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

Rencana tindakan:
Lakukan imobilisasi (bed-rest, gips, bidai dan traksi). R/ Mengurangi
nyeri dan mencegah perubahan posisi tulang serta luka pada
jaringan.
Tinggikan dan sangga daerah luka. R/ Meningkatkan aliran vena,
mengurangi edema dan mengurangi nyeri.
3) Tinggikan bagian depan tempat tidur. R/ Memberikan rasa
nyaman.
Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam. R/
Meningkatkan kemampuan mengurangi rasa nyeri.
Lakukan latihan range of motion. R/ Mempertahankan kemampuan
otot dan menghindari pembengkakan pada jaringan yanag luka.
Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai terapi. R/ Meningkatkan
relaksasi otot dan menekan rangsangan nyeri.
Evaluasi rasa nyeri, lokasi, dan karakteristik, termasuk intensitas.
Perhatikan juga rasa nyeri non-verbal (tanda vital, emosi,
pergerakan/ perilaku). R/ Monitor keefektifan intervensi, tingkat
kecemasan dapat menunjukkan reaksi dari nyeri.
Resiko terjadi gangguan integritas kulit/jaringan b/d compound fracture,
pemasangan traksi, gangguan sensasi, sirkulasi dan imobilisasi fisik.
Hasil yang diharapkan:

Rencana tindakan:

Periksa kulit sekitar luka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna


kulit. R/ Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan
masalah-masalah yang mungkin disebabkan oleh penggunaakn
traksi dan terbentuknya edema.
Masase kulit dan tempat yang menonjol, menjaga alat tenun tetap
kering, memberikan alas yang lembut pada siku dan tumit. R/
Mengurangi penekanan pada daerah yang beresiko lecet dan rusak.
Ubah posisi selang-seling sesuai indikasi. R/ Mengurangi penekanan
yang terus menerus pada posisi tertentu.
Kaji posisi splint ring traksi. R/ salah posisi akan menyebabkan
kerusakan kulit.
Pakai bed-matras/ air-matras. R/ Mencegah perlukaan setiap anggota
tubuh, dan untuk anggota tubuh yang kurang gerak efektif untuk
mencegah penurunan sirkulasi.

2.9.4 Implementasi Keperawatan


Merupakan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang telah
ditentukan agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. Pelaksanaan
tindakan keperawatan dapat dilaksanakan sebagian oleh klien, perawat
secara mandiri, atau bekerjasama dengan tim kesehatan lain. Dalam hal ini
perawat adalah sebagai perencana dan pelaksana asuhan keperawatan yaitu
memberikan pelayanan perawatan dengan menggunakan proses
keperawatan.
2.9.5 Evaluasi Keperawatan
Merupakan tahap akhir proses keperawatan yang merupakan aktivitas
berkesinambungan dari tahap awal (pengkajian) sampai tahap akhir
(evaluasi) dan melibatkan klien/ keluarga. Evaluasi bertujuan untuk
menilai efektivitas rencana dan strategi asuhan keperawatan. Ada tiga
alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu:
Masalah teratasi, apabila klien menunjukkan perubahan perilaku dan
perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan
yang ditetapkan.
Masalah sebagian teratasi, apabila klien menunjukkan perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
Masalah belum teratasi, jika klien sama sekali tidak menunjukkan
perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul
masalah baru.
WOC
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama Klien : Sdr. A Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 020868 Pekerjaan : Swasta
Alamat : Mojokerto Agama : Islam
Umur : 24 tahun Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
Dx. Medis : Close Fracture Manus (D)

3.1.2 Alasan MRS


Klien mengatakan mengalami KLL (Kecelakaan Lalu Lintas) Sepeda
Motor dengan Truk 1 jam sebelumnya (jam 09.00 WIB). Klien
dibawa ke UGD RSK Mojowarno oleh warga setempat. Klien
mengatakan sebelumnya ia hendak ke kota M, lalu tiba-tiba tertabrak
Truk. Didapatkan hasil TTV: Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 84
O
x/menit, Suhu 36,5 C, RR 24x/menit, dan GCS e3 v5 m6 (total 14).
Pada hasil pemeriksaan fisik ditemukan luka robekan di pelipis kiri ±
3 cm dan pada jari kelingking tangan kanan ± 4 cm dengan
kedalaman ± 0,5 cm. Terdapat perdarahan pada luka robekan.
terdapat bengkak berwarna merah kebiruan pada kulit sekitar luka.
Klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala dan lengan
dengan VAS 4 (skala 1 – 10).

3.1.3 TTV
Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 84 x/menit
Suhu o RR : 24 x/menit
: 36,5 C
BB : 60 Kg TB : 174 cm
G-C-S :14(E3–V5–M6)
3.1.4 Pengkajian Gawat Darurat
Sistem Diagnosa Tindakan Hasil/ Evaluasi
Keperawat- Keperawatan
An
Airway Jalan nafas
(jalan napas) tidak
efektif
Sumbatan:
Benda asing Monitor RR: 24x/ menit
Pernafasan
Sputum Auskultasi suara vesikuler pada
nafas lapang paru,
bentuk dada
normal
Darah Bantu klien Posisi: sim
mengatur posisi
Lidah Kolaborasi Klien dipasang O2
broncho-dilator nasal volume 2
lpm

Breathing Pola nafas Pola nafas klien


(pernapasan) tidak efektif
efektif
Produktif Kaji frekuensi, RR: 24x/ menit,
suara nafas, suara nafas:
kedalaman, normal vesikuler,
ekspansi paru. ekspansi paru
normal dan
simetris antara
dada kanan dan
dada kiri
Non- Kaji TIdak terdapat
produktif penggunaan otot penggunaan otot
bantu nafas bantu pernapasan
Nyeri dada Auskultasi suara Suara nafas:
nafas, catat leher; trakeal,
adanya suara ICS 2;
abnormal bronchovesikuler
lapang paru;
vesikuler
Ekspansi paru Bantu mengatur posisi klien: sim
menurun posisi klien
seperti
semifowler
Pola nafas normal dan
reguler
Sesak nafas -
Frekuensi 24x/ menit
teratur v
tidak teratur -
apnoe -
Bunyi nafas
wheezing -
Ronchii -
Coarce -
Crackles
Fine Crackles -
Dyspnoe saat Gangguan
perfusi
jaringan
Aktivitas Auskultasi suara S1 dan S2 tunggal
jantung, catat
adanya suara
tambahan
Tanpa Observasi GCS: 14
aktivitas tingkat (E3-V5-M6)
kesadaran
o
Dengan alat Observasi suhu Suhu 36,5 C
tambahan tubuh, warna warna kulit:
kulit/ mukosa kemerahan
warna mukosa:
merah muda
Ukur Urine dalam
pengeluaran kantong urine
urine 100cc
Palpasi nadi Nadi: reguler
perifer: lemah
frekuensi, HR: 84x/ menit
kekuatan, dan
kelenturan
Atur posisi klien posisi: sim
sesuai dengan
daerah yang
mengalami
gangguan
perfusi
Kolaborasi: terlampir
Pemeriksaan
laboratorium,
pemberian obat-
obatan
Circulation Gangguan
(Sirkulasi) sirkulasi
nadi Karotis palpasi nadi Rate: 84x/ menit
karotis, reguler
frekuensi,
kekuatan, dan
keteraturan
Observasi Hematom pada
adanya sianosis daerah sekitar mata
dan pipi kanan
Observasi Terdapat luka
daerah robekan pada
ekstremitas pelipis kiri ±3cm,
Observasi dan pada jari
adanya edema kelingking kanan
±4cm, dengan
dalam ±0,5cm.
Perdarahan (+),
Luka tampak kotor
dan terdapat darah
yang mengering
pada kulit sekitar
luka
Kaki tangan -
dingin
mimisan -
epistaksis
edema -
gemetaran -
kesemutan -
nyeri dada -
CRT 2-3 detik
(Capillary
Refill Time)
Fluid (cairan
dan elektrolit)
Turgor baik
Mukosa lembab
mulut
BAB -
BAK Klien terpasang
kateter urine 16 fr,
urine dalam
kantong urine
100cc
Intoksikasi Resiko -
penyebaran
Toksin
keseluruh
tubuh
GCS 13–15
(E3-V5-M6)
Berikan Brankart terpasang
pengaman pagar, klien
tempat tidur, tampak lemah,
observasi respon klien kooperatif
perilaku
Neuro- Resiko
sensorik tinggi
trauma
Spasme otot Kaji adanya -
twitching pada
kaki/ tangan/
otot wajah
Parastesia Pasang -
pengaman
tempat tidur
Perubahan Suction dengan -
pergerakan kateter yang
lembut
Kerusakan Istirahatkan Terdapat luka
jaringan, klien selama robekan pada
vulnus fase akut pelipis kiri ±3cm,
dan pada jari
kelingking kanan
±4cm, dengan
dalam ±0,5cm.
Perdarahan (+),
Luka tampak kotor
dan terdapat darah
yang mengering
pada kulit sekitar
luka
Krepitasi Cegah perluasan Klien dilakukan
kerusakan hacthing pada
jaringan dan bagian robekan
kemungkinan pelipis kiri dengan
terjadinya benang seide/silk
infeksi rawat 4-0, diberi salep
luka dengan ikamicetin
teknik aseptik (chlorampenicol)
dan dibalut kasa
Fraktura Kolaborasi terlampir
pemberian obat
Integumen Gangguan
integritas
kulit
Luka bakar -
Nyeri Catat durasi, Klien mengatakan
intensitas, nyeri pada bagian
penyebaran kepala dan lengan
nyeri dengan VAS 4
(skala 1 – 10)

3.1.5 Terapi Obat-obatan


Waktu Nama Obat Dosis dan Cara Keterangan
Pemberian
10.00 Ranitidin 50 mg i.v. bolus Obat tukak
lambung dan
duodenum akut
10.25 Ketorolac 10 mg i.v. bolus Obat Analgesik

10.30 Tetagam 1 ml (250 iu) i.m Serum anti

Tetanus
10.35 Ceftriaxone 2 gr i.v. bolus Antibiotik

11.00 Ikamicetin 2% topikal (salep) Antibiotik

(Chlorampenicol)

3.1.6 Hasil Foto Rontgen


Jenis Pemeriksaan Hasil
Skull COR
Manus (D) (AP-Lateral) Susp. Close Fracture Manus (D)
3.1.7 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Ds: Kecelakaan lalu lintas Gangguan
- Klien mengatakan rasa
sebelumnya ia hendak ke nyaman:
kota M, lalu tiba-tiba Trauma jaringan tubuh Nyeri
tertabrak Truk.
- Klien mengatakan
merasa nyeri pada Terputusnya kontinuitas
bagian kepala depan dan jaringan
lengan kanan.
Do: Pelepasan mediator-

- Terdapat luka robekan di mediator nyeri


pelipis kiri ± 3 cm dan (prostaglandin,
pada jari kelingking sitokinin, neurotrofin,
tangan kanan ± 4 cm serotonin, adenosin,
dengan dalam ± 0,5 cm. cannabinoid, histamin,
- VAS nyeri 4 leukotrin, dan kinin)
(skala 1 – 10)
Hantaran impuls nyeri

ke sistem saraf pusat


Respon Nyeri

Nyeri

3.2 Diagnosa Keperawatan


Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang
ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan
dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari
kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1
– 10).
3.3 Intervensi Keperawatan
Tanggal : 14 Maret 2015
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang
ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan
dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari
kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1
– 10).
Tujuan dan Rencana dan Rasional
Kriteria Hasil
Tujuan Kaji intensitas dan skala nyeri. R/ Nyeri merupakan
Setelah dilakukan respon subjektif yg dapat dikaji dengan
tindakan menggunakan skala.
keperawatan
selama 1x24 jam, Berikan klien posisi semifowler. R/ Posisi dengan
diharapkan nyeri kepala lebih tinggi dapat memperlambat aliran
yang dirasakan darah dan cairan ke kepala sehingga dapat
klien berkurang, mempertahankan tekanan intrakranial dalam abtas
normal sehingga mencegah nyeri bertambah kuat.
Kriteria Hasil
Klien Ajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam. R/
mengatakan Memfokuskan perhatian klein pada kontrol nafas
nyeri yang sehingga dapat mengurangi fokus perhatian pada
dirasakan nyeri sehingga dapat dirasa berkurang.
berkurang.
Klien tidak Observasi ROM (Range of Movement) klien, minta
gelisah klien menggerakkan anggota gerak/ekstremitasnya
Klien yang tidak terdapat kecurigaan fraktur semaksimal
mengidentifikas mungkin mulai dari daerah distal ke proksimal
i aktivitas yang (jari-jari kemudian ke lengan), tanyakan apabila
dapat klien merasa sudah maksimal/ merasa nyeri. R/
mengurangi ROM menentukan lokasi dan batasan gerak klien
nyeri. serta nyeri yang dirasakan
VAS nyeri turun
menjadi 1-2 Anjurkan klien untuk melakukan pemeriksaan
(skala 1 – 10) rontgen daerah kepala dan bagian tubuh lain yang
tampak mengalami deformitas, curiga memar CF,
atau teraba nyeri. R/ Hasil rontgen menunjukkan
kondisi tulang/ bagian dalam tubuh klien apabila
dicurigai terdapat close fracture tambahan selain
yang nampak saat melakukan inspeksi, sehingga
dapat diintervensi lebih lanjut untuk
meminimalkan nyeri yang dirasakan klien.
Lakukan pembidaian sementara pada bagian
ekstremitas yang tampak mengalami deformitas,
memar curiga CF dan nyeri apabila dilakukan
perabaan/palpasi. R/ Pembidaian meminimalkan
pergerakan pada daerah ekstremitas tersebut
sehingga meminimalkan rasa nyeri yang muncul.

Lakukan tindakan hacthing pada jaringan kulit yang


robek. R/ Meminimalkan resiko bertambah
lebarnya robeka kulit akibat pergerakan sehingga
meminimalkan respon nyeri.

Kolaborasi pemberian obat analgetik i.v R/ Analgesik


per i.v. memberikan respon anti-nyeri yang lebih
cepat.
Tanggal : 14 Maret 2015
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang
ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan
dan lengan kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari
kelingking kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1
– 10).
Waktu Tindakan dan Respon Klien Ttd.
10.00 Klien dipindahkan dari mobil pick-up ke brankart Jr
pasien. R/ Pemindahan klien ke brankar dibantu
pengantar.
Memberikan Inform Consent kepada keluarga klien/ Jr
10.00
pengantar untuk ditanda tangani mengenai persetujuan
tindakan yang dilakukan terhadap klien. R/ Sebagai
pernyataan tertulis persetujuan keluarga/ pengantar
klien terhadap tindakan yang akan dilakukan terhadap
klien.
Melepas pakaian klien secara keseluruhan untuk Jr
10.00
memudahkan dalam melakukan pemeriksaan fisik
terhadap luka, memar, jejas, dan deformitas. R/ Klien
diam saja dan tampak meringis kesakitan, namun
pakaian berhasil dibuka seluruhnya dan diganti dengan
pakaian dan selimut pasien untuk menutupi tubuh
klien.
Menanyakan nama dan alamat klien dengan nada agak Jr
10.00
keras, serta meminta klien untuk melihat bagaimana
kesadaran dan GCS klien. R/ Klien berespon dengan
menyebut nama dan alamat dengan pelan, dan
mencoba mengangkat tangan kiri. GCS 14 (E3-V5-
M6) kesadaran compos mentis.
Membersihkan tubuh klien dengan kompres/ Jr
10.00
membasuh luka sekitar dari darah dan kotoran/ debu.
R/ Klien kooperatif dan tampak meringis kesakitan
saat dibersihkan.
Melakukan teknik hacthing pada bagian pelipis kiri Jr
10.05
dan jari kelingking kanan klien diawali dengan
pemberian injeksi lidocain 2 mg untuk anestesi lokal
daerah yang akan dilakukan hacthing. R/ Klien
kooperatif saat dilakukan hatching. perdarahan 5 cc.
10.05 Melakukan pemasangan infus dengan cairan D5 ½ NS Jr

dan pemasangan O2 nasal 3lpm untuk pemenuhan


kebutuhan fisiologis klien serta penggantian cairan
tubuh yang keluar lewat perdarahan.
10.05 Melakukan pemasangan DK (Douwer Kateter/ Foley Jr

Kateter) ukuran 16 fr untuk memfasilitasi klien dalam


eliminasi urine karena klien tirah baring dan tidak
dianjurkan bergerak untuk meminimalkan nyeri. R/
Klien kooperatif.
10.10 Menganjurkan klien untuk jangan terlalu banyak Jr

bergerak dengan tujuan meminimalkan nyeri. R/ Klien


menyetujui dengan menjawab “ya” dengan pelan.
10.15 Mengobservasi TTV klien. R/ Tekanan darah 130/80 Jr
o
mmHg, Nadi 84 x/menit, RR 20 x/menit, Suhu: 36 C.
10.25 Memasukkan obat ranitidin dan ketorolac 10 mg per Jr

i.v. catheter (bolus). R/ Klien muntah bercampur isi


lambung, air, dan darah, cairan berwarna merah ±400
cc ditampung di wadah.
10.30 Memasukkan obat Tetagam 250 iu (1 ml) per i.m. R/ Jr

Klien kooperatif dan tidak tampak gelisah.


11.00 Memasukkan obat injeksi antibiotik Ceftriaxone 2 gr Jr

(10 ml) per i.v. bolus sebagai antibiotik profilaksis


karena tubuh klien terdapat luka robek, untuk
meminimalkan terjadinya infeksi. R/ Klien kooperatif.
12.30 Klien dibawa ke ruang rontgen untuk foto skull dan Jr

manus (D). R/ Hasil foto skull: COR, foto manus (D)


AP-Lateral: Susp. CF Manus (D).
12.40 Klien dilakukan pembidaian pada bagian telapak Jr

tangan kanan hingga jari keseluruhan untuk


meminimalkan pergerakan dan nyeri. R/ Klien maun
dan kooperatif saat dilakukan tindakan.
3.5 Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Waktu Evaluasi
Gangguan rasa nyaman: 13.00 S :
Nyeri berhubungan - Klien mengatakan nyeri yang
dengan terputusnya dirasakan telah berkurang.
kontinuitas jaringan O :
tulang (fraktur) akibat - Klien tampak tenang namun
kecelakaan lalu lintas sesekali meringis kesakitan dengan
yang ditandai dengan VAS 2 (skala 1-10).
klien mengatakan - Hasil pengukuran TTV: Suhu
O
merasa nyeri pada 36 C, Nadi: 84x/menit, Tekanan
bagian kepala depan dan darah: 130/80 mmHg, dan RR
lengan kanan, terdapat 20x/menit.
luka robekan di pelipis - Klien tidak gelisah dan tampak
kiri ± 3 cm dan pada jari tenang.
kelingking kanan ± 4
cm dengan kedalaman ± A : Masalah teratasi
0,5 cm, VAS nyeri 4 P : Hentikan intervensi
(Skala 1 – 10).
BAB 4
PEMBAHASAN

Pada penjabaran karakteristik yang biasa ditemukan pada kasus klien


dengan fraktur adalah rasa nyeri. Pada teori, data-data yang ditemukan berupa
peningkatan frekuensi dan pola napas dengan irama yang ireguler, yang
menandakan adanya rasa nyeri yang dirasakan klien. Ada atau tidaknya
perdarahan dalam jaringan tulang yang mengalami fraktur dapat diketahui lewat
perabaan nadi yang teraba cepat namun lemah. Memperhatikan kondisi kulit serta
rentang gerak klien dilakukan untuk mengkaji kodisi sirkuler klien; dan kekuatan
ekstremitas klien pasca fraktur. Pada kasus nyata, data-data yang ditemukan pada
klien Sdr. A adalah seagai berikut. Nilai hasil pemeriksaan TTV awal: Tekanan
o
Darah 130/80 mmHg, Nadi 84 x/m, Suhu 36,5 C, dan RR 24 x/m, GCS: e 3 v 5 m
6 dengan total 14. Terdapat kemerahan pada daerah kulit sekitar mata dan pipi
kanan. Terdapat luka robekan pada pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking
kanan ± 4 cm dengan dalam ±0,5 cm. Terdapat perdarahan minimal pada daerah
robekan luka, dan kondisi klien tampak lemah. Klien mengungkapkan merasa
nyeri pada bagian kepala dan lengan kanan dengan nilai VAS 4 (Skala 1 – 10).
Dari karakteristik data yang didapat pada pengkajian kasus nyata terhadap teori,
terdapat kesenjangan berupa hasil pemeriksaan TTV, dimana pada kasus nyata
TTV yang didapat pada keempat aspek tampak dalam batas normal. Hal ini
menurut penulis diakibatkan oleh kondisi klien yang kondisi perdarahannya
minimal, hanya terlokalisir pada daerah robekan luka di daerah pelipis saja, dan
tampak darah yang keluar cepat berhenti (< 7 menit) sehingga kurang begitu
mempengaruhi volume darah dalam tubuh sehingga hasil pemeriksaan Tekanan
Darah didapatkan hasil yang normal. Nilai nadi yang normal pada klien
mendukung kondisi klien yang tampak tenang dan minim pergerakan, sebagai
toleransi terhadap intensitas nyeri yang dirasakan. Hal ini disebabkan karena
begitu klien datang, klien segera ditangani dengan cepat, salah satunya dengan
pemberian obat analgesik sehingga respon klien terhadap nyeri dapat diblokir dan
nilai nadi yang didapat dalam batas normal.
Diagnosa fokus yang diprioritaskan penulis dalam melakukan
perawatan kepada klien Sdr. A adalah diagnosa keperawatan Gangguan Rasa
Nyaman Nyeri, karena kasus fraktur; yang merupakan kejadian dimana
terputusnya kontinuitas jaringan, dimanifestasikan secara nyata lewat keluhan
nyeri, sehingga dalam perawatan atau tindakan yang dilakukan di ruang unit
gawat darurat Rumah Sakit Kristen Mojowarno Jombang, manajemen terhadap
nyeri dan evaluasi skala nyeri menjadi penting untuk mengetahui bahwa fraktur
yang dialami klien tidak bergeser atau bertambah buruk, sehingga dapat dilakukan
tindakan lebih lanjut untuk mengkoreksi struktur anatomis tulang yang mengalami
fraktur.
Intervensi keperawatan yang terdapat pada teori yang berfokus pada
manajemen penanganan nyeri adalah tindakan edukatif seperti pengenalan tentang
penyebab nyeri, melakukan bedrest, mengatur posisi bed untuk meningkatkan
kenyamanan, teknik relaksasi, latihan ROM (Range of Movement), tindakan
kolaboratif berupa pemberian obat-obatan anti nyeri, serta evaluasi mengenai rasa
nyeri klien baik secara verbal maupun non verbal. Pada kasus nyata, intervensi
yang dibuat adalah mengkaji intensitas dan skala nyeri, memberikan posisi
semifowler, menganjurkan klien teknik relaksasi nafas dalam, observasi Range of
Movement, menganjurkan klien untuk melakukan pemeriksaan X-ray/ Rontgen,
melakukan pembidaian sementara pada bagian ekstremitas yang tampak
mengalami deformitas dan nyeri apabila dilakukan perabaan, melakukan tindakan
Hacthing, dan kolaborasi untuk pemberian obat-obatan. Intervensi fokus
keperawatan yaitu mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam masih menjadi
pilihan karena masih dianggap cukup efektif dalam mengalihkan rasa nyeri akut
yang diderita klien. Intervensi pemberian posisi semifowler pada teori dan kasus
nyata tampak memiliki perbedaan yaitu alasan secara rasional, dimana pada teori
posisi semifowler lebih ditekankan pada pemberian rasa nyaman saja, namun pada
kasus nyata, intervensi yang diberikan bertujuan agar dapat memperlambat laju
aliran darah dan cairan ke otak, sehingga mencegah nyeri bertambah kuat,
mengingat perbedaan latar belakang penyebab dimana kasus nyata klien dengan
fraktur disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
Terdapat beberapa intervensi yang tidak diimplementasikan pada
implementasi keperawatan yang dilakukan terhadap klien Sdr. A, yaitu pemberian
posisi semifowler, karena keterbatasan waktu dan alat, dimana pada saat itu, klien
menggunakan brankar yang tidak memiliki fungsi mengelevasi bagian kepala dan
bantal segitiga yang biasa dipergunakan untuk memberikan klien posisi
semifowler apabila menggunakan brankar, sedang dipergunakan oleh klien lain di
ruangan itu. Implementasi pada klien dilakukan dengan cepat namun tetap
memperhatikan ketepatan dalam melakukan tindakan, dan tindakan yang
difokuskan adalah tindakan yangbertujuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar

dahulu, yaitu pemasangan infus, selang O2 nasal dengan volume 3 liter/menit, dan
pemasangan DK (Douer Kateter) untuk memfasilitasi klien dalam Buang air kecil.
Untuk implementasi yang berfokus pada manajemen nyeri adalah imobolisasi
sementara sampai diketahui bagian mana yang mengalami fraktur lewat
pemeriksaan rontgen, dan setelah itu melakukan pembidaian dengan tujuan untuk
lebih meminimalkan pergerakan terhadap bagian yang mengalami deformitas.
Evaluasi keperawatan yang dilakukan pada klien Sdr. A adalah bahwa
masalah gangguan rasa nyaman nyeri klien telah teratasi, dimana seluruh kriteria
hasil yang ditetapkan lewat intervensi sebelumnya telah terpenuhi seperti
ungkapan klien mengenai rasa nyeri yang dirasakan telah berkurang, data objektif
berupa pengamatan bahwa klien tampak tenang dengan VAS 2 (skala 1 – 10),
hasil pengukuran keempat aspek TTTV dalam batas normal, klien tidak gelisah
dan tampak tenang.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8.
Jakarta: EGC.

Doengoes, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta:
EGC.

IAI. 2012. ISO: Informasi Spesialite Obat Indonesia. Vol.47 – 2012 s/d 2013
ISSN 0854-4492. Jakarta: Isfi Penerbitan.

Mansjoer,Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.4. Jakarta: Media


Aesculapicus.

Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8. Jakarta: EGC.

Wilkinson, M. Judith, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosisi


Keperawatan; Diagnosisi NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil
HOC. Ed.9. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai