OLEH:
Abd.Gafur
Lita Novia Ningsih
Rina Dwi F
Sufyan Sauri
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan adalah sebagai
berikut.
1.3.1 Mampu mengetahui karakteristik klien dengan diagnosa Close
Fracture Manus (D).
1.3.2 Mampu mendiagnosa klien dengan Close Fracture Manus (D).
1.3.3 Mampu mengintervensi klien dengan diagnosa Close Fracture
Manus (D).
1.3.4 Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosa Close Fracture Manus (D).
1.3.5 Selaku mahasiswa mampu mengetahui cara mendiagnosa dan
intervensi apa saja yang dapat dilakukan untuk menangani klien
dengan diagnos Close Fracture Manus (D)
BAB
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan
kontraksi otot ekstrim (Brunner & Sudarth, 2002). Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
2.2 Klasifikasi
2.2.1 Berdasarkan tempat
Fraktur Humerus, Tibia, Klavikula, Ulna, Radius, dst.
2.2.2 Berdasarkan komplit dah ketidak komplitan fraktur
Fraktur komplit, yaitu garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang.
2.2.3 Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah
Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
Fraktur segmental, garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
Fraktur multipel, garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
2.2.4 Berdasarkan posisi fragmen
Fraktur Undisplaced (tidak bergeser), garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen tulang.
2.2.5 Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan duni aluar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
Tingkat 0, fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak,
Tingkat 1, fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan,
Tingkat 2, fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan, dan
Tingkat 3, cedera berat dengna kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartemen.
Fraktur terbuka (open/compound fracture), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu:
Grade I, luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm,
Grade II, luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan luak yang ekstensi,
dan
Grade III, sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif.
2.2.6 Berdasarkan posisi Fraktur
fraktur 1/3 proksimal
fraktur 1/3 medial
fraktur 1/3 distal
2.2.7 Fraktur Kelelahan
Fraktur yang terjadi akibat tekanan yang berulang-ulang.
2.2.8 Fraktur Patologis
Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
2.3 Etiologi
2.3.1 Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat diman bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan dan pukulan yang mengkaibatkan patah
tulang).
2.3.2 Trauma tidak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pergelangan tangan.
2.3.3 Trauma ringan
Terjadi bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang
mendasari yang biasanya disebut dengan fraktur patologis.
2.3.4 Kekerasan akibat tarikan otot
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan, dan penarikan.
2.4 Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekatan dan gaya begas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematom di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar dari penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi fraktur dibagi menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik;
tekanan dari luar yanga bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur, dan faktor
intrinsik; kapasitas absorbsi, tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan
tulang.
2.5 Manifestasi Klinis
2.5.1 Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2.5.2 Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada
integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
2.5.3 Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontrasksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Framgmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 – 5 cm.
2.5.4 Saat ekstremitas diperiksa secara palpasi, teraba adanya krepitasi yang
terjadi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
2.5.5 Pembengkakkan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikut fraktur. Tanda ini dapat
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
2.7 Komplikasi
2.7.1 Komplikasi awal, seperti kerusakan arteri, sindrom kompartemen, emboli
lemak, infeksi, avaskuler nekrosis, shock, dan osteomyelitis.
2.7.2 Komplikasi dalam waktu lama, seperti delayed union, non-union, dan mal-
union pada proses penyatuan tulang.
2.8 Penatalaksanaan Medis
Terdapat empat tujuan utama dalam penatalaksanaan medis pada kasus
fraktur, yaitu:
2.8.1 Menghilangkan rasa nyeri
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena adanya luka di sekitar jaringan tulang yang patah. Untuk
mengaurangi nyeri tersebut, dapat diberika obat penghilang rasa nyeri dan
dengan teknik imobilisasi, yang dapat dicapai dengan cara pemsangan gips
atau bidai.
2.8.2 Menghasilkan dan Mempertahankan Posisi yang Ideal dari Fraktur
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi teknik yang lebih baik seperti pemasangan
traksi kontinyu, fiksasi internal, atau fiksasi eksternal tergantung dari dari
jenis frakturnya sendiri.
2.8.3 Penyatuan Tulang Kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu
dan akan menyatu dengan sempurna daam waktu 6 bulan. Namun
terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga
dibutuhkan graft tulang.
2.8.4 Mengembalikan Fungsi Seperti Semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan
kakunya sendiri. Maka dari itu, diperlukan upaya mobilisasi secepat
mungkin dengan menggunakan alat bantu mobilisasi seperti walker, cruck,
dan lainnya.
2.9 Asuhan Keperawatan secara Teori
2.9.1 Pengkajian
Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung lamanya serangan.
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang
Dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit sehingga bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Riwayat penyakit dahulu
Dilakukan untuk menentukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit tertentu seperti Paget’s atau Ca tulang yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk disambung. Selain itu
penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kroni dan menghambat proses
penyembuhan tulang.
Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
Rencana tindakan:
Lakukan imobilisasi (bed-rest, gips, bidai dan traksi). R/ Mengurangi
nyeri dan mencegah perubahan posisi tulang serta luka pada
jaringan.
Tinggikan dan sangga daerah luka. R/ Meningkatkan aliran vena,
mengurangi edema dan mengurangi nyeri.
3) Tinggikan bagian depan tempat tidur. R/ Memberikan rasa
nyaman.
Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam. R/
Meningkatkan kemampuan mengurangi rasa nyeri.
Lakukan latihan range of motion. R/ Mempertahankan kemampuan
otot dan menghindari pembengkakan pada jaringan yanag luka.
Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai terapi. R/ Meningkatkan
relaksasi otot dan menekan rangsangan nyeri.
Evaluasi rasa nyeri, lokasi, dan karakteristik, termasuk intensitas.
Perhatikan juga rasa nyeri non-verbal (tanda vital, emosi,
pergerakan/ perilaku). R/ Monitor keefektifan intervensi, tingkat
kecemasan dapat menunjukkan reaksi dari nyeri.
Resiko terjadi gangguan integritas kulit/jaringan b/d compound fracture,
pemasangan traksi, gangguan sensasi, sirkulasi dan imobilisasi fisik.
Hasil yang diharapkan:
Rencana tindakan:
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama Klien : Sdr. A Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 020868 Pekerjaan : Swasta
Alamat : Mojokerto Agama : Islam
Umur : 24 tahun Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
Dx. Medis : Close Fracture Manus (D)
3.1.3 TTV
Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 84 x/menit
Suhu o RR : 24 x/menit
: 36,5 C
BB : 60 Kg TB : 174 cm
G-C-S :14(E3–V5–M6)
3.1.4 Pengkajian Gawat Darurat
Sistem Diagnosa Tindakan Hasil/ Evaluasi
Keperawat- Keperawatan
An
Airway Jalan nafas
(jalan napas) tidak
efektif
Sumbatan:
Benda asing Monitor RR: 24x/ menit
Pernafasan
Sputum Auskultasi suara vesikuler pada
nafas lapang paru,
bentuk dada
normal
Darah Bantu klien Posisi: sim
mengatur posisi
Lidah Kolaborasi Klien dipasang O2
broncho-dilator nasal volume 2
lpm
Tetanus
10.35 Ceftriaxone 2 gr i.v. bolus Antibiotik
(Chlorampenicol)
Nyeri
dahulu, yaitu pemasangan infus, selang O2 nasal dengan volume 3 liter/menit, dan
pemasangan DK (Douer Kateter) untuk memfasilitasi klien dalam Buang air kecil.
Untuk implementasi yang berfokus pada manajemen nyeri adalah imobolisasi
sementara sampai diketahui bagian mana yang mengalami fraktur lewat
pemeriksaan rontgen, dan setelah itu melakukan pembidaian dengan tujuan untuk
lebih meminimalkan pergerakan terhadap bagian yang mengalami deformitas.
Evaluasi keperawatan yang dilakukan pada klien Sdr. A adalah bahwa
masalah gangguan rasa nyaman nyeri klien telah teratasi, dimana seluruh kriteria
hasil yang ditetapkan lewat intervensi sebelumnya telah terpenuhi seperti
ungkapan klien mengenai rasa nyeri yang dirasakan telah berkurang, data objektif
berupa pengamatan bahwa klien tampak tenang dengan VAS 2 (skala 1 – 10),
hasil pengukuran keempat aspek TTTV dalam batas normal, klien tidak gelisah
dan tampak tenang.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8.
Jakarta: EGC.
IAI. 2012. ISO: Informasi Spesialite Obat Indonesia. Vol.47 – 2012 s/d 2013
ISSN 0854-4492. Jakarta: Isfi Penerbitan.