BAB I
PENDAHULUAN
Visi Indonesia sehat 2020 yang pada hakekatnya adalah untuk mencapai
disebabkan kurangnya pengetahuan terutama tentang pola hidup yang tidak sehat
Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi
pada remaja dan dewasa muda. Angka kejadian penyakit ini tinggi sebelum era
setiap tahunnya. Insiden appendisitis puncaknya pada dekade pertama dan kedua
2
kehidupan; jarang terjadi pada usia sangat muda atau tua. Namun, perforasi
sering terjadi pada anak-anak dan umur lanjut, dimana periode ini merupakan
angka tertinggi pada mortalitas. Pria dan wanita sama-sama dapat terkena, kecuali
pada antara umur pubertas dan umur 25 tahun, dimana pria dominan dengan rasio
terakhir, sementara insiden appendisitis lebih rendah pada negara berkembang dan
oleh Douglas et al terdapat 302 pasien yang terkena suspek appendiksitis setelah
telah dilakukan apendiktomi dengan angka kegagalan sekitar 9 – 11%, dan 89%
berhasil untuk mengatasi apendiksitis. Dan penelitian lain yang dilakukan oleh
mendetaksi appendiksitis
menyatakan laparatomi meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983 kasus
pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada tahun 2007. Komplikasi pada pasien post
laparatomi adalah nyeri yang hebat, perdarahan, bahkan kematian. Post operasi
2010).
3
Oeh karena itu perawatan luka post operasi harus memperhatikan prinsip
sterilisasi, dan dilakukan secara benar atau tepat sehingga komplikasi pasca bedah
Perforasi .
keterampilan dasar praktik klinik ”ganti balutan” pada klien dengan Post Op
September 2015.
1.4 MANFAAT
op laparatomi.
metode deskritif, adapun pendekatan yang digunakan adalah studi kasus dengan
teknik :
didapat dari status pasien dan hal yang berhubungan dengan masalah
pasien.
teori dengan pelaksanaan yang ada pada kasus nyata di Rumah Sakit.
6
ini adalah keperawatan medical bedah dan berfokus pada kasus Appendisitis pada
BAB II
KONSEP DASAR
umum palembang bari terletak dijalan panca usaha No. 1 kelurahan ulu Darat
Kecamatam Seberang ulu 1. Dan berdiri diatas tanahnya seluas 5,5 Hk.
Bangunan berada lebih kurang 800 m dari jalan raya jurusan Kertapati.
Sejak tahun 2001 dibuat jalan alternatif dari jalan poros Jakabaring.
a. Visi
b. Misi
pada kesembuhan dan ketetapan, sesuai standar mutu pada etika dan
c. Moto
2.1.3 Sejarah
menjadi kelas B.
9
1) Tahun 1986 s/d 1995 : dr. Jane Lidia Yitaheiu, sebagai kepala
a. Fasilitas
2) Farmasi/Apotik 24 Jam
3) Rawat jalan/Poliklinik
4) Rawat Inap
5) Bedah Sentral
6) Rehabilitas Medic
7) Radiologi 24 Jam
8) Laboratorium 24 Jam
9) Patologi Anatomi
11) Hemodialisa
13) ECG/EEG
15) Endoskopi
b. Pelayanan
1) Poliklinik penyakit dalam
2) Poloklinik Bedah
4) Poliklinik Anak
5) Poliklinik Mata
6) Poliklinik THT
7) Poliklinik Syaraf
9) Poliklinik Jiwa
2) Ambulance 24 Jam
5) Perawatan Anak
12
6) Perawatan Bedah
7) Perawatan ICU
8) Perawatan Kebidanan
e. Pelayanan penunjang
1) Instalasi Laboratorium Klinik
2) Instalasi Radiologi
5) Instalasi Gizi
13
2.2.1 Pengertian
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga
abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
pembedahan ini dapat juga dilakukan untuk tumor, misalnya karsinoid atau
pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering
terjadi.
14
1 Apendisitis akut.
bagian distal yang berisi nanah. Dari luar tidak terlihat adanya kelianan,
kadang hanya hiperemi ringan pada mukosa, sedangkan radang hanya terbatas
pada mukosa.
berlebihan.
atau operasi, tetapi tanpa lapisan eksudat dalam rongga maupun permukaan
apendiks. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
Gajala apendisitis akut adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai
15
mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa
jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan
2 Apendisitis kronik.
Gejala umumnya samar dan lebih jarang. Apendiksitis akut jika tidak
fibrosis jaringan sub mukosa, gejala klinis pada umumnya tidak tampak
adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara
1-5%.
Pada saat itu terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri
epigastrium.
perforasi.
apendiks
panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.
17
Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter,
adalah sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileoseka,
yaitu tempat sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan
pembuangan. Usus besar terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus
halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang
dari yang ada pada usus halus dan tidak memiliki vili. Didalamnya terdapat
kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam usus dan dilapisi oleh epitelium silinder
1. Sekum
2. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar, mulia dari sekum sampai rektum. Kolon
3. Kolon asenden
Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah kanan dan
4. Kolon transversum
tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada flkesura splenik.
5. Kolon desenden
Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid
6. Rektum
panjang 12 sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke
eksterior di anus.
19
b. Anatomi Apendiks
(4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup
ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan
posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3
tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan
pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun
demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri
20
Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.
c. Fisiologi Apendiks
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang
imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan
tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab
21
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
2.2.6 Patofisiologi
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus
Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri
22
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
yangberdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek
dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut
ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, nyeri kuadran
bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan
hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat
dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara
umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot
dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi
dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri
tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat
nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan
kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus
kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi
kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa
dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar.
Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.
mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada
lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan
2.2.8 Penatalaksanaan
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas
spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode
24
terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak
2.2.9 Komplikasi
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai
32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum
terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C
atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang
a. Pengertian Balutan
terjadinya infeksi.
25
b. Tujuan Balutan
kebersihan luka
3. Rasa aman dan nyaman bagi klien dan orang lain di sekitarnya
c. Balutan Luka
2. Tidak melekat
5. Penyekat suhu
9. Biaya ringan
10. Awet
26
d. Memfiksasi Balutan
skunder dan pengikat kain untuk memfiksasi balutan pada luka. Pilihannya
mengalami inflamasi dan ekskoriasi yang sangat berat dan bahkan dapat
f. Persiapan Pasien
teurapetik
g. Prosedur Kerja
2. Cuci tangan
bila perlu bersihkan H2O2 (bila ada jaringan mati dan sulit di
bersih.
h. Evaluasi
prosedur
dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit
1. Biodata
2. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang
4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
b. Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri tekan perut kanan bawah
bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka
juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg
(Blumberg sign).
30
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat
gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
2008 ).
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi.
31
c. Eliminasi
d. Makanan / cairan
e. Nyeri / kenyamanan
f. Pernapasan
g. Keamanan
6. Pemeriksaan Diagnostik
reaktif (CRP).
7. Pathways
Apendiks
Obstruksi
Mukosa terbendung
Apendiks teregang
Tekanan intraluminal
Appendicitis
Perforasi
Pembedahan operasi
Resiko infeksi
Slow pain
BAB III
4.1 Pengkajian
Tgl masuk : 20- September- 2015
Tgl Operasi : 21- September- 2015
Tgl pengkajian : 22- September- 2015
Waktu Pengkajian : 08.00 Wib
Nama pengkaji Br. Alif
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Komering
No RM : 505900
mual dan muntah. Pasien muntah setiap kali makan, BAB cair ± 4 kali
sehari.
bertambah saat klien bergerak. Nyeri berkurang saat klien tidur, nyeri
2 menit.
1. Data Umum
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis (Eye : 4, Verbal: 5 , Motorik : 6)
TD : 110/80 mmHg
RR : 24x/ Menit
N : 90x/ Menit
T : 36 0 C
Skala nyeri : 4 (0-10)
MK : Nyeri Akut
2. Sistem Respirasi
Frekuensi pernafasan 24 x/ menit dengan irama teratur dan bentuk dada
simetris, suara nafas vesikuler dan tidak ada suara nafas tambahan, tidak ada
nyeri dan suara paru sonor.
MK: Tidak ada masalah keperawatan
3. Sistem Kardiovaskuler
Frekuensi denyut nadi 90x /menit, irama teratur tidak terdapat mur-mur,
denyut nadi kuat dan CRT < 2 detik.
MK : tidak ada masalah keperawatan
4. Sistem Perkemihan
Volume urine 950 ml/ 24 jam tidak terdapat distensi bladder
MK : Tidak ada masalah Keperawatan.
5. Sistem Pencernaan
Terdapat luka bekas operasi di balut perban, terpasang NGT untuk bilas
lambung, hasil auskultasi bising usus 8x/ menit, palpasi abdomen teraba
44
tegang dan mengalami nyeri tekan dengan skala 5 (0-10), dan bunyi abdomen
timpani.
MK : Nyeri Akut
6. Sistem Muskuloskeletal
R L
a. Pemeriksaan Fisik 3 3
2 2
ket:
7. Sistem Integumen
Terdapat luka bekas operasi di bagian abdomen dibalut perban, dan
adanya nyeri operasi pada garis tengah operasi.
MK : Resiko infeksi b.d Luka Insisi
8. Sistem Endokrin
9. Sistem Neurobehaviour
b. Penglihatan
mata bersih , bentuk normal, lensa mata jernih
c. Pendengaran
Bentuk simetris kanan dan kiri. Tidak ada seruman. Lubang telinga
tampak bersih., Tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
d. Penghidu
Tidak terlihat akumulasi secret, bentuk hidung simetris
c. Status emosional
Tenang ( ) Cemas ( + ) Marah ( )
Menarik Diri ( ) Tidak Sabar ( ) dan lainnya ( )
46
4.1.5 Terapi
- T: 37,40C.
- RR: 20x/m,
- Nadi: 87x/m.
1 sampai 10
49
Data Obyektif :
Jalan masuk Patogen
kanan.
abdomen.
- T: 37,40C.
- RR: 20x/m,
- Nadi: 87x/m.
- Nyeri Skala 5
- Tanda Infeksi:
- T: 37,40C.
- RR: 20x/m,
- Nadi: 87x/m.
(Total care)
1. Nyeri Akut
2. Resiko Infeksi
3. Intoleransi aktivitas
BAB IV
IMPLEMENTASI & EVALUASI
4.1 Implementasi
11.35 8. Mendorong keluarga untuk membantu pasien makan 8. Keluarga membantu klien makan
23.10 9. Memberikan order obat (metronidazole IVFD gtt 30x/ 9. Klien mengerti dan memahami
menit) tujuan pemberian cairan.
2.00 10. Observasi TTV/ 60 menit
61
11.30 1
62
63
4.2 Evaluasi
Evaluasi Tgl 22 september 2015 jam 08.00 s/d 08-00 tgl 23 september 2015
No. Evaluasi
Diagnosa
1 S: klien mengatakan nyeri berkurang
O:
- KU Lemah
- Muntah +
- IVFD RL terpasang Baik
- TD 150/100 mmhg
- RR: 24
- T:36
- N: 79
- Skala 5 rentang dari 1 sampai 10
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
65
2 Evaluasi
S: klien Mengatakan lesu dan lemas
O:
- Tidak terdapat tanda infeksi (kemerahan, pus)
- TD 150/100 mmhg
- RR: 24
- T:36
- N: 79
-
A: Masalah Belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
3 Evaluasi
S: klien mengatakan susah bergerak
O: KU Lemah
- Muntah +
- IVFD RL terpasang Baik
- TD 150/100 mmhg
- RR: 24
66
- T:36
- N: 79
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
Evaluasi Tgl 23 september 2015 jam 08.00 s/d 08-00 tgl 24 september 2015
No DX Evaluasi
1 S: klien mengatakan nyeri berkurang
O:
- KU Lemah
- Muntah +
- IVFD RL terpasang Baik
- TD 130/90 mmhg
- RR: 22
- T:36
- N: 74
- Skala 5 rentang dari 1 sampai 10
67
2 Evaluasi
S: klien Mengatakan lesu dan lemas
O:
- Tidak terdapat tanda infeksi (kemerahan, pus)
- TD 130/90 mmhg
- RR: 22
- T:36
- N: 74
A: Masalah Belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
3 Evaluasi
S: klien mengatakan susah bergerak
O: KU Lemah
- Muntah +
68
Evaluasi Tgl 24 september 2015 jam 08.00 s/d 03-00 tgl 25 september 2015
No DX Evaluasi
1 S: klien mengatakan nyeri berkurang
O:
- KU Lemah
- Muntah +
- IVFD RL terpasang Baik
- TD 150/100 mmhg
- RR: 24
69
- T:36
- N: 79
- Skala 5 rentang dari 1 sampai 10
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
- Anjurkan melakukan relaksasi nafas dalam jika nyeri muncul
- Kolaborasi pemberian analgesik
2 Evaluasi
S: klien Mengatakan lesu dan lemas
O:
- Terdapat salah satu tanda infeksi
Rubor (-), color(-), dolor (+), tumor (-)
- TD 150/100 mmhg
- RR: 24
- T:36
- N: 79
A: Masalah Belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
- Ganti balutan
70
BAB V
PEMBAHASAN
Teori Praktik
Alat: Alat:
1. 1 gunting verban 1. 1 gunting verban
2. 1 gunting nekrotomi 2. 1 pinset anatomi steril
3. 1 pinset anatomi steril 3. 1 pinset sirugis steril
4. 1 pinset cherugis 4. 1 bak instrumen steril
5. 1 bak instrument steril 5. Kassa steril secukupnya
6. Kassa steril secukupnya 6. 1 pasang hanscone steril dan
7. Kassa penekan (deppers) bersih
steril secukupnya 7. 1 bengkok
8. 1 pasang hanscone steril dan 8. Kom berisi betadin
bersih 9. Plester
9. Perlak pengalas 10. Baki
10. 2 bengkok 11. Kassa gulung
11. Kom berisi betadin 12. Bethadin 10%
12. Baki dan alas baki 13. Alcohol 70%
13. Plester 14. Nacl 0.9%
14. Kassa gulung 15. Perlak
15. Bethadin 10% 16. Elastis perban
16. Alcohol 70%
17. Nacl 0.9%
18. H2O2
1. Gunting nekrotomi
Gunting nekrotomi adalah gunting yang digunakan untuk
mengangkat jaringan mati, sedangkan pada praktinya ganti verban tidak
menggunakan gunting tersebut karena tidak terdapat jaringan yang mati.
2. Kassa penekan atau deppers.
Yaitu kassa yang digunakan untuk menekan luka, akan tetapi pada
praktinya kassa ini tidak digunakan karena mengganti balutan cukup
dengan kassa steril saja.
3. H2O2
Penggunaan H2O2 tidak dilakukan pada ganti verban luka bersih.
Ada perbedaan pelaksanaan ganti balutan antara teori dan praktik, dimana
ada beberapa tahapan yang tidak dilakukan sesuai dengan tahapan teoritis,
1. Pada teori perawat harus menanyakan kesiapan pasien sebelum
melakukan tindakan, sedangkan pada pelaksanaan dilapangan,
mengingat tugas dan perbandingan jumlah perawat dengan pasien hal
ini jarang dilakukan.
2. Pada teori tidak dijelaskan mekanisme penanganan nyeri selama
prosedur, sedangkan pada praktek dilapangan perawat menganjurkan
pasien melakukan nafas dalam untuk meminimimalisir nyeri selama
prosedur.
74
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
pada kecelakaan atau operasi, tetapi tanpa lapisan eksudat dalam rongga maupun
intra lumen. Oleh karena itu perlu perhatian khusus yang memiliki penyakit
apendisitis untuk Melakukan perawatan pada luka dengan cara mamantau keadaan
menyerap cairan yang berlebihan, mencegah infeksi, dan membuang jaringan mati
75
kebersihan luka dengan mengganti balutan yang kotor dengan balutan yang baru,
sehingga Tn”A” merasa nyaman dengan balutan yang bersih dan tidak takut akan
terjadinya kontaminasi.
6.2 Saran
dengan luka apendisitis. Hal ini diharapkan dapat mrnjadi sumber informasi untuk
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA.
Baradero, M., Drayit, M. W., dan Siswandi, Y. S. (2009). Prinsip & Praktek
Keperawatan Perioperatif, Jakarta: EGC.