Anda di halaman 1dari 23

Makalah trauma

Dosen pengampu Ixora, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 7
1. NINDY LESTARINING TIYAS (P17240211005)
2. SEPTI OKTIFIA (P17240211013)
3. AFIFATUL FIRDAUSY ZAHRO’ (P17240213031)
4. BRASTHA DHIVA TONNY PRAYOGA (P17240213037)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 TRENGGALEK
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan sistem Musculoskeletal trauma”
tepat waktu. Makalah ini saya susun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II dengan Dosen PengampuIxora, S.Kep.,Ns.,M.Kep. Selain itu, kami juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang “ Asuhan Keperawatan sistem
Musculoskeletal truma”.
Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Ixora selaku dosen Mata
Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Tugas yang diberikan ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan terkait bidang yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua
pihak yang sudah membantu proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akankami
terima demi kesempurnaan makalah ini.

Trenggalek, 28 Juli 2022

KELOMPOK 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... . 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 3
2.1 Definisi Trauma ............................................................................................. 3
2.2 Klafisikasi Trauma ......................................................................................... 3
2.3 Etiologi .......................................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi Trauma ...................................................................................... 5
2.5 Maninfestasi Klinis Trauma ........................................................................... 6
2.6 Komplikasi Trauma ....................................................................................... 7
2.7 Penatalaksanaan Medis .................................................................................. 8
2.8 Pemeriksaan Penunjang Trauma..................................................................... 11
BAB III ASUHAN KEPERWATAN ............................................................................. 13
3.1 Asuhan Keperawatan trauma kepala ............................................................... 13
3.2 Asuhan Keperwatan trauma thorax................................................................. 16
3.3 Asuhan Keperawatan trauma abdominal ........................................................ 17
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................ 19
4.1 Kesimpulan.................................................................................................... 19
4.2 Saran ............................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 20

ii
BAB I
Pendahuluan

1.1.Latar belakang
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu penyebab.
Penyebab trauma adalah kecelakaan lalulintas, industri, olahraga dan rumah tangga. Di
indonesia angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± sekitar 12.000 orang tiap tahun
(chairudin, 1998 ). Trauma yang dialami seseorang akan menyebabkan masalah-masalah sebagai
berikut :

1.biaya yang besar untuk mengembalikan fungsi setelah mengalamitrauma.


2.resiko kematian yang tinggi.
3.produktivitas menurun akibat banyak kehilangan waktu bekerja.
4.kecacatan sementara dan permanen.

Di masyarakat, seorang perawat / ners perlu mengetahui perawatan klien trauma muskuloskeletal
yang mungkin dijumpai, baik di jalan maupun selama melakukan asuhan keperawatan di rumah
sakit. Selain itu, dia perlu mengetahui dasar-dasar penanggulangan suatutrauma yang
menimbulkan masalah pada sistem musculoskeletal dengan melakukan penanggulangan awal
dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar mengurangi resiko yang lebih besar.

Resiko lebih fatal yang perlu diketahui adalah kematian. Peristiwa yang sering terjadi pada klien
dibagi dalam 3 periode waktu sebagai berikut :

1. Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya ( 50 % ).


Kematian disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan sumsum tulang
belakang bagian atas, kerusakan jantung, aorta serta pembuluh-pembuluh darah besar.
Kebanyakan klien tidak dapat ditolong dan meninggal di tempat.
2. Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam ( 35 % ).
Kematian ini sering kali disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural,
hematopneumotoraks, robekan limpa, laserasi hati, fraktur panggul serta fraktur multiple
dengan resiko besar akibat perdarahan yang masif. Sebagian klien pada tahap ini
dapatdiselamatkan dengan pengetahuan dan penanggulangan trauma yang memadai.
3. Kematian setelah beberapa hari sampai beberapa minggu setelahtrauma ( 15 % ).
Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan beberapa organ atau sepsis. Peran
perawat dalam membantu mengurangi resiko tersebut cukup besar. Resiko
kegagalan organ dan reaksi sepsis dapar dikurangi secara signifikan dengan asuhan
keperawatan yangkomprehensif. Penanggulangan klien trauma memerlukan peralatan
serta keterampilan khususyang tidak semuanya dapat dilakukan oleh perawat, berhubung
keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki setiap ners bervariasi serta peralatan yang
tersedia kurang memadai.Trauma muskuloskeletal biasanya menyebabkan disfungsi
struktur di sekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya.
Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskeletal adalah kontusio,
strain, sprain dan dislokasi.

1
1.2.Rumusan masalah
1. Apa definisi dari trauma?
2. Apa saja klasifikasi dari trauma?
3. Bagaimana etiologi dari trauma?
4. Bagaimana patofisiologi dari trauma?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari trauma?
6. Apa saja komplikasi dari taruma?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari trauma?
8. Pemeriksaan penunjang apa yang bisa digunakan untuk pasien dengan trauma ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma?

1.3.Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan padapasien dengan trauma.
1.3.2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui dan memahami definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, faktor resiko, tanda dan gejala umum, komplikasi,
penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang dan asuhan keperawatan dari trauma.
1.4.Manfaat
Mahasiswa mampu memberikan pelayanan kesehatan terutama perawatan pada pasien
dengan trauma. Mahasiswa juga dapat melatih soft skill dalam komunikasi pemberian
edukasi terutama penyakit hingga sebagai konselor perawatan pasien dengan tepat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Definisi trauma

 Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma
dengan kata lain disebutinjuryatauwound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau
luka yang biasanya disebabkan oleh tindakantindakan fisik dengan terputusnya
kontinuitas normal suatu struktur. Trauma juga diartikan sebagai suatu kejadian
tidak terduga atau suatu penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu
benda.

 Pengertian trauma murni adalah apabilakorban didiagnosa dengan satu kecederaan pada
salah satu region atau bagian anatomis yang mayor

 Pengertian trauma multiple atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau lebih
kecederaan secara fisikal pada region atau organ tertentu, dimana salah satunya bisa
menyebabkan kematian dan memberi impak pada fisikal, kognitif, psikologik atau
kelainan psikososial dan disabilitas fungsional. Trauma kepala paling banyak
dicatatpada pasien politrauma dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti
amputasi, kelainan pendengaran dan penglihatan, posttraumatic stress syndrome dan
kondisi kelainan jiwa yang lain (veterans health administration transmittal sheet)

2.2.Klasifikasi trauma

2.2.1. Trauma servikal, batang otak dan tulang belakang


Trauma yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat yang tinggi serta pada
aktivitas olahraga yang berbahaya boleh menyebabkan cedera pada beberapa bagian
ini. Antara kemungkinan kecederaan yang bisa timbul adalah seperti berikut:
 Kerusakan pada tulang servikal c1 c7 cedera pada c3 bisa menyebabkan pasien apnu.
Cedera dari c4c6 bisa menyebabkan pasien kuadriplegi, paralisis
hipotonus tungkai atas dan bawah serta syok batang otak.
 Fraktur hangman terjadi apabila terdapat fraktur hiperekstensi yang bilateral pada
tapak tulang servikal c2.
 Tulang belakang torak dan lumbar bisa diakibatkan oleh cedera kompresi dan
cedera dislokasi.
 Spondilosis servikal juga dapat terjadi.
 Cedera ekstensi yaitu cedera „whiplash‟ terjadi apabila berlaku ekstensi pada
tulang servikal.
2.2.2. Trauma toraks
Trauma toraks bisa terbagi kepada duayaitu cedera dinding toraks dan cedera paru.
Acedera dinding torak seperti berikut:
 Patah tulang rusuk.
 Cedera pada sternum atau „steering wheel‟.

3
 Flail chest.
 Open „sucking‟ pneumothorax.

B.cedera pada paru adalah seperti berikut:


 Pneumotoraks.
 hematorak.
 subcutaneous(sq) dan mediastinal emphysema.
 kontusio pulmonal.
 hematom pulmonal.
 emboli paru.

2.2.3. Trauma abdominal


Trauma abdominal terjadi apabila berlaku cedera pada bagian organ dalam dan
bagian luar abdominal yaitu seperti berikut:
 Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kanan abdomen adalah seperti cedera
Pada organ hati, pundi empedu, traktus biliar, duodenum dan ginjal kanan.
 Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kiri abdomen adalah seperti cedera
pada organlimpa, lambung dan ginjal kiri.
 Kecederaan pada kuadran bawah abdomen adalah cedera pada salur ureter, salur
uretral anterior dan posterior, kolon dan rektum.
 Kecederaan juga bisa terjadi pada organ genital yang terbagi dua yaitu cedera
Penis dan skrotum.

2.2.4. Tungkai atas


Trauma tungkai atas adalah apabila berlaku benturan hingga menyebabkan cedera
dan putus ekstrimitas. Cedera bisa terjadi dari tulang bahu, lengan atas, siku,
lengan bawah, pergelangan tangan, jarijari tangan serta ibu jari.

2.2.5. Tungkai bawah


Kecederaan yang paling sering adalah fraktur tulang pelvik. Cedera pada bagian
lain ekstrimitas bawah seperti patah tulang femur, lutut atau patella, ke arah distal
lagi yaitu fraktur tibia, fraktur fibula, tumit dan telapak kaki

2.3. Etiologi
2.3.1. Trauma kepala
Beberapa etiologi cedera kepala (yessie dan andra, 2013):
1. Trauma tajam trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan
cedera lokal. Kerusakan local meliputi contusion serebral, hematom serebral, kerusakan
otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma tumpul trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi):
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk, yaitu cedera akson,

4
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar pada hemisfer serebral, batang
otak atau kedua-duanya.
2.3.2. Trauma thorax
 Tension pneumothorax- trauma dada pada selang dada
 Penggunaan terapi ventilasi mekanik yang berlebih
 Penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan
 Pneumothorax tertutup tusukan pada paru oleh patahan tulung iga ,
ruptur oleh vesikel flaksid yang terjadi sebagai sequel dari ppom

2.3.3 Trauma abdominal

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul. Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam


rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan
fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga,
benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50%
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus. Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga


peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau
luka tembak..

2.4. Patofisiologi trauma


2.4.1. Trauma kepala
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau kecelakaan dapat
menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer adalah cedera otak yang terjadi
segera setelah trauma. Cedera kepala primer dapat menyebabkan kontusio dan
laserasi. Cedera kepala ini dapat berlanjut menjadi cedera sekunder. Akibat trauma
terjadi peningkatan kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gangguan
autoregulasi. Penurunan aliran darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen
ke otak dan terjadi gangguan metabolisme dan perfusi otak. Peningkatan rangsangan
simpatis menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler sistematik dan peningkatan
tekanan darah. Penurunan tekanan pembuluh darah di daerah pulmonal
mengakibatkan peningkatan tekanan hidrolistik sehingga terjadi kebocoran cairan
kapiler. Trauma kepala dapat menyebabkan odeme dan hematoma pada serebral
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan
mengeluhkan pusing serta nyeri hebat pada daerah kepala (padila, 2012).

2.4.2. Trauma thoraks


Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding
thorax juga seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupunter
buka. Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan flail chest yaitusuatu
kondisi dimana segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengankeseluruhan
dinding dada.Keadaan tersebut terjadi karena fraktur
igamultipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adany

5
asemen fail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan
pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadises
uai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yangserius.
Sedangkan trauma dada/ thorax dengan benda tajam seringkali berdampaklebih
buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Bendatajam dapat
langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan
merobek pembuluh darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisitu
sukannya. Kondisi ini menyebabkan perdaharan pada rongga dada(hemothorax), dan
jika berlangsung lama akan menyebabkan peningkatantekanan didalam rongga baik
rongga thorax maupun rongga pleura jikatertembus. Kemudian dampak negatif akan
terus meningkat secara progresifdalam waktu yang relatif singkat seperti
pneumothorax penurunan ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga
gagal nafas dan jantung. Adapungambaran proses perjalanan patofisiologi lebih
lanjut dapat dilihat pada skema.

2.4.3 Trauma abdominal


Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan
dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan
dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal
tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa
mekanisme:
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae
atau struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek
pada organ dan pedikel vaskuler.

2.5. Maninfestasi klinis trauma.

2.5.1. Trauma kepala

Manifestasi klinis spesifik :

1. Gangguan otak a. Comosio cerebri (gegar otak) 1) tidak sadar 10 menit, jika area
yang terkena luas dapat berlangsung >2-3 hari setelah cedera 12 7) muntah-muntah 8)
amnesia 9) ada tanda-tanda defisit neurologis

2. Perdarahan epidural (hematoma epidural) a. Suatu akumulasi darah pada ruang tulang
tengkorak bagian dalam dan meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri
meningeal b. Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari kacau
mental sampai koma c. Peningkatan tik yang mengakibatkan gangguan pernafasan,

6
bradikardi, penurunan ttv d. Herniasi otak yang menimbulkan : dilatasi pupil dan reaksi
cahaya hilang a) isokor dan anisokor b) ptosis

3. Hematom subdural a. Akut: gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera
b. Sub akut: gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera c. Kronis: 2 minggu
sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera

4. Hematom intrakranial a. Pengumpulan darah >25 ml dalam parenkim otak b.


Penyebab: fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru, gerakan akselerasi-
deselerasi tiba-tiba 5. Fraktur tengkorak a. Fraktur linier (simple) 1) melibatkan os
temporal dan parietal

2.5.2. Trauma Thorax

 Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.11.


 Ada jejas pada thorak12.
 Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi venaleher13.
 Bunyi muffle pada jantung14.
 Perfusi jaringan tidak adekuat15.
 Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi
dengan pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung
2.5.3 Trauma Abdominal

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat
(1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam,
anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan

2.6. Komplikasi

2.6.1. Trauma kepala

Beberapa komplikasi dari cedera kepala (andra dan yessie, 2013):


1. Epilepsi pasca cedera epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang
terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala.
Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera.
2. Afasia afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena
terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami
atau mengekspresikan kata-kata. Bagian kepala yang mengendalikan fungsi
bahasa adala lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di
sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke,
tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi
bahasa.

7
3. Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan
ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya
disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus frontalis. Pengobatan
ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan
fungsi otak.
4. Agnosis merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan
merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau
fungsi normal dari benda tersebut.
5. Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat
peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu.
Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.
6. Fistel karotis-kavernosus ditandai dengan trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan
briit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
7. Diabetes insipidus disebabkan karena kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien mengekskresikan
sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia, dan deplesi
volume.
8. Kejang pasca trauma dapat terjadi (dalam 24 jm pertama), dini (minggu pertama)
atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi
untuk kejang lanjut, kejang dini menunjukkan risiko yang meningkat untuk
kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulasan.
2.6.2 Trauma abdomen
Menurut smaltzer (2002), komplikasi dari trauma abdomen adalah :
 Hemoragi
 Syok
 Cedera
 Infeksi
2.6.3 Trauma thorax

2.7. Penatalaksanaan Medis


2.77.1. Trauma kepala
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai berikut (Manurung, 2018):
a. Keperawatan 1) Observasi 24 jam 2) Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan
terlebih dahulu. Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan
infus dextrose 5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak 3) Berikan terapi intravena bila ada indikasi 4) Pada
anak diistirahatkan atau tirah baring
b. Medis Terapi obat-obatan

8
 Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma
 Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu mannitol 20 % atau glukosa
40 % atau gliserol 10 %
 Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol
 Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar, hematom sub dural, cedera
kepala terbuka, fraktur impresi >1 diplo)
c. Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT Scan dan MRI (Satyanegara,
2010)

2.7.2. Trauma thorax


Penatalaksanaan trauma dada kurang lebih masih sama dengan trauma yang lain.
Berikut ini tindakan (pengkajian dan intervensi) yang diprioritaskan pada pasien
dengan trauma dada.

Airway
1. Pengkajian
 Apakah jalan napas paten atau terganggu.
2. Intervensi
 Buka jalan napas dengan teknik jaw thrust
 Bersihkan obstruksi: muntahan, gigi, darah, lidah, sekresi, atau benda asing
lainnya.
Breathing
1. Pengkajian
 Kaji usaha bernapas: frekuensi, kedalaman, pola napas, penggunaan otot bantu
napas.
 Pergerakan dada paradoksal atau tidak simetris (fail chest)
 Adanya luka (pada kasus open pneuomothorax)
 Hiperekspansi (pada kasus tension pneumothorax)
 Adanya udara di subkutan (kerusakan pada trakea atau brokial)
 Suara napas tidak sama menunjukkan adanya kesalahan tempat pemasangan pipa
endotrakeal, pneumotoraks, hemotoraks, cedera paru, sumbatan benda asing. Suara
tambahan seperti wheezing, stridor, crakel. Bising usus pada dada menujukkan adanya
ruptur diafragma.
 Saturasi oksigen: oksimetri nadi.
 Ventilasi: monitoring end-tidal CO2
2. Intervensi
 Berikan oksigen tambahan melalui nonrevreathing mask atau pipa endotrakeal.
 Bantu ventilasi menggunakan bag valve mask (BVM), ventilator mekanik.
 Tutup lula terbuka (pada kasus open penumothorax)
 Masukan chest tube (pada kasus penumotraks, hemotoraks)
 Ambil sampel darah arteri untuk analisis gas darah.

9
Circulation
1. Pengkajian
 Nadi: ada atau tidak, lemah, kuat, cepat, lambat.
 Kulit: wara, suhu, kelembapan, pengisian kapiler
 Irama Jantung/suara jantung: bersih dan jelas, murmur, menjauh, S3, atau S4
 Tekanan darah dan tekanan nadi di kedua ekstremitas atas (aortic disruption).
2. Intervensi
 Masukan dua jalur besar kateter intravena (14 atau 16 gaude)
 Masukan cairan infus hangat, cairan kristaloid isotonik seperti ringer laktat atau
22normal saline.
 Transfusi komponen darah jika diperlukan: packed red blood cells atau produk
darah lainnya.
 Lakukan perikardiosentesis untuk kondisi tomponade jantung.
 Lakukan kompresi dada jika henti jantung.
 Lakukan torakotomi darurat dan kompresi internal pada jantung pada kasus
penetrating trauma arrest.
Disability
1. Pengkajian
 Tingkat kesadaran
 Keluhan: nyeri, sesak, mati rasa
 Trauma leher
 Fungsi sensori dan motorik kasar
2. Intervensi:
 Lakukan stabilisasi tulang belakang
 Periksa radiografi tulang belakang

2.7.2 Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%,


pneumotoraks 5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum
20%. Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang berat
akanmenjadi ARDS. Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam
decadeterakhir, ARDS masih merupakan salah satu komplikasi trauma toraks
yang sangat serius dengan angka kematian 20-43% (Nugroho, 2015).
a. Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks
yangpaling sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding
toraks,perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada
kulit,subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta.
b. Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung
maupuntidak langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah
nyeri, yang meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat
bergerak.
c. Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang
berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah
kostokondral.
d. Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering
kalidisertai dengan fraktur kosta multipel.

10
e. Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
f. Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada
trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba -
tiba menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat
menyebabkan rupture alveolus..Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks
adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu

2.7.3. Trauma abdominal


Menurut ( Nugroho, 2016)
 Pemberian antibiotik, untuk mencegah infeksi
 Abdominal paracentis, untuk menentukan adanya pendarahan dalam rongga
peritoneum
 Pemeriksaan laparoskopi, untuk mengetahui penyebab abdomen akut
 Pemasangan NGT
 Laparotomi

2.8. Pemeriksaan penunjang


2.8.1. Trauma Kepala
g. Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami
gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah cedera, adanya tanda fisik
eksternal yang menunjukkan fraktur pada basis cranii fraktur fasialis, atau tanda
neurologis fokal lainnya. Fraktur kranium pada regio temporoparietal pada pasien
yang tidak sadar menunjukkan kemungkinan hematom ekstradural, yang
disebabkan oleh robekan arteri meningea media (Ginsberg, 2007).
h. CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau
jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan, kejang, atau tanda
neurologis fokal (Ginsberg, 2007). CT scan dapat digunakan untuk melihat letak
lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan
hematom subdural (Pierce & Neil, 2014).
2.8.2. Trauma thorak
a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
b. Diagnosis fisik :a). Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc)
terapsimtomatik,observasi. b). Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedan
g (300cc)drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk
melakukandrainase dengan continues suction unit
c. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali
harusdipertimbangkan thorakotomid). Pada hematotoraks yang massif (terdapat
perdarahan melalui drainlebih dari 800 cc segera thorakotomi.2.2
d. Terapi
e. Antibiotika
f. Analgetikac.

11
g. Expectorant.
h. Komplikasia.
i. tension penumototrax
j. penumotoraks bilateralc.
k. emfiema

2.8.3. Trauma abdominal

Menurut (Rini, dkk,2019) :

 Foto thoraks
 CT scan
 Pemeriksaan darah rutin
 Pemeriksaan plain abdomen foto tegak
 Pemeriksaan urine rutin
 Pemeriksaan VP (intravenous pyelogram)
 Pemeriksaan diagnostic peritonecal lavage
 Pemeriksaan ultrasonografi
 Asuhan keperawatan

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan trauma kepala


3.1.1 Pengkajian
 Identitas pasien
Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
golongan darah, pendidikan terakhir agama, suku, status perkawinan, pekerjaan,
TB/BB, alamat.
 Identitas penanggung jawab
Berisikan biodata penanggung jawab pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
 Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan,
tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat
kesadaran (Muttaqin, A. 2008). Biasanya klien akan mengalami penurunan
kesadaran dan adanya benturan serta pendarahan pada bagian kepala klien yang
disebabkan oleh kecelakaan ataupun tindakan kejahatan.

 Riwayat kesehatan

 Riwayat kesehatan sekarang

Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS ˂15), letargi, mual dan
muntah, sakit kepala, wajah tiidak simetris, lemah, paralysis, pendarahan,
fraktrur, hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar
kejadian, tidak bisa beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap dan
mencium bau, sulit mencerna/menelan makanan.

 Riwayat kesehatan dahulu

Beriskan data pasien pernah mengalami penyakit system persyarafan,


riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah, riwayat penyakit
sistematik/pernafasan cardiovaskuler, riwayat hipertensi, riwayat cidera
kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
dan konsumsi alkohol (Muttaqin, A. 2008)

 Riwayat kesehatan keluarga

Berisi data ada tidaknya riwayat penyakit menular seperti hipertensi,


diabetes melitus, dan lain sebagainya.

13
 Pemeriksaan fisik

 Tingkat kesadaran
Kuantitatif dengan GCS (Glasgow Coma Scale)

Penilaian GCS

NO KOMPONEN NILAI HASIL


1. Verbal 1 Hasil berespon
2 Suara tidak dapat dimegerti
3 Ritihan
4 Bicara ngawur/tidak nyambung
5 Bicara membingungkan
Orientasi baik
2. Motorik 1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menghindari area nyeri
5 Melokasasi nyeri
6 Ikut perintah
3. Reaksi membuka 1 Tidak berespon
mata (eye) 2 Dengan rangsangan nyeri
3 Dengan perintah (sentuh)
4 Spontan

Kualitatif
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15 - 14.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh,
nilai GCS: 13 - 12.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal, nilai GCS: 11-10.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal,
nilai GCS: 9 – 7.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak adarespon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada responkornea maupun

14
reflek muntah, mungkin juga tidak adarespon pupil terhadap
cahaya), nilai GCS: ≤ 3 (Satyanegara.2010)

 Fungsi motorik
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut iniyang
digunakan secara internasional:

Kekuatan otot
Respon Skala
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang, Bisa terangkat, bisa melawangravitasi, 4
namun tidak mampu melawan tahananpemeriksa, gerakan
tidak terkoordinasi
Kelemahan berat, Terangkat sedikit < 45°, tidakmampu 3
melawan gravitasi
Kelemahan berat, dapat digerakkan, mamputerangkat 2
sedikit
Gerakan trace/ Tidak dapat digerakkan, tonus ototada 1
Tidak ada gerakan 0

Biasanya klien yang mengalami cedera kepala kekuatan ototnyaberkisar


antar 0 sampai 4 tergantung tingkat keparahan cederakepala yang dialami
klien.

3.1.2 Contoh kasus asuhan keperawatan trauma kepala

Tn. W (28 tahun) dibawa ke IGD RSUD Sukamaju pada tanggal 14 Februari
2016 pukul 19.30 WIB akibat kecelakaan lalu lintas, pasien mengalami penurunan
kesadaran. Hasil pengkajian terdapat pendarahan aktif telinga kanan, hematoma
pada kepala kanan atas ukuran 3x3 cm, hematoma pada alis kiri ukran 4x5 cm +
luka robek ukuran 2x1 cm, lecet pada pipi kiri ukuran 1x1 cm, penrahan dari
hidung. Tanda – tanda vital, Nadi : 104 x/menit, Temp : 38°C, RR : 29 x/menit,
TD : 100/60 mmHg. GCS = E : 2 V : 2 M :3 (GCS=7). Hasil CT Scan
menunjukkan Sub Dural Hematoma (SDH) dextra, Fraktur maxilla sinistra.

15
3.2 Asuhan Keperawatan trauma thorax
3.2.1 Pengkajian
 Identitas
 Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomer register, diagnosa medik, alamat,
semua data mengenai identitas klien tersebut untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
 Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat..

 Riwayat kesehatan
 Umur : sering terjadi usia 18-30 tahun
 Keluhan utama:
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada dada dan gangguan
bernafas.
 Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama mellaui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien, quality atau kualitas
(Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri/gatal menjalar kemana, safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
 Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah dirawat
sebelumnya
 Alergi terhadap obat, makanan tertentu
 Pengobata tertentu
 Pengalaman pembedahan

 Pemeriksaan fisik
1. B1:
 Sesak nafas
 Nyeri, batuk-batuk
 Terdapat retraksi klavikula/dada
 Pengembangan paru tidak simeteris
 Fremitus menurun dibandingkan dengan dengan sisi yang lain
 Adanya suara sonor/hipersonor/timpani
 Bising nafas yang berkurang/menghilang
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
 Gerakan dada tidak sama waktu bernafas

16
2. B2:
 Nyeri dada meningkat karena pernafasan dan batuk
 Takhikardia, lemah
 Pucat, Hb turun/normal
 Hipotensi
3. B3:
 Tidak ada kelainan
4. B4 :
 Tidak ada kelainan
5. B5:
 Tidak ada kelainan
6. B6 :
 Kemampuan sendi terbatas
 Ada bekas luka tusukan benda tajam
 Terdapat kelemahan
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kritipasi sub kutan

3.2.2 Contoh kasus asuhan keperawatan trauma thorax


Tn. D (30 tahun) dibawa penolong dan keluarganya ke rumah sakit
M.Yunus bengkulu pada tanggal 01 Januari 2019 karena mengalami kecelakaan
bermobil. Dari pengkajian pasien mengalami penurunan kesadaran. Penolong
mengatakan dada korban membentur stir mobil, setelah kecelakaan pasien muntah
darah lalu kemudian pasien tidak sadar. Keaadaan pasien saat di IGD klien
mengalami penurunan kesadaran, napas cepat dan dangkal, auskultasi suara napas
ronchi, dan pasien ngorok. Terdapat bengkak dan jejas di dada sebelah kiri.
Hasil pemeriksaan GCS 8(E2V2M4) kesadaran sopor, hasil pemeriksaan TTV,
TD : 120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 35x/menit, suhu : 38,7oC, akral
teraba dingin, tampak sianosis, penggunaan otot-otot pernapasan, dan napas
cuping hidung.

3.3 Asuhan Keperawatan trauma abdominal


3.3.1 Pengkajian
Dasar pemeriksaan fisik “head to toe” harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian ujung kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah:
 Aktifitas/istirahat
 Data subjektif : pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
 Data obyektif : perubahan kesadaran, masalah dalam keseim bagan
cidera (trauma).
 Sirkulasi
 Data obyektif : kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola nafas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll)

17
 Integritas ego
 Data subjektif : perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang dan
dramatis )
 Data obyektif : cemas, bingung, depresi
 Eliminasi
 Data subjektif : inkontenisia kadung kemih/ usus atau mengalami
gangguan fungsi
 Makanan dan cairan
 Data sunjektif : mual, muntah dan mengalami perubahan selera makan
 Data obyektif : mengalami distensi abdomen
 Neurosensori
 Data subjektif : kehilangan kesadaran sementara, vertigo
 Data obyektif : perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
 Nyeri dan kenyamanan
 Data subjektif : sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama
 Data obyektif : wajah meringis, gelisah, merintih
 Pernafasan
 Data subjektif : perubahan pola nafas
 Keamanan
 Data sukjektif : trauma baru/trauma karena kecelakaan
 Data obyektif : dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak

3.3.2 Contoh kasus asuhan keperawatan trauma abdomen


Tn D, 33 tahun mengalami kecelakaan, mobilnya menabrak truk yang sedang
berhenti. Saat itu ia tidak menggunakan sabuk keselamatan. Dadanya membentur
stir mobil. Tn D dibawa ambulance ke IGD RS. Kita Senang. Saat dikaji Tn. D
mengeluh sesak, nyeri saat bernafas, tampak laserasi dan lebam pada dada, lebam
lebih hitam diarea kanan, pergerakan dada kanan tertinggal dari kiri sehingga
gerakan dada tidak simetris. Pada auskultasi dada kanan lebih redup dari dada
kiri. Tampak fraktur iga ke 6- 8 dengan hematopneumothoraks kanan. Diputuskan
pemasangan Water Seal Drainage, menggunakan sistem 3 botol.

18
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trauma diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu penyebab sakit,
karena kontak yang keras dengan suatu benda. Trauma dapat diklasifikasikan menjadi
Trauma servikal, batang otak dan tulang belakang, trauma thorak, trauma abdominal,
trauma tungkai atas dan trauma tungkai bawah. Asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami trauma merupakan bentuk asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis,
spiritual dan 19ystem dalam proporsi yang cukup besar ke seluruh aspek tersebut perlu
benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.. Manajemen keperawatan harus benar-benar
ditegagkkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi
perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi
4.2.1 Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan kondisi fisik
seorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami hambatan. Maka
menjaga kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting
mengingat betapa berpengaruhnya 19ystem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup
serta aktifitas seseorang.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://adoc.pub/queue/12trauma-murni-2-trauma-murni-adalah-apabila-korban-
didiagno.html
https://www.researchgate.net/publication/330357547_ASKEP_TRAUMA_THORAKS_HE
MATHORAKS
https://www.academia.edu/42320542/TRAUMA_ABDOMEN
https://dokumen.tips/documents/patofisiologi-trauma-ekstremitas.html?page=1
http://repository.unimus.ac.id/2259/3/BAB%20II.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai