Anda di halaman 1dari 11

Fakultas Kedokteran

Universitas Cenderawasih
Jayapura 2018

Flail Chest pada pasien politrauma: Oleh


managemen dan tatalaksana - Astra Nova Parumpa, S.Ked
Indah Ayu Lestari,s.Ked
laporan kasus Yoel Wonorenggo , S.Ked

Pembimbing : dr. Astuti Tamher, Sp.Rad


Abstrak
• Manajemen pasien polytrauma adalah persoalan yang membutuhkan
pendekatan multidisipliner, dalam mengoptimalkan hasil akhir pasien.
• Tujuan dari studi ini adalah untuk menunjukkan pendekatan dalam
pengobatan seorang pasien dengan polytrauma yang mengancam jiwa berat,
termasuk pendekatan kesehatan perorangan dengan hasil positif setelah
perawatan awal yang tidak memadai
• Pasien memiliki cedera pada rongga dada, perut dan tangan kanan.
• Diagnosis ruptur hepar dengan conquasation dan hematoma retroperitoneal
dan pasien mengalami tamponade hepar.
Pengantar
• Manajemen pasien polytrauma adalah persoalan yang membutuhkan pendekatan
multidisipliner, dalam mengoptimalkan hasil akhir pasien.

• Laporan kasus
Pasien laki-laki, usia 20 tahun kecelakaan lalu lintas 100/65 mm Hg Hr 110 / menit
(SpO2) 99%. (GCS) adalah 7, Injury Severity Score (ISS) adalah 50
Diagnosis ruptur hepar dengan conquasation, hematoma retroperitoneal dan pasien
mengalami tamponade hepar dengan 6 kompresi abdomen;
Lanjutan

• Computed tomografi (CT) scan endocranium menunjukkan gambaran normal.


• CT scan thorax menunjukkan fraktur costa pada kedua sisi dengan haematothorax masif sisi kanan trauma,
sisi kiri trauma mengalami pneumotoraks dan kontusio masif pada kedua sisi paru-paru (Gambar 1).

Gambar 1. Computed tomography scan thorax menunjuakan fraktur costa serial di kedua sisi thorax
dengan trauma masif kanan, pneumotorax trauma kiri dan kontusio paru masif di kedua sisi.
scan
perselubungan
perihepatic

Gambar 2. Gambaran Computed tomography scan perselubungan perihepatic setelah operasi pertama

• CT abdomen menunjukkan: morfologi hepar wiped out di bagian posterior, bentuk tidak jelas dengan
conquased tissue (sebagian hepar adalah struktur heterogen tetapi morfologi yang jelas);
• kompresi membuat tamponade yang cukup (Gambar 2); ruptur ginjal kanan dengan pembentukan
hematoma retroperitoneal; Sejumlah perdarahan yang lebih besar mengisi intraperitoneal
• Klinis ortopedi dan pemeriksaan radiografi thopaedic menunjukkan fraktur humerus kanan

Gambar 3. Fraktur Humerus Dextra.


• Drainase rongga pleura kanan telah dilakukan, dan dievakuasi sekitar 3.000 mL hasil
perdarahan; drainase dari rongga pleura kiri dilakukan evakuasi udara dan didapatkan darah
sekitar 200 mL

Gambar 4. Drainase pada kedua rongga, sisi kanan hemothorax dan sisi kiri Gambar 5. Reekspansi menyeluruh pada paru memperlihatkan
pneumothorax adanya lesi kontusio.
Diskusi

• Diagnostik CT menyediakan identifikasi dan penilaian organ yang cedera dan kuantifikasi
cairan atau darah di rongga.
• Hal ini memungkinkan perawatan non-bedah dari pasien yang stabil, sehingga mengurangi
tingkat nonterapi operatif .
• Meskipun trauma toraks menempati sekitar 10% hingga 15% dari semua trauma, angka
kematian trauma toraks sangat tinggi, diperkirakan 25%.
• Fraktur costa adalah yang paling sering terjadi pada trauma toraks 11, tetapi hanya 6% hingga
12% dari pasien trauma mengeluh hanya patah tulang rusuk - hal ini biasa terjadi pasien
trauma yang mengalami cedera organ lainnya
Diskusi

Penanganan saat ini cedera dinding thorax berat seperti flail


chest menyebabkan :
• ketidakstabilan dinding dada dengan pernapasan paradoksal
disertai hipoventilasi, gangguan konsentrasi gas darah arteri
(ABG) dan insufisiensi pernapasan.
• termasuk: manajemen non-bedah melalui intubasi dan ventilasi
tekanan positif intermiten (internal pneumatic splint), analgesia,
pulmonary toilet, dan fisioterapi thorax
Kesimpulan

• Manajemen setiap pasien polytrauma berdasarkan pada panduan praktik klinis yang baik,
• Meskipun dimodifikasi spesifik dari pendekatan diperlukan karena beratnya cedera dan
tingkat kerusakan sistem organ
• Seperti yang ditunjukkan pada kasus dalam perawatan pasien dan secara menyeluruh
dijelaskan dalam laporan.
• Trauma sebaiknya dikelola oleh tim penanganan.
• Primary survey dan secondary survey adalah kunci untuk mengidentifikasi cedera yang
mengancam jiwa dan untuk memberikan perawatan yang memadai.
• Sekali cedera yang mengancam nyawa ditemukan, intervensi tidak boleh ditunda.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai