Anda di halaman 1dari 24

OBSTRUCTIVE JAUNDICE

Oleh :
dr. Abdul Gani
Pembimbing :
Prof. Dr. BURHANUDDIN NASUTION, SpPK-KN,
FISH

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK


FK USU / RS H.A.M MEDAN
SUBDIVISI KIMIA KLINIk
2012

OBSTRUCTIVE JAUNDICE
Pendahuluan
Munculnya jaundice pada pasien adalah sebuah kejadian yang
dramatis secara visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit
penting, meskipun hasil akhir jangka panjang bergantung pada penyebab
yang mendasari jaundice. Jaundice adalah gambaran fisik sehubungan
dengan gangguan metabolism bilirubin. Kondisi ini biasanya berhubungan
dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah
dan pencitraan, memberikan perbaikan lebih lanjut pada diagnose
banding. Umumnya jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi
bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya membutuhkan intervensi
bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan (10,11)
Icterus atau Jaundice adalah menguningnya sklera, kulit atau
jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam darah. Kadar normal
bilirubin total di dalam darah adalah <1 mg/dl. Icterus terjadi apabila kadar
bilirubin total di dalam darah mencapai 2 mg/dl. 10,11
Penyebab icterus ada 3 jenis, yaitu: icterus prahepatik, icterus
pascahepatik (obstruktit) dan icterus hepatoseluler (hepatic).
Obstructive jaundice adalah suatu keadaan jaundice yang
disebabkan

oleh

karena

adanya

sumbatan

pada

empedu

dan

salurannya.10,11
Obstructive jaundice dapat disebabkan oleh beberapa keadaan,
diantaranya adalah adanya batu empedu (gall stone), atresia, struktura
dan tumor pada diluar yang menekan duktus biliaris (misalnya tumor caput
pancreas).10,11
Metabolisme Bilirubin1.5.7.8,9.10,11
Bilirubin adalah produk akhir dari haem, yang berasal dari
pemecahan haemoglobin (80-85%) dan sekitar 15-20% dari yang bukan

haemoglobin seperti myoglobin, catalase dan cytochromes. Lebih kurang


35 gr haemoglobin dipecahkan setiap hari dan lebih kurang 300 mg
bilirubin

dibentuk

dimana

proses

produksinya

terjadi

di

sel-sel

retikuloendotelial.
Enzim yang mengubah haem menjadi biliverdin adalah microsomal
haem oxygenase dimana disini dibutuhkan adanya oksigen dan NADPH.
Selanjutnya biliverdin akan diubah menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin
reductase.
Bilirubin yang terbentuk ini akan berikatan dengan albumin dan
disebut sebagai unconjugated bilirubin (Indirect bilirubin). Beberapa zat
seperti asam-asam lemak dan anion organik akan mengganggu ikatan
antara bilirubin dan albumin, sehingga obat-obatan seperti sulphonamide
dan salicylate akan memberikan jalan kepada bilirubin untuk memasuki
otak pada neonatus dan meningkatkan resiko terjadinya kemicterus.
Selanjutnya unconjugated bilirubin yang bersifat larut dalam lemak
ini ketika tiba pada permukaan sel-sel hati akan mengalami metabolisme
melalui 3 tahap yaitu pengambilan oleh sel-sel hati, konjugasi dan sekresi
ke dalam saluran empedu. Di dalam sel hati, ikatan albumin dan bilirubin
akan dipecah dan bilirubin akan diikat oleh protein sitoplasma ligandin.
Unconjugated bilirubin selanjutnya akan dikonjugasi dengan asam
glukuronat oleh enzim glucuronyl transferase menjadi conjugated bilirubin
(direct

bilirubin)

yang

larut

dalam

air. Akhir

proses

ini

adalah

dikeluarkannya conjugated bilirubin ke dalam saluran empedu.


Bakteri usus normal akan mereduksi conjugated bilirubin menjadi
serangkaian senyawa yang disebut sterkobilinogen atau urobilinogen. Zatzat ini menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10 sampai 20.%
urobilinogen akan direabsorpsi di usus halus dan akhirnya mengalami
siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urine.

Patogenesa lkterus8,10
Ikterus timbul melalui satu atau lebih mekanisme dibawah ini
1. Peningkatan produksi bilirubin
2. Penurunan pengambilan oleh sel-sel hati
3. Penurunan konjugasi di hati
4. Penurunan ekskresi bilirubin
Hiperbilirubinemia yang terjadi pada 3 mekanisme diatas umumnya
adalah unconjugated hyperbifirubinemia, sedangkan pada mekanisme
terakhir umumnya adalah conjugated hyperbilirubinemia. Suatu tes
sederhana untuk membedakan keduanya adalah dengan memeriksa
apakah bilirubin ada atau tidak di dalam air seni. Bila bilirubin ada di
dalam air seni maka bilirubin tersebut adalah conjugated bilirubin.
Penyakit
merupakan

hemolitik

penyebab

atau

tersering

peningkatan
dari

laju

destruksi

pembentukan

eritrosit

bilirubin

yang

berlebihan. lkterus yang timbul disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan


transfer pigmen empedu berlangsung normal tetapi suplai bilirubin tak
terkonjugasi lebih besar dari kemampuan hati. Akibatnya, kadar bilirubin
tak terkonjugasi akan meningkat. Akan tetapi kadar bilirubin serum jarang
melebihi 5 mg/dl pada penderita hemolitik berat dan ikterusnya ringan.
Disini terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen yang selanjutnya
mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feces dan urine (urine dan
feces berwarna gelap). Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin
berlebihan yang berlangsung kronis dapat menyebabkan terbentuknya
batu empedu yang terutama mengandung bilirubin.
Ambilan bilirubin tak terkonjugasi terikat albumin oleh sel hati
dilakukan dengan memisahkan dan mengikatkan bilirubin terhadap protein
penerima. Ada beberapa obat yang telah terbukti berpengaruh dalam
ambilan bilirubin oleh hati yaitu sulphonamide, asam flavaspidat, dan
novobiosin. Dahulu ikterus neonatus dan beberapa kasus sindroma
Gilbert dianggap disebabkan oleh defisiensi protein penerima dan
gangguan ambilan oleh hati. Namun pada sebagian besar kasus

ditemukan adanya defisiensi glukoronil transferase, sehingga keadaan ini


paling baik dianggap sebagai defek konjugasi bilirubin.
Gangguan Konjugasi di hati, sering terjadi akibat defisiensi enzim,
glukoronil transferase. Gangguan herediter yang menyebabkan defisiensi
enzim glukoronil transferase adalah sindroma Gilbert dan sindroma
Crigler-Najjar tipe I dan tipe II. Karena konjugasi terganggu maka
pembentukkan bilirubin terkonjugasi juga akan terganggu sehingga kadar
bilirubin tak terkonjugasi dalam serum meningkat dan umumnya >20 mg/dl
dimana bilirubin diendapkan pada basal ganglia otak yang kaya akan
lemak

dan

akhirnya

menyebabkan

kerusakan

otak).

Sedangkan

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang bersifat sementara pada neonatus


diduga oleh karena belum matangnya enzim gluikoronil transferee di hati.
Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor
fungsional

maupun

obstruktif,

terutama

menyebabkan

terjadinya

hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut dalam


air

sehingga

dapat

dikeluarkan

melalui

urine

dan

menimbulkan

bilirubinuria. Urobilingen pada feces dan urine berkurang sehingga feces


berwarna pucat ikterus yang terjadi biasanya lebih kuning dibandingkan
akibat hiperbilirunemia tak terkonjugasi. Perubahan ini merupakan bukti
adanya Werus kolestatik yang merupakan Hama lain Werus obstruktif.
Kolestatisdapat bersifat intro hepatic (mengenai sel hati, kanalikuli) atau
extra hepatic (mengenai saluran empedu diluar hati). Penyebab tersering
kolestatis intra hepatic adalah penyakit hepatoseluler dimana sel parenkim
hati mengalami kerusakan akibat infeksi virus dan berbagai jenis sirosis.
Pada penyakit ini terjadi pembengkakan dan di organisasi sel-sel hati
sehingga

menekan

dan

menghambat

kanalikuli.

Pada

penyakit

hepatoseluler umumnya semua fase metabolisme bilirubin terganggu,


tetapi yang lebih menonjol adalah gangguan ekskresinya. Pada kolestatis
ekstra hepatik penyebab tersering adalah batu empedu.

Klasifikasi Jaundice10,11
Secara sederhana jaundice diklasifikasikan ke dalam 3 tips, yaitu:
1. Pre-hepatic (haemolytic)
2. Hepatic (hepatocellular)
3. Post-hepatic (obstructive = cholestatic)
Etiologi Jaundice11
Pre-hepatic jaundice terjadi karena adanya pemecahan eritrosit
yang berlebihan. Disini terjadi peningkatan indirect bilirubin, sehingga hati
yang normal tidak mampu mengubah seluruhnya menjadi direct bilirubin.
Penyebabnya:
1. Di dalam eritrosit : Thalassaemia mayor, Sicle cell disease
2. Pada dindinq'Leritrosit: Hereditary spherocytosis, G-6-PD deficiency
yang berhubungan dengan obat-obatan seperti aspirin, sulphonamide
dan anti malaria.
3. Di luar eritrosit :
-

anemia hemolitik didapat (kelainan autoimun)

infeksi, seperti sepsis dan malaria

trauma fisik, misalnya luka bakar


Hepatic jaundice terjadi karena terjadi kerusakan dari sel-sel hati.

Penyebabnya:
1. Kegagalan pengambilan bilirubin dan konjugasi oleh sel-sel hati,
misalnya:

Rifampisin (mengganggu pengambilan bilirubin)

Novogiosin (mengganggu pengambilan bilirubin)

Kelainan congenital seperti : Gilbert's syndrome dan Crigler Najar


syndrome (defisiensi glucuronyl transferee)

2. Radang hati karena infeksi, misalnya :

Virus : virus hepatitis A, B, C dan lain-lain

Bakteri : septikemia, leptospirosis

Protozoa : amoeba

Pada radang hati karena infeksi, maka tergantung tingkat kerusakan


sel-sel hati. Bila kerusakan hati berat maka terjadi gangguan
pengambilan dan konjugasi yang berat pula. Mungkin juga terjadi
gangguan intra hepatik kolestatis karena terjadi sumbatan pada
kanalikuli akibat pembengkakan sel-sel hati.
3. Radang hati karena obat-obatan (Drug induced hepatitis)
Obat-obatan disini dapat menyebabkan radang hati dengan 2 cara,
yaitu:
a. Bekerja sebagai hepatotoksik, bergantung dosis dengan gambaran
klinik seperti hepatitis virus, misalnya parasetamol, tetrasiklin dan
lain-lain.
b. Bekerja dengan membentuk reaksi idiosinkrasi, tidak bergantung
dosis dengan klinik seperti hepatitis virus, misalnya obat anti
tuberculosis, obat anestesi (halothane) dan Sulphonamide.
4. Kegagalan transportasi dari bilirubin, misalnya pada keadaan:

Kelainan kongenital misalnya pada : Dubin Johnson syndromes

Nodul-nodul sirosis.
Post hepatic atau obstructive jaundice, terjadi karena adanya

sumbatan pada saluran empedu sehingga mengakibatkan gangguan


perjalanan bilirubin ke duodenum. Hal-hal yang dapat menyebabkan hal
ini diantaranya adalah :
1. Batu empedu
2. Tumor
3.

Kompresi dari luar yang menekan duktus biliaris (misalnya : Ca caput


pankreas)
Seringkali adanya sumbatan pada aliran bilirubin disini memerlukan

tindakan bedah sehingga disebut juga sebagai Surgical jaundice.


Batu Empedu3.8
Batu empedu adalah salah satu penyebab dari obstructive jaundice

yang sering dijumpai. Di Amerika prevalensi penyakit ini cukup tinggi,


dengan hasil penelitian dari otopsi memperlihatkan bahwa 20% wanita
dan 8% pria berusia lebih dari 40 tahun mempunyai batu empedu.
Diperkirakan 16-20 juta penduduk Amerika menderita penyakit ini dengan
kasus baru setiap tahunnya kurang lebih 1 juta. Pada suku Indian
prevalensinya dapat mencapai 40-70%.
Di negara berkembang termasuk di Indonesia prevalensi penyakit
ini cenderung meningkat, apalagi dengan berubahnya pola makan serta
adanya perbaikan serene diagnosis, misalnya ultrasonografi.
Tumor Duktus Biliaris dan Ampula Vatery
Kasus adanya tumor jinak pada saluran empedu umumnya jarang
terjadi. Kebanyakan adalah papiloma, adenoma atau kista adenoma yang
menyebabkan obstruksi jaundice. Adenokarsinoma, relatif lebih sering
terjadi dibandingkan tumor lainnya. Pria lebih banyak dibandingkan wanita
(60%) dengan usia antara 50-70 tahun. Gejala penyakitnya seperti gejala
obstruksi jaundice pada umumnya, dengan tambahan adanya penurunan
berat badan yang cepat. Diagnosis biasanya sering dilakukan dengan
cholangiography.
Kompresi dari Luar yang menekan Duktus Biliaris
Sumbatan yang terjadi disini dapat terjadi parsial atau komplit.
Penyebab tersering kompresi yang dapat menyebabkan obstructive
jaundice adalah karsinoma kaput pancreas, tetapi dapat juga disebabkan
oleh limfoma dan metastasis karsinoma lainnya.
Riwayat Penyakit

Riwayat operasi yang pernah diderita sebelumnya, misalnya pernah


dilakukan cholecystectomy, karena ada kecenderungan terjadinya batu
empedu yang baru.

Adanya keluhan dispepsia, intoleransi lemak dan kolik dapat

menimbulkan kecurigaan kita akan adanya batu saluran empedu.

Jaundice yang terjadi setelah operasi traktus biliaris membuat


kecurigaan kita akan adanya striktura dari duktus biliaris, demikian
pula jaundice yang terjadi setelah pengangkatan suatu tumor ganas
yang dapat menimbulkan kecurigaan adanya metastasis dari tumor
ganas tersebut ke hati.

Pada obstruktive jaundice yang disebabkan adanya tumor ganas


mungkin disertai adanya kemunduran kesehatan dan berat badannya.

Cholestatic jaundice berkembang secara perlahan dan sering diikuti


pruritus yang menetap.

Adanya demam bahkan sampai menggigil menunjukkan adanya infeksi


saluran empedu yang juga berhubungan dengan batu empedu dan
striktura duktus biliaris.

Urine yang berwarna gelap dan feces yang pucat menunjukkan


kemungkinan adanya hepato-cellular atau cholestatic jaundice.

Kolik biliaris biasanya terjadi sampai berjam-jam. Bila kolik terjadi


dipunggung dan epigastrium mungkin berhubungan dengan karsinoma
pancreas.

KARSINOMA PANCREAS
Sekitar 60% hingga 70% karsinoma pada organ ini timbul di kaput
pancreas, 5% hingga 10% di korpus, dan 10% hingga 15% di kauda, pada
20% tumor secara difus mengenai seluruh kelenjar. Hampir semua tumor
ini adalah adenokarsinoma yang berasal dari epitel duktus.
Pada karsinoma kaput pancreas, regio ampula mengalami invasi
sehingga aliran keluar empedu terhambat. Juga dapat terjadi ulserasi
tumor ke dalam mukosa duodenum. Akibat obstruksi di duktus koledokus,
saluran empedu mengalami pelebaran mencolok pada sekitar separuh
pasien dengan karsinoma kaput pancreas.
Karsinoma pankreas terbanyak pada usia 60-80 tahun, 2/3

terdapat pada Caput, sering sudah metastase waktu diperiksa, prognosa


jelek. Sangat sedikit diketahui penyebabnya, diduga berkaitan dengan
kebiasaan merokok, alkohol, diet kurang sayur dan buah, pankreatitis
kronik dan radiasi.
Gambaran Klinis Obstruktive Juandice3,6,10,11
Ada

beberapa

gambaran

klinis

dari

obstructive

jaundice,

diantaranya adalah :
1.

Umur : Bila pasien seorang wanita, gemuk, usia >40 tahun, subur
mungkin mengarahkan kita menuju adanya suatu batu empedu. Bila
pasien berusia tua mungkin suatu keganasan karena makin tua usia
maka makin tinggi kemungkinan terjadinya keganasan.

2.

Dapat ditemukan adanya keluhan dispepsia, nyeri di daerah


epigastrium atau kuadran kanan atas, dapat pula disertai adanya mual
dan muntah. Kolik bilier yang dapat terjadi tiba-tiba dengan waktu
sekitar 1-4 jam.

3.

Berat badan dapat menurun. Bila penurunan berat badan cepat


mungkin menandakan suatu keganasan.

4.

Dapat pula dijumpai gatal-gatal (pruritus) yang ditandai dengan


adanya bekas-bekas garukan.

5.

Mungkin dijumpai adanya anemia dan bila ini terjadi dapat


disebabkan adanya keganasan, hemolitik atau sirosis.

6.

Ikterus : ikterus adalah suatu keadaan dimana plasma, kulit dan


selaput lendir menjadi kuning yang diakibatkan oleh pewarnaan yang
berlebihan oleh pigmen empedu dan umumnya dapat dilihat jika
konsentrasi bilirubin sudah melebihi 2 mg/di. Beratnya keadaan
ikterus bervariasi dari sedang sampai berat dan timbul perlahan-lahan.

7.

Hepatomegali : Pembesaran hati umumnya dijumpai pada obstructive


jaundice.

8.

Urin yang berwarna coklat dan feces yang berwarna pucat. Bila
didapati adanya darah samar pada feces mungkin suatu keganasan

dari Ampula Vatery atau pankreas.


Pemeriksaan Laboratorium1.2.5,9,10,11
Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat turut serta
dalam membantu menegakkan diagnosa obstructive jaundice, diantaranya
adalah :
1. Darah
Disini dapat dijumpai adanya peningkatan jumlah leukosit dengan
peningkatan sel granulosit pada hitung jenis, tetapi dapat juga normal.
2. Serum

Bilirubin total meningkat, demikian juga bilirubin direct maupun


bilirubin indirect.

Transaminase, baik SGOT (AST) maupun SGPT (ALT) akan


meningkat kurang lebih 3-4 kali dari nilai normal.

Alkaline phosphatase (ALP) juga akan meningkat sampai 3 kali dari


nilai normal.

Gamma Glutamyl.Transferase (y-GT) juga akan meningkat.

3. Urine

Bilirubinuria (+)

Urobilinogen normal atau (-)

4. Faeces
Warna : Biasanya pucat.
Pemeriksaan radiologi dan Pemeriksaan Penunjang Lainnya5,6
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain adalah:
1. Foto polos perut dan dada
Ini merupakan pemeriksaan yang sering dilakukan dan lebih mudah
dan dapat memberikan keterangan yang berharga. Klasifikasi dapat
dilihat pada 10-20% kasus batu di saluran empedu maupun di dalam
kandung empedu sendiri.

10

2. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan pemeriksaan yang sangat berguna dan tidak invasif.
Pemeriksaan ini dapat membedakan apakah suatu ikterus terjadi
karena sumbatan ekstra hepatik atau karena hal lainnya, dengan
melihat adanya pelebaran saluran empedu. Untuk batu empedu, ini
merupakan pilihan pertama dengan ketepatan mencapai 95%. Kriteria
batu empedu disini adalah didapati acoustic shadowing dari gambaran
opasitas dalam kandung empedu.
3. Kolesistografi
Teknik ini relatif murah dan akurat untuk mendiagnosa batu empedu.
4. Computed axial Tomography (CT)
Pemeriksaan ini juga akurat namun biasanya relatif mahal.
5. Endoscophy Retrograde Choledoco Pancreatography (ERCP) Ini
merupakan metode pemeriksaan langsung yang sangat berguna
dalam menentukan adanya obstruksi bilier. Selain untuk diagnosis
pemeriksaan ini juga dapat digunakan sebagai terapi.
6. Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC)
Sama seperti ERCP, metode pemeriksaan ini juga dapat digunakan
untuk membantu diagnosis sekaligus terapi.
Diagnosa Banding10,11
Diagnosa banding dari obstructive jaundice adalah:
1. pre-hepatic jaundie
2. hepatic jaundice
Untuk membedakan antara ke 3 jenis jaundice ini maka kita dapat melihat
beberapa hasil pemeriksaan laboratorium yang tercantum dalam tabel 1
dan tabel 2.

11

Tabel 1
Pre-hepatic

Post-

Hepatic

Determination
Haemolytic Congenital

Infective, Intra-hepatic
toxic

cholestatic

Hepatic
Extrahepatic
cholestatic

Serum
Total bilirubin
Direct bilirubin
Indirect

++++
N
+++

+
N
+

+++
++
++

+++
++
++

+++
++
++

bilirubin
Urobilinogen

++++

N or (-)

(urine)
Tabel 211
Pre-hepatic

Hepatic conditions

Determination (hemolytic Congenital


conditions)
N
N
N

SGPT
SGOT
ALP

N
N
N

Viral

Post-

Toxic Hepatobiliary hepatic

++++ ++++
+++ ++++
++
++

+
+
+

++
++
++++

Terapi3,6,10
Tetapi pada obstructive jaundice sangat tergantung dari penyebab
dasarnya. Pada umumnya terapi adalah tindakan operatif. Khusus untuk
batu empedu dapat dilakukan tindakan operasi (kolesistektomi) atau dapat
pula dengan cara litolisis baik bersifat sistemik maupun lokal dan dengan
cara ESWL (Extracorporal Shock Wave Lihottipsy).
Kolesistektomi

dapat

dilakukan

secara

operatif

maupun

laparaskopik. Penelitian terakhir membuktikan bahwa tindakan secara


laparaskopik, lama perawatannya lebih singkat, nyeri lebih sedikit dan

12

pasien lebih cepat kembali bekerja.


Litolisis sistemik menggunakan kombinasi obat chenodeoxy cholic
acid (CDCA) yang berfungsi mengurangi sintesis kolesterol hepatic dan
Ursodeoxycholic acid (UDCA) yang berfungsi mengurangi penyerapan
kolesterol di intestinal. Kombinasi keduanya dengan dosis 8-10 mg/kg
BB/hari akan menurunkan kolesterol empedu secara bermakna.
Litolisis lokal dilakukan dengan memberikan Methyl Ter-Buthyl
Ether (MTBE) yang berbentuk liquid pada suhu badan dan mempunyai
kapasitas tinggi untuk melarutkan kolesterol. Biasanya diberikan sebanyak
3-7 cc dengan kateter ke kandung empedu dan biasanya batu akan larut
dalam waktu 4-16 jam.
ESWL menggunakan alat elektrohidrolik, elektromagnetik atau
elektrik Pieza. Umumnya teknik ini diikuti dengan litolisis sistemik.
Selain terapi diatas, juga dipedukan terapi untuk mengatasi
kornplikasi yang terjadi seperti adanya infeksi.

13

DAFTAR PUSTAKA
1. Blick KE, Liles SM, Liver in Principles of Clinical Chemistry. Evansville,
-Indiana, 1985, P : 485-491.
2. Fody EP, Liver Function in Clinical Chemistry, Principles, Procedures
Correlations, Fifth edition, Lippicott Williams. Philadelpia, 2005. P
477-484.
3. Hadi S, Gastroenterologi, Edisi ke 7, Penerbit PT. Alumni Bandung.
2002. P : 768-783.
4. Higgins T, Beutler E. Dournes. BT, in Tietz Text Book of Clinical
Chemistry and Molecular Diagnostic, Fourth Edition. Saunders
Elsevier, 2006. P : 1193-1201.
5. Julius, lkterus dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi ke 2. Bala!
Penerbit FK Ul. Jakarta 1987. P : 576-582.
6. Lesmana L, Batu Empedu dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi ke
2, Balai Penerbit FK Ul, Jakarta 1987. P : 586-588.
7. Pincus MR, Philip T, Dufnur DR in Clinical Diagnosis and Management
by Laboratory Method, 21st Edition, Saunders Elsevier, 2011. P : 263266.
8. Price SA, Wilson LM, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi ke 6, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 2006.
P : 481-485.
9. Scher RA, Mc Person RA, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Edisi 11, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
2004. P : 363-366,
10. Sherlock S, Dooly J. Disease of The Liver and Biliary System. Ninth
Edition, Blackwell Scientific Publications, London, 1993. P : 199-221;
562-573.
11. Thalib VH, Essential Laboratory Medicine, Interprint, New Delhi, 1999.
P: 411-416

14

LAPORAN KASUS
Nama

: Tn. XY

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 43 Tahun

Suku

: Melayu

Agama

: Islam

Alamat

: P.Brandan

Tanggal masuk

: 15 Oktober 2012

Anamnese Penyakit
Keluhan utama

: Nyeri perut sebelah kanan atas.

Telaah

: Keluhan sudah dialami os sejak 2 bulan yang lalu


dan semakin memberat sejak 1 bulan ini sehingga
seluruh badan mulai menguning. Keluhan disertai
dengan buang air kecil berwarna kecoklatan seperti
air teh serta buang air besar seperti dempul
berwarna keputihan. Selain itu juga os mengeluh
nafsu makannya

menurun dan gatal-gatal di

seluruh badan. Demam (-), mual (+).


RPT

: Tidak jelas

RPO

: Tidak jelas

Status Present
Sensorium

: Compos mentis

Anemia

: (+)

Tekanan darah

: 120/90 mmHg

Icterus

: (+)

Nadi

: 80 x/menit

Cyanose

: (-)

RR

: 20 x/menit

Dyspnoe

: (-)

Temp.Tubuh

: 36C

Oedema

: (-)

Pancaran wajah

: Lemah

Reflex Fisiologis : N

Sikap paksa

: (-)

Reflex patologis : (-)

TB/BB

: 157 cm/59 kg

15

Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata

: Anemia (+) ; icterus (+), oedem (-)

Hidung

: Berdarah (-)

Mulut

: Gusi bengkak (-), mudah berdarah (-)

Wajah

: Oedema (-), Pucat (-)

Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax Depan Dan Belakang


Inspeksi

: Simetris kanan = kiri, retraksi otot pernafasan (-)

Palpasi

: Fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru, batas-batas


jantung (dbn)

Auskultasi

: Paru-paru : vesiculer kanan = kiri


Jantung

: HR 80 x/menit, reguler, isi cukup, desah

(-)
Abdomen
Inspeksi

: Simetris, ascites (-), spider nevi (-)

Palpasi

: Soepel (+), hepar teraba 2 jari bawah arcus costae,


pinggir tajam, permukaan rata, nyeri tekan (+), limfa
tidak

teraba

membesar,

membesar.
Perkusi

: Tympani (+), pekak beralih (-)

Auskultasi

: Peristaltik (+)

Extremitas
Extremitas atas dan bawah : Clubing (-), oedema (-)
Anogenital

: Tidak dijumpai kelainan

16

ginjal

tidak

teraba

Diagnosa Banding
1. Obstruktif Jaundice ec CBD stone
2. Obstruktif Jaundice ec Ca caput pancreas
Terapi
-

Tirah baring

Diet rendah lemak

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

Tramadol 2 x 50 mg

Interhistin 3 x 1 tab

Rencana Pemeriksaan
1. Darah/urine/feces rutin
2.

LFT/RFT

3.

Lipid profile

4.

AFP

5.

Viral marker

6.

KGD

7.

USG Liver

8.

ERCP

17

Laboratorium IGD RSUD H.Adam Malik Medan 15-09-2012


Pemeriksaan Lab

Tgl. 15 Okt. 2012

Nilai Normal

Hematologi

Hb (g%)

Leukosit
mm3)

Trombosit
mm3)

10,9

12-16

103 8,0

4-11

(x

103 346

150-450

Hematokrit (%)

33,4

37-47

MCV (fl)

75,0

76-97

MCH (pg)

25,5

27-32

MCHC (g/dl)

33,4

30-35

RDW (%)

15,0

11,6-14,8

(x

Kimia Klinik
Faal Hati

Bilirubin total (mg/dl) 7,45


Bilirubin
(mg/dl)

<1

Direct 5,75

<0,2

SGOT (U/L)

40,5

<31

SGPT (U/L)

85,8

<31

Alk.
(U/L)

Phosfatase 305,5

35-109

Faal Ginjal

Ureum (mg/dl)

22

10-50

Creatinin (mg/dl)

0,7

0,7-1,4

Uric acid (mg/dl)

5,5

3-7

18

19

Follow Up
18 Oktober 2012 s/d 17 Oktober 2012
Keluhan

: Mata kuning dan nyeri perut kanan atas

Vital sign

: Sens : Compos Mentis


TD

: 120/80 mmHg

HR

: 70 x/menit Temp.: 36,8C

RR

: 22 x/menit

Diagnosa Banding
1. Obstruktif Jaundice ec CBD stone
2. Obstruktif Jaundice ec Ca caput pancreas
Terapi

: -

Tirah baring

Diet rendah lemak

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

Tramadol 2 x 50 mg

Interhistin 3 x 1 tab

Hasil Pemeriksaan USG Tanggal 18 Oktober 2012


Hati

: Permukaan

rata,

pinggir

homogen, asites (-)


CBD

: Dilatasi, stone (+)

Limfa & Pancreas

: Normal

Kesimpulan

: Obstruksi Bilier ec CBD Stone

20

tajam,

parenchym

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Lab

Tgl. 19 Okt. 2012

Nilai Normal

Hematologi

Hb (g%)

Leukosit
mm3)

Trombosit
mm3)

10,7

12-16

103 8,5

4-11

(x

103 415

150-450

Hematokrit (%)

32,8

37-47

MCV (fl)

75

76-97

MCH (pg)

25,2

27-32

MCHC (g/dl)

33,5

30-35

RDW (%)

15,0

11,6-14,8

(x

Kimia Klinik
Faal Hati

Bilirubin total (mg/dl) 7,76


Bilirubin
(mg/dl)

<1

Direct 5,95

<0,2

SGOT (U/L)

50,5

<31

SGPT (U/L)

96,8

<32

Alk.
(U/L)

Phosfatase 325

35-109

Faal Ginjal

Ureum (mg/dl)

25

10-50

Creatinin (mg/dl)

0,7

0,7-1,4

21

Pemeriksaan Lab

Uric acid (mg/dl)

Tgl. 19 Okt. 2012

Nilai Normal

5,6

3-7

Elektrolit

Natrium (mEq/L)

137

135-155

Kalium (mEq/L)

3,5

3,6-5,5

Chlorida (mEq/L)

104

96-106

Lipid Profile

Cholesterol (mg/dl)

208

40-200

Trigliserida (mg/dl)

185

30-200

LDL (mg/dl)

110

100

HDL (mg/dl)

55

45-65

133,5

200 mg/dl

KGD Adrandom
Urinalisa

Warna

Kuning-coklat

pH

1.020

Glukosa

Negatif

Protein

Negatif

Bilirubin

Positif (+1)

Nitrit

Negatif

Keton

Negatif

Urobilinogen

Negatif

Warna

Seperti dempul,
keputihan

Feces

Imunologi

HbsAg

Negatif

Negatif

AFP

2,5

0-15 ng/ml

Follow Up Pasien

22

Bulan Oktober 2012


20 s/d 21
22 s/d 23
Nyeri perut
Nyeri perut
kanan atas
Nyeri perut
kanan atas
dan gatalkanan atas
gatal

18 s/d 19
KU
Vital sign

Senso
rium

TD
(mmHg)

HR
(x/menit)

RR
(x/menit)

Temp
(C)

24 s/d 25
Nyeri perut
kanan atas

CM

CM

CM

CM

120/70

130/80

120/80

120/70

70

75

70

70

22

22

24

24

36,8

36,5

36,5

36,3

Diagnosa

Obstructive
jaundice ec
CBD Stone

Obstructive
jaundice ec
CBD Stone

Obstructive
jaundice ec
CBD Stone

Obstructive
jaundice ec
CBD Stone

Terapi

Tirah
baring
Diet
rendah
lemak
Inj.
Ramitidin
1 amp/12
jam
Tram
adol 2x50
mg
Interhi
stin 3x1

Tirah
baring
Diet
rendah
lemak
Inj.
Ramitidin
1 amp/12
jam
Tram
adol 2x50
mg
Interhi
stin 3x1

Rencana

Tirah
baring
Diet
rendah
lemak
Inj.
Ramitidin
1 amp/12
jam
Tram
adol 2x50
mg
Interhi
stin 3x1

Tirah
baring
Diet
rendah
lemak
Inj.
Ramitidin 1
amp/12
jam
Tram
adol 2x50
mg
Interhi
stin 3x1

ERCP

Tanggal 25 Oktober 2012, pukul 14.00 wib pasien pulang berobat jalan ke
Poli Gastro Enterohepatologi.

23

Anda mungkin juga menyukai