Anda di halaman 1dari 5

SKLERA IKTERIK

IKTERUS
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (Membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasi
dalam sirkulasi darah.

BILIRUBIN
Bilirubin adalah suatu pigmen berwarna kuning yang berasal dari perombakan heme
dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel.
Proses pembentukan bilirubin dimulai dari perombakan hemoglobin yang terdapat pada
eritrosit, masa hidup eritrosit manusia sekitar 120 hari dan pada orang dewasa setiap jam
mengalami lisis yang diikuti dengan lisisnya hemoglobin. Sekitar 6 g per hari hemoglobin
lisis, dan sel eritrosit tua akan dikeluarkan dari sistem sirkulasi kemudian dihancurkan oleh
limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam amino.
Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel
oleh sistem enzim kompleks yaitu heme oksigenase yang merupakan enzim dari sitokrom.
Pemecahan gugus heme yaitu pemutusan jembatan metena membentuk biliverdin yang
merupakan suatu tetrapirol linier. Biliverdin merupakan suatu pigmen berwarna hijau yang
akan direduksi oleh biliverdin reduktase. Rantai metinil pada biliverdin akan diubah menjadi
rantai metilen antara cincin pirol III– IV menggunakan NADPH dan membentuk pigmen
berwarna kuning.

Kadar Normal bilirubin


Bilirubin Indirek < 0,75 mg %
Bilirubin Direk < 0,25 mg%
Bilirubin Total < 1 mg %

PATOFISIOLOGI
Fase Prahepatik
1. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg kg
berat badan terbentuk setiap harinya; 70 – 80 % berasal dari pemecahan sel darah
merah yang matang. Sedangkan sisanya 20 – 30 % (early labelled bilirubin)
datang dari protein hem lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang
dan hati. Sebagian dari protein hem di pecah menjadi besi dan produk antara
biliverdin dengan perantaraan enzim dengan perantaran enzim hemeoksigenase.
Enzim lain, biliverdin reductase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin.Tahapan
ini menjadi terutama dalam sel system retikuloendotelial. Peningkatan hemolysis
sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan bilirubin. Pembentukan
early labelled bilirubin bilirubin meningkat pda beberapa kelainan dengan
eritropoesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang penting.
2. Transport plasma. Bilirubin tidak dalam air, karenanya bilirubin tidak
berkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak
dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni.
Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, beberapa bahan
antibiotika tertentu, salisat berlomba pada tempat ikatan dengan albumin
Fase Intrahepatik
1. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara rinci
dan pentingnya protein pengikat seperti ligadin atau proten Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun
tidak termasuk pengambilan albumin.
2. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentasi dalam sel hati mengalami konjugasi
dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin
konjugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang di katalisasi oleh enzin microsomal
glukoroniltransferase mengahsilkan bilirubin yang larut dalam air. Dalam
beberapa reaksi ini hanya mengahsilkan bilirubin monogkukuronida, dengan
bagian asam glukuronik kedua di tambahkan dalam saluran empedu melalui
system enzim yang berbeda, namun rekasi ini di anggap tidak fisiologik. Bilirubin
konjugasi lainnya selain diglukuronid juga terbentuk namun kegunaannya tidak
jelas.

Fase Pascahepatik
Eksresi bilirubin. Bilirubin konjugasi di keluarkan ke dalam kanalikulus Bersama
bahan lainnya. Anion organic lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks
ini. Didalam usus flora bakteri men “dekonjugasi” dan mereduksi bilirubin menjadi
sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna
cokelat. Sebagian di serap dan di keluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah
kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi
tidak bilirubin unkonjugasi. Hal ini menerangkan bahwa warna pada air seni yang gelap yang
khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatic. Bilirubin tak terkonjugasi
bersifat tidak larut dalam air tetapilarut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkonjugasi
dapat melewati barrier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak
terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzi glukuroniltransferase dan
larut dalam empedu cair.

PENYAKIT GANGGUAN METABOLISME BILIRUBIN


Hiperbilirubiemia tak terkonjugasi
1. Hemolisis. Walaupun hati yang normal dapat memetabolisme kelebihan
bilirubin, namun peningkatan konsentrasi bilirubin pada keadaan hemolysis
dapat melampaui kemampuannya. Pada keadaaan hemolysis yang berat
konsentrasi bilirubin jarang lebih dari 3-5 mg/dL kecuali kalua terdapat
kerusakan hati juga. Namun demikian kombinasi hemolisis yang sedang dan
penyakit hati yang ringan dapat mengakibatkan keadaan icterus yang berat;
dalam keadaan ini hiperbilirubenemia bercampu, karena eksresi empedu
kanalikular terganggu.
2. Sindrom Gilbert. Gangguan yang bermakna adalah hyperbilirubinemia
indirek (tak terkonjugasi) yang menjadi penting secara klinis, karena keadaan
ini sering di dalah artikan sebagai penyakit hepatitis kronik. Penyakit ini
menetap sepanjang hidup. Sindrom Gilbert dapat dengan mudah dibedakan
dengan hepatitis dengan tes faal hati yang normal, tidak terdapatnya empedu
dalam urin, dan fraksi bilirubin indirek yang dominan. Hemolysis di bedakan
dengan tidak terdapatnya anemia atau retikolusis. Histologi hati normal,
namun biopsy hati tidak di perlukan untuk diagnosis. Pasien harus di nyatakan
tidak ada penyakit hati.
3. Sindrom Crigler-Najjar. Penyakit yang di turunkan dan jarang di sebabkan
oleh karena adanya keadaan kekurangan glukuro-niltransferase, dan terdapat
dalam 2 bentuk. Pasien dengan penyakitautosm resesif tipe I yang beratnya
dan biasanya meninggal dunia pada umur 1 tahun. Pasien dengan penyakit
autosom resesif tipe II mempunyai hyperbilirubinemia yang kurang berat dan
biasanya hidup sampai dewasa tanpa kerusakan neurologic. Fenobarital, yang
dapat merangsang kekurangan glukuronil transferase, dapat mengurangi
kuning.
4. Hiperbilirubinemia shunt primer. Keadaan yang jarang, yang bersifat jinak
dan familial dengan produksi early labeld bilirubin yang berlebihan.
Hiperbilirubinemia Konjugasi
a. Hiperbilirubiemia Konjugasi Non-kolestasis
1. Sindrom Dubin-Johnson. Penyakit autosm resesif di tandai dengan
icterus ringan dan tanpa keluhan. Kerusakan dasar terjadinya ganggaun
eksresi berbagai anion organic seperti juga bilirubin, namun eksresi
garam empedu tidak terganggu. Berbeda dengan sindrom gilbert hiper-
bilirubinemia yang terjadi adalah bilirubin konjugasi dan empedu
terdapat dalam urin.
Hati mengandung pigmen sebagai akibat bahan seperti melanin, namun
gambaran hsitologi normal. Penyebab deposisi pigmen belum di
ketahui. Nilai aminotransferase dan fostase alkali normal. Oleh karena
sebab yang belum di ketahui gangguan yang khas eksresi korpoporfirin
urin dengan rasio reversal isomer I.
2. Sindrom Sotor. Penyakit yang jarang ini menyerupai sindrom Dubin-
Johnson, tetapi hati tidak mengalami pigmentasi dan perbedaan
metabolic lain yang nyata di temukan.
b. Hiperbilirubinemia konjugasi Kolestasis
1. Kolestasis intrahepatic Istilah kolestasis lebih di sukai dengan
pengertian icterus obstruktif sebab obstruksi yang bersifat mekanis
tidak perlu selalu ada. Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat
mana saja mulai dari sel hati (kanalikulus), sampai ampula vater.
Penyebab paling sering dari kolestatik intrahepatic adalah hepatitis,
keracunan obat, penyakit hati karena alkhohol dan penyakit hepatitis
autoimun.
2. Kolestasis ekstrahepatik. Penyebab paling sering pada kasus ini
adalah batu ductus koledokus dan kanker pancreas. Kolestasis
mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekansime nya sangat
kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis empedu
Sumber :

1. Askandar Tjokroprawiro, Hendromartono, Ari Sutjahjo,


Agung Pranoto, Sri Murtiwi, Soebagijo Adi S., dkk. 2007.
Anemia. Dalam Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi
Setiawan, Djoko Santoso, Gatot Soegiarto: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press.
2. Sherwood L. 2013. Introduction to human physiology. 8th
ed. Canada: Nelson education, Ltd.
3. Wibowo, Satrio. (2007). Perbandingan Kadar Bilirubin Neonatus Dengan Dan Tanpa
Defisiensi Glucose-6-Hosphate Dehydrogenase, Infeksi, Dan Tidak Infeksi. Thesis.
Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik Dan Program Pendidikan Dokter
Spesialis -ilmu Kesehatan Anak Universitas Diponegoro

4. Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy &


Physiology 13th Edition. United States of America: John
Wiley & Sons, Inc.
5. Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai