BAB 1
PENDAHULUAN
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata, atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam darah. bilirubin dibentuk sebagai akibat
pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata perancis Jaune yang berarti kuning.
Ikerus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat
sklera mata. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan
kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl. Jika
ikterus sudah jelas dapat dilihat degan nyata maka bilirubin sebenarnya sudah
mencapai angka 7mg%.1
Gangguan sistem empedu cukup banyak pada populasi dan kasus terbanyal
disebabkan oleh batu saluran empedu memiliki umur di atas 65 tahun dan 1 juta
batu saluran empedu dilaporkan setiap tahunnya.1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Vesica biliaris
Vesica biliaris adalah suatu kantong berbentuk buah pir yagn terletak pada
permukaan bawah hepar. Vesica biliaris mempunyai kemampuan untuk
menampung dan menyimpan empedu sebanyak 30 – 50 ml, serta memekatkan
empedu dengan cara mengabsorpsi air. Untuk memudahkan deskripsi vesica
biliaris dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan
biasanya menonjol dibawah margo inferior hepatis, dimana fundus bersentuhan
dengan dindign anterior abdomen detinggi ujung kartilago kostalis IX dextra.
Corpus vesica biliaris terletak dan berhubungan dengan facies visceralis hepar dan
arahnya ke atas, belakang, dan kiri. Collum melanjutkan diri sebagai duktus
cysticus , yang berkelok ke dalam omentum minus dan bergabung dengan sisi
kanan ductus hepaticus komunis dan membentuk ductus koledokus.2
Perdarahan
Arteri cystica, cabang dari arteri hepatica dextra mendarahi vesica biliaris.
Vena cystica mengalirkan darah langsung ke vena porta. 2
Persarafan
2. Ductus cysticus
Panjang ductus cysticus sekitar 1,5 inchi (3, cm)dan menghubungkan antara
collum vesica biliaris dengan ductus hepaticus komunis untuk membentuk ductus
koledokus. Biasanya ductus cysticus berbentuk huruf Sdan berjalan turun dengan
jarak yang bervariasi pada pinggir bebas kanan omentum minus.2
seperti deterjen dalam mengemulsi lemak, membantu kerja enzim pankreas dan
penyerapan lemak intraluminal. Konjugasi garam – garam empedu selanjutnya
direabsorpsi oleh transport aktif spesifik dalam ileum terminalis, walaupun sekitar
20% empedu intestinal dikonjugasikan oleh bakteri ileum.2
Bilirubin, suatu pigmen kuning dengan struktur tetrapirol yang tidak larut
dalam air berasal dari sel – sel darah yang telah hancur (75%), katabolisme
protein hem lain (22%),dan inaktivasi eritropoesis sumsum tulang (3%). Bilirubin
yang tidak terkonjugasi akan di transport ke dalam sirkulsi sebagai sebuah
kompleks dengan albumin, walaupun sejumlah kecil dialirkan ke dalam sirkulasi
secara terpisah. Bilirubin larut dalam lemak akan diubah larut dalam air oleh hati
melalui beberapa langkah yang terdiri atas fase pengambilan spesifik, konjugasi
dan eksresi.
• Fase Prahepatik
- Pembentukan Bilirubin.
Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan
terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang
matang, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya yang berada
terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah
merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.
- Transport plasma.
Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini transportnya
dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran
gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatannya melemah pada
beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti antibiotika tertentu,
salisilat berlomba pada tempat ikatan dengan albumin.
Fase Intrahepatik
Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang
mengganggu proses pembuangan bilirubin
- Liver uptake.
Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara rinci dan
pentingnya protein pengikat seperti ligandin dan protein Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalanm cepat namun
tidak termasuk pengambilan albumin.
- Konjugasi.
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan
asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi /
bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut
8
dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul
amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin
harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan
oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada
asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi /
bilirubin direk.
• Fase Pascahepatik
- Ekskresi bilirubin.
2.2.2 Klasifikasi
Menurut Benjamin IS 1983, klasifikasi ikterus obstruksi terbagi atas 4 tipe
yaitu :
Tipe I : Obstruksi komplit. Obstruksi ini memberikan gambaran ikterus. Biasanya
terjadi karena tumor kaput pancreas, ligasi duktus biliaris komunis,
kolangiokarsinoma, tumor parenkim hati primer atau sekunder.
Tipe II : Obstruksi intermiten. Obstruksi ini memberikan gejala-gejala dan
perubahan biokimia yang khas serta dapat disertai atau tidak dengan serangan
ikterus secara klinik. Obstruksi dapat disebabkan oleh karena koledokolitiasis,
tumor periampularis, divertikel duodeni, papiloma duktus biliaris, kista
koledokus, penyakit hati polikistik, parasit intra bilier, hemobilia.
Tipe III : Obstruksi inkomplit kronis. Dapat disertai atau tidak dengan gejala-
gejala klasik atau perubahan biokimia yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya perobahan patologi pada duktus bilier atau hepar. Obstruksi ini dapat
disebabkan oleh karena striktur duktus biliaris komunis ( kongenital, traumatik,
kolangitis sklerosing atau post radiotherapy ), stenosis anastomosis bilio-enterik,
stenosis sfingter Oddi, pankreatitis kronis, fibrosis kistik, diskinesia.
Tipe IV : Obstruksi segmental. Obstruksi ini terjadi bila satu atau lebih segmen
anatomis cabang biliaris mengalami obstruksi. Obstruksi segmentalini dapat
10
2.2.4 Patogenesis
Hiperbilirubinemia adalah tanda nyata dari ikterus. Kadar normal bilirubin
dalam serum berkisar antara 0,3 – 1,0 mg/dl dan dipertahankan dalam batasan ini
oleh keseimbangan antara produksi bilirubin dengan penyerapan oleh hepar,
konjugasi dan ekskresi empedu. Bila kadar bilirubin sudah mencapai 2 – 2,5
11
mg/dl maka sudah telihat warna kuning pada sklera dan mukosa sedangkan bila
sudah mencapai > 5 mg/dl maka kulit tampak berwarna kuning .
Ikterus obstruksi terjadi bila :
1. Terjadinya gangguan ekskresi bilirubin dari sel-sel parenkim hepar ke sinusoid.
Hal ini disebut ikterus obstruksi intrahepatik. Biasanya tidak disertai dengan
dilatasi saluran empedu.
2. Terjadi sumbatan pada saluran empedu ekstrahepatik. Hal ini disebut sebagai
ikterus obstruksi ekstrahepatik. Oleh karena adanya sumbatan maka akan terjadi
dilatasi pada saluran empedu . Karena adanya obstruksi pada saluran empedu
maka terjadi refluks bilirubin direk (bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk)
dari saluran empedu ke dalam darah sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar bilirubin direk dalam darah. Bilirubin direk larut dalam air,
tidak toksik dan hanya terikat lemah pada albumin. Oleh karena kelarutan dan
ikatan yang lemah pada albumin maka bilirubin direk dapat diekskresikan melalui
ginjal ke dalam urine yang menyebabkan warna urine gelap seperti teh pekat.
Urobilin feses berkurang sehingga feses berwarna pucat seperti dempul (akholis) .
Karena terjadi peningkatan kadar garam-garam empedu maka kulit terasa gatal-
gatal (pruritus).3,4,5
2.2.6. Diagnosa
Gejala Klinis & Pemeriksaan Fisik
Pada saat datang Pasien biasanya mengeluh tinja pucat, urin gelap, sakit
kuning, dan pruritus.Pada pemeriksaan fisik, pasien mungkin menampilkan tanda-
tanda penyakit kuning (kulit dan ikterus). Ketika perut diperiksa, kantong empedu
dapat teraba (tanda Courvoisier). Hal ini dapat dikaitkan dengan keganasan
pankreas. Kemudian ditemukan adanya tanda-tanda penurunan berat
badan,adenopati,dan darah samar pada tinja, menunjukkan lesi neoplastik. Lalu
perhatikan ada atau tidak adanya asites dan sirkulasi kolateral yang berhubungan
dengan sirosis. Bila diikuti demam tinggi dan menggigil dapat dicurigai adanya
kolangitis.
Nyeri dapat membingungkan diagnosa, beberapa pasien dengan CBD stone
memiliki penyakit kuning tanpa rasa sakit, sedangkan beberapa pasien dengan
hepatitis mengalami nyeri di kuadran kanan atas. Keganasan lebih umumnya
terkait dengan tidak adanya rasa sakit dan nyeri selama pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan fungsi hati terlepas dari penyebab kolestasis, nilai bilirubin
serum (terutama bilirubin direct) biasanya meningkat. Namun, tingkat
hiperbilirubinemia tidak dapat membantu menegakkan diagnosa obstruksi ikterus.
Alkaline fosfatase (ALP), ALP yang nyata meningkat pada orang dengan
obstruksi bilier. Namun tingkat tinggi enzim ini tidak spesifik untuk
kolestasis. Untuk menentukan apakah enzim yang berasal dari hati ukur
13
2.2.7. Penatalaksanaan
Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya. Beberapa
gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis
intrahepatik, pengobatan penyakit dasarnya sudah mencukupi. Pruritus pada
keadaan irreversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif terhadap
kolestiramin 4-16 g/hari PO dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat garam
empedu di usus kecuali, jika terjadi kerusakan hati yang berat,
hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian fitonadion (vitamin
K1) 5-10 mg/hari SK untuk 2-3 hari.8
Selama ini titik berat jaundice obstruktif ditujukan kepada eradikasi bakteri
dengan pemberian antibiotika empedu pengganti, pemberian laktulosa dan terapi
pembedahan. Penatalaksanaan terapi ini sangat efektif bila dilakukan pada fase
dini dari ikterus obstruktif, akan tetapi hasilnya terbukti menjadi kurang efektif
bila dilakukan pada penderita yang sudah berlangsung lama, karena adanya
pengingkatan risiko gangguan fungsi ginjal.9
2.2.8. Komplikasi
Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah
gagal ginjal akut (GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut
pasca drainase interna sampai saat ini masih merupakan komplikasi klinis
yang mempunyai risiko kematian tinggi. Pada penderita ikterus obstruktif
lanjut yang mengalami tindakan pembedahan sering mengalami
komplikasi pasca operatif. Komplikasi ini berhubungan dengan
endoktoksemia sistemik terjadi melalui 2 mekanisme yang pertama, tidak
adanya empedu pada traktus gastrointestinal yang bersifat “detergen like”
sehingga terjadi transolakasi endotoksin melalui mukosa usus. Dengan
tidak adanya empedu dan cinjugated bilirubin di traktus gastrointestinal
akan menganggu fungsi barier usus sehingga terjadi over growth bakteri,
terutama bakteri gram negatif, yang dapat menyebabkan translokasi
bakteri maupun endotoksinnya kedalam sirkulasi. Mekanisme kedua,
ikterus obstruktif menyebabkan menurunnya fungsi kupffer sebagai
“clearance of endotoxin” sehingga endotoksin semakin meningkat di
dalam sirkulasi.9
2.2.9. Prognosis
BAB 3
LAPORAN KASUS
dr. Ratna
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Sunarti
Umur : 44 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
ANAMNESA PENYAKIT
RPO : (-)
18
ANAMNESA ORGAN
Lain-lain :(-)
Lain-lain :(-)
Perifer
STATUS PRESENS
Keadaan Penyakit
Temperatur : 36,5⁰C
VAS : 2-3
20
Berat Badan : 65 kg
BW :
BW = 65/55 x 100%
=118% (overweight)
65/(1.55)2
: 28,8 (Obesitas I)
KEPALA
LEHER
Pembesaran kalenjar limfa (-), Lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-), mobilitas(-),
nyeri tekan (-)
THORAKS DEPAN
Inspeksi
paru.
Palpasi
Perkusi
Paru
Peranjakan : ± 1 cm
Jantung
Auskultasi
Paru
Jantung
THORAX BELAKANG
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk :Simetris
Lain-lain :-
Palpasi
HATI
Permukaan :-
Pinggir :-
Nyeri tekan :-
LIMFA
GINJAL
TUMOR : (-)
Perkusi
Auskultasi
Lain-lain : (-)
PINGGANG
Perineum : Tdp
25
Ampula : Tdp
Mukosa : Tdp
Lokasi : (-)
Sianosis : (-)
Edema + +
Arteri femorais + +
Refleks KPR + +
Refleks APR + +
Refleks fisiologis + +
Refleks patologis - -
26
Lain-lain (-)
SGPT : 28 U/L
IMUNOSEROLOGI
HbsAg : nonreaktif
RESUME
Keadaan Gizi :
28
Nadi : 80x/i
Pernafasan : 20x/I
Temperatur : 36,5°C
Kepala:
Abdomen:
Bilirubin: +
Protein: +1
Anemia
Diet : M III
Medikamentosa :
2. USG abdomen
3. CT scan abdomen
4. ERCP
30
31
BAB 4
FOLLOW UP
Tanggal S O A P Keteranga
n
02/01/20 - Jaundice Sens = CM Obstruksi Tirah R/
18 - Nyeri TD = 90/60 Jaundice Baring ERCP
hipokond HR = 90 x/i ec. Diet M II Kamis /
rium RR = 22 x/i suspek IVFD jum’at
dekstra T = 36,6 0C Ca Caput NaCl CT Scan
- BAB Kepala Pankreas 0,9% 20 abd dengan
dempul Konjungtiva Anemia gtt/i contras
(+) anemis (+/+) ec. (makro) hari ini
Sklera ikterik Penyakit Inj
(+/+) Kronik Ceftriaxo
Thorax Pneumon ne 1
Pulmonal : Sp ia CAP gr/12
: Vesikuler dd/ TB jam/ iv
St : - Paru Inj
Abdomen Dermatiti Ranitidin
simetris, nyeri s e 50mg /
tekan (+) Seboroik 12 jam/
bising usus iv
normal Inj.
Hepatomegali Metoclop
(+) 3 jari ramid 10
dibawah arcus mg/8jam/
costa iv
Ekstremitas Ambroxo
Superior : l syr 3 x
edema (-/-),
32
Inferior : CII
edema Laxadyn
pretibial (-/-) syr 3 x
CI
Inerson
Cream 2
x1
Ketokon
azol
cream 2
x1
Cetrizine
1 x 10
mg
Sucralfat
syr 3x C
II
03/01/20 - Jaundice Sens = CM Obstruksi Tirah R/ ERCP
18 - Nyeri TD = 100/60 Jaundice Baring Kamis /
hipokond HR = 74 x/i ec. Diet M Jum’at
rium RR = 20 x/i suspek III
0
dekstra T = 36,6 C Ca Caput IVFD
- BAB hitam Kepala Pankreas NaCl
(+) Konjungtiva dd/ Liver 0,9% 20
anemis (+/+) metastase gtt/i
Sklera ikterik Anemia (makro)
(+/+) ec. Inj
Thorax Penyakit Ceftriaxo
Pulmonal : Sp Kronik ne 1
: Vesikuler Pneumon gr/12
33
St : - ia CAP jam/iv
Abdomen dd/ TB Inj
Simetris Paru Ciproflo
membesar, Dermatiti xacin
Bising usus s 400
(+) N, Hepar Seboroik mg/12
terapa 3 jari jam /iv
dibawah arcus Inj
costa Ranitidin
Ekstremitas e 50mg /
Superior : 12 jam/
edema (-/-), iv
Inferior : Inj.
edema Metoclop
pretibial (+/+) ramide
10mg/ 8
jam/ iv
Cetrizine
1 x 10
mg
Ambroxo
l syr 3 x
CII
Laxadyn
syr 3 x
CI
Inerson
cream 2
x1
Ketocona
34
zole
cream 2
x1
04/08/20 - Jaundice Sens = CM Obstruksi Tirah
18 - Nyeri TD = 100/60 Jaundice Baring
hipokond HR = 74 x/i ec. Diet M II
rium RR = 20 x/i suspek IVFD
0
dekstra T = 36,8 C Ca Caput NaCl
berkurang Kepala Pankreas 0,9% 20
- BAB Konjungtiva Anemia gtt/i
hitam (+) anemis (+/+) ec. (makro)
Konjungtiva Penyakit Inj.
ikterik (+/+) Kronik Ceftriaxo
Thorax Pneumon ne 1 gr/
Pulmonal : Sp ia CAP 12 jam/
: Vesikuler dd/ TB iv
St : - Paru Inj
Abdomen Hipoalbu Ranitidin
Simetris mineia e 50mg /
membesar, 12 jam/
L/R sulit iv
diraba, Inj
bising usus metoclop
normal, hepar ramide
teraba 3 jari 10 mg/ 8
dibawah arcus jam/ iv
costa Cetrizine
Ekstremitas 1 x 10
Superior : mg
edema (-/-),
Metilpre
Inferior :
35
edema dnisolon
pretibial (+/+) 3 x 4 mg
Hasil Lab: Ambroxo
Hb: 9,6 g/dl l syr 3 x
Eri : 3,58 CI
juta/µl Laxadyn
µl 3 x CI
Leu : 30.150 Inerson
/µl cream 2
Ht : 30 % x1
Tromb : Ketocona
264.000/µl zole
MCV : 83 fl cream 2
MCHC : 32,4 x1
g/dl
Neu : 86 %
Eu : 1 %
Mon : 5,7 %
Lim : 6,1 %
Bilirubin
total: 32,50
mg/dl
Bilirubin
Direk: 23
mg/dl
ALP: 1564
Unit/L
SGOT: 138
Unit/L
SGPT: 28
Unit/L
36
Albumin: 1,7
g/dl
37
BAB 5
DISKUSI KASUS
BAB 6
KESIMPULAN
Pasien a.n Sunarti didiagnosa dengan Obs. Jaundice ec. Ca Caput Pankreas +
Anemia ec. Penyakit Kronik . Pasien dirawat inap di RSUP H.Adam Malik
Medan dan ditatalaksana dengan Tirah Baring, Diet M III, IVFD NaCl 0,9 %
20 gtt/i (makro), Inj Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / iv, Inj Ranitidine 50mg / 12
jam/ iv, Cetrizine 1 x 10 mg, Kolestiramin 1 x 4 gr, Ambroxol 3 x CI. Pasien
direncanakan ERCP.
40
DAFTAR PUSTAKA