Anda di halaman 1dari 40

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata, atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam darah. bilirubin dibentuk sebagai akibat
pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata perancis Jaune yang berarti kuning.
Ikerus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat
sklera mata. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan
kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl. Jika
ikterus sudah jelas dapat dilihat degan nyata maka bilirubin sebenarnya sudah
mencapai angka 7mg%.1

Gangguan sistem empedu cukup banyak pada populasi dan kasus terbanyal
disebabkan oleh batu saluran empedu memiliki umur di atas 65 tahun dan 1 juta
batu saluran empedu dilaporkan setiap tahunnya.1

Jaundice merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan konsentrasi


bilirubin serum yang menyebabkan manifestasi berupa kulit dan sklera yang
kuning. Ini bisa disebabkan adanya obstruksi parsial atau total dari empedu dan
komponen dari hati ke saluran cerna (kolestasis). Kolestasis dapat muncul di
dalam hati maupun di saluran empedu karena adanya obstruksi mekanis (jaundice
obstruksi).1

Obstruksi jaundice bukan merupakan diagnosa definitif dan dibutuhkan


diagnosa yang cepat karena dapat muncul keadaan patologis jika tidak segera
ditangani.diagnosis yang cepat baik berupa invasif maupun non invasif
dibutuhkan untuk menegakkan penyebab obstruksi jaundice. Tes yang invasif
dapat menyebabkan kolangitis dan tidak semua daerah memiliki tes non invasif
seperti computed tomography scan (CT SCAN). Dan magnetic resonance
2

cholangiopancreatography(MRCP) sehingga ultrasonography (USG) merupakan


tes yang masih dapat dipakai.1
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi

2.1.1. Anatomi Sistem Biliaris

1. Vesica biliaris

Vesica biliaris adalah suatu kantong berbentuk buah pir yagn terletak pada
permukaan bawah hepar. Vesica biliaris mempunyai kemampuan untuk
menampung dan menyimpan empedu sebanyak 30 – 50 ml, serta memekatkan
empedu dengan cara mengabsorpsi air. Untuk memudahkan deskripsi vesica
biliaris dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan
biasanya menonjol dibawah margo inferior hepatis, dimana fundus bersentuhan
dengan dindign anterior abdomen detinggi ujung kartilago kostalis IX dextra.
Corpus vesica biliaris terletak dan berhubungan dengan facies visceralis hepar dan
arahnya ke atas, belakang, dan kiri. Collum melanjutkan diri sebagai duktus
cysticus , yang berkelok ke dalam omentum minus dan bergabung dengan sisi
kanan ductus hepaticus komunis dan membentuk ductus koledokus.2

Perdarahan

Arteri cystica, cabang dari arteri hepatica dextra mendarahi vesica biliaris.
Vena cystica mengalirkan darah langsung ke vena porta. 2

Persarafan

Serabut simpatik dan parasimpatik vagus juga membentuk plexus coeliacus.


Vesica biliaris berkontraksi sebagai respon terhadap hormon kolesistokinin yang
dihasilkan oleh tunica mucosa duodeni karena masuknya makanan berlemak dari
gaster.2
4

Gambar 2.1. Anatomi sistem biliaris

2. Ductus cysticus

Panjang ductus cysticus sekitar 1,5 inchi (3, cm)dan menghubungkan antara
collum vesica biliaris dengan ductus hepaticus komunis untuk membentuk ductus
koledokus. Biasanya ductus cysticus berbentuk huruf Sdan berjalan turun dengan
jarak yang bervariasi pada pinggir bebas kanan omentum minus.2

2.1.2. Fisiologi Sistem Biliaris

Empedu berperan dalam membantu pencernaan dan absorpsi lemak,


ekskresi metabolit hati dan produk sisa seperti kolesterol, bilirubin dan logam
berat. Sekresi empedu membutuhkan aktivitas hepatosit dan kolangiosit yang
terletak sepanjang sepanjang duktus empedu. epitel bilier berperan dalam
menghasilkan 40% dari 600 ml produksi empedu setiap hari.2

Asam – asam empedu dibentuk dari kolesterol di dalam hepatosit,


diperbanyak pada struktur cincin hidroksilasi dan bersifat larut dalam air akibat
konjugasi dengan glisin, taurin dan sulfat. Asam empedu mempunyai kegunaan
5

seperti deterjen dalam mengemulsi lemak, membantu kerja enzim pankreas dan
penyerapan lemak intraluminal. Konjugasi garam – garam empedu selanjutnya
direabsorpsi oleh transport aktif spesifik dalam ileum terminalis, walaupun sekitar
20% empedu intestinal dikonjugasikan oleh bakteri ileum.2

Bilirubin, suatu pigmen kuning dengan struktur tetrapirol yang tidak larut
dalam air berasal dari sel – sel darah yang telah hancur (75%), katabolisme
protein hem lain (22%),dan inaktivasi eritropoesis sumsum tulang (3%). Bilirubin
yang tidak terkonjugasi akan di transport ke dalam sirkulsi sebagai sebuah
kompleks dengan albumin, walaupun sejumlah kecil dialirkan ke dalam sirkulasi
secara terpisah. Bilirubin larut dalam lemak akan diubah larut dalam air oleh hati
melalui beberapa langkah yang terdiri atas fase pengambilan spesifik, konjugasi
dan eksresi.

Sebenarnya bilirubin terkonjugasi tidak di reabsorbsi dari duktus biliaris


atau usus melainkan pada kolon. Kolon dapat mengkonjugasikan bilirubin dan
mengkonversikan menjadi tetrapiol yang larut dalam air yang dikenal sebagai
urobilinogen. Kira – kira setengah dari urobilinogen akan direabsorpsi dan
diekskresi oleh ginjal dan dikeluarkan bersama feses sebagai sterkobilin.
6

Gambar 2.2. Fisiologi metabolisme bilirubin

Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang


berlangsung dalam 3 fase, yaitu prehepatik, intrahepatik, pascahepatik, masih
relevan. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan
metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor
plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh
gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut.
7

• Fase Prahepatik

Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh


hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah)

- Pembentukan Bilirubin.

Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan
terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang
matang, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya yang berada
terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah
merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.

- Transport plasma.

Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini transportnya
dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran
gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatannya melemah pada
beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti antibiotika tertentu,
salisilat berlomba pada tempat ikatan dengan albumin.

 Fase Intrahepatik

Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang
mengganggu proses pembuangan bilirubin

- Liver uptake.

Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara rinci dan
pentingnya protein pengikat seperti ligandin dan protein Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalanm cepat namun
tidak termasuk pengambilan albumin.

- Konjugasi.

Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan
asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi /
bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut
8

dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul
amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin
harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan
oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada
asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi /
bilirubin direk.

• Fase Pascahepatik

Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh


batu empedu atau tumor

- Ekskresi bilirubin.

Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di


dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan
mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat.
Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah
kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat
mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
menerangkan warna air seni yang gelap khas pada gangguan hepatoseluler atau
kolestasis intrahepatik. Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah
satu dari keempat mekanisme ini: over produksi, penurunan ambilan hepatik,
penurunan konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu
(akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik).1

2.2. Obstruksi Jaundis


2.2.1 Definisi
Ikterus (icterus) berasal dari bahasa Greek yang berarti kuning. Nama lain
ikterus adalah “jaundice” yang berasal dari bahasa Perancis “jaune” yang juga
berarti kuning. Dalam hal ini menunjukan peningkatan pigmen empedu pada
jaringan dan serum. Jadi ikterus adalah warna kuning pada sclera, mukosa dan
kulit yang disebabkan oleh akumulasi pigmen empedu di dalam darah dan
jaringan (> 2 mg / 100 ml serum). Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus prahepatik
9

(hemolitik), ikterus intrahepatik (parenkimatosa) dan ikterus pascahepatik


(obstruksi). Ikterus obstruksi (pascahepatik) adalah ikterus yang disebabkan oleh
gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum yang terjadi akibat adanya
sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu ekstrahepatik. Ikterus obstruksi disebut
juga ikterus kolestasis dimana terjadi stasis sebagian atau seluruh cairan empedu
dan bilirubin ke dalam duodenum. Ada 2 bentuk ikterus obstruksi yaitu obstruksi
intrahepatik dan ekstrahepatik. Ikterus obstruksi intrahepatik dimana terjadi
kelainan di dalam parenkim hati, kanalikuli atau kolangiola yang menyebabkan
tanda-tanda stasis empedu sedangkan ikterus obstruksi ekstrahepatik terjadi
kelainan di luar parenkim hati (saluran empedu di luar hati) yang menyebabkan
tanda-tanda stasis empedu . 3,4,5

2.2.2 Klasifikasi
Menurut Benjamin IS 1983, klasifikasi ikterus obstruksi terbagi atas 4 tipe
yaitu :
Tipe I : Obstruksi komplit. Obstruksi ini memberikan gambaran ikterus. Biasanya
terjadi karena tumor kaput pancreas, ligasi duktus biliaris komunis,
kolangiokarsinoma, tumor parenkim hati primer atau sekunder.
Tipe II : Obstruksi intermiten. Obstruksi ini memberikan gejala-gejala dan
perubahan biokimia yang khas serta dapat disertai atau tidak dengan serangan
ikterus secara klinik. Obstruksi dapat disebabkan oleh karena koledokolitiasis,
tumor periampularis, divertikel duodeni, papiloma duktus biliaris, kista
koledokus, penyakit hati polikistik, parasit intra bilier, hemobilia.
Tipe III : Obstruksi inkomplit kronis. Dapat disertai atau tidak dengan gejala-
gejala klasik atau perubahan biokimia yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya perobahan patologi pada duktus bilier atau hepar. Obstruksi ini dapat
disebabkan oleh karena striktur duktus biliaris komunis ( kongenital, traumatik,
kolangitis sklerosing atau post radiotherapy ), stenosis anastomosis bilio-enterik,
stenosis sfingter Oddi, pankreatitis kronis, fibrosis kistik, diskinesia.
Tipe IV : Obstruksi segmental. Obstruksi ini terjadi bila satu atau lebih segmen
anatomis cabang biliaris mengalami obstruksi. Obstruksi segmentalini dapat
10

berbentuk obstruksi komplit, obstruksi intermiten atau obstruksi inkomplit kronis.


Dapat disebabkan oleh trauma (termasuk iatrogenik), hepatodokolitiasis,
kolangitis sklerosing, kolangiokarsinoma.3,4,5

2.2.3 Faktor resiko dan Etiologi


Etiologi ikterus obstruksi ekstrahepatik dapat berasal dari intraluminer,
intramural dan ekstraluminer. Sumbatan intraluminer karena kelainan yang
terletak dalam lumen saluran empedu . Yang paling sering menyebabkan
obstruksi adalah batu empedu. Pada beberapa kepustakaan menyebutkan selain
batu dapat juga sumbatan akibat cacing ascaris. Sumbatan intramural karena
kelainan terletak pada dinding saluran empedu seperti kista duktus koledokus,
tumor Klatskin, stenosis atau striktur koledokus atau striktur sfingter papilla vater.
Sumbatan ekstraluminer karena kelainan terletak diluar saluran empedu yang
menekan saluran tersebut dari luar sehingga menimbulkan gangguan aliran
empedu. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan hal ini antara lain
pankreatitis, tumor kaput pancreas, tumor vesika fellea atau metastasis tumor di
daerah ligamentum hepatoduodenale. Pada beberapa kepustakaan disebutkan
bahwa etiologi ikterus obstruksi terbanyak adalah 70% oleh karsinoma kaput
pankreas diikuti oleh 8% batu CBD (common bile duct) dan 2% karsinoma
kandung empedu.
Etiologi ikterus obstruksi intrahepatik yang paling sering adalah hepatitis,
keracunan obat, penyakit hati karena alkohol, dan penyakit hepatitis autoimun.
Penyebab yang kurang sering adalah sirosis hati bilier primer, kolestasis pada
kehamilan, karsinoma metastatic dan penyakit-penyakit lain yang jarang.3,4,5

2.2.4 Patogenesis
Hiperbilirubinemia adalah tanda nyata dari ikterus. Kadar normal bilirubin
dalam serum berkisar antara 0,3 – 1,0 mg/dl dan dipertahankan dalam batasan ini
oleh keseimbangan antara produksi bilirubin dengan penyerapan oleh hepar,
konjugasi dan ekskresi empedu. Bila kadar bilirubin sudah mencapai 2 – 2,5
11

mg/dl maka sudah telihat warna kuning pada sklera dan mukosa sedangkan bila
sudah mencapai > 5 mg/dl maka kulit tampak berwarna kuning .
Ikterus obstruksi terjadi bila :
1. Terjadinya gangguan ekskresi bilirubin dari sel-sel parenkim hepar ke sinusoid.
Hal ini disebut ikterus obstruksi intrahepatik. Biasanya tidak disertai dengan
dilatasi saluran empedu.
2. Terjadi sumbatan pada saluran empedu ekstrahepatik. Hal ini disebut sebagai
ikterus obstruksi ekstrahepatik. Oleh karena adanya sumbatan maka akan terjadi
dilatasi pada saluran empedu . Karena adanya obstruksi pada saluran empedu
maka terjadi refluks bilirubin direk (bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk)
dari saluran empedu ke dalam darah sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar bilirubin direk dalam darah. Bilirubin direk larut dalam air,
tidak toksik dan hanya terikat lemah pada albumin. Oleh karena kelarutan dan
ikatan yang lemah pada albumin maka bilirubin direk dapat diekskresikan melalui
ginjal ke dalam urine yang menyebabkan warna urine gelap seperti teh pekat.
Urobilin feses berkurang sehingga feses berwarna pucat seperti dempul (akholis) .
Karena terjadi peningkatan kadar garam-garam empedu maka kulit terasa gatal-
gatal (pruritus).3,4,5

2.2.5. Diagnosa Banding


1. Prehepatik : merupakan gangguan hati yang terjadi sebelum organ hepar
yang disebabkan oleh adanya peningkatan hemolisis seperti: malaria,
leptospirosis , sindrom uremik hemolitik , anemia sel sabit,thalasemia dan
G-6-PDH defisiensi dapat menyebabkan peningkatan lisis sel darah merah.
Temuan laboratorium : Urine - tidak ada bilirubin, urobilirubin > 2 unit ,
serum : peningkatan bilirubin tak terkonjugasi.
2. Hepatik : yaitu dimana jaundice yang berasal dari gangguan hepar sendiri,
sehingga mengakibatkan penyakit kuning yang disebabkan oleh hepatitis
akut , hepatotoksisitas ,sindrom Gilbert, sindrom Crigler - Najjar dan
alkoholik. Penyebab lainnya adalah ikterus neonatal ( biasanya tidak
berbahaya , yang berlangsung sampai 8 sampai 14 hari dalam kelahiran
12

prematur yang disebabkan oleh metabolisme dan penyesuaian fisiologis


setelah kelahiran ) dan primary biliary cirrhosis .Temuan laboratorium :
Urine : adanya bilirubin terkonjugasi, urobilirubin > 2 unit .
3. Posthepatik : jaundice terletak setelah konjugasi bilirubin dalam hati .
Ikterus ini , juga disebut jaundice obstruktif , disebabkan oleh gangguan
untuk drainage empedu dalam sistem empedu. Penyebab paling umum
adalah batu empedu pada saluran empedu , kanker di kepala pankreas.6

2.2.6. Diagnosa
Gejala Klinis & Pemeriksaan Fisik
Pada saat datang Pasien biasanya mengeluh tinja pucat, urin gelap, sakit
kuning, dan pruritus.Pada pemeriksaan fisik, pasien mungkin menampilkan tanda-
tanda penyakit kuning (kulit dan ikterus). Ketika perut diperiksa, kantong empedu
dapat teraba (tanda Courvoisier). Hal ini dapat dikaitkan dengan keganasan
pankreas. Kemudian ditemukan adanya tanda-tanda penurunan berat
badan,adenopati,dan darah samar pada tinja, menunjukkan lesi neoplastik. Lalu
perhatikan ada atau tidak adanya asites dan sirkulasi kolateral yang berhubungan
dengan sirosis. Bila diikuti demam tinggi dan menggigil dapat dicurigai adanya
kolangitis.
Nyeri dapat membingungkan diagnosa, beberapa pasien dengan CBD stone
memiliki penyakit kuning tanpa rasa sakit, sedangkan beberapa pasien dengan
hepatitis mengalami nyeri di kuadran kanan atas. Keganasan lebih umumnya
terkait dengan tidak adanya rasa sakit dan nyeri selama pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan fungsi hati terlepas dari penyebab kolestasis, nilai bilirubin
serum (terutama bilirubin direct) biasanya meningkat. Namun, tingkat
hiperbilirubinemia tidak dapat membantu menegakkan diagnosa obstruksi ikterus.
Alkaline fosfatase (ALP), ALP yang nyata meningkat pada orang dengan
obstruksi bilier. Namun tingkat tinggi enzim ini tidak spesifik untuk
kolestasis. Untuk menentukan apakah enzim yang berasal dari hati ukur
13

menggunakan gamma glutamil transpeptidase (GGT) atau 5-prime nucleotidase.


Nilai-nilai ini cenderung sama untuk pemeriksaan ALP pada pasien dengan
penyakit hati namun GGT paling sering digunakan. Sementara itu pada bagian
untuk evaluasi rutin obstruksi bilier, tingkat elevasi ALP tidak dapat digunakan
untuk membedakan antara penyebab ekstrahepatik dan intrahepatik dari obstruksi.
Penggunaan radiografi polos adalah pemilihan alat yang terbatas untuk
membantu mendeteksi kelainan pada sistem bilier. Sering, batu tidak dapat
divisualisasikan karena sedikit yang radiopak.
Ultrasonografi adalah alat yang paling aman, dan paling sensitif teknik
untukmemvisualisasikan sistem bilier, terutama kantong empedu. Akurasi alat ini
mendekati 95%.
Computed tomography (CT) scan biasanya dianggap lebih akurat daripada
USG untuk membantu menentukan penyebab dan tingkat obstruksi tertentu.
Selain itu, membantu memvisualisasikan struktur hati yang lebih konsisten dari
USG. Penambahan kontras intravena membantu membedakan dan menentukan
struktur pembuluh darah dan saluran empedu.7

2.2.7. Penatalaksanaan
Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya. Beberapa
gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis
intrahepatik, pengobatan penyakit dasarnya sudah mencukupi. Pruritus pada
keadaan irreversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif terhadap
kolestiramin 4-16 g/hari PO dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat garam
empedu di usus kecuali, jika terjadi kerusakan hati yang berat,
hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian fitonadion (vitamin
K1) 5-10 mg/hari SK untuk 2-3 hari.8

Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis yang


ireversibel dalam pencegahan penyakit tulang metabolik mengecewakan.
Suplemen vitamin A dapat mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini
dan steatorrhea yang berat dapat dikurangi dengan pemberian sebagian lemak
dalam diet dengan medium chain trigliceride.8
14

Selama ini titik berat jaundice obstruktif ditujukan kepada eradikasi bakteri
dengan pemberian antibiotika empedu pengganti, pemberian laktulosa dan terapi
pembedahan. Penatalaksanaan terapi ini sangat efektif bila dilakukan pada fase
dini dari ikterus obstruktif, akan tetapi hasilnya terbukti menjadi kurang efektif
bila dilakukan pada penderita yang sudah berlangsung lama, karena adanya
pengingkatan risiko gangguan fungsi ginjal.9

2.2.8. Komplikasi

Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah
gagal ginjal akut (GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut
pasca drainase interna sampai saat ini masih merupakan komplikasi klinis
yang mempunyai risiko kematian tinggi. Pada penderita ikterus obstruktif
lanjut yang mengalami tindakan pembedahan sering mengalami
komplikasi pasca operatif. Komplikasi ini berhubungan dengan
endoktoksemia sistemik terjadi melalui 2 mekanisme yang pertama, tidak
adanya empedu pada traktus gastrointestinal yang bersifat “detergen like”
sehingga terjadi transolakasi endotoksin melalui mukosa usus. Dengan
tidak adanya empedu dan cinjugated bilirubin di traktus gastrointestinal
akan menganggu fungsi barier usus sehingga terjadi over growth bakteri,
terutama bakteri gram negatif, yang dapat menyebabkan translokasi
bakteri maupun endotoksinnya kedalam sirkulasi. Mekanisme kedua,
ikterus obstruktif menyebabkan menurunnya fungsi kupffer sebagai
“clearance of endotoxin” sehingga endotoksin semakin meningkat di
dalam sirkulasi.9

Perubahan hemodinamika ginjal yang terjadi pada pasien denga ikterus


obstruktif bersifat reversible. Oleh karena itu harus segera dilakukan
intervensi optimal untuk mencegah semakin memburuknya fungsi ginjal.
Pencegahan terjadinya gagal ginjal akut pada pembedahan ikterus
obstruktif dengan melakukan ekspansi volume cairan dari intaseluler
menuju ekstraseluler dan menurunkan terjadinya endotoksinemia.9
15

Komplikasi yang terjadi pada ikterus obstruktif adalah sepsis primer,


perdarahan gastrointestinal, koagulopati, gangguan penyembuhan luka
bedah dan gagal ginjal akut (GGA).9

2.2.9. Prognosis

Bahaya akut dari ikterus obstruksi adalah terjadinya infeksi saluran


empedu (kolangitis akut), terutama apabila terdapat nanah di dalam saluran
empedu dengan tekanan tinggi seperti kolangitis piogenik akut atau kolangitis
supuratifa. Kematian terjadi akibat syok septik dan kegagalan berbagai organ.
Selain itu sebagai akibat obstruksi kronis dan atau kolangitis kronis yang berlarut-
larut pada akhirnya akan terjadi kegagalan faal hati akibat sirosis biliaris. Ikterus
obstruksi yang tidak dapat dikoreksi baik secara medis kuratif maupun tindakan
pembedahan mempumnyai prognosis yang jelek diantaranya akan timbul sirosis
biliaris.10

Bila penyebabnya adalah tumor ganas mempunyai prognosis jelek.


Penyebab morbiditas dan mortalitas adalah10 :

a. Sepsis khususnya kolangitis yang menghancurkan parenkim hati.


b. “Hepatic failure” akibat obstruksi kronis saluran empedu.
c. “Renal failure”.
d. Perdarahan gastro intestinal.
16

BAB 3

LAPORAN KASUS

Nomor Rekam Medis : 00.71.11.32

Tanggal masuk : 22 / 12 / 2017 Dokter ruangan :

dr. Ratna

Jam : 23.25 wib Dokter Chief of Ward :

dr. Indah / dr. Andri

Ruang : RA 1 3.1.5 Dokter Penanggung


Jawab Pasien :

dr. Ilham Sp.PD KGEH

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Sunarti

Umur : 44 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Dusun IX P Mahondang Kec Pulau Rakyat


17

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan Utama : Kuning seluruh tubuh

Telaah : Hal ini dialami os sejak 2 bulan sebelum masuk rumah


sakit. Kuning menyebar dimulai dari mata lalu menyebar ke
seluruh tubuh dimulai 2 bulan yang lalu. Os juga
mengeluhkan rasa gatal pada seluruh tubuh. Rasa gatal
muncul bersamaan dengan munculnya kuning pada seluruh
tubuh. Rasa gatal tidak menghilang setelah mengonsumsi
obat Mycoral. Os juga mengeluhkan adanya nyeri pada
perut bagian kanan atas, tetapi tidak dijumpai penjalaran
pada punggung. Os juga mengeluhkan nafsu makannya
turun sehingga berat badan os juga turun sekitar 10 kg
dalam waktu sekitar 1 bulan belakangan. Riwayat demam
tidak dijumpai. Pasien merasakan mual namun tidak
diiukuti dengan muntah. Pasien juga merasakan perut
kembung. Keluhan batuk dijumpai, batuk tidak berdahak.
Os juga mengeluhkan BAK seperti teh pekat sejak 1 bulan
yang lalu. Volume BAK sekitar 1 botol air mineral besar
setiap harinya (sekitar 1500 ml/hari). Os juga mengeluhkan
BAB berwarna seperti dempul sekitar 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit, BAB berlemak dan berdarah tidak
dijumpai. Riwayat konsumsi jamu jamuan dan obat obtan (-
), riwayat sakit kuning sebelumnya (-), riwayat sakit gula (-
), riwayat penyakit darah tinggi (-). Os juga suka makan
makanan yang berlemak. Sebelum dirujuk ke RS. HAM
Medan os pernah dirawat di Rumah Sakit lain selama 5 hari.

RPT : tidak ada

RPO : (-)
18

ANAMNESA ORGAN

Jantung Sesak Nafas : ( -) Edema :( + )

Angina Pectoris : ( -) Palpitasi :(-)

Lain-lain :(-)

Saluran Batuk-batuk :(+) Asma, bronchitis: ( - )

Pernafasan Dahak :(-) Lain-Lain :(-)

Saluran Nafsu Makan : (↓) Penurunan BB : 10 kg 1bln

Pencernaan Keluhan Mengunyah : (-) Keluhan Defekasi: ( - )

Keluhan Perut : (+) Lain-lain :(-)

Saluran Sakit BAK :(-) BAK tersendat : ( - )

Urogenital Mengandung Batu :(-) Keadaan urin : ( - )

Haid :(-) Lain-lain : ( -)

Sendi dan Sakit pinggang :(-) Keterbatasan Gerak: ( - )

Tulang Keluhan persendian : ( - ) Lain-lain :(-)

Endokrin Haus/Polidipsi : ( -) Gugup : (- )

Poliuri :(-) Perubahan Suara : ( - )

Polifagi :(-) Lain-lain :(-)


19

Saraf Pusat Sakit Kepala :(-) Hoyong :(-)

Lain-lain :(-)

Darah dan Pucat : (+) Perdarahan :(-)

Pembuluh Petechie :(-) Purpura :(-)

Darah Lain-lain :(-)

Sirkulasi Claudicatio Intermitten : ( - ) Lain-lain :(-)

Perifer

ANAMNESA FAMILI : Tidak ditemukan keluhan yang sama pada


keluarga

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS

Keadaan Umum : Lemah

Keadaan Penyakit

Sensorium : Compos Mentis Pancaran wajah : Lemah

Tekanan darah : 100/70 mmHg Sikap paksa :(-)

Nadi : 80x/menit Refleks fisiologis: ( + )

Pernafasan : 20x/menit Refleks patologis: ( -)

Temperatur : 36,5⁰C

VAS : 2-3
20

Anemia (+/+), Ikterus (+/+), Dispnoe (-)

Sianosis (-/-), Edema (+/+), Purpura (-/-)

Turgor Kulit : Baik

Keadaan Gizi : Normal

Berat Badan : 65 kg

Tinggi Badan : 155cm

BW :

BW = 65/55 x 100%

=118% (overweight)

Indeks Massa Tubuh :BB/(TB)2

65/(1.55)2

: 28,8 (Obesitas I)

KEPALA

Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), sklera ikterus (+/+),


pupil isokor ukuran 3 mm, refleks cahaya direk (+/+), indirek
(+/+), kesan ikterik.

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Dalam batas normal


21

Mulut : Bibir : Dalam batas normal

Lidah : Dalam batas normal

Gigi geligi : Dalam batas normal

Tonsil/Faring : Dalam batas normal

LEHER

Struma tidak membesar, tingkat : (-)

Pembesaran kalenjar limfa (-), Lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-), mobilitas(-),
nyeri tekan (-)

Posisi trakea : medial, TVJ : R-2 cm H2O

Kaku kuduk ( - ), lain-lain (-)

THORAKS DEPAN

Inspeksi

Bentuk : Simetris Fusiformis

Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernafas di kedua lapangan

paru.

Lain-lain : Spider Nevi ( - )

Palpasi

Nyeri tekan : Tidak dijumpai

Fremitus suara : Stem fremitus kanan = kiri

Iktus : Tidak teraba


22

Perkusi

Paru

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Batas Paru Hati R/A : ICS V / ICS VI

Peranjakan : ± 1 cm

Jantung

Batas atas jantung : ICS III linea midclavicularis sinistra

Batas kiri jantung : ICS V 1cm medial linea midclavicularis sinistra

Batas kanan jantung : ICS V linea parasternalis dekstra

Auskultasi

Paru

Suara pernafasan : Vesikuler pada kedua lapangan paru

Suara tambahan : (-)

Jantung

M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis (-), lain-lain (-), Heart


rate:80x/menit, reguler, intensitas: cukup

THORAX BELAKANG

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri


23

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : SP= vesikuler pada kedua lapangan paru, ST= (-)

ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk :Simetris

Gerakan lambung/usus :Tidak terlihat

Vena kolateral :Tidak dijumpai

Caput medusa : Tidak dijumpai

Lain-lain :-

Palpasi

Soepel, nyeri tekan pada hipokondrium dekstra

HATI

Pembesaran : Tidak teraba

Permukaan :-

Pinggir :-

Nyeri tekan :-

LIMFA

Pembesaran : Tidak dijumpai


24

GINJAL

Ballotement : Tidak dijumpai

TUMOR : (-)

Perkusi

Pekak hati : Bedah

Pekak beralih : Tidak dijumpai

Auskultasi

Peristaltik usus : Normoperistaltik

Lain-lain : (-)

PINGGANG

Nyeri ketuk Sudut Kosto Vertebra (-)

INGUINAL : Pembesaran KGB (-)

GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)

Perineum : Tdp
25

Spincter Ani : Tdp

Ampula : Tdp

Mukosa : Tdp

Sarung tangan : Tdp

ANGGOTA GERAK ATAS

Deformitas sendi : (-)

Lokasi : (-)

Jari tubuh : (-)

Tremor ujung jari : (-)

Telapak tangan sembab : (-)

Sianosis : (-)

Eritema Palmaris : (-)

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan

Edema + +

Arteri femorais + +

Arteri tibialis posterior + +

Arteri dorsalis pedis + +

Refleks KPR + +

Refleks APR + +

Refleks fisiologis + +

Refleks patologis - -
26

Lain-lain (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah 01/01/2018 Kemih Tinja

Hb: 9,9 g/dL Warna: kuning seperti Warna: Dempul


Teh pekat
Eritrosit: 3,64 x 106/mm3 Konsistensi: Lunak
Kejernihan: Jernih
Leukosit: 32,950 x 103/𝜇l Eritrosit: 13-15
Protein: +1
Trombosit: 273.000/𝜇l Leukosit: 1-2
Reduksi: -
Ht: 30 % Amoeba/Kista: -
Bilirubin: +
Hitung Jenis : Telur Cacing
Urobilinogen: -
Eosinofil: 0,9 % Ascaris: -
Sedimen
Basofil: 0,2 % Ankylostoma: -
Eritrosit: 2-4
Neutrofil: 84,40 % T. Trichiura: -
Leukosit: 1-2
Limfosit: 7,70 % Kremi: -
Epitel: 0-1
Monosit: 6,80 %
Silinder: -
HATI

Bilirubin total : 32,5 g/dL

Bilirubin direk : 23,00 g/dl

SGOT : 138 U/L

SGPT : 28 U/L

Alkali fosfatase : 1564


U/L
27

IMUNOSEROLOGI

HbsAg : nonreaktif

Anti HCV : Nonreaktif

RESUME

ANAMNESA Keluhan utama: Jaundice

Telaah : Jaundice (+) 2 bulan, sklera ikterik (+)


disertai pruritus (+). Nyeri hipokondrium
dekstra (+) 2 minggu. Nausea (+).
Anoreksia (+), berat badan turun (+) 10
kg dalam waktu 1 bulan. BAK seperti
teh pekat 2 minggu, volume BAK sekitar
1 botol air mineral. BAB akolis 2
minggu.

STATUS PRESENS Keadaan Umum : Sedang

Keadaan Penyakit : Berat

Keadaan Gizi :
28

PEMERIKSAAN FISIK Sensorium : Compos Mentis

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 80x/i

Pernafasan : 20x/I

Temperatur : 36,5°C

Kepala:

Konungtiva Palpebra Inferior Anemis (+/+), Sklera


Ikterik (+/+)

Abdomen:

Hepar tidak teraba

Nyeri tekan: + pada regio hipokondrium dekstra

LABORATORIUM 1. Anemia normokrom normositer

RUTIN 2. Peningkatan LFT serta Bilirubin

3. Viral Marker nonreaktif

Kemih: Warna teh pekat

Bilirubin: +

Protein: +1

Tinja : Warna dempul

DIAGNOSA BANDING - Obstruksi Jaundice ec. Ca Caput Pankreas + -


Anemia ec. Penyakit Kronik

- Obstruksi Jaundice ec. CBD stone + Anemia ec.


Penyakit Kronik

- Obstruksi Jaundice ec. Cholangiokarsinoma +


29

Anemia

- Obstruksi Jaundice ec. Ca Ampula Vateri +


Anemia ec. Penyakit Kronik

- Obstruksi Jaundice ec. Kolangitis + Anemia ec.


Penyakit Kronik

DIAGNOSA Obstruksi Jaundice ec. suspek Ca Caput Pankreas + -


SEMENTARA Anemia ec. Penyakit Kronik

PENATALAKSANAAN Aktivitas : Tirah baring

Diet : M III

Tindakan suportif : IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i


(makro)

Medikamentosa :

 Inj Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ iv


 Inj Ranitidine 50 mg / 12 jam/ iv
 Kolestiramin 1 x 4 gr
 Ambroxol syr 3 x C I
 Cetrizine 1 x 10 mg

Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan Lanjutan

1. Albumin, Ca 19-9, Amilase, Lipase, RFT

2. USG abdomen

3. CT scan abdomen

4. ERCP
30
31

BAB 4

FOLLOW UP

Tanggal S O A P Keteranga
n
02/01/20 - Jaundice Sens = CM  Obstruksi  Tirah R/
18 - Nyeri TD = 90/60 Jaundice Baring ERCP 
hipokond HR = 90 x/i ec.  Diet M II Kamis /
rium RR = 22 x/i suspek  IVFD jum’at
dekstra T = 36,6 0C Ca Caput NaCl CT Scan
- BAB Kepala Pankreas 0,9% 20 abd dengan
dempul Konjungtiva  Anemia gtt/i contras 
(+) anemis (+/+) ec. (makro) hari ini
Sklera ikterik Penyakit  Inj
(+/+) Kronik Ceftriaxo
Thorax  Pneumon ne 1
Pulmonal : Sp ia CAP gr/12
: Vesikuler dd/ TB jam/ iv
St : - Paru  Inj
Abdomen  Dermatiti Ranitidin
simetris, nyeri s e 50mg /
tekan (+) Seboroik 12 jam/
bising usus iv
normal  Inj.
Hepatomegali Metoclop
(+) 3 jari ramid 10
dibawah arcus mg/8jam/
costa iv
Ekstremitas  Ambroxo
Superior : l syr 3 x
edema (-/-),
32

Inferior : CII
edema  Laxadyn
pretibial (-/-) syr 3 x
CI
 Inerson
Cream 2
x1
 Ketokon
azol
cream 2
x1
 Cetrizine
1 x 10
mg
 Sucralfat
syr 3x C
II
03/01/20 - Jaundice Sens = CM  Obstruksi  Tirah R/ ERCP
18 - Nyeri TD = 100/60 Jaundice Baring  Kamis /
hipokond HR = 74 x/i ec.  Diet M Jum’at
rium RR = 20 x/i suspek III
0
dekstra T = 36,6 C Ca Caput  IVFD
- BAB hitam Kepala Pankreas NaCl
(+) Konjungtiva dd/ Liver 0,9% 20
anemis (+/+) metastase gtt/i
Sklera ikterik  Anemia (makro)
(+/+) ec.  Inj
Thorax Penyakit Ceftriaxo
Pulmonal : Sp Kronik ne 1
: Vesikuler  Pneumon gr/12
33

St : - ia CAP jam/iv
Abdomen dd/ TB  Inj
Simetris Paru Ciproflo
membesar,  Dermatiti xacin
Bising usus s 400
(+) N, Hepar Seboroik mg/12
terapa 3 jari jam /iv
dibawah arcus  Inj
costa Ranitidin
Ekstremitas e 50mg /
Superior : 12 jam/
edema (-/-), iv
Inferior :  Inj.
edema Metoclop
pretibial (+/+) ramide
10mg/ 8
jam/ iv
 Cetrizine
1 x 10
mg
 Ambroxo
l syr 3 x
CII
 Laxadyn
syr 3 x
CI
 Inerson
cream 2
x1
 Ketocona
34

zole
cream 2
x1
04/08/20 - Jaundice Sens = CM  Obstruksi  Tirah
18 - Nyeri TD = 100/60 Jaundice Baring
hipokond HR = 74 x/i ec.  Diet M II
rium RR = 20 x/i suspek  IVFD
0
dekstra T = 36,8 C Ca Caput NaCl
berkurang Kepala Pankreas 0,9% 20
- BAB Konjungtiva  Anemia gtt/i
hitam (+) anemis (+/+) ec. (makro)
Konjungtiva Penyakit  Inj.
ikterik (+/+) Kronik Ceftriaxo
Thorax  Pneumon ne 1 gr/
Pulmonal : Sp ia CAP 12 jam/
: Vesikuler dd/ TB iv
St : - Paru  Inj
Abdomen  Hipoalbu Ranitidin
Simetris mineia e 50mg /
membesar, 12 jam/
L/R sulit iv
diraba,  Inj
bising usus metoclop
normal, hepar ramide
teraba 3 jari 10 mg/ 8
dibawah arcus jam/ iv
costa  Cetrizine
Ekstremitas 1 x 10
Superior : mg
edema (-/-),
 Metilpre
Inferior :
35

edema dnisolon
pretibial (+/+) 3 x 4 mg
Hasil Lab:  Ambroxo
Hb: 9,6 g/dl l syr 3 x
Eri : 3,58 CI
juta/µl  Laxadyn
µl 3 x CI
Leu : 30.150  Inerson
/µl cream 2
Ht : 30 % x1
Tromb :  Ketocona
264.000/µl zole
MCV : 83 fl cream 2
MCHC : 32,4 x1
g/dl
Neu : 86 %
Eu : 1 %
Mon : 5,7 %
Lim : 6,1 %
Bilirubin
total: 32,50
mg/dl
Bilirubin
Direk: 23
mg/dl
ALP: 1564
Unit/L
SGOT: 138
Unit/L
SGPT: 28
Unit/L
36

Albumin: 1,7
g/dl
37

BAB 5

DISKUSI KASUS

Diagnosis Keluhan utama: Jaundice

Dari anamnesis didapatkan bahwa Telaah : Jaundice (+) 2 bulan, sklera


biasanya pasien mengeluh tinja pucat, ikterik (+) disertai pruritus
urin gelap, sakit kuning, dan pruritus (+). Nyeri hipokondrium
.Pada pemeriksaan fisik, pasien dekstra (+) .Nausea (+).
mungkin menampilkan tanda-tanda Anoreksia (+), Berat badan
penyakit kuning (kulit dan ikterus). turun (+) 10 kg dalam waktu
Ketika perut diperiksa, kantong 1 bulan. BAK seperti teh
empedu dapat teraba (tanda pekat 1 bulan, volume BAK
Courvoisier ). Hal ini dapat dikaitkan sekitar 1 botol air mineral.
dengan keganasan pankreas. BAB akolis 1 bulan.
Kemudian ditemukan adanya tanda-
tanda penurunan berat
badan,adenopati,dan darah samar pada
tinja, menunjukkan lesi neoplastik.
Lalu perhatikan ada atau tidak adanya
asites dan sirkulasi kolateral
yang berhubungan dengan sirosis.

Penatalaksanaan Pada pasien ini diberi tatalaksana berupa:

Beberapa gejala yang cukup  Tirah Baring


mengganggu misalnya pruritus
 Diet M III
pada keadaan irreversibel
38

(seperti sirosis bilier primer)  IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i (makro)


biasanya responsif terhadap
 Inj Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / iv
kolestiramin 4-16 g/hari PO
dalam dosis terbagi dua  Inj Ranitidine 50mg / 12 jam/ iv
hipoprotrombinemia biasanya
 Cetrizine 1 x 10 mg
membaik setelah pemberian
fitonadion (vitamin K1) 5-10  Kolestiramin 1 x 4 gr

mg/hari SK untuk 2-3 hari.  Ambroxol syr 3 x CI


Suplemen vitamin A dapat
mencegah kekurangan vitamin
yang larut lemak ini dan
steatorrhea yang berat dapat
dikurangi dengan pemberian
sebagian lemak dalam diet
dengan medium chain
trigliceride.1

Pemberian antibiotika empedu


pengganti, pemberian
laktulosa dan terapi
pembedahan. Penatalaksanaan
39

BAB 6

KESIMPULAN

Pasien a.n Sunarti didiagnosa dengan Obs. Jaundice ec. Ca Caput Pankreas +
Anemia ec. Penyakit Kronik . Pasien dirawat inap di RSUP H.Adam Malik
Medan dan ditatalaksana dengan Tirah Baring, Diet M III, IVFD NaCl 0,9 %
20 gtt/i (makro), Inj Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / iv, Inj Ranitidine 50mg / 12
jam/ iv, Cetrizine 1 x 10 mg, Kolestiramin 1 x 4 gr, Ambroxol 3 x CI. Pasien
direncanakan ERCP.
40

DAFTAR PUSTAKA

1. .Aru, WS, et al. Buku ajar IlmuPenyakitDalam, jilid 1 EdisiEmpat.


BalaiPenerbitan FK-UI. 2006.
2. Snell RS. Anatomi klinis. EGC. 2011. 720-727
3. Sulaiman, Ali. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam : Aru W,
Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta :
Pnerbitan IPD FKUI, 2007. h. 420-423
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. 4 ed. Jakarta: EGC; 1995.
5. Crawford JM.. Liver and Biliary Tract. Dalam : Kumar, Vinay et al.
Robbins and Cotran: Pathologic Basis of Disease, 7th ed. Saunders
Elsevier, USA. 2005. H. 206
6. Sulaiman A. Pendekatan klinis pada pasien ikterus. In sudoyo AW,
editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing;
2009. p. 422-425.
7. Bonheur JL. Biliary obstruction. Medscape [Internet]. 2016 Nov [cited
2017 Jul 21]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/187001-overview
8. Lesmana L.: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.
9. Kasper Dennis, Harrison Tinsley Randolph. 2005. Harrison Principle’s
of Internal Medicine 16th. New York: Mc Graw Hills Publishing. 1880-
1890
10. Podolsky D.K, Issel B.K, Penyakit Kandung Empedu dan Duktus
Biliaris, Harrison; Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4,
Edisi 13, EGC, Jakarta, 2000, Hal. 1688-1693

Anda mungkin juga menyukai