PENDAHULUAN
Latar Belakang
A. Tujuan
1. Mengetahui definisi kolestasis
1
2. Mengetahui klasifikasi kolestasis
3. Mengetahui patofisiologi dan etiologi kolestasis
4. Mengetahui penatalaksanaan kolestasis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
B. DEFINISI
Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu
mulai dari hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini
dapat menyebabkan perubahan indikator biokimia, fisiologis, morfologis, dan
klinis karena terjadi retensi bahan-bahan larut dalam empedu. Dikatakan
kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0 mg/dl atau 20% dari bilirubin
total.2
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam
jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari
hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi
klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi ke dalam empedu
seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol di dalam darah dan jaringan tubuh.
Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu
pada sel hati dan sistem bilier.
3
yang secara normal diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, kolesterol, asam
empedu, dan elemen renik. Biopsi hati menampakkan akumulasi empedu dan
pigmen empedu di parenkim. Pada obstruksi ekstrahepatik, pigmen empedu
mungkin bisa dilihat di duktus biliaris intralobularis atau seluruh parenkim
sebagai danau-danau empedu atau infark. Kolestasis bisa juga terlihat tanpa bukti
adanya obstruksi duktus biliaris apabila ada jejas hepatosit atau perubahan pada
fisiologi hati menyebabkan pengurangan kecepatan sekresi larut dan air. Agaknya
penyebab dapat meliputi perubahan pada ultrastruktur atau sitoskeleton hepatosit,
perubahan pada organela yang menyebabkan sekresi empedu, perubahan dalam
aktivitas enzim, atau perubahan pada permeabilitas aparatus kanalikuler empedu.
Hasil akhirnya tidak bisa dibedakan secara klinis dari kolestasis obstruktif.2,3
C. PATOFISIOLOGI
4
dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga
terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di
hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan
gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu
dan hiperbilirubinemi terkonjugasi.2
Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
1. Pembentukan bilirubin berlebihan
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati
3. Gangguan konyugasi bilirubin
4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intra
hepatik dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik.
Metabolisme Bilirubin
ERITROSIT Hemoglobin
Heme
Hemoksigenase
Biliverdin
5
Biliverdin - reductase
ENTEROHEPATIK
Sterkobilin
Urobilinogen
Metabolisme Bilirubin
6
Penyebab ikterus kholestatik bisa intrahepatik atau ekstra hepatik. Penyebab
intra hepatik adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital duktus biliaris.
Kerusakan dari sel paremkim hati menyebabkan gangguan aliran dari garam
bilirubin dalam hati akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan ke dalam
duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan regurgitasi. Jadi akan terlihat
peninggian bilirubin terkonyugasi dan bilirubin tidak terkonjugasi dalam serum.
Penyumbutan duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup menyebabkan
ikterus. Kadang-kadang kholestasis intra hepatal disertai dengan obstruksi
mekanis di daerah ekstra hepatal. Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra
hapatal yang disebabkan oleh batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal
kholestasis, keadaan ini biasanya tidak terjadi hiper bilirubinemia karena
dikompensasi oleh hepar yang masih baik. Kholangitis supuratif yang biasanya
disertai pembentukan abses dan ini biasanya yang menyebabkan ikterus. Infeksi
sistemik dapat mengenai vena porta akan menyebabkan invasi ke dinding
kandung empedu dan traktus biliaris. Pada intra hepatik kholestasis biasanya
terjadi kombinasi antara kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme
(kholestasis dan hepatitis).2,3
Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran empedu ke dalam
usus sehingga akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonyugasi dalam darah.
Penyebab yang paling sering dari ekstra hepatik kholestatik adalah batu di duktus
7
kholedekhus dan duktus sistikus, tumor duktus kholedekus, kista duktus
kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing kholangitis.
C. Sintesis Protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang
produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.
8
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang
menurun. Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit
oleh Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.
D. ETIOLOGI
9
Kolestasis Intrahepatik
a. Idiopatik
1. Hepatitis neonatal idiopatik
2. Lain-lain : Sindrom Zellweger
b. Anatomik
1. Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil
2. Penyakit Caroli
3. Sepsis
4. Hepatitis virus dan hepatitis karena obat
5. Mutasi transpor empedu
6. Sirosis bilier primer
7. Reaksi penolakan transplantasi hati
10
Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom
polisplenia, lupus neonatal.
11
- Hipotiroidism
Kolestasis Ekstrahepatik
12
a. Atresia bilier
b. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier
c. Massa (kista, neoplasma, batu)
d. Inspissated bile syndrome , dll
E. Klasifikasi4,6
13
intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,
infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik,
iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan
berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah
berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang
lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari
kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan
hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2
bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik
disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu
intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin
dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak
menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus
dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus
empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan
dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum
dilakukan operasi Kasai.
Jika terjadi obstruksi empedu, perubahan hepar dapat terjadi dengan cepat
dan ikterus dapat terlihat dalam 36 jam. Setelah 2 minggu akan ditemukan ruptur
dari duktus interlobuler. Pada kolangitis akan ditemukan lekosit polimorfonuklear
pada kandung empedu dan sinusoid. Ikterus obstruktif ekstrahepatik kemungkinan
disebabkan oleh adanya obstruksi fisik pada saluran empedu pada umumnya
diluar hati, menimbulkan gejala kolestasis akut.
Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh :
· Batu empedu
· Carsinoma pancreas dan ampula
· Striktur saluran empedu
· Cholangiocarsinoma
· Sklerosing Cholangitis primer atau sekunder
Ikterus obstruksi ekstra hepatik memberikan 3 perubahan klasik pada traktus
portal :
14
1. Oedema jaringan ikat
2. Proliferasi duktus
3. Infiltrasi neutrofil
Gambaran ini dinamakan “ductular reaction”. Pada gambaran mikroskopik
ikterus obstruktif selalu ditemukan cairan empedu karena adanya peningkatan
tekanan di traktus porta, sehingga terjadi reaksi duktuler yang salah satunya
adalah proliferasi duktus bilier yang baru. Proliferasi duktus dipengaruhi oleh
peningkatan perfusi di daerah perivaskuler pleksus bilier, stimulasi reseptor
adrenergik dan dopaminergik yaitu taurocholate dan taurolithocholate dan
peningkatan AMP siklik dan interleukin 6. Infiltrasi netrofil akan terjadi pada
ikterus obstruksi dengan adanya reaksi sitokin kompleks dan chemokine.
Gambaran periduktus dan fibrosis seperti kulit bawang (onion-skin fibrosis) dapat
ditemukan pada kolestasis ekstrahepatik dimana terjadi obstruksi aliran empedu
dalam waktu yang lama. Keadaan ini dapat juga terjadi pada Primary Sclerosing
Cholangitis. Pada keadaan ikterus obstruktif yang disebabkan oleh batu empedu,
striktur empedu atau karsinoma pankreas, gambaran klinik jelas dengan ikterus
progresif dan peningkatan kadar alkali fosfatase serum dan bilirubin serum.
Diagnosis umumnya tegak dengan pemeriksaan Ultrasonografi dengan konfirmasi
pada saat tindakan operasi.
15
2. Kolestasis Intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b)
Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu
intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik
(foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran
intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik
seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran
ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing
kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-
hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai
dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal
koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan
meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang
besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda
hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat
neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik.
Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract.
Contoh dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal
dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini
ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multiorgan pada mata (posterior
embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis
katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang
dominan, mata yang dalam, dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity
saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu
intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM,
sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan Hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan
pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam
16
empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa
asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan
penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis
merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada
sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari
neonatal hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan
genetik, endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran
histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell
dengan gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus
empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya
tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus,
bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan.
F. MANIFESTASI KLINIK
17
G. DIAGNOSIS2,3,4
Anamnesis
a. Adanya ikterus, tinja akolis yang persisten harus dicurigai adanya penyakit hati
dan saluran bilier.
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau
berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak
18
perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan
tinja akolis lebih awal.
Pemeriksaan fisik
Ikterus merupakan tanda yang paling sering dijumpai pada pasien dengan
kolestasis, dan merupakan pertanda awal untuk mendiagnosis kolestasis. Pada
umumnya gejala ikterik akan muncul pada pasien apabila kadar bilirubin sekitar 7
mg/dl. Pemeriksaan abdomen bisa ditemukan adanya hepatomegali, apabila
didapatkan kosistensi hepar keras, tepi tajam, dan permukaan noduler, hal tersebut
dapat diperkirakan hepar sudah mengalami fibrosis atau sirosis.
Hepar yang teraba pada daerah epigastrium maka dapat dicerminkan sebagai
sirosis. Rasa nyeri tekan pada palpasi merupakan mekanisme peregangan dari
kapsula Glissoni yang disebabkan karena edema. Pasien dengan kolestasis dapat
dijumpai juga adanya splenomegali, perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin K, urin berwarna gelap seperti teh, tinja warnanya pucat (akholik), sampai
bisa didapatkan pasien dengan gagal tumbuh.
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Rutin
19
ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5 kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier.
2) Pemeriksaan Khusus
B. Pencitraan
1) Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang
menyebabkan kholestasis.meriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus
biliaris intra/ekstra hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah
ada ikterus onstruksi atau ikterus non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah
duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal maka akan terlihat duktus
biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran bagian
proximal. Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dengan
mudah dapat dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak
tampak pelebaran dari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus
biliaris intra dan ekstra hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak
rendah (distal). Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat
duktus biliaris kanan berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas
terlihat berdilatasi. Gambaran duktus biliaris yang berdilatasi bersama-sama
20
dengan vena porta terlihat sebagai gambaran double vessel, dan imajing ini
disebut “double barrel gun sign” atau sebagai “paralel channel sign”. Pada
potongan melintang pembuluh ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda
membentuk “shot gun sign”. Pada dilatasi berat duktus biliaris maka duktus
biliaris intra hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat berdilatasi
dan berkelok-kelok.
2) Schintigrafi Hati
Pemeriksaan skintigrafi ini berguna untuk mengevaluasi kelainan
obstruktif sistem bilier termasuk atresia bilier.
3) Pemeriksaan Kolangiografi
Kolangiografi intra-operatif dilakukan saat laparatomi eksplorasi pada
kasus yang kemungkinan atresia bilier tidak dapat disingkirkan dengan cara lain.
Pemeriksaan ERCP jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum, alat
yang canggih, serta keterampilan yang khususdan kemungkinan positif palsu yang
tinggi.
B. Biopsi Hati
21
H. DASAR TERAPEUTIK KOLESTASIS
22
Asam ursodeoksikolat : asam empedu tersier yang mempunyai sifat
hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu
primer serta sekunder. Jadi asam ursodeoksikolat merupakan competitive
binding terhadap asam empedu toksik, sebagai suplemen empedu,
hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dosis : 10-30 mg/kgbb/hari.
Kolestiramin 0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr
- Menyerap empedu toksik
- Menghilangkan gatal
Rifampisin 10 mg/ kgBB/ hr
- aktivitas mikrosom
- Menghambat ambilan empedu
I. PROGNOSIS
23
sediaan histologik had, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan
bila terjadi penyulit hipertensi portal.
BAB III
KESIMPULAN
24
dipertahankan optimal. Evaluasi diagnostik ini seringkali tidak mudah karena
memerlukan berbagai sarana pemeriksaan penunjang yang canggih/mutakhir dan
mahal, bahkan kadangkala memerlukan tindakan laparatomi percobaan dan
akhirnya penderita dilabel sebagai hepatitis idiopatik. Dalam tatalaksana suportif,
tidak boleh dilupakan terapi nutrisi serta simtomatik gejala komplikasi yang sudah
terjadi. Pada stadium yang lanjut, pilihan terapi adalah transplantasi.
DAFTAR PUSTAKA
5. Nazer, H. Cholestasis.http://emedicine.medscape.com/article/927624-
overview. Update at June 6th, 2012. Accessed at May 10th, 2014.
25
6. Arce DA, Costa H, Schwarz SM. Hepatobiliary disease in children.
Clinics in Family Practice. 2000; 2: 1-36.
7. Roberts EA. The jaundiced baby. Dalam: Kelly DA, penyunting. Diseases
of the liver and biliary system in children, edisi ke-1. Oxford: Blackwell
Science. 1999: 11-45.
26