IKTERUS
Disusun Oleh:
Dosen Pembimbing:
Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir,
kulit, atau organ lain akibat pembentukan bilirubin. Ikterus fisiologis adalah yang
terjadi karena metabolisme normal bilirubin pada bayi baru lahir usia minggu
pertama. Peninggian kadar bilirubin terjadi pada hari ke-2 dan ke-3 dan mencapai
puncaknya pada hari ke-5 sampai ke-7, kemudian menurun kembali pada hari ke-
10 sampai ke-14. Pada neonatus cukup bulan, kadar bilirubin tidak melebihi 10
mg/dL dan pada bayi kurang bulan, kurang dari 12 mg/dL. Ikterus fisiologis baru
dapat dinyatakan sesudah observasi pada minggu pertama sesudah kelahiran.
B. KLASIFIKASI IKTERUS
Secara klinis, ikterus dibagi menjadi 3 jenis yaitu ikterus hemolitik, obstruktif,
dan hepatoselular.
1. Ikterus Hemolitika
Ikterus hemolitika disebabkan oleh pecahnya sel eritrosit secara berlebihan
seperti pada anemia hemolitika, reaksi imun, infeksi berat, atau transfusi darah.
Oleh karena banyaknya destruksi sel eritrosit, pembentukan bilirubin indirek
melebihi kapasitas kemampuan hepar untuk melakukan konjugasi sehingga tidak
semua bilirubin tersebut dapat dikonjugasikan oleh hepar. Hal ini menimbulkan
penimbunan bilirubin indirek dalam plasma, yang dapat dideteksi dengan adanya
peningkatan kadar B1 plasma. Hepar yang tidak mengalami kelainan, dapat
melakukan konjugasi, tetapi tidak dapat mengkonjugasikan semua bilirubin
indirek yang berlebihan dalam darah. Hepar akan melakukan konjugasi secara
maksimal dari bilirubin indirek menjadi bilirubin direk dan selanjutnya akan
mengekskresikan bilirubin direk yang lebih banyak dari normal ke dalam usus
sebagai urobilinogen. Sebagian urobilinogen akan dikeluarkan bersama feses
(sterkobilin) yang jumlahnya melebihi normal sehingga feses berwarna lebih
coklat. Sisa urobilinogen dikeluarkan bersama urine dengan kadar tinggi.
2. Ikterus Obstruktif
Ikterus ini terjadi sebagai hasil dari obstruksi saluran yang menjadi jalan bagi
bilirubin indirek dari hepatosit ke usus.
Jika obstruksi yang terjadi parah, bilirubin tidak dapat diekskresikan ke usus
sehingga menyebabkan urobilinogen di usus berkurang atau tidak ada. Hal ini
menyebabkan kadar urobilinogen di feses berkurang atau tidak ada sehingga feses
berwarna putih seperti dempul, begitu pula dengan urobilinogen yang berada di
usus, yang diabsorbsi kembali oleh darah akan berkurang sehingga pengeluaran
urobilinogen melalui urobilinogen juga berkurang.
3. Ikterus Hepatoselular
Ikterus hepatoselular terjadi akibat kegagalan hepatosit untuk
mengkonjugasikan bilirubin dan kegagalan hepar untuk menyalurkan bilirubin ke
usus. Keadaan ini dapat dijumpai pada hepatitis virus.
4. METABOLISME BILIRUBIN
5. SIKLUS ENTEROHEPATIK
Sel-sel hati memiliki sistem transpor yang serupa dengan tubuli ginjal. Sistem
transpor hati berfungsi untuk memindahkan berbagai substansi dari plasma
kedalam empedu. Berbagai konjugat yang hidrofilik (terutama glukuronida)
dipekatkan dalam empedu dan dikeluarkan ke dalam usus. Senyawa glukuronida
tersebut akan mengalami hidrolisa melepaskan embali obat yang aktif. Obat yang
dilepas tersebut akan terabsopsi kembali oleh usus, siklus ini dapat terjadi
berulang-berulang dan disebut siklus enterohepatik. Efek dari siklus enterohepatik
terohepatik ini dapa memperpanjang lama kerja otot karena siklus membentuk
semacam reservoir obat yang bisa mencapai 20% dari seluruh obat dalam tubuh.
contoh obat yang mengalami siklus enterohepatik antara lain adalah digoksin
(diekskresikan ke empedu dala bentuk tanpa konjugasi), morfin, kloramfenikol,
dan stilbesterol yang semuanya ditranspor dalam bentuk glukuronida.
Terdapat pula obat yang diekskresikan kedalam empedu dalam jumlah yang
berarti, misalnya kromoglikat yang diberikan secara inhalasi pada pengobatan
asma, diekskresikan terutama didalam empedu dalam bentuk yang tidak diubah.
Obat anti tuberkulosis rifampisin, diabsorbsi dari usus dan secara perlahan
mengalami deasetilasi tetapi efek antituberkulosisnya tetap. kedua bentuk
rifampisin tersebut diekskresikan ke dalam empedu, tetapi rifampisin bentuk
deasetilasi tidak diabsorpsi kembali sehingga akhirnya sebagian obat dikeluarkan
dari tubuh melalui tinja dalam bentuk deasetilasi.
Daftar Pustaka