Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

IKTERUS NEONATUS

A. Metabolisme Bilirubin

1. Pembentukan bilirubin

Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme


dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar
terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian
akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin
bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak
larut.

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial,


selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.
Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan
kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada
albumin bersifat nontoksik

2. Transportasi bilirubin

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma


hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin,
ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y),
mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas
pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap
pembentukan ikterus fisiologis

3. Ambilan bilirubin

4. Konjugasi bilirubin

Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin


konjugasi yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim
uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian
diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin
yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi
berikutnya.
5. Sekresi Bilirubin

Sekresi bilirubin diglukuronida ke dalam empedu melalui transportasi


aktif. Sistem transpor ini juga dapat dipicu oleh obat yang menginduksi
konjugasi bilirubin. Normalnya, bilirubin diglukuronida saja yg disekresikan ke
dalam empedu

6. Ekskresi bilirubin

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan disekresikan ke


dalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan
melalui feces. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi
tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk
tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus.

Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi


akan dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-
glukoronidase). Dengan bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah
menjadi urobilinogen.

Urobilinogen tidak berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan


diekskresikan kembali lewat hati, mengalami siklus urobilinogen enterohepatik.
Sebagian besar urobilinogen dirubah oleh flora normal colon menjadi urobilin
atau sterkobilin yang berwarna kuning dan diekskresikan melalui feces. Warna
feces yang berubah menjaadi lebih gelap ketika dibiarkan udara disebabkan
oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.

B. Penilaian Ikterus Menurut Kramer


Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh
bayi baru lahir dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki
dan bahu pergelangan tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan
telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang
tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain.
Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka
rata-rata didalam gambar di bawah ini :
Penentuan Derajat Ikterus Menurut Pembagian Zona Tubuh (Menurut Kramer)

1. Kramer I. Daerah kepala


(Bilirubin total ± 5 – 7 mg).
2. Kramer II daerah dada – pusat
(Bilirubin total ± 7 – 10 mg%)
3. Kramer III Perut dibawah pusat s/d lutut
(Bilimbin total ± 10 – 13 mg)
4. Kramer IV lengan s/d pergelangan tangan tungkai bawah s/d pergelangan kaki
(Bilirubin total ± 13 – 17 mg%)
5. Kramer V s/d telapak tangan dan telapak kaki
(Bilirubin total >17 mg%).

C. Pengertian
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa
karena adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin
dalam darah (Brooker, 2001).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat
penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubin emia adalah ikterus dengan
konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kearah terjadinya kernikterus atau
ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan (Markum,A.H,
1991).
Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-
3 setelah lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang
dengan sendirinya pada hari ke 10. (Nursalam, 2005).
Ikterus adalah gejala kuning pada sklera kulit dan mata akibat bilirubin
yang berlebihan didalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum kurang
dari 9μmol/L (0,5mg%). Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin meningkat
diatas 35μmol/L (2 mg%) (Wim de Jong et al, 2005).

D. Etiologi
Peningkatan produksi Billirubin dapat menyebabkan:
1. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
2. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
3. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis.
4. Defisiensi G6PD/Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
5. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta),
diol (steroid).
6. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
7. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
9. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
10. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
11. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

E. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari
pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya akan
masuk sirkulasi, dimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Globin
(protein) digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan dirubah menjadi
bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin. Didalam liver bilirubin
berikatan dengan protein plasma dan dengan bantuan enzim glukoronil
transferase dirubah menjadi bilirubin konjugata yang akan dikeluarkan lewat
saluran empedu ke saluran intestinal. Di Intestinal dengan bantuan bakteri
saluran intestinal akan dirubah menjadi urobilinogen dan starcobilin yang akan
memberi warna pada faeces. Umumnya bilirubin akan diekskresi lewat faeces
dalam bentuk stakobilin dan sedikit melalui urine dalam bentuk urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam usus
karena terdapat beta – glukoronidase yang berperan penting terhadap
perubahan tersebut. Bilirubin indirek diserap lagi oleh usus kemudian masuk
kembali ke hati.
Keadaan ikterus dipengaruhi oleh :
1. Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran : hemolitik yang
meningkat
2. Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena imaturasi hepar.
3. Gangguan transportasi ikatan bilirubin+ albumin menuju hepar, defiiensi
albumin menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas dalam darah yang
mudah melewati sawar otak sehingga terjadi kernicterus
4. Gangguan ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau diluar hepar, karena
kelainan bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena penyakit lain
F. Manifestasi Klinis
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.
Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala :
1. Dehidrasi : Asupan kalori tidak adekuat (misalnya : kurang minum, muntah-
muntah)
2. Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (misalnya :
Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi (G6PD) atau
kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir : Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan
tertutup lainnya.
4. Pletorik (penumpukan darah) : Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh
keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit). Sering dikaitkan dengan infeksi kongenital,
sepsis atau eritroblastosis
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal). Sering berkaitan dengan
anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan kearah ikterus obstruktif,
selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.

G. Klasifikasi
Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua :
1. Ikterus fisiologi
Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6
dan menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa, minum baik, BB naik biasa.
Kadar bilirubin pada bayi aterm tidak lebih dari 12mg/dl, pada BBLR 10mg/dl,
dan akan hilang pada hari ke-14. Penyebab ikterus fisiologis diantaranya
karena kekurangan protein Y dan, enzim glukoronil transferase yang cukup
jumlahnya
2. Ikterus patologis
a. Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan, serum bilirubin total lebih
dari 12 mg/dl.
b. Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam
c. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi prematur atau 12
mg/dl pada bayi aterm.
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis
e. Bilirubin Direk lebih dari mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum mg/dl/jam
atau 5 mg/dl/hari.
f. Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm dan 14 hari
pada BBLR.
Keadaan yang menyebabkan ikterus patologis adalah
1. Penyakit hemolitik
2. Kelainan sel darah merah
3. Hemolisis : hematoma, Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan
lahir.
4. Infeksi
5. Kelainan metabolik : hipoglikemia, galaktosemia
6. Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin
seperti : sulfonaamida, salisilat, sodium bensoat, gentamisin,
7. Pirau enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi,
hirschsprung.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar bilirubin serum (total)
2. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
3. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
4. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
5. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia.
6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT
rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).

I. Penatalaksanaan
a. Ikterus Fisiologi

1) Mempercepat metabolisme pengeluaran bilirubin dengan early breast

feeding yaitu menyusui bayi dengan ASI. Pemberian makanan dini

dapat mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada neonatus, karena

dengan pemberian makanan yang dini itu terjadi pendorongan

geraakan usus dan mekonium lebih cepat dikeluarkan, sehingga


peredaran enterohepatik bilirubin berkurang. Bilirubin dapat dipecah

jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine. Untuk itu bayi harus

mendapat cukup ASI, seperti yang diketahui ASI memiliki zat-zat

terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar BAB dan BAK. Akan

tetapi pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter. Untuk

mengurangi terjadinya ikterus dini bayi diletakan di atas dada ibu

selama 30-60 menit, posisi bayi pada payudara harus benar, berikan

kolostrum karena dapat membantu untuk membersihkan mekonium

segera. Mekonium yang mengandung bilirubin tinggi bila tidak segera

dikeluarkan, bilirubinnya dapat diabsorbsi kembali sehingga

meningkatkan kadar bilirubin dalam darah, bayi jangan diberi air putih,

air gula atau apapun sebelum ASI keluar karena akan mengurangi

asupan susu, memonitor kecukupan produksi ASI dengan melihat

buang air kecil bayi paling kurang 6-7 kali sehari dan buang air besar

paling kurang 3-4 kali sehari (Yuliawati, Ni Eka dkk, 2018 ).

2) Terapi sinar matahari

Terapi sinar biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di

rumah sakit. Dengan menjemur selama setengah jam dengan posisi

berbeda. Lakukan pada jam 07.00-09.00 karena pada saat inilah

waktu dimana sinar ultraviolet cukup efektif mengurangi kadar

bilirubin,tutup mata dan bagian alat kelamin bayi serta menghindari

posisi yang membuat bayi melihat langsung ke arah matahari yang

dapat merusak matanya karena cahaya matahari khsusnya sinar

ultraviolet dapat memicu serangkaian reaksi kimia sel-sel pada mata

yang pada akhirnya beresiko merusak kemampuan sel-sel mata

dalam merespon objek visual (Williamson dan Kenda, 2013).

b. Ikterus Patologis
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi (a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the
blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi
menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin
tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah
Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Didalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke
Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati
(Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar
mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi
mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi
tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat
menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar
Bilirubin Indirek 4-5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang
dari 1000gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl.
Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis
pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir
Rendah.
2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d. Tes Coombs Positif
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg/dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap
sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin

J. Komplikasi
Komplikasi terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak dengan gambaran klinik :
1. Letargi / lemas
2. Kejang
3. Tak mau menghisap
4. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
5. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot,
epistotonus, kejang
6. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental

MACAM-MACAM REFLEK PADA BAYI


Reflek merupakan respon dari stimuli yang terjadi secara otomatis , reflek
berfungsi menentukan tingkat kematangan syaraf pada bayi. Bayi baru lahir
memiliki sejumlah reflek yang membantu bayi menyesuaikan diri terhadap
lingkungan baru beberapa reflek menghilang pada usia tertentu dan ada
beberapa reflek yang permanen.
1. Reflek Mata
a. Berkedip atau reflek kornea Bayi mengedipkan mata jika mendadak muncul
sinar terang atau benda yg bergerak mendekati kornea; menetap seumur
hidup.
b. Pupilar Pupil kontriksi jika disinari cahaya terang; menetap seumur hidup.
c. Mata boneka Ketika kepala digerakkan perlahan ke kanan atau ke kiri, mata
akan tertinggal atau tidak segera menyesuaikan ke posisi kepala yg baru,
jika menetap kelaian neurologis.
2. Reflek Hidung
a. Reflek bersin Respons spontan saluran pernapasan terhadap iritasi atau
obstruksi; menetap seumur hidup
b. Reflek glabelar Tepukan cepat pada glabelar, menyebabkan mata menutup
kuat.
3. Mulut dan Tenggorokan
a. Gag (muntah) Rangsangan pada rongga mulut posterior oleh makanan,
penghisapan, pemasangan NGT; menetap seumur hidup.
b. Reflek ekstrusi Apabila lidah disentuh atau ditekan, bayi berespon dengan
mendorongnya keluar; menghilang pada usia 4 bulan.
c. Reflek Gawn (menguap) Respon spontan terhadap berkurangnya oksigen
dengan meningkatkan jumlah udara inspirasi; menetap seumur hidup
d. Reflek batuk Iritasi membran mukosa laring atau cabang trakheobronkial
menyebabkan batuk; menetap seumur hidup, biasanya ada setelah hari
pertama
e. Sucking Reflex, reflex ini sudah muncul bayi sejak dalam kandungan,
dimana bayi mulai suka menghisap jarinya terutama ibu jari. Reflex ini
berguna, bila bayi disodorkan payudara Ibu, bayi akan menghisapnya.
Refleks ini merupakan rute bayi menuju pengenalan akan makanan
f. Rooting reflex, reflex ini muncul bila ada apapun yang menyentuh pipi atau
kanan-kiri mulut bayi, bayi itu memalingkan kepalanya ke arah benda yang
menyentuhnya, dalam upaya menemukan sesuatu yang dapat dihisap.
Terkadang suka disalah artikan , reflex rooting ini dianggap bayi terus lapar
bila disentuhkan jari ke sisi mulut bayi Muncul sejak lahir & hilang usia 3-4
bulan. Refleks digantikan dengan makan secara sukarela
4. Ekstrimitas
a. Reflek Palmar Garsp, apabila kita meletakkan jari pada telapak tangan
bayi, bayi akan menggenggam erat. Reflex ini akan berangsur
menghilang setelah bayi berusia 5-6 bulan.
b. Reflek Plantar Garsp, apabila kita memberikan tekanan ringan pada
tumit bayi seluruh jari kaki bayi akan menutup. Muncul sejak lahir dan
hilang usia 9-10 bulan
c. Babinsky reflex, menggoreskan jari ke telapak kaki bayi di sisi
luar,seluruh jari kaki bayi meregang. Reflex ini akan menghilang saat
bayi bisa berjalan. Reflex ini menunjukkan bahwa system persyarafan
bayi yang masih immature. Bila reflex ini ditemukan pada orang dewasa
atau anak yang lebih besar, adalah menunjukkan adanya suatu kelainan
system persyarafan
5. Reflek seluruh tubuh
a. Reflek Moro, timbul akibat rangsangan yang mendadak. Cara:bayi
dikejutkan/merubah posisi badan bayi secara mendadak. Muncul sejak
lahir & menghilang usia 6 bulan
b. Reflek Tonic Neck, saat kepala bayi digerakkan kesamping, lengan pada
sisi tersebut akan lurus dan lengan yang berlawanan akan menekuk.
Reflek ini merupakan suatu tanda awal koordinasi mata dan kepala bayi.
Muncul pada usia satu bulan dan akan menghilang pada sekitar usia 5
bulan
c. Stepping Reflex, saat bayi diangkat pada posisi tegak & telapak kaki bayi
disentuhkan pada dasar yang datar, kaki bayi yang satu akan
meletakkan kaki didepannya seperti posisi ingin melangkah. Reflek ini
negatif pada penderita CP, RM, & keadaan dimana fungsi SSP tertekan.
Muncul sejak lahir dan akan menghilang usia 2 bulan
d. Swimming reflex, bayi dipegang dalam posisi telungkup (horizontal) di
atas sebuah permukaan meja atau lantai, di atas air, atau di dalam air.
Bayi akan mulai mengayuh dan menendang seperti gerakan berenang.
Muncul minggu ke 2 setelah lahir dan akan tetap bertahan hingga bayi
berumur 5 bulan.
e. Crawling reflex, bayi diposisikan tertelungkup di tempat tidur, bayi akan
membentuk posisi merangkak, karena saat di dalam rahim kakinya
tertekuk kearah tubuhnya
f. Parachute reflex, merupakan reflex protektif alamiah yang dimiliki bayi
untuk melindungi kepalanya ketika akan terjatuh. Lengan bayi akan
memanjang jika dia akan jatuh ke depan, sehingga dapat melindungi
saat dia sedang belajar berjalan. Muncul usia 4-9 bulam dan menetap
g. Galant reflex, saat punggung tengah atau punggung bawah bayi di
bagian kanan atau kiri tulang punggung di usap ,tubuh bayi akan
melengkung ke sisi yang diusap Reflek ini muncul sejak lahir dan
berlangsung sampai pada usia empat hingga 6 bulan. Jika reflek ini
menetap hingga lewat 6 bulan, dimungkinkan ada patologis
h. Landau reflex, jika bayi dipegang horizontal dengan wajahnya ke bawah,
ia akan meluruskan kedua kaki dan punggungnya dan mencoba untuk
mengangkat kepalanya. Negatif: Punggung dan kedua tungkai tetap
dalam posisi fleksi. Terlihat pada bayi normal dari 3 bulan hingga 1 tahun
ketika ia mulai hilang
i. Swallowing reflex, ketika kita memasukkan puting susu atau dot dan bayi
mulai menghisap kemudian menelan
j. Reflek peres Ketika bayi tengkurap diatas permukaan keras, ibu jari
ditekankan sepanjang tulang belakang dari sakrum ke leher, bayi akan
berespon dengan menangis, fleksi ektremitas, , mengangkat pelvis dan
kepala, dapat juga terjadi defekasi dan urinasi, hilang pada usia 4-6
bulan.

J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Biodata pasien dan penanggung jawab
Anamnese orang tua/keluarga Ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O
dan anak yang mengalami neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya
erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan darah). Ada
saudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau ikterus,
kemungkinan suspec spherochytosis herediter kelainan enzim darah merah.
Minum air susu ibu, ikterus kemungkinan karena pengaruh pregnanediol
b. Keluhan utama (saat masuk rumah sakit dan keluhan saat pengkajian)
c. Riwayat penyakit sekarang (kronologis penyakit pasien)
d. Riwayat penyakit masa lalu (Antenatal, Natal, Post natal)
Riwayat kelahiran : Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan
manipulasi berlebihan merupakan predisposisi terjadinya
infeksi
Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan
gangguan nafas (hypoksia), acidosis yang akan menghambat konjugasi
bilirubin.
Bayi dengan apgar score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia),
acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh
(hepar).
e. Genogram, kesehatan keluarga dan riwayat Psikososial orang tua kesehatan
keluarga
f. Riwayat imunisasi
g. Pola kebiasaan sehari-hari (nutrisi, eliminasi BAK dan BAB, pola istirahat dan
tidur)

2. Pemeriksaan fisik (keadaan umum, TTV, pertumbuhan, pemeriksaan cepalo


caudal)
- Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun
- Kepala leher bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput/mukosa
pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan
langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih (kuning) dapat
juga dijumpai sianosis pada bayi yang hipoksia
- Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas.
- Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, khususnya ikterus yang
disebabkan oleh adanya infeksi
- Perut
a. Peningkatan dan penurunan bising usus/peristaltic perlu dicermati. Hal ini
berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan foto terapi.
b. Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan foto terapi. Perut membuncit,
muntah, mencret merupakan akibat gangguan metabolisme bilirubin
enterohepatik
- Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis bakterial,
tixoplasmosis, rubella
- Urogenital : Urine kuning dan pekat, adanya faeces yang pucat/acholis/seperti
dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan/atresia
saluran empedu
- Ekstremitas : Menunjukkan tonus otot yang lemah
- Kulit : Tanda dehidrasi ditunjukkan dengan turgor yang jelek. Elastisitas
menurun, perdarahan bawah kulit ditunjukkan dengan ptechia,
echimosis.
- Pemeriksaan Neurologis adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain–lain
menunjukkan adanya tanda–tanda kernikterus

- Pemeriksaan penunjang

- Penatalaksanaan

3. Rencana Asuhan Keperawatan


a. kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan
Tujuan : cairan tubuh neonatus adekuat
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit baik
2) Mukosa lembab
3) Mata tidak cekung
4) Tidak ada penurunan urin output ( 1-3 cc/kg/BB/jam)
5) Penurunan BB dalam batas normal
6) Tidak ada perubahan kadar elektrolit tubuh

INTERVENSI RASIONAL
1. Pemberian cairan dan elektrolit 1. Memenuhi kebutuhan cairan
sesuai protokol sehingga tubuh akan terpenuhi
2. Kaji status hidrasi, ubun-ubun, untuk menjamin keadekuatan
mata, turgor, membran mukosa 2. Dapat menentukan tanda-tanda
3. Kaji pemasukkan dan pengeluaran dehidrasi dengan tepat
cairan 3. Mengetahu keseimbangan antara
4. Monitor TTV masukan dan pengeluaran
5. Kaji hasil test elektrolit 4. Mengetahui status perkembangan
pasien
5. Perpindahan cairan atau
elektrolit, penurunan fungsi ginjal
dapat meluas mempengaruhi
penyembuhan pasien

c. Resiko tinggi hipotermia dan hipertermia berhubungan dengan sistem


pengaturan suhu tubuh yang belum matang
Tujuan : menjaga suhu tubuh dalam batas normal yaitu 36-37,5° C
Kriteria hasil :
1) Pertahankan suhu tubuh normal 36-37,5° C
2) Akral hangat
3) Tidak sianosis
4) Badan berwarna merah

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi suhu dengan sering, 1. Hipotermia membuat bayi
ulangi setiap 5 menit selama cenderung pada stress dingin,
penghangatan ulang penggunaan simpanan lemak
2. Perhatikan adanya takipnea atau coklat yang tidak dapat diperbaiki
apnea, sianosis, umum, bila ada dan penurunan
akrosianosi atau kulit belang sensitivitas untuk meningkatkan
bradikardia, menangis buruk, kadar CO² (hiperkapnea dan
letarki, evaluasi derajat dan lokasi penurunan kadar O² (hipoksia)
ikterik 2. Tanda-tanda ini menandakan
3. Tempatkan bayi pada penghangat, stress dingin yang meningkatkan
isolette, inkubator, tempat tidur O² dan kalori serta membuat bayi
terbuka dengan penyebar hangat, cenderung pada asidosis
atau tempat tidur bayi terbuka berkenaan dengan metabolik
dengan pakaian tepat untuk bayi anaerobik
yang lebih besar atau tua 3. Mempertahankan lingkungan
4. Gunakan lampu pemanas termometral, membantu
penyebar hangat atau bayi dengan mencegah stress dingin
penutup plastik atau kaersta 4. Menjaga suhu tubuh dalam batas
alumunium bila tepat. Objek panas normal
berkontak dengan tubuh bayi 5. Menurunkan kehilangan panas
seperti stetoskop melalui evaporasi
5. Ganti pakaian atau linen tempat
tidur bila basah. Pertahankan
kepala bayi tetap tertutup

DAFTAR PUSTAKA
Admin, (2007). Ikterus Pada Anak. Diambil tanggal 27 September 2017 dari
http:// medlinux.blogsot.com

Arief, ZR. (2009). Neonatus & Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha
Medika

Arikunto, (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:


Rineka Cipta

Depkes,RI.(2008).Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).Jakarta:Depkes JICA

Dhafinshisyah, (2008). Ragam Terapi Untuk Bayi Kuning.


http://dhafinshisyah.multiple.com/rewlews/item/25. Diakses tanggal 25
September 2017

Dwienda R, (2014). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan


Anak Prasekolah Untuk Para Bidan. Yogyakarta: Deepubish

Fitriani, (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang


Ikterus Neonatorum Di Wilayah Kerja Puskesmas Pidie Kabupaten
Pidie. Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah Indonesia.
Banda Aceh.

Grace & Borley, (2011). At A Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Airlangga

Hary, O. (2012). Patofisiologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta: Yayasan

Essentika Medika

Hasan, R dan Alatas, H. (2007). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI

Hidayat, A.Aziz Alimul, (2009). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik


Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika

Hidayat, A.Aziz Alimul. (2015). Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan


Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.

Hurlock (2010). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan (Alih Bahasa Istiwidayanti dkk. Edisi
Kelima.Jakarta : Erlangga.

Ida Nursanti (2013). Cegah Ikterus dengan Meningkatkan Pengetahuan Ibu.


Jurnal Media Ilmu Kesehatan Vol. 2, No. 3, Desember 2013

Anda mungkin juga menyukai