Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

DISUSUN OLEH :
NURUL FUADAH
202114097

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘ASIYIYAH SURAKARTA
2021
BAB I
TINJAUAN TEORI

1. DEFINISI
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah
berlebihan sehingga menimbulkan jaundice pada neonatus di sclera mata, kulit,
membrane mukosa dan cairan tubuh. (Niwang Ayu, Dewi, 2016).
Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang merupakan
bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi
yang terjadi di sistem retikulo endothelial. Bilirubin diproduksi oleh kerusakan
normal sel darah merah. Bilirubin dibentuk oleh hati kemudian dilepaskan ke dalam
usus sebagai empedu atau cairan yang befungsi untuk membantu pencernaan (Mendri
dan Prayogi, 2017).
Bilirubin merupakan senyawa pigmen kuning yang merupakan produk
katabolisme enzimatik biliverdin oleh biliverdin reduktase. Bilirubin di produksi
sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak. Kemudian bilirubin indirek
(tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin
direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi
memiliki usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah, sehingga
pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut
masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atikah & Jaya,
2016 ).

2. PREVALENSI
Menurut United Nations Childrens Fund (UNICEF) terdapat 1,8% kematian bayi
yang disebabkan oleh hiperbilirubin dari seluruh kasus perinatal yang terjadi di
dunia.2 Data dari World Health Organization (WHO) kejadian ikterus neonatal di
negara berkembang seperti Indonesia sekitar 50% bayi baru lahir normal yang
mengalami perubahan warna kulit, mukosa dan wajah mengalami kekuningan
(ikterus), dan 80% pada bayi kurang bulan (premature).
Berdasarkan data Riskesdas, 2015 angka hiperbilirubin pada bayi baru lahir di
Indonesia sebesar 51,47%.6 Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) tahun 2013, rata-rata persentase bayi kuning atau ikterus yang
diderita anak umur 0-59 bulan pada saat umur neonatal menurut kabupaten Di DIY
sebanyak 39,8%.

3. ETIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena
keadaan sebagai berikut:
1. Polychetemia (peningkatan jumlah sel darah merah)
2. Isoimmun Hemolytic Disease adalah ketika golongan darah ibu tidak cocok
dengan golongan darah bayi. Pada dasarnya, sel darah merah janin
mengandung antigen yang tidak dimiliki sang ibu. Ketika sel darah merah
janin melewati plasenta dan masuk ke aliran darah sang ibu, mereka
dianggap berbahaya dan hal ini memicu tubuh sang ibu untuk menghasilkan
antibodi. Antibodi tersebut pada akhirnya menemukan jalan menuju aliran
darah janin dan menghancurkan sel darah merah janin.
3. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
Hemolisis ekstravaskuler terjadi pada sel makrofag dari
sistemretikuloendothelial (RES) terutama pada lien, hepar dan sumsum
tulang karena sel inimengandung enzim heme oxygenase.
4. Cephalhematoma Merupakan benjolan berisi darah yang terletak di antara
tulang tengkorak dan selaput tulang tengkorak bayi, disebabkan tekanan saat
persalinan. Pada umumnya benjolan berada di tulang tengkorak bagian
belakang (occipital bone) dan baru muncul sekitar 1-2 hari setelah bayi lahir.
5. Ecchymosis adalah memar terbentuk ketika pembuluh darah di dekat
permukaan kulit rusak, biasanya karena benturan akibat cedera. Kekuatan
benturan menyebabkan pembuluh darah pecah dan mengeluarkan darah.
6. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu
(atresia biliary), infeksi, masalah metabolic galaktosemia, hipotiroid jaundice
ASI.
7. Adanya komplikasi asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan
albumin; lahir premature, asidosis.
1. Peningkatan produksi:
a. Hemolisis, misalnya pada inkompatibilitas yang terjadi bila
terdapat ketidaksesuian golongan darah dan anak pada
penggolongan Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolic yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis.
d. Defisiensi G6PD/Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta), diol (steroid).
f. Kurangnya enzim Glukoronil Transferase, sehingga kadar
Bilirubin indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentumisalnya
Sulfadiasine.
9. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
infeksi, toksoplamosis, syphilis.
10. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatik.

4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala bayi dengan hiperbilirubin dapat dilihat dari beberapa aspek
dibawah ini yaitu:
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetic atau
infeksi.
3. Jaundice tampak pada hari ke dua atau ke tiga, dan mencapai puncak pada
hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai
hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak bewarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti
dempul.
6. Perut membuncit, pembesaran pada lien dan hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar.
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap.
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis, yang disertai ketegangan otot.
11. Nafsu makan berkurang
12. Reflek hisap hilang
13. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

5. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin (Maisels J. & McDonagh, 2012). Sel retikuloendotel menyerap kompleks
haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel
ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis
berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tetrapirol bilirubin,
yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin indirek, indirek)
(Maisels J. & McDonagh, 2012).
Bilirubin dalam plasma diikat oleh albumin sehingga dapat larut dalam air. Zat ini
kemudian beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati. Hepatosit melepaskan
bilirubin dari albumin dan mengubahnya menjadi bentuk isomerik monoglucuronides
dan diglucuronide (bentuk indirek) dengan bantuan enzim
uridinediphosphoglucuronosyltransferase 1A1 (UGT1A1) (Maisels J. & McDonagh,
2012).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke
sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus bilirubin diuraikan
oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari
usus melalui jalur enterohepatik dan darah porta membawanya kembali ke hati.
Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali
dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat
ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati
(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah
normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan
menyebabkan hiperbilirubinemia (Ahern, 2011).

6. PATHWAY

Sumber : (Luh Seri Astuti, 2016)


7. PENATALAKSANA MEDIS DAN KEPERAWATAN
Menurut Lia Dewi, 2010 penatalaksana hiperbilirubin dibagi menjadi beberapa di
antaranya yaitu:
1. Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah
trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang
dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian ASI atau makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang
sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubin diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbilirubin. Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubin meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu
dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan
peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab
kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5
mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus
di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama
pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
2. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d. Tes Coombs Positif.
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

8. KONSEP TUMBUH KEMBANG DAN HOSPITALISASI


a) PERTUMBUHAN
a) Pengertian Pertumbuhan Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti
sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel tubuh dan juga arti
sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel tubuh dan juga
karena bertambah besarnya sel yang berarti ada pertambahan secara kuantitatif
karena bertambah besarnya sel yang berarti ada pertambahan secara kuantitatif
seperti bertambahnya ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala.
Secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke Secara umum,
pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki. Kematangan pertumbuhan
tubuh pada bagian kepala berlangsung lebih dahulu, kemudian secara
berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian bawah. Pada masa fetal
pertumbuhan kepala lebih cepat dibandingkan dengan masa setelah masa fetal
pertumbuhan kepala lebih cepat dibandingkan dengan masa setelah lahir, yaitu
merupakan 50 % dari total panjang badan. Selanjutnya, pertumbuhan lahir,
yaitu merupakan 50 % dari total panjang badan. Selanjutnya, pertumbuhan
bagian  bagian bawah bawah akan akan bertambah bertambah secara secara
teratur. Teori pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu:  
a. Kartini Kartono membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak
menjadi 5, yaitu:
- 0 - 2 tahun adalah masa bayi
- 1 - 5 tahun adalah masa kanak-kanak
- 6 - 12 tahun adalah masa anak-anak sekolah dasar
- 12 - 14 adalah masa remaja
- 14 - 17 tahun adalah masa pubertas awal
b. Aristoteles membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi
3 yaitu:
- 0 - 7 tahun adalah tahap masa anak kecil  
- 7 - 14 tahun adalah masa anak-anak, masa belajar, atau masa sekolah
rendah
- 14 - 21 tahun adalah masa remaja atau pubertas, masa peralihan anak
menjadi dewasa.
b) Ciri-ciri Pertumbuhan
Seseorang dikatakan mengalami pertumbuhan bila terjadi perubahan ukuran
fisik, bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan/panjang
badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada, perubahan proporsi yang
terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai dari masa
konsepsi sampai dewasa, terdapat ciri baru yang secara perlahan mengikuti
proses kematangan seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis atau dada,
hilangnya ciri-ciri lama yang ada selama masa pertumbuhan seperti hilangnya
kelenjar timus, lepasnya gigi susu, atau hilangnya refleks tertentu (Hidayat,
2008).
c) Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu:
a. Faktor Internal (Genetik)
Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa.
Apabila potensi genetik ini dapat berinteraksi dengan baik dalam lingkungan
maka pertumbuhan optimal akan tercapai (Supariasa, 2001).
b. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain keluarga,
kelompok teman sebaya, pengalaman hidup, Kesehatan lingkungan, kesehatan
prenatal, nutrisi, istirahat, tidur dan olah raga, status kesehatan, serta
lingkungan tempat tinggal (Perry & Potter, 2005).
b) PERKEMBANGAN
a) Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan
diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-
organ, dan sistemnya yang terorganisasi. Dengan demikian, aspek
perkembangan ini bersifat kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi
dari masing-masing bagian tubuh. Hal ini diawali dengan berfungsinya
jantung untuk memompakan darah, kemampuan untuk bernafas, sampai
kemampuan anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, memungut benda-benda
di sekelilingnya serta kematangan emosi dan sosial anak (IDAI, 2000).
b) Prinsip Perkembangan
Ada beberapa prinsip dalam perkembangan (Deus, 2006), yaitu:
- Perkembangan merupakan suatu kesatuan.
- Perkembangan diidentifikasi dalam beberapa aspek. Semua aspek saling
berkaitan. Misalnya, anak belajar membaca berkaitan dengan kesiapan
aspek kognitif (berpikir).
- Perkembangan dapat diprediksi.
- Anak sudah dapat berdiri dapat diperkirakan ia akan segera berjalan. Dari
sisi umur pun dapat diperkirakan perkembangan anak. Anak usia satu
tahun diperkirakan sudah dapat berkomunikasi menggunakan satu kata.
Misalnya, ’mam’ untuk menyatakan mau makan.
- Rentang perkembangan anak bervariasi.
- Ada anak usia 12 bulan sudah dapat berjalan tapi anak yang lainnya baru
bisa berjalan setelah berusia 18 bulan.
- Perkembangan dipengaruhi oleh kematangan (maturation) dan
pengalaman (experience).
- Kematangan (maturation) merupakan proses alami. Kapan masa
kematangan untuk satu kemampuan muncul ditentukan oleh diri anak
sendiri.
- Proses perkembangan terjadi dari atas ke bawah (Cepalocaudal) dan dari
dalam ke luar (proximodistal).
c) Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah suatu keadaan sakit dan harus dirawat di rumah sakit, yang
terjadi pada anak maupun keluarganya .
1. Stress karena adanya perubahan status kesehatan dan kebiasaan sehari-hari.
2. Anak mempunyai keterbatasan terhadap mekanisme koping untuk memecahkan
kejadian-kejadian stress.

9. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


a. FOKUS PENGKAJIAN
Pengkajian
Pengkajian pada kasus hiperbilirubinemia meliputi:
a. Identitas, seperti: Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan lebih sering
diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas
menyusu, tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi, refleks
hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah 20mg/dl dan sudah
sampai ke jaringan serebral maka bayi akan mengalami kejang dan
peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan tangisan melengking.
- Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguan hemolisis
darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A, B, O). Infeksi,
hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu
menderita DM. Mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi
dengan letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia
gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi
pria daripada bayi wanita.
- Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat menyebabkan
maturitas pada organ dan salah satunya hepar, neonatus dengan berat badan
lahir rendah, hipoksia dan asidosis yang akan menghambat konjugasi
bilirubin, neonatus dengan APGAR score rendah juga memungkinkan
terjadinya hipoksia serta asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala-leher Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
2) Dada Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan
terlihat pergerakan dada yang abnormal.
3) Perut Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh
gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
4) Ekstremitas Kelemahan pada otot.
5) Kulit Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala
dan leher termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala
serta badan bagian atas digolongkan ke grade dua. Kuning terdapat
pada kepala, badan bagian atas, bawah dan tungkai termasuk ke grade
tiga, grade empat jika kuning pada daerah kepala, badan bagian atas
dan bawah serta kaki dibawah tungkai, sedangkan grade 5 apabila
kuning terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah,
tungkai, tangan dan kaki.
6) Pemeriksaan neurologis Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang
sudah mencapai jaringan serebral, maka akan menyebabkan kejang-
kejang dan penurunan kesadaran.
7) Urogenital Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang
sudah fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan.
e. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan bilirubin serum
2. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong
empedu
3. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu
membedakan hepatitis dan atresia biliary.
f. Data penunjang
 Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal
=<2mg/dl).
 Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusan
darah tepi.
 Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
 Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
 Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi
tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.
 Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan
kultur darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif
protein (CPR).

b. MASALAH KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL


1) Risiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan faktor
elektris (fototerapi) (D.0139)
2) Defisit pengetahuan tentang hiperbilirubin pada ibu berhubungan
dengan Kurang terpapar informasi (Kode D.0111, Halaman 246)
3) Risiko terjadi gangguan suhu tubuh akibat efeksamping
fototerapi berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
4) Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar
berhubungan dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.
5) Mengyusu tidak efektif beruhubungan dengan ketidak adekuatan refleks
menghisap bayi (D.0029)
c. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan
faktor elektris (fototerapi) (D.0139)
- Intervensi:
Perawatan Integritas Kulit
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
2. Ubah posisi tiap 2 jam
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
- Rasional:
1. Terapi fototerapi merupakan salah satu penyebab gangguan
integritas kulit
2. Agar kulit bayi tidak iritasi dan menimbulkan luka
3. Meningkatkan asupan nutrisi berupa ASI Atau susu formul
akan meningkatkan elasitas kulit klien
4. Dengan mandi maka kelembaban kulit terjaga

2. Defisit pengetahuan tentang hiperbilirubin pada ibu berhubungan


dengan Kurang terpapar informasi (Kode D.0111, Halaman 246)
Intervensi SIKI (2018), halaman 65, kode (I.12383). :
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2. Sediakan materi media pendidikan kesehatan
3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
4. Berikan kesempatan bertannya
Rasional :
1. Untuk mengetahui kesiapan dan kemampuan pasien dalam
menerima informasi
2. materi dan media pendidikan untuk membantu mempermudah
pasien dalam menerima informasi kesehatan
3. Untuk membuat kontrak waktu dengan pasien yang terjadwal
4. Untuk memberikan kesempatan pada pasien
3. Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar
berhubungan dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.
Intervensi :
1. Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum transfuse bila vena
umbilical digunakan. Bila tali pusat kering, berikan pencucian salin
selama 30-60 menit sebelum prosedur
2. Pertahankan puasa selama 4 jam sebelum prosedur atau aspirat isi
lambung
3. Jamin ketersediaan alat resusitatif.
4. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur.
Tempatkan bayi di bawah penyebar hangat dengan servomekanisme.
Hangatkan darah sebelum penginfusan dengan menempatkan di
dalam incubator, hangatkan baskom berisi air ataau penghangat
darah.
Rasional :
1. Pencucian mungkin perlu untuk melunakkan tali pusat dan vena
umbilicus sebelum transfuse untuk akses I. V dan memudahkan
pasase kateter umbilical.
2. Menurunkan risiko kemungkinan regurgitasi dan aspirasi selama
prosedur.
3. Untuk memberikan dukungan segera bila perlu
4. Membantu mencegah hipotermia dan vasospasme, menurunkan
risiko fibrilasi ventrikel, dan menurunkan vikositas darah.

4. Risiko terjadi gangguan suhu tubuh akibat efeksamping


fototerapi berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh
Intervensi :
1. Pantau kulit neonates dan suhu inti setiap 2 jam atau lebih
sering sampai setabil( mis; suhu aksila) dan Atur suhu incubator
dengan tepat
2. Monitor nadi, dan respirasi
3. Monitor intake dan output
4. Pertahankan suhu tubuh 36,50C-370C jika demam lakukan
kompres/ axilia
5. Cek tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sesuai yang dibutuhkan
6. Kolaborasi pemberian antipiretik jika demam.
Rasional :
1. Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi sebagai respon terhadap
pemajanan sinar, radiasi dan konveksi.
2. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena dehidrasi akibat
paparan sinar dengan intensitas tinggi sehingga akan
mempengaruhi nadi dan respirasi, sehingga peningkatan nadi
dan respirasi merupakan aspek penting yang harus di waspadai.
3. Intake yang cukup dan output yang seimbang dengan intake
cairan dapat membantu mempertahankan suhu tubuh dalam
batas normal.
4. Suhu dalam batas normal mencegah terjadinya cold/ heat stress
5. Untuk mengetahui keadaan umum bayi sehingga
memungkinkan pengambilan tindakan yang cepat ketika terjadi
suatu keabnormalan dalam tanda-tanda vital.
6. Antipiretik cepat membantu menurunkan demam bayi.

5. Mengyusu tidak efektif beruhubungan dengan ketidak adekuatan


refleks menghisap bayi (D.0029)
Intervensi :
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2. Libatkan sistem dukungan keluarga
3. Ajarkan 4 posisi menyusui dan perlekatan (lacth on) dengan
benar
4. Pindahkan bayi setelah bayi selesai menyusu dengan melepas
sendiri putting ibu
5. Jelaskan tanda-tanda awal rasa lapar (mis. Bayi gelisah,
menjulur-julurkan lidah,menghisap jari atau tangan)
Rasional :
1. Untuk mengetahui kesiapan dan kemampuan pasien dalam
menerima informasi
2. dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan kepercayaan diri ibu
3. Agar ibu mengetahui cara menyusui dengan baik dan benar
4. Agar bayi puas dalam menyusu ASI
5. Untuk mengetahui tanda bayi lapar dan memerlukan pemberian
ASI
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Niwang Ayu. 2016, Patologi dan Patofisiologi Kebidanan, Nuha Medika,
Yogyakarta.
Mendri, N. K., & Sarwo prayogi, A. (2017). Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit
dan Bayi Resiko Tinggi. yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.
Atika, Vidia dan Pongki Jaya. 2016. Asuhan kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita
dan Anak Pra Sekolah. Jakarta : Trans Info Media.
Dewi,Vivian Nanny Lia. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Akarta :
Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
TIM POKJA SDKI DPP PPNI, 2018. Standar Luaran keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
TIM POKJA SDKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Maisels J., McDonagh, A. 2008. “Phototherapy For Neonatal Jaundice‖. Journal
Nursing England Medical. No.358 pp 920 - 928
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMct0708376, Diakses 26 Maret
2012.
https://www.scribd.com/doc/142531370/Pathway-Hiperbilirubin
Supariasa. 2001, Penilaian Status Gizi, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk.Jakarta :EGC.2005.
IDAI, 2000. Jadwal Imunisasi Rekomendasi IDAI. Sari Pediatri, Volume 2, pp. 43-7.
DEASUS, 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : Gunung
Muliya

Anda mungkin juga menyukai