Pendahuluan
Hiperlirubinadalahakumulasiberlebihandaribilirubindidalamdarah(Wong,2004). Ikterus
terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus
akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka
kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan.
Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin
bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan
kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama
apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin
meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta
bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan
kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus
harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana terdapat kadar bilirubin yang tinggi dalam
darah.
Biasanya
terjadi
pada
bayi
baru
lahir.
Sesungguhnya hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi baru lahir
selama minggu pertama, karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin bayi.
Ditemukan sekitar 25-50% bayi normal dengan keadaan hiperbilirubinemia (Ika, 2009)
Landasan Teori
o Anatomi Fisiologi
Hepar adalah organ terbesar dalam tubuh manusia, terletak di sebelah atas dalam
rongga abdomen, disebelah kanan bawah diafragma. Berwarna merah kecoklatan,
lunak dan mengandung amat banyak vaskularisasi. Hepar terdiri dari lobus kanan
yang besar dan lobus kiri yang kecil (Widiyasih, 2009).
Menuru Klous dan Fanaraft (1998) dalam bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak
larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam
lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2. bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air
dan tidak toksik untuk otak.
Definisi Penyakit
Menurut Sutrisno (2009) hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar
bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan
ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan
kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada
otak. Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 50% neonatus cukup
bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan) (Sutrisno, 2009).
Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan ekstravaskuler sehingga
kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Hiperbilirubin adalah
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal. Nilai
normal : bilirubin indirek 0,3 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl (Sutrisno,
2009).
Etiologi
Menurut Peningkatan kadar serum bilirubin disebabkan oleh deposisi pigmen bilirubin
yang terjadi waktu pemecahan sel darah merah. Phototerapi merupakan terapi untuk
hiperbilirubin (Nennisa, 2007).
Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau
neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu
(Sartika, 2008).
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air
tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel
otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya
kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat
keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia (Sartika, 2008).
Sel darah merah yang tua, rusak dan abnormal dibuang dari peredaran darah, terutama di
dalam limpa. Selama proses pembuangan berlangsung, hemoglobin (protein pengangkut
oksigen di dalam sel darah merah) dipecah menjadi pigmen kuning yang disebut
bilirubin. Bilirubin dibawa ke hati, dimana secara kimiawi diubah dan kemudian dibuang
ke usus sebagai bagian dari empedu. Pada sebagian besar bayi baru lahir, kadar bilirubin
darah secara normal meningkat sementara dalam beberapa hari pertama setelah lahir,
menyebabkan kulit berwarna kuning (jaundice) (Sartika, 2008).
Pada orang dewasa, bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di dalam usus akan
memecahkan bilirubin. Pada bayi baru lahir, bakteri ini sangat sedikit sehingga banyak
bilirubin yang dibuang melalui tinja yang menyebabkan tinjanya berwarna kuning terang.
Tetapi bayi baru lahir juga memiliki suatu enzim di dalam ususnya yang dapat merubah
sebagian bilirubin dan menyerapnya kembali ke dalam darah, sehingga terjadi jaundice
(sakit kuning). Karena kadar bilirubin darah semakin meningkat, maka jaundice menjadi
semakin jelas. Mula-mula wajah bayi tampak kuning, lalu dada, tungkai dan kakinya juga
menjadi kuning. Biasanya hiperbilirubinemia dan sakit kuning akan menghilang setelah
minggu pertama (Sartika, 2008).
Kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa disebabkan oleh pembentukan yang berlebihan
atau gangguan pembuangan bilirubin. Kadang pada bayi cukup umur yang diberi susu
ASI, kadar bilirubin meningkat secara progresif pada minggu pertama; keadaan ini
disebut jaundice ASI. Penyebabnya tidak diketahui dan hal ini tidak berbahaya. Jika
kadar bilirubin sangat tinggi mungkin perlu dilakukan terapi cahaya bilirubin (Muhaj ,
2009).
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin
pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi,
meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan
protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan
Pathways
Manifestasi Klinik
Menurut Surasmi (2003) dalam Anonim (2008) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan
menjadi :
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus
adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral
dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia
dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada
kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin
darah mencapai sekitar 40 mol/l.
Menurut Medicastore (2009) manifestasi klinik yang sering jumpai pada anak dengan
hiperbilirubin antara lain : Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi
kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak (keadaannya
disebut
kern
ikterus).
Kern ikterus adalah suatu keadaan dimana terjadi penimbunan bilirubin di dalam otak, sehingga
terjadi kerusakan otak. Biasanya terjadi pada bayi yang sangat prematur atau bayi yang sakit
berat.
Gejalanya berupa:
1. Rasa mengantuk
2. Tidak kuat menghisap
3. Muntah
4. Opistotonus (posisi tubuh melengkung, leher mendekati punggung)
5. Mata berputar-putar ke atas
6. Kejang
7. Bisa diikuti dengan kematian. Efek jangka panjang dari kern ikterus adalah
keterbelakangan mental, kelumpuhan serebral (pengontrolan otot yang abnormal,
cerebral palsy), tuli dan mata tidak dapat digerakkan ke atas.
6. Pencegahan infeksi.
7. Melakukan dekompensasi dengan foto terapi.
8. Tranfusi tukar darah.
9. Breast feeding. Pemberian breast feeding secara dini segera setelah dijumpai
ikterik pada mukosa, kulit dan konjungtiva pada neonatus, hal ini dapat
mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada neonatus. Hal ini mungkin
sekali disebabkan karena dengan pemberian ASI yang dini itu terjadi
pendorongan gerakan usus, dan meconium lebih cepat dikeluarkan,sehingga
peredaran Enterohepatik bilirubin berkurang.
Menurut Hidayat (2008) perawatan untuk anak yang mendapatkan tranfusi tukar
antara lain :
10. Mempertahankan intake cairan dengan menyediakan cairan per oral atau
cairan parenteral melalui intravena, memantau output diantaranya jumlah dan
warna urine serta feses, mengkaji perubahan status hidrasinya dengan
memantau temperatur tiap 2 jam
11. Menutup mata dengan kain yang tidak tembus cahaya, mengatur posisi setiap
6 jam, mengkaji kondisi kulit, menjaga integritas kulit selama terapi dengan
mengeringkan daerah yang basah untuk mengurangi iritasi serta
mempertahankan kebersihan kulit
12. Mencegah peningkatan kadar birirubin dengan cara meningkatkan verja enzim
dengan pemberian phenobarbital 1-2 2 mg/KGB, mengubah bilirubin yang
tidak larut ke dalam air menjadi larut dalam air dengan melakukan fototerapi
atau dengan cara pembuangan kadar bilirubin darah dengan tranfusi darah
2. Pengobatan
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan anemia
2. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi
3. Meningkatkan badan serum albumin
Derajat ikterus
Daerah ikterus
Aterm
Prematur
1
5,4
8,9
-
9,4
11,8
1. Transfusi Pengganti
Transfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
Transfusi pengganti digunkan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel
darah merah terhadap antibody maternal
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan serum ilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan
bilirubin
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di
cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil
1. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada anak dengan hiperbilirubin kronik menurut
Nennisa (2007) sebagai berikut :
1. Identitas pasien dan keluarga
2. Riwayat Keperawatan
3. Riwayat Kehamilan : Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat obat
yang meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat
proses konjungasi sebelum ibu partus.
4. Riwayat Persalinan : Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan atau Data Obyektif.
Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoxin dan aspixin
5. Riwayat Post natal : Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat kulit bayi
tampak kuning.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga : Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak
Polycythenia, gangguan saluran : cerna dan hati ( hepatitis )
7. Riwayat Pikososial : Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran
orang tua
8. Pengetahuan Keluarga : Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman orang tua
terhadap bayi yang ikterus
Diagnosa Keperawatan
Menurut Hidayat (2005) dan Wong (2004) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan
pada anak yang menderita hiperbilirubin antara lain :
1. Hiperbilirubin
1. Resiko terjadi injury berhubungan dengan kern ikterus sekunder terhadap
immaturity hati
2. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin indirek dalam kulit, mukosa dan konjungtiva yang meningkat.
3. Risiko tinggi perubahan peran menjadi orang tua yang berhubungan dengan
adanya kehadiran anak dengan terjadi batasan atau pemisahan dengan anak
mengingat bayi dilahirkan dilakukan tindakan di tempat khusus
2. Efek fototherapy
1. Resiko terjadi injury berhubungan dengan efek phototherapy
2. Risiko tinggi kurang volume cairan yang berhubungan dengan efek terapi
fototerapi
3. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan efek samping
fototerapi yang menyebabkan kulit kering, iritasi pada mata.
Intervensi Keperawatan
Menurut Hidayat (2005) intervensi yang dapat dirumuskan oleh perawat dalam mengatasi
diagnosa keperawatan tersebut diatas adalah
o Resiko terjadi injury berhubungan dengan kerusakan produksi SDM (lebih
banyak dari normal) & immaturity hati & efek phototherapy
Tujuan : Akan mendapatkantherapi yang tepat untuk mempercepat ekskresi
bilirubin dengan kriteria Hasil :
Intervensi :
Anjurkan pada ibu untuk segera memberikan Asi segera setelah lahir
Kaji status kesehatan bayi secara keseluruhan, terutama beberapa faktor (hypoxia,
hypothermia, hypoglikemi & metebolik asidosis)
Risiko tinggi kurang volume cairan yang berhubungan dengan efek terapi fototerapi
Tujuan :
Anak akan mempertahankan kesimbangan cairan dan elektrolit yang ditandai oleh
kadar elektrolit serum normal dan haluaran urine 1-2 ml/kg/jam
Intervensi :
1. Monitor temperatur tubuh ( axilla )
Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan efek samping fototerapi
yang menyebabkan kulit kering, iritasi pada mata.
Tujuan : Bayi mempunyai integritas kulit yang utuh dengan kriteria hasil tidak ada
kemerahan pada kulit dan tidak ada lesi pada kulit dan tidak iritasi pada konjungtiva
Intervensi :
1. Melindungi kedua mata bayi.Buat penutup mata khusus untuk melindungi mata
bayi
Rasional : Mencegah iritasi kornea. Chek mata bayi setiap shift untuk drainage
( kekeringan mata ) atau iritasi pada mata
2. Rencanakan lamanya therapi, type pencahayaan, jarak lampu dengan bayi,
pembuka / penutup tempat tidur & pelindung mata bayi
Rasional : Dokumen yang tepat dari phototherapy
1. Dengan bertambah seringnya bab, bersihkan daerah perianal
Rasional : Untuk mencegah iritasi perianal
1. Letakkan bayi ( telanjang ) dibawah lampu
Rasional : Agar pencahayaan maximum pada kulit
1. Lakukan perubahan posisi sesering mungkin ( 1 2 jam )
Rasional : Memperluas pencahayaan pada permukaan tubuh
Risiko tinggi perubahan peran menjadi orang tua yang berhubungan dengan adanya
kehadiran anak dengan terjadi batasan atau pemisahan dengan anak mengingat bayi
dilahirkan dilakukan tindakan di tempat khusus
Tujuan :
Orang tua mampu mendemonstrasikan perilaku peran menjadi orang tua yang efektif
dalam merawat anak dengan hiperbilirubin atau anak yang mendapatkan fototerapi
dan tranfusi tukar, yang ditandai
o Mampu memberikan bantuan yang dibutuhkan anak dalam memenuhi
kebutuhan cairan dan menjaga keutuhan integritas kulit.
o Kunjungan teratur
o Berbicara dengan anak
o Memberi dukungan
Intervensi :
1. Anjurkan orang tua untuk mengunjungi atau menemani anak (jika diperbolehkan
3. Jelaskan kepada orang tua tentang pentingnya menjaga integritas kulit dan
melindungi mata saat tindakan fototerapi
Rasional : Fototerapi dapat menimbulkan efek samping kerusakan integritas kulit
dan berisiko menimbulkan cedera pada mata sehingga orang tua perlu
berpartisipasi dalam tindakan perawatan
4. Ajarkan orang tua tentang tanda dan gejala terjadi dehidrasi
Rasional : Dengan mengetahui tanda dan dehidrasi orang tua dapat mendeteksi
dini terjadinya gangguan yang berhubungan dengan keseimbangan cairan dan
elektrolit
5. Anjurkan orang tua menepati semua perjanjian tindak lanjut
Rasional : Suatu kunjungan tindak lanjut sangat diperlukan untuk menentukan
resolusi penyakit dan mendeteksi komplikasi
diharapkan untuk mengurangi level dari total bilirubin serum yaitu 30-40% dalam 24
jam. Kami merekomendasikan terapi ini dilanjutkan sampai levelnya turun dibawah 1314 mg/dL. Dan lagi, hilangnya 11% dari berat lahirnya memberi kesan bahwa asupan
kalori tidak adekuat dan kemungkinan dehidrasi hipernatremi. Tergantung pada ukuran
elektrolit, bayi dapat membutuhkan cairan intravena (Donacgh, et.al, (2008).
Pembahasan
Bilirubin normalnya dibersihkan dari tubuh dengan konjugasi hepatik dengan asam
glukoronat dan dihilangkan dalam empedu dalam bentuk bilirubin glukoronat. Ikterik
neonatus berkembang dari defisiensi konjugasi sementara (eksarserbasi pada bayi
preterm) digabung dengan peningkatan pemecahan sel darah merah. Kondisi patologik
yang dapat meningkatkan produksi bilirubin meliputi isoimunisasi, kelainan hemolitik
diturunkan, dan ekstravasasi darah (misalnya dari memar dan cephalhematoma).
Kelainan genetik konjugasi bilirubin, khususnya sindrom Gillbert yang berkontribusi
pada hiperbilirubinemia neonatus. Sebagian besar bayi sehat yang beresiko terjadi
hiperbilirubinemia adalah bayi kurang bulan dan yang tidak disusui ASI baik. Penyusuan
ASI dan asupan kalori yang buruk dipikirkan dapat menyebabkan peningkatan sirkulasi
bilirubin enterohepatik (Donagh, et.al, 2008).
Penilaian yang salah adalah sinar ultraviolet (UV) (< 400 nm) yang digunakan untuk
fototerapi. Sinar fototerapi saat digunakan tidak menghasilkan eritem karena radiasi UV
yang bermakna. Fototerapi dilakukan pada sejumlah percobaan acak sekitar tahun 1960
sampai awal tahun 1990. Sejak alternatif efektif untuk fototerapi pada bayi dengan ikterik
berat adalah transfusi tukar, penggunaan fototerapi mengalami pengurangan jumlah yang
dramatis saat sejumlah transfusi tukar dilakukan. Penelitian menunjukkan bahwa ketika
fototerapi sudah dilakukan, 36% bayi dengan berat kelahiran kurang dari 1500 gram
memerlukan transfusi tukar. Ketika fototerapi telah digunakan, hanya 2 dari 833 bayi
(0,24%) yang menerima transfusi tukar. Antara Januari 1988 dan Oktober 2007, tidak ada
transfusi tukar yang dibutuhkan di NICU Rumah Sakit William Beaumont, Royal Oak,
Michigan untuk 2425 bayi yang berat lahirnya kurang dari 1500 gram (Donagh, et.al,
2008).
Pada bayi cukup bulan dan lewat bulan, fototerapi secara khas digunakan menurut
petunjuk yang diterbitkan oleh The American Academy of Pediatrics di tahun 2004.
Pertimbangan petunjuk ini tidak hanya melihat tingkat total bilirubin serum tetapi juga
umur kelahiran bayi, umur bayi pada jam-jam sejak kelahiran, dan ada atau tidaknya
faktor risiko, seperti penyakit hemolytic isoimmun, kekurangan enzim glucose-6phosphate dehydrogenase, asfiksia, letargi, ketidakstabilan temperatur, sepsis, asidosis,
dan hipoalbuminemia. Pada bayi prematur, fototerapi digunakan pada tingkatan yang
lebih rendah dari total bilirubin serum, dan dalam beberapa unit digunakan sebagai
profilaksis pada semua bayi dengan berat kelahiran lebih rendah dari 1000 gram
(Donagh, et.al, 2008).
Hemolisis kemungkinan besar penyebab dari hiperbilirubinemia pada bayi yang dirawat
dengan fototerapi selama di rumah sakit. Fototerapi pada bayi yang dirawat selama di
rumah sakit dianjurkan pada jumlah total bilirubin serum yang rendah. Karena kedua
alasan tersebut, jumlah total bilirubin serum cenderung turun secara perlahan pada
sebagian bayi. Walaupun tidak ada ketetapan standar untuk menghentikan terapi,
fototerapi dapat dihentikan secara aman pada bayi yang dirawat di rumah sakit jika
jumlah total bilirubin serum turun dibawah jumlah ketika fototerapi dimulai. Pada
sebagian pasien, fototerapi yang intensif dapat menurunkan 30 hingga 40% pada 24 jam
pertama, dengan penurunan terjadi pada 4 6 jam pertama; fototerapi dapat dihentikan
jika jumlah total bilirubin serum turun hingga dibawah 13 sampai 14 mg/dL (222 sampai
239 mol/L) (Donagh, et.al, 2008).
Tercapainya jumlah total bilirubin serum 1 sampai 2 mg/dL (17 sampai 34 mol/L) dan
adakalanya lebih dapat terjadi saat fototerapi dihentikan. Bayi dengan peningkatan risiko
kembali secara klinis adalah yang lahir dengan usia kehamilan dibawah 37 minggu,
dengan penyakit hemolitik, dan dengan fototerapi pada waktu dirawat di rumah sakit.
Pada bayi yang memerlukan fototerapi selama dirawat di rumah sakit dan bayi yang
memiliki penyakit hemolitik, perlu dikaji jumlah bilirubin yang harus didapat dalam 24
jam. Fototerapi di rumah lebih cocok bagi bayi dengan jumlah total bilirubin serum 2-3
mg/dL di bawah yang rekomendasi yang mesti difototerapi di rumah sakit. Cahaya
matahari dapat menurunkan jumlah bilirubin serum, tapi praktiknya lebih sulit dan
membutuhkan paparan yang aman pada bayi baru lahir (Donagh, et.al, 2008).
Daftar Pustaka
Anonim. (2009). Hiperbilirubin. http://www.tanyadokter.com/disease.asp ?
id=1001356. Diakses tanggal 1 April 2009
Muhaj,
K.
(2009).
Askep
Anak
Ikterus
Hiperbilirubin.
ttp://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/., Diakses tanggal 1 April 2009r
Nennisa,
(2007).
Asuhan Keperawatan Dengan Hiperbilirubin.
http://nennisa.files.wordpress.com/2007/08/.pdf. Diakses tanggal 1 April 2009