Anda di halaman 1dari 20

Bagian Ilmu Anestesi Laporan Kasus & Referat

Fakultas Kedokteran Juli 2017


Universitas Hasanuddin

Oleh:
Muhammad Fauzi Abdila
C111 11 105

Pembimbing
dr. Gusriadi

Supervisor
dr. Madonna D. Datu, Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS HASANUDDIN
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan
referat dengan judul , yang disusun oleh:

Nama : Muhammad Fauzi Abdila


NIM : C111 11 105
Asal Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas


pada bagian Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada
waktu yang telah ditentukan.

Makassar, Juli 2017

Supervisor Pembimbing Pembimbing

dr. Madonna D Datu Sp.An dr. Gusriadi

BAB I
Laporan Kasus

a. Identitas

Nama : Hj SH

No MR : 270711

TTL/Umur : Majene, 05-02-1940/77 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. A. Magerangi

Agama : Islam

Pekerjaan : Pensiunan

b. Subjektif
Keluhan utama : penurunan kesadaran
Alloanamnesis : Kesadaran Menurun dialami secara tiba-tiba 1 jam sebelum masuk
rumah sakit saat sedang di kamar mandi. Pasien tiba-tiba terjatuh. Mual dan
muntah tidak ada. Nyeri kepala sebelumnya tidak ada. Riwayat hipertensi ada
berobat dengan amlodipine 10 mg rutin kontrol. DM ada dan meminum obat
metformin rutin kontrol, penyakit jantung disangkal. Riwayat stroke ringan ada
sejak 1 tahun lalu. Riwayat demam disangkal. Riwayat operasi tidak ada.
c. Objektif
B1 : pernafasan 34 kali/menit irregular. Pernafasan tipe abdominal dengan
retraksi dalam. Bentuk dada datar. Suara pernapasan snoring. Saturasi
oksigen 77%.
B2 : frekuensi 84 kali/menit reguler. Tekanan darah 150/90 mmHg. Bunyi
jantung S1 dan S2 normal. Bunyi jantung tambahan tidak ada. Pengisian
darah kapiler normal. Nadi perifer ada dan kuat angkat. Tidak ada edema.
B3 : GCS 3 (E1M1V1) Refleks cahaya langsung +/+. Refleks cahaya tidak
langsung +/+. VAS sulit di nilai.
B4 : Urin Perkateter. Warna urin kuning. Produksi 100 cc/jam. Distensi
kandung kemih tidak ada.
B5 : tidak ada kelainan pada rongga mulut. Peristaltik ada kesan normal.
Tidak ada distensi abdomen. Nyeri abdomen sulit di nilai.
B6 : warna kulit kemerahan, suhu tubuh 37o C , turgor baik. Dekubitus
tidak ada.
d. Assesment

Gagal Nafas

e. Planning

Management airway intubasi dan ventilasi mekanik

BAB II

Tinjauan Pustaka
a. Anatomi

Gambar 1. Potongan sagital kepala

Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung
yang menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars
oralis). Kedua bagian ini di pisahkan oleh palatum pada bagian anteriornya, tapi
kemudian bergabung di bagian posterior dalam faring (gambar 1). Faring
berbentuk U dengan struktur fibromuskuler yang memanjang dari dasar tengkorak
menuju kartilago krikoid pada jalan masuk ke esofagus. Bagian depannya terbuka
ke dalam rongga hidung, mulut, laring, nasofaring, orofaring dan laringofaring
(pars laryngeal). Nasofaring dipisahkan dari orofaring oleh garis imaginasi
mengarah ke posterior. Pada dasar lidah, secara fungsional epiglotis memisahkan
orofaring dari laringofaring (atau hipofaring). Epiglotis mencegah terjadinya
aspirasi dengan menutup glotis- gerbang laring- pada saat menelan. Laring adalah
suatu rangka kartilago yang diikat oleh ligamen dan otot. Laring disusun oleh 9
kartilago (gambar 2) : tiroid, krikoid, epiglotis, dan sepasang aritenoid,
kornikulata dan kuneiforme.
Gambar 2. Laring anterior dan posterior

Saraf sensoris dari saluran nafas atas berasal dari saraf kranial (gambar 3).
Membran mukosa dari hidung bagian anterior dipersarafi oleh divisi ophthalmic
(V1) saraf trigeminal (saraf ethmoidalis anterior) dan di bagian posterior oleh
divisi maxila (V2) (saraf sphenopalatina). Saraf palatinus mendapat serabut saraf
sensori dari saraf trigeminus (V) untuk mempersarafi permukaan superior dan
inferior dari palatum molle dan palatum durum. Saraf lingual (cabang dari saraf
divisi mandibula [V3] saraf trigeminal) dan saraf glosofaringeal (saraf kranial
yang ke 9) untuk sensasi umum pada dua pertiga bagian anterior dan sepertiga
bagian posterior lidah. Cabang dari saraf fasialis (VII) dan saraf glosofaringeal
untuk sensasi rasa di daerah tersebut. Saraf glosofaringeal juga mempersarafi atap
dari faring, tonsil dan bagian dalam palatum molle. Saraf vagus (saraf kranial ke
10) untuk sensasi jalan nafas dibawah epiglotis. Saraf laringeal superior yang
merupakan cabang dari saraf vagus dibagi menjadi saraf laringeus eksternal yang
bersifat motoris dan saraf laringeus internal yang bersifat sensoris untuk laring
antara epiglotis dan pita suara. Cabang vagus yang lainnya yaitu saraf laringeal
rekuren, mempersarafi laring dibawah pita suara dan trakhea.
Gambar 3. Inervasi saluran nafas atas

Otot laring dipersarafi oleh saraf laringeal rekuren (cabang dari saraf
laringeal superior) dengan pengecualian otot krikotiroid, yang dipersarafi oleh
saraf laringeal externa (motoris). Otot krikotiroid posterior mengabduksi pita
suara, seraya otot krikoaritenoid lateral adalah adduktor utama.

Fonasi merupakan kerja yang simultan dari beberapa otot laring.


Kerusakan saraf motoris yang mempersarafi laring, menyebabkan gangguan
bicara (tabel 5-1). Gangguan persarafan unilateral dari otot krikotiroid
menyebabkan gangguan klinis. Kelumpuhan bilateral dari saraf laringeal superior
bisa menyebabkan suara serak atau suara lemah, tapi tidak membahayakan kontrol
jalan nafas.

Paralisis unilateral dari saraf laringeal rekuren menyebabkan paralisis dari


pita suara ipsilateral, menyebabkan kemunduran dari kualitas suara. Pada saraf
laringeal superior yang intact, kerusakan akut saraf laringeal rekuren bilateral
dapat menyebabkan stridor dan distress pernafasan karena masih adanya tekanan
dari otot krikotiroid. Jarang terdapat masalah jalan nafas pada kerusakan kronis
saraf laringeal rekuren bilateral karena adanya mekanisme kompensasi (seperti
atropi dari otot laringeal).
Kerusakan bilateral dari saraf vagus mempengaruhi kedua saraf laringeal
rekuren dan superior. Jadi, denervasi vagus bilateral menyebabkan pita suara
flasid dan midposisi mirip seperti setelah pemberian suksinilkolin. Walaupun
fonasi terganggu berat pada pasien ini, kontrol jalan nafas jarang terjadi masalah.

Pasokan darah untuk laring berasal dari cabang arteri tiroidea. Arteri
krikoaritenoid berasal dari arteri tiroidea superior itu sendiri, cabang pertama dari
arteri karotis externa dan menyilang pada membran krikotiroid bagian atas, yang
memanjang dari kartilago krikoid ke kartilago tiroid. Arteri tiroidea superior
ditemukan sepanjang tepi lateral dari membran krikotiroid. Ketika merencanakan
krikotirotomi, anatomi dari arteri krikoid dan arteri tiroid harus dipertimbangkan
tetapi jarang berefek pada praktek klinis. Teknik paling baik adalah untuk tetap
pada garis tengah, antara kartilago krikoid dan tiroid.

Tabel 1. Efek pada trauma nervus

b. Pengelolaan Jalan Nafas (Airway Management)

Syarat utama yang harus diperhatikan pada anestesia umum atau pasien
penurunan kesadaran adalah menjaga agar jalan nafas selalu bebas dan nafas
lancar serta teratur. Penyebab utama sumbatan jalan napas pada pasien tidak sadar
adalah hilangnya tonus otot tenggorokan sehingga pangkal lidah jatuh menyumbat
faring dan epiglotis menutup laring. Keadaan ini sering terjadi, bila terjadi dapat
dikoreksi dengan beberapa cara : 1. Manuver tripel jalan nafas (triple airway
manuver), 2. Pemasangan alat jalan nafas faring (pharyngeal airway), 3.
Pemasangan alat jalan nafas sungkup laring (laryngeal mask airway), dan 4.
Pemasangan pipa trakea (endotracheal tube). (5,6).

Berikut ini adalah tanda-tanda sumbatan jalan napas atas (JNA) parsial :

1. Stridor (mendengkur,snoring)

2. Retraksi otot dada ke dalam di daerah supraklavikular, suprasternal, sela


iga, dan epigastrium selama inspirasi,

3. Nafas paradoksal (pada inspirasi dinding dada menjadi cekung)

4. Balon cadangan pada mesin anestesi kembang kempisnya lama,

5. Nafas makin berat dan sulit

6. Sianosis.

Sedangkan tanda-tanda sumbatan JNA total :

1. Retraksi lebih jelas,

2. Gerak paradoksal lebih jelas,

3. Kerja otot napas tambahan meningkat dan makin jelas,

4. Balon cadangan tidak kembang kempis.

5. Sianosis lebih cepat timbul

Manuver tripel jalan napas terdiri dari :

Kepala ekstensi pada sendi otot atlanto-oksipital,


Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula,
Mulut dibuka. Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan
napas bebas, sehingga gas atau udara lancar memasuki trakhea lewat
hidung atau mulut.

Gambar 4. Triple airway maneuver

c. Jalan Napas Faring

Jika manuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-faring
lewat mulut (OPA, oro-pharyngeal airway) atau jalan napas hidung-faring lewat
hidung (NPA, naso-pharyngeal aiway).

NPA : berbentuk seperti pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari karet
lateks lembut. Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari trauma
mukosa hidung, pipa diolesi dengan jelly.
OPA : Berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang di
tengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih
keras untuk mencegah gangguan patensi lubang bila pasien menggigitnya;
sehingga aliran udara tetap terjamin. OPA juga dipasang bersama pipa
trakhea atau sungkup lring untuk menjaga patensi kedua alat tersebut dari
gigitan pasien.
d. Sungkup Muka

Sungkup muka (face mask) mengantar udara / gas anestesi dari alat
resusitasi atau sistem anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian
rupa sehingga ketika digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan
positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakhea lewat mulut atau hidung.
Bentuk sungkup muka sangat beragam tergantung usia pasien dan pembuatnya.
Ukuran 03 untuk bayi baru lahir; 02, 01, 1 untuk anak kecil; 2, 3 untuk anak
besar; dan 4, 5 untuk dewasa. Sebagian sungkup muka dari bahan transparan
supaya udara ekspirasi kelihatan (berembun) atau kalau ada muntahan atau bibir
terjepit kelihatan.

Gambar 5. Non rebreathing mask

e. Sungkup Laring

Sungkup laring (LMA, laryngeal mask airway) adalah alat jalan napas
berbentuk sendok terdiri atas pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai
sendok yang pinggirnya dapat dikembangkempiskan seperti balon pada pipa
trakhea. Tangkai pipa LMA dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek
dengan spiral untuk menjaga supaya lubang tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring : 1.Sungkup laring standar dengan satu
pipa napas, 2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan
lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esofagus.

Gambar 6. Laryngeal mask airway

Ukuran Usia Berat badan (kg)


1.0 Neonatus <3
1.3 Bayi 3 10
2.0 Anak kecil 10-20
2.3 Anak 20 30
3.0 Dewasa kecil 30 40
4.0 Dewasa normal 40 60
5.0 Dewasa besar > 60
Tabel 2. Ukuran LMA dan peruntukannya

Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan


laringoskop. Sebenarnya alat ini dibuat dengan tujuan antara lain agar dapat
dipasang langsung tanpa bantuan alat dan dapat digunakan bila intubasi trakhea
diramalkan akan mengalami kesulitan. LMA memang tidak dapat menggantikan
kedudukan intubasi trakhea, tetapi ia terletak di antara sungkup muka dan intubasi
trakhea. Pemasangan hendaknya menunggu anestesi cukup dalam atau
menggunakan pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring-
laring. Setelah alat terpasang, untuk menghindari pipa napasnya tergigit, maka
dapat dipasang gulungan kain kasa (bite block) atau pipa napas mulut faring
(OPA).

f. Pipa Trakhea

Pipa trakhea (endotracheal tube) mengantar gas anestetik langsung ke


dalam trakhea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil klorida. Ukuran
diameter lubang pipa dinyatakan dalam milimeter. Karena penampang trakhea
bayi, anak kecil dan dewasa berbeda penampang melintang trakhea bayi dan anak
kecil di bawah usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan dewasa berbentuk seperti
huruf D maka untuk bayi dan anak kecil digunakan tanpa cuff; sedangkan
untuk anak besar dan dewasa dengan cuff supaya tidak bocor.

Penggunaan cuff pada bayi dan anak kecil dapat membuat trauma selaput
lendir trakhea. Jika kita ingin menggunakan pipa trakhea dengan cuff pada bayi,
kita harus menggunakan ukuran pipa trakhea yang diameternya lebih kecil dan ini
membuat resiko tahanan jalan napas lebih besar. Pipa trakhea dapat dimasukkan
melalui mulut (orotrakheal tube) atau melalui hidung(nasotracheal tube). Di
pasaran bebas dikenal beberapa ukuran dan perkiraan ukuran yang diperlukan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Usia Diameter Skala French Jarak sampai


(mm) bibir (cm)
Prematur 2.0 2.5 10 10
Neonatus 2.5 3.5 12 11
1 6 bulan 3.0 4.0 14 11
1 tahun 3.5 4.0 16 12
1 4 tahun 4.0 5.0 18 13
4 6 tahun 4.5 5.5 20 14
6 8 tahun 5.0 5.5 22 15 16
8 10 tahun 5.5 6.0 24 16 17
10 -12 tahun 6.0 6.5 26 17 18
12 14 tahun 6.5 7.0 28 30 18 22
Dewasa wanita 6.5 8.5 28 30 20 24
Dewasa pria 7.5 10.0 32 34 20 24
Tabel 3. Pipa trakhea dan peruntukannya

Cara memilih pipa trakhea untuk bayi dan anak kecil :

Diameter dalam pipa trakhea (mm) = 4.0 + umur (tahun)


Panjang pipa oro-trakheal (cm) = 12 + umur (tahun)
Panjang pipa naso-trakheal (cm) = 12 + umur (tahun)

g. Laringoskopi dan Intubasi

Fungsi laring adalah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop


adalah alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat
memasukkan pipa trakhea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua
macam laringoskop :1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi anak
dewasa, 2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar dewasa.

h. Tindakan Intubasi.
Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur
yang telah di tetapkan antara lain :
Persiapan.
Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput
diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup
keras atau botol infus 1 gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta
trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
Oksigenasi.
Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan
oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit.
Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.
Laringoskop.
Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop
dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan
lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga
mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta
epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat
sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf
V.
Pemasangan pipa endotrakheal.
Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai
balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa
asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat
tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau
oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri
memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan
selanjutnya pipa difiksasi dengan plester
Mengontrol letak pipa.
Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi,
dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan
kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila
terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan
berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret
lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu
sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan
bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster akan
mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang
keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru.
Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan
oksigenasi yang cukup.
Ventilasi.
Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien
bersangkutan.

i. Langkah-langkah Intubasi

1. Siapkan alat dan pasien


2. Cuci tangan
3. Pakai masker penutup hidung dan mulut dan sarung tangan
4. Atur posisi pasien,kepala ekstensi,leher fleksi
5. Tangan kanan memegang kedua bibir lalu buka mulut pasien
Tangan kiri memegang laringoscope,masukkan blade dari sebelah kanan
mulut sambil membawa bagian lidah ke arah kiri sampai terlihat uvula dan
epiglottis.
6. Dari arah luar tekan tulang rawan thyroid untuk membantu terbukanya
epiglottis
7. Masukkan endotracheal tube dengan arah miring ke kanan dan setelah
masuk putar ke arah tengah
8. Isi balon endotracheal dengan spuit kosong
9. Sambungkan endotracheal dengan ventilator/bag
10. Dengarkan bunyi nafas dengan stetoskop masuk ke esophagus, terlalu
kanan atau terlalu kiri dari bronchus
11. Fiksasi menggunakan plester
Kesulitan memasukkan pipa trakea berhubungan dengan variasi anatomi yang
dijumpai.

Gambar 7. Variasi pada trakea

j. Indikasi Intubasi Trakhea

Intubasi trakhea adalah tindakan memasukkan pipa trakhea ke dalam


trakhea melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira di
pertengahan trakhea antara pita suara dan bifurkasio trakhea. Indikasi sangat
bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut :

Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun (kelainan anatomi,


bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan
napas, dan lain-lain).
Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi (misalnya saat
resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien,
ventilasi jangka panjang)
Pencegahan aspirasi dan regurgitasi
k. Kesulitan dalam Intubasi

Kesulitan intubasi yang sering dijumpai adalah :

Leher pendek berotot,


Mandibula menonjol,
Maksila/gigi depan menonjol,
Uvula tak terlihat,
Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
Gerak vertebra servikalis terbatas

l. Komplikasi pada intubasi

Pada intubasi dapat terjadi komplikasi, diantaranya :

Selama intubasi (trauma gigi geligi, laserasi bibir, gusi, laring,


merangsang saraf simpatishipertensi takikardi, intubasi
bronkus, intubasi esofagus, aspirasi, spasme bronkus.
Setelah ekstubasi (spasme laring, aspirasi, gangguan fonasi, edema
subglotis-glotis, infeksi laring, faring, trakhea).

m. Ekstubasi

Ekstubasi adalah tindakan mengeluarkan pipa endotrakeal dari posisinya.


Ekstubasi ditunda sampai pasien benar- benar sadar, jika intubasi kembali akan
menimbulkan kesulitan dan pasca ekstubasi ada resiko aspirasi. Ekstubasi
dikerjakan umumnya pada keadaan anestesi sudah ringan dengan catatan tidak
akan terjadi spasme laring. Sebelum ekstubasi, bersihkan rongga mulut laring
faring dari sekret dan cairan lainnya. Untuk membersihkan dapat digunakan
suction.
Sungkup Muka Sungkup Laring Pipa Trakhea
Intervensi Perlu dipegang Tak perlu dipegang Tak perlu
dipegang
Kualitas jalan napas Cukup baik Cukup atau baik Sangat baik
Akses kepala leher Jelek Baik Baik
Ventilasi spontan Prosedur sangat Prosedur lama Prosedur lama
pendek
Ventilasi kendali Prosedur sangat Prosedur lama Prosedur sangat
pendek lama
Tabel 4. Perbandingan sifat alat jalan napas

n. Ventilator Mekanik

Ventilator mekanik ialah alat yang menghasilkan tekanan positif secara


ritmik untuk mengembangkan paru selama ventilasi artificial. Dalam bidang
kedokteran, ventilasi mekanik adalah suau metode untuk membantu atau
menggantikan pernapasan spontan. Ventilasi mekanik dilakukan sebagai tindakan
life saving dalam CPR, perawatan intensif, dan anestesi.

o. Penggunaan Klinis

Ventilasi mekanik digunakan jika pernapasan spontan tidak didapatkan (apneu)


atau tidak adekuat. Hal ini dapat merupakan akibat intoksikasi, henti jantung,
penyakit saraf, trauma kepala, paralisis otot pernapasan pada Guillain-Barr
syndrome, Myasthenia Gravis, spinal cord injury, atau efek anestetika dan obat-
obatan pelemas otot. Berbagai penyakit paru (misal edema pulmonum, COPD)
atau trauma thoraks (misal patah tulang iga), dan penyakit jantung seperti gagal
jantung kongestif, sepsis & shock juga dapat menghambat ventilasi normal.
Tergantung situasi, ventilasi mekanik dapat dilanjutkan untuk beberapa menit atau
bahkan beberapa tahun.
BAB III

Pembahasan

Perempuan 77 tahun masuk ke rumah sakit dengan kesadaran menurun


yang dialami secara tiba-tiba 1 jam sebelum masuk rumah sakit saat sedang di
kamar mandi. Pasien tiba-tiba terjatuh. Mual dan muntah tidak ada. Nyeri kepala
sebelumnya tidak ada. Riwayat hipertensi ada berobat dengan amlodipine 10 mg.
DM ada dan meminum obat metformin, penyakit jantung disangkal. Riwayat
stroke ringan ada. Riwayat demam disangkal. Riwayat operasi tidak ada.

Dari pemeriksaan fisis didapatkan adanya tanda-tanda kegagalan nafas


berupa frekuensi pernafasan 34 kali/menit irregular. Pernafasan tipe abdominal
dengan retraksi dalam. Bentuk dada datar. Suara pernapasan snoring. Saturasi
oksigen 77%. Skor GCS pasien 3 (E1M1V1).

Pada pasien ini dilakukan intubasi dengan tujuan untuk menjaga patensi
jalan nafas dan pencegahan terjadinya aspirasi yang dapat terjadi akibat
penurunan kesadaran. Intubasi juga dilakukan dikarenakan adanya desaturasi
oksigen darah (78%)

Anda mungkin juga menyukai