Anda di halaman 1dari 13

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan Pada Bayi


Dengan Diagnosa Ikterus Neonaterum
Di Ruang Nicu Rsud Kabupaten Buleleng

1.1 Tinjauan Teori Penyakit


1.1.1 Definisi
Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3 setelah
lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada
hari ke 10. ( Nursalam,2005).
Ikterus adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak ditanggulangi dengan baik
(Prawirohardjo, 2005).
Ikterus adalah perubahan warna menjadi kuning pada kulit, membran mukosa, dan
sklera yang disebabkan karena peningkatan bilirubin didalam darah (hyperbilirubiemia).
Keadaan ini menandakan adanya peningkatan produksi bilirubin atau eliminasi bilirubin
dari tubuh yang tidak efektif (Schwartz, 2004)
1.1.2 Etiologi
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi
keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi
dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
beberapa factor, antara lain : frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat
badan atau dehidrasi.
A. Ikterus Prahepatik
Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah
merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
Kelainan sel darah merah
Infeksi seperti malaria, sepsis.
Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat obatan, maupun yang berasal
dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reksi transfuse dan eritroblastosis fetalis.
B. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi
yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin akan mengalami regurgitasi kembali kedalam
1

sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh
ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan
pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan
berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
C. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin
direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga
bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian
menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan
sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.
1.1.3

Tanda Dan Gejala


Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu

dapat pula disertai dengan gejala-gejala:


A. Dehidrasi: Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
B. Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah
ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
C. Trauma lahir: Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
D. Pletorik (penumpukan darah): Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan
memotong tali pusat, bayi KMK
E. Letargik dan gejala sepsis lainnya
F. Petekiae (bintik merah di kulit) . Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau
eritroblastosis
G. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) . Sering berkaitan dengan anemia
H.
I.
J.
K.
L.

hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati


Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
Omfalitis (peradangan umbilikus)
Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya
konsultasikan ke bagian hepatologi.
1.1.4

Klasifikasi
Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua :
A. Ikterus fisiologi
Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6 dan menghilang
hari ke 10. Bayi tampak biasa , minum baik , BB naik biasa. Kadar bilirubin pada bayi
aterm tidak lebih dari 12 mg /dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-

14. Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurang protein Y dan , enzim
glukoronil transferase yang cukup jumlahnya.
B. Ikterus Patologis
1) Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan ,, serum bilirubin total lebih dari 12
mg/dl.
2) Peningkatan bilirubin 5 mg persen atau lebih dalam 24 jam
3) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature atau 12 mg/dl
pada bayi aterm.
4) Ikterus yang disertai proses hemolisis
5) Bilirubin Direk lebih dari mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum mg/dl/jam atau 5
mg/dl/hari.
6) Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm dan 14 hari pada
BBLR.
Keadaan yang menyebabkan ikterus patologis adalah :
1) Penyakit hemolitik
2) Kelainan sel darah merah
3) Hemolisis : hematoma, Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan lahir.
4) Infeksi
5) Kelainan metabolic : hipoglikemia, galaktosemia
6)

Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti :

sulfonaamida, salisilat, sodium bensoat, gentamisin,


7) Pirai enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi, hirschsprung.
1.1.5

Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan

yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia.

Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar


bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada
bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak
apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin
akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak melewati darah otak
apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.
1.1.6 Pathway

Penyakit hemolitik

Hemolisis
Pembentukan
bilirubin

Obat-obatan:
Jumlah bilirubin yang
akan diangkut ke hati
berkurang

Gangguan fungsi
hepar
Jaundice ASI

Defisiensi G-6-PD

Konjugasi bilirubin
indirek menjadi
bilirubin direk lebih

Bilirubin indirek
meningkat
Hiperbilirubinemia
Dalam jaringan
ekstravaskular (kulit,
konjuntiva, mukosa, dan

Ikterus

Kurang
Resiko
informasi
ke
Kernikteru
Otak injuri

Fototerapi
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

1.1.7

Resiko gangguan
integritas kulit

Persepsi yang
salah

Kurang
pengetahuan
orangtua/keluarg
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai

Pemeriksaan Penunjang

berikut :

Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran

Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat
pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan

Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama
kelahiran

1.1.8

Penatalaksanaan

1. Tindakan umum
a) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil
b) Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang
dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
c) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.

d) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.


2. Tindakan khusus
a) Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
b) Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak
efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan baik pada
ibu dan bayi.
c) Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
Misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan
transfuse tukar.
d) Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
Untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan
dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan
kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
e) Terapi transfuse
Digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi. Terapi obat-obatan.
Misalnya obat phenorbarbital/ luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati
yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk
mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
f) Menyusui bayi dengan ASI
g) Terapi sinar matahari
1.1.9

Komplikasi
Komplikasi Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin

indirek pada otak dengan gambaran klinik:


a) Letargi/lemas
b) Kejang
c) Tak mau menghisap
d) Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
e) Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus,
kejang
f) Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.

1.2

Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Data Bayi
Meliputi identitas bayi, jenis kelamin, Usia, BB/PB, Apgar Score.
2. Data Orang Tua
Meliputi identitas orang tua bayi, pekerjaan, pendidikan dan alamat.
3. Pengkajian Fisik Neonatus
Meliputi pemeriksaan reflek, aktifitas, keadaan kepala/leher, mata, THT,
abdomen, toraks, paru-paru, jantung, ekstremitas,umbilikus, genital, anus,
spinal, kulit, suhu.
4. Riwayat Prenatal
Meliputi jumlah kunjungan, bidan/dokter, pendidikan kesehatan yang
didapat, HPHT, Kenaikan BB selama hamil, komplikasi kehamilan,
komplikasi obat, obat-obatan yang didapat pengobatan yang didapat,
riwayat hospitalisasi, golongan darah ibu hamil, kehamilan direncanakan/
tidak.
5. Pemeriksaan Kehamilan (Maternal Screening)
Meliputi pemeriksaan apakah rubella, HIV, hepatitis, herpes, chlamida,
VDRL, GO.
6. Riwayat Persalinan (Intranatal)
Meliputi awal persalinan, lama persalinan, komplikasi persalinan, terapi
yang diberikan, lama antara ruptur vagina dan saat partus, jumlah cairan
ketuban, anastesi yang diberikan, mekonium/tidak.
7. Riwayat Kelahiran
Meliputi indikasi dilakukan monitoring, pila FHR (Fetal Heart Rate),
analisa gas darah, lama kala II, cara melahirkan, tempat melahirkan,
presentasi.
8. Riwayat Post Natal

Meliputi usaha nafas, apgar score, kebutuhan resusitasi, adanya trauma


lahir, adanya narcosis, keluarnya urine dan BAB, respon psikologis atau
perilaku yang bermakna, prosedur yang dilakukan.
9. Riwayat Sosial
Meliputi struktur keluarga (genogram), antisipasi vs pengalaman nyata
kelahiran, budaya, perencanaan makanan bayi, problem sosial yang
penting, hubungan orang tua dan bayi, orang tua berespon terhadap
penyakit, orang tua berespon terhadap hospitalisasi,anak lain.
B. Analisa Data
Meliputi Data, kemungkinan penyebab dan masalah keperawatan.
C. Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
A. Dx1
: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurang
asupan nutrisi
Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC : Nutrition Status : food & fluid intake
Nutrision Status : nutrition intake
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam
1.
2.

diharapkan pola nafas klien kembali efektif dengan kriteria hasil :


Nafsu makan baik
BB normal
Intervensi:
1.

Monitor

adanya

alergi

Berikan

makanan

melalui

makanan
R/ agar pemberian nutrisi tepat
2.
sonde (ASI/PASI)
R/agar nutrisi tubuh terpenuhi.
3.

4.
Implementasi :

Berikan informasi tentang pemenuhan nutrisi


R/ agar nantinya keluarga pasien mengerti
dilakukannya pemberian makanan dengan alat.
Kolaborasi dalam pemberian ASI/PASI
R/ untuk mengetahui tindakan selanjutnya

tentang

1.

Memonitor

adanya

alergi

2.

Memberikan makanan melalui

3.

Memberikan informasi tentang

4.

Melakukan kolaborasi dalam

makanan
sonde (ASI/PASI)
pemenuhan nutrisi
pemberian ASI/PASI.
Evaluasi

:
1. Intake adekuat
2. Berat
badan
normal

B. Dx2
: Kurang Pengetahuan b/d keterbatasan kognitif
Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC : Knowledge : disease proccess
Knowledge : Health Behavior
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam
diharapkan kurang pengetahuan teratasi dengan kriteria hasil :
1.
Pasien
dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit , kondisi,
prognosis dan program pengobatan.
2.

Pasien

dan keluarga mampu melanjutkan prosedur secara benar


3.
Pasien
dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/ tim medis lainnya.
Intervensi :
1. Kaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan /prognosis,
kemungkinan pilihan pengobatan.
R/ Mengidentifikasi area kekurangan/salah informasi dan
memberikan informasi tambahan sesuai keperluan.
2. Berikan informasi khusus tentang penyakitnya.
R/ Kebutuhan atau rekomendasi akan bervariasi karena tipe
hepatitis dan situasi individu.
3. jelaskan pentingnya istirahat

10

R/ Aktifitas perlu dibatasi sampai agar tidak terjadi kelelahan.


4.

olaborasi pilihan terapi atau penanganan


R/ untuk mengetahui tindakan selanjutnya.
Implementasi :
1.
M
engkaji tingkat pemahaman proses
penyakit,

harapan

/prognosis,

kemungkinan pilihan pengobatan.


2.
M
emberikan informasi khusus tentang
penyakitnya.
3.
M
enjelaskan pentingnya istirahat
4.
M
elakukan kolaborasi dengan tim medis
untuk pilihan terapi atau penanganan
Evaluasi

:
1.

Pasien

dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit , kondisi,


prognosis dan program pengobatan.
2.
dan keluarga mampu melanjutkan prosedur secara benar
3.
Pasien
dan
keluarga

Pasien
mampu

menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim medis


lainnya
C. Dx3
: Kerusakan Integritas Kulit b/d radiasi
Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC

: Tissue Integrity : Skin and

11

Mucous Membranes
Wound Healing : primer dan
sekunder
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam diharapkan
integritas kulit teratasi dengan kriteria hasil :
1.

Perfusi

2.

Tidak

3.

Elastisit

jaringan baik.
ada lesi.
as kulit baik.
Intervensi :
1. Observasi adanya lesi.
R/ Mengidentifikasi adanya lesi atau tidak.
2. Hindari kerutan pada tempat tidur.
R/ menncegah terjadinya iritasi kulit
3. Jelaskanpada keluarga tentang penggunaan alat
R/ agar mengerti tentang kegunaan alat
4.

olaborasi pilihan terapi atau penanganan


R/ untuk mengetahui tindakan selanjutnya.
Implementasi :
1.
M
engobservasi adanya lesi
2.
M
enghindari kerutan pada tempat tidur.
3.
M
enjelaskan pentingnya istirahat

12

4.
M
elakukan kolaborasi dengan tim medis
untuk pilihan terapi atau penanganan
Evaluasi

:
1.

Pasien

dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit , kondisi,


prognosis dan program pengobatan.
2.
dan keluarga mampu melanjutkan prosedur secara benar
3.
Pasien
dan
keluarga

Pasien
mampu

menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim medis


lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, J. (1985). Materity and Gynecologic Care. Precenton.


Cloherty, P. John (1981). Manual of Neonatal Care. USA.

13

Harper. (1994). Biokimia. EGC, Jakarta.


Hasan, Rusepno. 1997. Ilmu Kesehatan Anak 2 . Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran UI.
Santosa,Budi . 2005 - 2006. Diagnosa Keperawatan NANDA . Jakarta : Prima Medika.
Sudoyo,Aru.W, dkk, eds., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Dep. Ilmu Penyakit Dalam :
Jakarta, 2006, vol. I, hlm. 422-425
Sakit Kuning (Jaundice), http://info-sehat.com/content.php?s_sid=1064, acces : 05
November 2007

Anda mungkin juga menyukai