Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN

Kelompok:3(tiga):

1. Rendi rikardo Nim:skp.19.02.005.


2. Rezka sumianti Nim:skp.19.02.006.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA ADIGUNA


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN MITRA ADIGUNA PALEMBANG’
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI DENGAN HIPERBILIRUBIN


A. Konsep Kasus Hiperbilirubinemia

1. Pengertian

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana menguningnya sklera, kulit atau jaringan
lain akibat perlekatan bilirubuin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari
5mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liper, sistem
biliary, atau sistem hematologi ( Atikah & Jaya, 2016 ).

Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin yang terakumulasi dalam
darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus, yang mana ditandai dengan timbulnya warna
kuning pada kulit, sklera dan kuku. Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering
terjadi pada bayi baru lahir. Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan
dengan fototerapi dan transfusi tukar (Kristianti ,dkk, 2015).

Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik oleh faktor
fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan ikterus ( Mathindas, dkk
, 2013 ).
Atikah dan Jaya, (2016), membagi ikterus menjadi 2 :
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir rendah, dan biasanya akan
timbul pada hari kedua lalu menghilang setelah minggu kedua. Ikterus fisiologis muncul pada
hari kedua dan ketiga. Bayi aterm yang mengalami hiperbilirubin memiliki kadar bilirubin
yang tidak lebih dari 12 mg/dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan dapat hilang pada hari ke-14.
Penyebabnya ialah karna bayi kekurangan protein Y, dan enzim glukoronil transferase.

b. Ikterus Patologis

Ikterus patologis merupakan ikterus yang timnbul segera dalam 24 jam pertama, dan terus
bertamha 5mg/dl setiap harinya, kadal bilirubin untuk bayi matur diatas 10 mg/dl, dan 15
mg/dl pada bayi prematur, kemudian menetap selama seminggu kelahiran. Ikterus patologis
sangat butuh penanganan dan perawatan khusus, hal ini disebabkan karna ikterus patologis
sangat berhubungan dengan penyakit sepsis.

Tanda-tandanya ialah :

1) Ikterus muncul dalam 24jam pertama dan kadal melebihi 12mg/dl.


2) Terjadi peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5 mg/dl dalam 24jam.

3) Ikterus yang disertai dengan hemolisis.

4) Ikterus akan menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm , dan 14 hari pada bayi
BBLR.Luasnya ikterus pada neonatus menurut daerah yang terkena dan kadar bilirubinnya
dapat dilihat pada tabel berikut :

Derajat ikterus pada neonatus menurut rumus Kramer

Zona Luas-Ikterik- Rata-rata BilirubinSerum (umol/L)-Kadar bilirubin (mg)

1 Kepala dan leher 100 5

2 Pusar-leher 150 9

3 Pusar-paha 200 11

4 Lengan dan tungkai 250 12

5 Tangan dan kaki >250 16

2. ETIOLOGI

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang sering


ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkopatibilitas golongan darah ABO
atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karna adanya perdarahan

Tertutup (hematoma cepal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas golongan darah


Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan
ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu hipoksia atau
asfiksia, dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan polisitemia (Atikah & Jaya, 2016).

Nelson, (2011), secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :

a. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-
PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-
Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting
dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

c. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.

d. Gangguan dalam ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.Kelainan diluar
hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat
infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Etiologi ikterus yang sering ditemu-kan ialah: hiperbilirubinemia fisiologik, inkompabilitas


golongan darah ABO dan Rhesus, breast milk jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang
diabetes melitus, dan polisitemia/hiperviskositas.

Etiologi yang jarang ditemukan yaitu: defisiensi G6PD, defisiensi piruvat kinase, sferositosis
kongenital, sindrom Lucey-Driscoll, penyakit Crigler-Najjar, hipo-tiroid, dan
hemoglobinopati. (Mathindas, dkk , 2013)

3. PATOFISIOLOGI

Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari katabolisme
heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat hidrofobiknya, bilirubin tak
terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada albumin. Ketika mencapai hati,
bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah diekskresikan ke
dalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba
di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi,
sehingga meningkatkan bilirubin plasma total (Mathindas ,dkk, 2013).
Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi yang sering ditemukan
ialah meningkatnya beban berlebih pada sel hepar, yang mana sering ditemukan bahwa sel
hepar tersebut belum berfungsi sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur

5. Respon Tubuh

a. Sistem Eliminasi
Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning kehijauan, sementara pada bayi dengan
hiperbilirubin biasanya akan berwarna pucat. Hai ini disebabkan oleh bilirubin tak larut
dalam lemak akibat dari kerja hepar yang mengalami gangguan.
b. Sistem Pencernaan
Bayi dengan hiperbilirubinemia mengalami gangguan pada nutrisi, karena biasanya bayi akan
lebih malas dan tampak letargi, dan juga reflek sucking yang kurang, sehingga nutrisi yang
akan dicerna hanya sedikit. Dengan nutrisi yang kurang, bayi bisa berisiko infeksi karna daya
tahan tubuh yang lemah.
c. Sistem Integumen
Pada bayi normal, kulit bayi akan tambah merah muda, akan tetapi pada bayi yang mengaami
hiperbilirubin, kulit bayi akan tampak berwarna kekuningan. Ini disebabkan karna fungsi
hepar yang belum sempurna, defisiensi protein “Y”, dan juga tidak terdapat bakteri pemecah
bilirubin dalam usus akibat dari imaturitas usus, sehingga bilirubin indirek terus bersirkulasi
keseluruh tubuh.
d. Sistem Kerja Hepar (ekskresi hepar)
Pada bayi yang mengalami hiperbilirubin biasanya disebabkan oleh sistem kerja hepar yang
imatur, akibat nya hepar mengalami gangguan dalam pemecahan bilirubin, sehingga bilirubin
tetap bersirkulasi dengan pembuluh darah untuk menyebar keseluruh tubuh.
e. Sistem Persyarafan
Bilirubin indirek yang berlebihan serta kurang nya penanganan akan terus menyebar hingga
ke jaringan otak dan syaraf, hal ini sangat membahayakan bagi bayi, dan akan menyebabkan
kern ikterus, dengan tanda dan gejala yaitu kejang-kejang, penurunan kesadaran, hingga bisa
menyebabkan kematian.(Widagdo, 2012).

6. Penatalaksanaan
Menurut Atikah dan Jaya, 2016, cara mengatasi hiperbilirubinemia yaitu:

a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital. Fenobarbital dapat


bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi dapat dipercepat.

b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya ialah
pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubion bebas.

c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah dicoba dengan alat
alat bantuan sendiri dapat menurunkan bilirubin dengan cepat. Walaupun demikian fototerapi
tidak dapat menggantikan transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat
digunakan untuk pra dan pasca transfusi tukar.

Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara terapeutik :

1) Fototerapi

Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg% dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin dengan oksidasi foto pada bilirubin
dari biliverdin.

Langkah-langkah pelaksanaan fototerapi yaitu :

a) Membuka pakaian neonatus agar seluruh bagian tubuh neonatus kena sinar.

b) Menutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang memantulkan cahaya.

c) Jarak neonatus dengan lampu kurang lebih 40 cm

d) Mengubah posisi neonatus setiap 6 jam sekali.

e) Mengukur suhu setiap 6 jam sekali.

f) Kemudian memeriksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali dalam
24 jam.

g) Melakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada penderita yang mengalami


hemolisis.

2) Fenoforbital
Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis
hepatis glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan
clearance hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan
albumin untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan.

3) Transfusi Tukar

Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi atau kadar bilirubin indirek lebih dari
20 mg%.

Langkah penatalaksanaan saat transfusi tukar adalah sebagai berikut :

a. Sebaiknya neonatus dipuasakan 3-4 jam sebelum transfusi tukar.

. Siapkan neonatus dikamar khusus.

c. Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada neonatus.

d. Tidurkan neonatus dalam keadaan terlentang dan buka pakaian ada daerah perut.

e. Lakukan transfusi tukar sesuai dengan protap.

f. Lakukan observasi keadaan umum neonatus, catat jumlah darah yang keluar dan masuk.

g. Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat.

h. Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12 jam.

Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara alami :

1) Bilirubin Indirek

Penatalaksanaanya dengan metode penjemuran dengan sinar ultraviolet ringan yaitu dari jam
7.oo – 9.oo pagi. Karena bilirubin fisioplogis jenis ini tidak larut dalam air.

2) Bilirubin Direk

Penatalaksanaannya yaitu dengan pemberian intake ASI yang adekuat. Hal ini disarankan
karna bilirubin direk dapat larut dalam air, dan akan dikeluarkan melalui sistem pencernaan.

(Atikah & Jaya, 2016 ; Widagdo, 2012)


B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Hiperbilirubinemia

1. Pengkajian
Pengkajian pada kasus hiperbilirubinemia meliputi :
a. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan
lebih sering diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu, tampak lemah, dan bab
berwarna pucat.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi, refleks hisap kurang, pada kondisi
bilirubin indirek yang sudah .20mg/dl dan sudah sampai ke jaringan serebral maka bayi akan
mengalami kejang dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan tangisan
melengking.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguan hemolisis darah


(ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan
metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM. Mungkin praterm, bayi
kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio intra uterus (IUGR), bayi besar untuk
usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria
daripada bayi wanita.

3) Riwayat kehamilan dan kelahiran

Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat menyebabkan maturitas pada
organ dan salah satunya hepar, neonatus dengan berat badan lahir rendah, hipoksia dan
asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin, neonatus dengan APGAR score rendah
juga memungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis yang akan menghambat konjugasi
bilirubin.

d. Pemeriksaan fisik

1) Kepala-leher.
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.

2) Dada

Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan terlihat pergerakan dada yang
abnormal.

3) Perut

Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh gangguan metabolisme
bilirubin enterohepatik.

4) Ekstremitas

Kelemahan pada otot

5) Kulit

Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala dan leher termasuk ke grade
satu, jika kuning padadaerah kepala serta badan bagian atas digolongkan ke grade dua.
Kuning terdapat pada kepala, badan bagian atas, bawah dan tungkai termasuk ke grade tiga,
grade empat jika kuning pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah serta kaki dibawah
tungkai, sedangkan grade 5 apabila kuning terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas dan
bawah, tungkai, tangan dan kaki

6) Pemeriksaan neurologis

Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah mencapai jaringan serebral, maka akan
menyebabkan kejang-kejang dan penurunan kesadaran.

7) Urogenital

Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang sudah fototerapi biasa nya
mengeluarkan tinja kekuningan.

e. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan bilirubin serum
Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari
kehidupan. Jika nilainya diatas 10 mg/dl yang berarti tidak fisiologis, sedangkan bilirubin
pada bayi prematur mencapai puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar
bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl yaitu tidak fisiologis. Ikterus fisiologis pada bayi cukup
bulan bilirubin indirek munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang pada hari ke 4 dan ke 5
dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl, sedangkan pada bayi dengan
prematur bilirubin indirek munculnya sampai 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari
dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 15 mg/dl/hari. Pada ikterus patologis
meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari.
2) Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
3) Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan atresia
biliary. (Surasmi, dkk, 2003; Lynn & Sowden, 2009; Widagdo, 2012)

f. Data penunjang
1) Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal =
<2mg/dl).
2) Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusan
darah tepi.
3) Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
4) Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
5) Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi
tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.
6) Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan
kultur darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif
protein (CPR).

2. Kemungkinan diagnosa keperawatan

a. Ikterus Neonatus
b. Hipertermi b.d suhu lingkungan tinggi dan efek fototerapi.
c. Risiko infeksi b.d proses invasif.
d. Risiko kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya intake cairan, efek fototerapi dan
diare.
e. Risiko kerusakan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia dan diare.
f. Risiko cedera b.d peningkatan kadar bilirubin dan proses fototerapi.
g. Ketidakefektifan pola makan bayi b.d penurunan daya hisap bayi.
( NANDA, 2015 ).

TAMBAHKAN INTERVESI DARI MASING2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN

1 ikterus Neonatus Setelah dilakukan 1.Fototerapi: neonatus


b.d neonatus asuhan keperawatan, a.Kaji ulang riwayat
mengalamikesulitan maka maternal dan bayi mengenai
transisi kehidupan didapatkan kriteria: adanya
ekstrauteriketerlambatan 1.Adaptasi bayi baru faktor risiko terjadinya
pengeluaran mekonium, lahir hyperbilirubinemia.
penurunan berat badan a.Warna kulit (5) b.Observasi tanda-tanda
tidak terdeteksi, pola b.Mata bersih (5) (warna) kuning.
makan tidak tepat c.Kadar bilirubin (5) c.Periksa kadar serum
dan usia ≤ 7 har bilirubin, sesuai
2.Organisasi kebutuhan, sesuai
(Pengelolaan) bayi protokol dan permintaan
prematur dokter.
a.Warna kulit (5) d.Edukasikan keluarga
mengenai prosedur dalam
3.Fungsi hati , resiko perawatan isolasi.
gangguan. e.Tutup mata bayi, hindari
a.Pertumbuhan penekanan yang berlebihan.
dan perkembangan f.Ubah posisi bayi setiap
bayi dalam batas normal. 4jam per protokol.
(5)
b.Tanda-tanda 2.Monitor tanda vital
vital bayi dalam a.Monitor nadi, suhu, dan
batas normal(5). frekuensi pernapasan dengan
tepat.
b.Monitor warna kulit, suhu,
dan kelembaban

2 Hipertermi Setelah dilakukan 1.Temperature regulation


b.d asuhan keperawatan, (pengaturan suhu)
suhu lingkungan maka didapatka kriteria: a.Monitor sushu
tinggi dan efek 1.Termoregulasi. minimal tiap 2 jam.
fototerapi a.berkeringat saat b.Rencanakan monitoring
panas(5) suhu secara kontinyu.
b.gemetaran saat dingin. c.Monitor nadi dan RR.
(5) d.Monitor warna dan suhu
c.Tingkat kulit.
pernafasan. (5) e.sesuaikan suhu yang
sesua dengan kebutuhan
2.Kontrol resiko : pasien.
hipertermi. f.Monitor tanda-tanda
a.Teridentifikasinya tanda hipertermi dan hipotermi.
dan gejala hipertermi (5) g.Tingkatkan cairan dan
b.Modifikasi lingkungan nutrisi.
untuk mengontrol suhu h.Berikan antipiretik jika
tubuh (5) perlu.
i.Gunakan kasur yang dingin
dan mandi air hangat
untuk perubahan suhu
tubuh yang sesuai.

2.Manajemen demam
a.Monitor suhu secara
kontinue
b.Monitor keluaran cairan
c.Monitor warna kulit dan
suhu
d.Monitor masukan dan
keluaran

3 Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan Infection Control (Kontrol


proses invasif. asuhan keperawatan, Infeksi).
maka didapatkan kriteria: a.Bersihkan lingkungan
Kontrol resiko : proses setelah dipakai pasien lain.
infeksi b.Pertahankan teknik
faktor resiko infeksi isolasi.
teridentifikasi (5) c.Batasi pengunjung bila
perlu.
d.Gunakan
sabunantimikroba untuk cuci
tangan.
e.Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
f.Gunakan baju, sarung
tangan sebagai pelindung.
g.Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat.
h.Tingkatkan intake nutrisi.
i.Berikan terapi antibiotik
bila perlu yang mengandung
infection protection(proteksi
terhadap infeksi)

4 Risiko kekurangan Setelah dilakukan Manajemen cairan


volume cairan b.d asuhan keperawatan, a.Monitor berat badan.
tidak adekuatnya maka didapatkan kriteria: b.Timbang popok.
intake cairan, efek Keseimbangan cairan. c.Pertahankan catatan
fototerapi a.Intake dan output intake dan output yang
dan seimbang dalam 24jam. akurat.
diare (5) d.Monitor vital sign.
b.Turgor kulit membaik e.Dorong masukan oral.
(5) f.Monitor pernafasan,
tekanan darah, dan nadi.
g.Monitor status hidrasi
(kelembapan membrane
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik).
h.Monitor warna, kuantitas
dan banyaknya keluaran
urin.
i.Berikan cairanyang sesuai
j.Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan.
k.Monitor berat badan.

Risiko kerusakan Setelah dilakukan 1.Manajemen cairan


integritas kulit b.d asuhan keperawatan, a.Monitor berat badan.
hiperbilirubinemia maka didapatkan kriteria: b.Pertahankan catatan
dan diare 1.Integritas jaringan : intake dan output yang
kulit dan membran akurat.
mukosa. c.Dorong masukan oral.
a.Integritas kulit yang d.Monitor status hidrasi
baik bisa dipertahankan (kelembapan membran
(sensasi, elastisitas, mukosa, nadi adekuat,
hidrasi). (5) tekanan darah ortostatik).
b.Perfusi jaringan baik. e.Berikan cairan yang
(5) sesuai.
2.Kontrol resiko. 2.Pressure management
integritas kulit (Manajemen tekanan)
neonatus kembali a.Anjurkan untuk
membaik. menggunakan pakaian
Dengan kriteria hasil : yang longgar.
a.Faktor resiko b.Hindari kerutan pada
teridentifikasi (5) tempat tidur.
b.Faktor resiko c.Jaga kebersihan kulit
personal termonitor (5) agar tetap bersih dan
c.Faktor resiko kering.
lingkungan termonitor. d.Mobilisasi (ubah posisi
(5) pasien) setiap dua jam
sekali.
e.Monitor akan adanya
kemerahan.
f.Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien.
g.Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat
6 Risiko cedera b.d Setelah dilakukan Environment
peningkatan kadar asuhan keperawatan, Management
bilirubin dan proses maka didapatkan kriteria: (manajemen lingkungan).
fototerapi. 1. Kontrol Resiko cidera a.Sediakan lingkungan
1.Terbebas dari cidera. (5 yang aman untuk pasien.
b.Menghindari lingkungan
yang berbahaya.
c.Monitor kadar
bilirubin, Hb, HCT
sebelum dan sesudah
tansfusi tukar.
d.Monitor tanda vital.
e.Mempertahankan sistem
kardiopulmonary.
f.Mengkaji kulit pada
abdomen.
g.Kolaborasi pemberian
obat untuk meningkatkan
transportasi dan konjugasi
seperti pemberian albumin
atau pemberian plasma.
h.Mengontrol lingkungan
dari kebisingan

7 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1.Manajemen cairan


pola makan bayi asuhan keperawatan, a.Timbang BB setiap hari
maka didapatkankriteria: dan dan monitor status
1.Organisasi(pengelolaan) pasien.
bayi prematur b.Hitung atau timbang
a.Toleransi makan (5) popok dengan baik
2.Status menelan: fase c.Monitor tanda vital
oral pasien
a.Efisiensi 2.Monitor nutrisi
kemampuan a.Timbang dan ukur berat
badan ideal
b.Berikan intake ASI
yang adekuat.

Anda mungkin juga menyukai