Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA BAYI DENGAN HIPERBILIRUBIN

I. Konsep Teori
A) Definisi Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan bilirubin
dalamdarah yang disebabkan oleh rusaknyaseldarahmerah yang
tidak normal. Ada berbagaitingkat bilirubin yang tinggi pada setiap
bayi yang dapatmenyebabkanefek samping. Ini juga dapatdiartikan
sebagai penyakit kuning dengan konsentrasi bilirubin, serum yang
dapatmenyebabkankernikterus kecuali pengendaliankadar bilirubin
dilakukan.
Ikteruscenderungbersifatpatologis atau dianggap sebagai
hiperbilirubinemia adalah: penyakit kuning yang terjadi dalam 24
jam pertama setelahkelahiran. Setiapsatuharikonsentrasi bilirubin
meningkat 5% atau lebih, Konsentrasi bilirubin serum
neonatusdalamkondisiprematur 10 persen dengan tingkatikterus
12,5 mg diikuti oleh hemolisis (ketidakcocokandarah, defisiensi
dan sepsis enzim G6PD), asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan
pernapasan, pneumonia, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolaritasdarah Pada bayi dengan berat badan kurangdari
2000 gr mengalamiikterus berat, sedangkan pada kehamilan
dengan gestasi 36 minggu tingkatkeparahanikterus yang lebih
rendah. (Bina Melvia, 2020).

B) Etiologi Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemiadapatdisebabkan oleh bermacam-
macamkeadaan. Penyebab yang sering ditemukan disini adalah
hemolisis yang timbulakibatinkopatibilitasgolongandarah ABO atau
defisiensienzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbulkarna adanya
perdarahantertutup (hematoma cepal, perdarahansubaponeurotik) atau
inkompatibilitasgolongandarah Rh. Infeksi juga memegangperanan
penting dalamterjadinyahiperbilirubinemia; keadaaan ini terutama
terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain
yaituhipoksia atau asfiksia, dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan
polisitemia (Atikah & Jaya, 2016).
Nelson, (2011), secara garis besar etiologi ikterus neonatorum
dapatdibagi :
a) Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitasdarah Rh, AB0, golongandarah lain,
defisiensienzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahantertutup dan
sepsis.
b) Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasihepar
Gangguan ini dapatdisebabkan oleh bilirubin, gangguan
fungsihepar, akibatasidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnyaenzimglukoronil transferase (sindromcriggler-
Najjar). Penyebab lain yaitudefisiensi protein. Protein Y
dalamhepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke
selhepar.
c) Gangguan transportasi
Bilirubin dalamdarahterikat pada albumin kemudian diangkat
ke hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapatdipengaruhi
oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin
menyebabkanlebihbanyakterdapatnya bilirubin indirek yang
bebas dalamdarah yang mudahmelekat ke sel otak.
d) Gangguan dalamekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibatobstruksidalamhepar atau
diluar hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh
kelainanbawaan. Obstruksidalamhepar biasanya akibatinfeksi
atau kerusakanhepar oleh penyebablain.

Etiologi ikterus yang sering ditemukan adalah


hiperbilirubinemiafisiologik, inkompabilitasgolongandarah ABO
dan Rhesus, breast milk jaundice, infeksi, bayi dariibupenyandang
diabetes melitus, dan polisitemia/hiperviskositas. Sedangkan
etiologi yang jarangditemukanyaitudefisiensi G6PD,
defisiensipiruvat kinase, sferositosiskongenital, sindrom Lucey-
Driscoll, penyakit Crigler-Najjar, hipo-tiroid, dan hemoglobinopati.
(Mathindas, dkk , 2013)

C) Klasifikasi Hiperbilirubinemia
a) Hiperbilirubinemia Fisiologis
Hiperbilirubinemiafisiologis pada bayi baru lahir tidak muncul
pada 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan. Biasanya pada
hiperbilirubinemiafisiologispeningkatankadar bilirubin total tidak
lebihdari 5mg/dL per hari. Pada bayi cukup bulan,
hiperbilirubinemiafisiologisakanmencapaipuncaknya pada 72 jam
setelah bayi dilahirkan dengan kadar serum bilirubin yaitu 6 – 8
mg/dL. Selama 72 jam awalkelahirankadar bilirubin akanmeningkat
sampai dengan 2 – 3 mg/dL kemudian pada hari ke-5 10 serum
bilirubin akan turun sampai dengan 3mg/dL (Hackel, 2004).
Setelahhari ke-5, kadar serum bilirubin akan turun secaraperlahan
sampai dengan normal pada hari ke-11 sampai hari ke-12. Pada Bayi
dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kurang bulan
(premature) bilirubin mencapaipuncak pada 120 jam pertama
dengan peningkatan serum bilirubin sebesar 10 – 15 mg/dL dan
akan menurun setelah 2 minggu (Mansjoer, 2013)
b) Hiperbilirubinemia Patologis
Hiperbilirubinemiapatologis atau biasa disebut dengan ikterus pada
bayi baru lahirakan muncul dalam 24 jam pertama setelah bayi
dilahirkan. Pada hiperbilirubinemiapatologiskadar serum bilirubin
total akanmeningkatlebihdari 5 mg/dL per hari. Pada bayi cukup
bulan, kadar serum bilirubin akanmeningkatsebanyak 12 mg/dL
sedangkan pada bayi kurang bulan (premature) kadar serum
bilirubin total akanmeningkathingga 15 mg/dL. Ikterus biasanya
berlangsungkuranglebihsatu minggu pada bayi cukup bulan dan
lebihdari dua minggu pada bayi kurang bulan (Imron, 2015).

D) Manifestasi Klinis Hiperbilirubinemia


a) Kulitberwarnakuning sampai jingga
b) Pasientampaklemah
c) Nafsu makan berkurang
d) Reflekhisapkurang
e) Urine pekat
f) Perut buncit
g) Pembesaran lien dan hati
h) Gangguan neurologik 12
i) Feses seperti dempul
j) Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
k) Terdapatikterus pada sklera, kuku/kulit dan membranmukosa.
l) Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit
hemolitik pada bayi lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau
infeksi.
m) Evaluasiikterus (hiperbilirubinemia) menggunakan skala Kramer.
Kramer membagi tubuh bayi yang baru lahir menjadi 5 bagian
mulai dari kepala dan leher, dari dada ke tengah, daripusatbawah
ke lutut, daripergelangan kaki dan bahu ke pergelangan kaki dan
tangan, termasuktelapak kaki. Cara untuk memeriksanya adalah
dengan menekan jari telunjuk, dimanatulang yang menonjol seperti
hidung, tulang dada, lutut dan tulanglainnya berada. Evaluasikadar
bilirubin kemudian disesuaikan dengan jumlah rata- rata
dalamgambar. (Bina Melvia, 2020)
E) Patofisiologis Hiperbilirubinemia
Bilirubin di produksisebagian besar (70-80%) darieritrosit yang
telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke
hepar dengan caraberikatan dengan albumin. Bilirubin direk
(terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal.
Bayi memiliki usus yang belumsempurna,
karnabelumterdapatbakteripemecah, sehinggapemecahan bilirubin
tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk
dalam aliran darah, sehingga bilirubin terusbersirkulasi (Atika dan
Jaya, 2016).
Banyak neonatusmengalamipeningkatankadar bilirubin secara tidak
langsung pada hari-hari pertama kehidupannya. Hal ini
dkarenakanneonatusmengalami proses fisiologislainnya. Siklus ini
sebagiandisebabkan oleh tingkateritrosit neonatal yang tinggi dan
umureritrosit neonatal yang lebihpendek (80-90 hari) dan gangguan
fungsi hati. Peningkatankadar bilirubin terjadi pada hari 2-3 dan
memuncak pada hari 5-7, kemudian menurun lagi pada hari 10-14 pada
bayi dengan berat lahir yang rendah dengan atau tanpa prematuritas.
Pada bayi yang cukup bulan, kadar bilirubin tidak mencapai 10 mg/dl
dan pada bayi yang prematurkadar bilirubin 12 mg/dl. Hal ini disebut
dengan ikterusklinis pada kasus ini.
Jika produksi bilirubin berlebihan atau konjugasi hati menurun
sebagai akibatberbagaikondisi (prematuritas, eritroblastosis, dan
hemolisis pada inkompatibilitas ABO), makaakan terjadi akumulasi
bilirubin dalamdarah dan terjadilahhiperbilirubinemia. (Bina Melvia,
2020)
PATHWAYS
F) Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia
a) Fototerapi
Dilakukan apabila telahditegakkanhiperbilirubinpatologis dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalamkulit melalui tinja dan
urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Walaupun
cahayabirumemberikanpanjanggelombang yang tepat untuk
fotoaktivasi bilirubin bebas,
cahayahijaudapatmempengaruhilotoreaksi bilirubin yang terikat
albumin. Cahaya menyebabkanreaksilolokimiadalamkulit
(fotoisomerisasi) yang mengubah bilirubin tak tetkonjugasi ke
dalamfotobilirubin, yang mana diekskresikandalam hati kemudian
ke empedu. Kemudian produk akhirreaksi adalah reversibel dan
diekskresikan ke dalamempedu tanpa perlukonjugasi.
b) Fenobarbital
Dapatmengekskresi bilirubin dalam hati dan
memperbesarkonjugasi. Meningkatkansintesishepatikglukoronil
transferase yang mana dapatmeningkatkan bilirubin konjugasi dan
clearance hepatik pada pigmen dalamempedu, sintesis protein
dimanadapatmeningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin.
Fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan.
c) Antibiotik
Apabila terkait dengan infeksi.
d) Transfusi tukar
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.
(Suriadi, 2016)

II. KonsepAsuhanKeperawatan

A. Hiperbilirubinemia

1. Pengkajian

a) Identitas pasien meliputi nama, alamat, nomor rekam


medis, dan identitas penanggung jawab.

b) Keluhan utama
c) Riwayat Kesehatan keluarga

d) Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : tingkat keparahan penyakit, kesadaran,


status nutrisi, postur/aktivitas anak, dan temuan fisis
sekilas yang prominen dari organ/sistem, seperti ikterus,
sianosis, anemi, dispneu, dehidrasi, dan lain-lain.

Tanda vital : suhu tubuh, laju nadi, tekanan darah, dan


laju napas.

Data Antropometri : berat badan, tinggi badan, lingkar


kepala, tebal lapisan lemak bawah kulit, serta lingkar
lengan atas.

e) Pemeriksaan fisik

Kulit : warna, ruam kulit, lesi, petekie, pigmentasi,


hiper/hipohidrolisis, dan angiektasis.

Kepala : bentuk, ubun-ubun besar, sutura, keadaan


rambut, dan bentuk wajah apakah simestris kanan atau
kiri.

Mata : ketajaman dan lapangan penglihatan,


hipertelorisme, supersilia, silia, esksoptalmus,
strabismus, nitagmus, miosis, midriasis, konjungtiva
palpebra, sclera kuning, reflek cahaya direk/indirek, dan
pemeriksaan retina dngan funduskopi.

Hidung : Bentuk, nafas cuping hidung, sianosis, dan


sekresi.

Mulut & Tenggorokan : warna mukosa pipi/lidah,


ulkus, lidah kotor berpeta, tonsil membesar dan
hyperemia, pembengkakan dan perdarahan pada
gingival, trismus, pertumbuhan/ jumlah/ morfologi/
kerapatan gigi.

Telinga : posisi telinga, sekresi, tanda otitis media, dan


nyeri tekan.

Leher : tiroid, kelenjar getah bening, skrofuloderma,


retraksi, murmur,bendungan vena, refluks
hepatojugular, dan kaku kuduk.

Thoraks : bentuk, simetrisisitas, pembengkakan, dan


nyeri tekan.

Jantung : tonjolan prekordial, pulsasi, iktus kordis, batas


jantung/kardiomegali. Getaran, bunyi jantung, murmur,
irama gallop, bising gesek perikard (pericard friction
rub)

Paru-paru : Simetrsitas static dan dinamik, pekak,


hipersonor, fremitus, batas paru-hati, suara nafas, dan
bising gesek pleura (pleural friction rub)

Abdomen : bentuk, kolteral, dan arah alirannya, smiling


umbilicus, distensi, caput medusa, gerakan peristaltic,
rigiditas, nyeri tekan, masa abdomen, pembesaran hati
dan limpa, bising/suara peristaltik usus, dan tanda-tanda
asites.

Anogenetalia : atresia anus, vesikel, eritema, ulkus,


papula, edema skrotum.

Ekstremitas : tonus/trofi otot, jari tabuh, sianosis,


bengkak dan nyeri otot/tulang/sendi, edema pretibial,
akral dingin, capillary revill time, cacat bawaan

f) Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan bilirubin serum

Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak


kirakira 6 mg/dL, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila
nilainya diatas 10 mmg/dL maka dikatakan
hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis. Pada
bayi dengan kurang bulan, kadar bilirubin mencapai
puncaknya pada nilai 10 – 12 mg/dL, antara lima dan
tujuh hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 14 mg/dL
maka dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau
patologis (Suriadi & Yulliani, 2010).

2) Ultrasonograf (USG)

Pemeriksaan USG digunakan untuk mengevaluasi


anatomi cabang kantong empedu (Suriadi & Yulliani,
2010).

3) Radioscope Scan Pemeriksaan radioscope scan dapat


digunakan untuk membantu membedakan hepatitis atau
atresia biliary (Suriadi & Yulliani, 2010).

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada bayi


dengan hiperbilirubinemia antara lain:

a) Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129)


berhubungan dengan faktor mekanis (peningkatan
bilirubin indirek)

b) Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan terpapar


lingkungan panas

c) Risiko hipovolemia (D.0034) berhubungan dengan


kehilangan cairan secara aktif

3. Intervensi keperawatan

a) Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129) berhubungan


dengan faktor mekanis (peningkatan bilirubin indirek) 26

Tujuan dan Kriteria hasil : Integritas kulit dan Jaringan


(L.14125)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,


diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat, dengan
kriteria hasil :
1) Elastisitas meningkat

2) Hidrasi meningkat

3) Kerusakan lapisan kulit menurun

4) Hematoma menurun

Intervensi : Perawatan Integritas Kulit

Observasi :

Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit

Terapeutik :

1) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring

2) Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada


kulit kering

3) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit

Edukasi :

1) Anjurkan menggunakan pelembab

2) Anjurkan minum air yang cukup

3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

4) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem

5) Anjurkan mandi dan menggunkan sabun secukupnya

b) Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan terpapar


lingkungan panas

Tujuan dan Kriteria hasil : Termoregulasi (L.14134)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,


diharapkan termoregulasi membaik, dengan kriteria hasil :

1) Menggigil menurun 27

2) Pucat menurun

3) Takikardia menurun
4) Suhu tubuh membaik

5) Suhu kulit membaik

Intervensi : Manajemen Hipertermia

Observasi :

1) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar


lingkungan panaspenggunaan inkubator)

2) Monitor suhu tubuh Monitor kadar elektrolit

3) Monitor haluaran urine

4) Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeutik :

1) Sediakan lingkungan yang dingin

2) Longgarkan atau lepaskan pakaian

3) Basahi dan kipasi permukaan tubuh Benkan cairan oral

4) Hindari pemberian antipiretik atau asprin

5) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :

1) Anjurkan tirah baring

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika


perlu

c) Risiko hipovolemia (D.0034) berhubungan dengan


kehilangan cairan secara aktif

Tujuan dan Kriteria hasil : Status cairan (L.03028)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,


diharapkan hipovolemia tidak terjadi dan status cairan
membaik, dengan kriteria hasil :

1) Turgor kulit meningkat


2) Output urine meningkat 28

3) Dispnea menurun

4) Frekuensi nadi membaik

5) Tekanan darah membaik

6) Membran mukosa membaik

Intervensi : Manajemen Hipovolemia

Observasi :

1) Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis frekuensi nadi


meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran
mukosa, kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah)

2) Monitor intake dan output cairan

Terapeutik :

1) Hitung kebutuhan cairan

2) Berikan posisi modified Trendelenburg

3) Berikan asupan cairan oral

Edukasi :

1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

2) Anjurkan menghindan perubahan posisi mendadak

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pembenan cairan IV isotons (mis NaclRL)

2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (misglukosa


2,5%, Nacl 0,4%)

3) Kolaborasi pembenan cairan koloid (mis. albumin,


plasmanate)
4) Kolaborasi pembenan produk darah

4. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan


keperawatan yang merupakan realisasi rencana tindakan yang
telah ditentukan dalam tahap perencanaan agar kebutuhan
pasien terpenuhi secara optimal.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah merupakanlangkahakhirdari proses
keperawatan yaitu proses penilaianpencapaian tujuan dalam
rencana perawatan, tercapai atau tidak serta untuk pengkajian
ulang rencana keperawatan.
Evaluasidilakukansecaraterusmenerus dengan
melibatkanpasien, perawat dan petugaskesehatan yang lain.
Dalam menentukantercapainyasuatu tujuan asuhan keperawatan
yang disesuaikan dengan kriteriaevaluasi yang telahditentukan.
Tujuan asuhan keperawatan dikatakanberhasilbilaevaluasi
keperawatan didapatkanhasil yang sesuai dengan kriteriahasil
pada perencana
DAFTAR PUSTAKA

Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi


4, EGC, Jakarta.

PPNI, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawaton, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Hassan,R.,& Alatas H. (2018). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai