Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN IKTERUS NEONATORUM DAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. L DENGAN ICTERUS NEONATORUM


DI RUANG PERINATOLOGI RSU UMM

DEPARTEMEN KEPERAWATAN ANAK

Oleh :

ANISATUL MUNAWAROH

NIM :202110461011148

PROGRAM STUDI PROFESI


NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN IKTERUS NEONATORUM
DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. L DENGAN IKTERUS NEONATORUM DI
RUANG PERINATOLOGI RSU UMM

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN ANAK

KELOMPOK 45

NAMA: ANISATUL MUNAWAROH

NIM: 202110461011148

Pembimbing Pembimbing lahan

( ) ( )
A. Definisi
Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit dan sclera yang terjadi akibat pening
katan kadar bilirubin di dalam darah (Fraser, 2009). Ikterus adalah gambaran klinis berupa
pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolism
e heme yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi b
ilirubin serum >5mg/dL (Guyton Arthur.C, 2011).
Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, seda
ngkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total. Ikter
us neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya
kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan
alat tubuh lainnya berwarna kuning (Smeltzer Suzane dan Brenda G. Bare, 2010).
Klasifikasi :
Ada 2 macam ikterus neonatorum :
1. Ikterus Fisiologis Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologi
s adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut ( Ngastiyah,2014 ) :
a. Timbul pada hari ke2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 dan ke-6 - Kada
r Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cu
kup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
b. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
c. Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
d. Ikterus hilang pada 10 hari pertama
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin
dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Ke
rn Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan denga
n keadaan yang patologis. Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah, 2014) sebagai
berikut :
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus menetap sesudah bayi
berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru
lahir BBLR.
b. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang bulan (BBLR)
dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
c. Bilirubin direk lebih dari 1mg%. - Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dala
m 24 jam. - Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defis
iensi enzim G-6-PD, dan sepsis)
B. Etiologi

Menurut Wulandari & Erawati (2016) penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri
sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Produksi yang berlebihan (ikterus prahepatik) Ikterus ini terjadi akibat produksi pr
oduksi bilirubin yang meningkat. Misal pada hemolisis sel darah merah yang meni
ngkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain (reaksi tranfusi); d
efisiensi enzim G-6-piruvat kinase, perdarahan tertutup, malaria dan sepsis.
2. Gangguan proses “Up take” dan konjugasi hepar (ikterus hepatik atau hepatoselule
r). Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi at
au tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase (sindrom Criggler-Najjar) atau de
fisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “Up take” bilirubin ke
sel hepar.
3. Gangguan transportasi. Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian dian
gkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misaln
ya asetil salisilat, tiroksin dan sulfonamid. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi (ikterus pascahepatik/ obstruktif). Gangguan ini dapat te
rjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar, misal obstruksi dalam saluran
empedu/ductus koledokus. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelain
an bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya disebabkan oleh infeksi/kerusakan hep
ar oleh penyebab lain seperti hepatitis, sirosis hepatis, dan tumor.

C. Faktor yang mempengaruhi


Ikterus pada bayi baru lahir disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus n
eonatarum dapat dibagi :
a. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan da
rah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
a. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebab
kan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, ganggu
an fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzi
m glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisie
nsi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel
hepar.
b. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian dia
ngkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak ter
dapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel ot
ak.
c. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepa
r atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan ba
waan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain. (Hassan et al.2005).
D. Patofisiologi
Awal terjadinya hiperbilirubin dimulai pada janin yaitu pada saat janin bertugas
mengeluarkan bilirubin dari darah dilakukan oleh plasenta, dan bukan oleh hati. Setela
h bayi lahir, tugas ini langsung diambil alih oleh hati, yang memerlukan sampai bebera
pa minggu untuk penyesuaian. Selama selang waktu tersebut, hati bekerja keras untuk
mengeluarkan bilirubin dari darah. Saat proses tersebut berlangsung, jumlah bilirubin y
ang tersisa masih menumpuk didalam tubuh, sehingga bilirubin berwarna kuning, maka
jumlah bilirubin yang berlebihan dapat memberi warna kuning pada kulit, sclera, dan ja
ringan-jaringan tubuh lainnya (Kosim, 2009).
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan fase dari hambatan ker
ja glukuronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat dalam
ASI. Terjadi 4-7 hari setelah lahir, dimana terdapat kenaikan bilirubin yang tak terkonj
ugasi 25-30 mg/dl selama minggu ke dua sampai ke tiga. Biasanya yang dapat mencap
ai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan hiperbilirub
inemia dapat menurun berangsur-angsur dapat menetap selama 3-10 minggu dalam kad
ar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun
dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari.
Penghentian ASI selama 1-2 hari dan penggantian ASI dengan formula mengak
ibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat. Sesudahnya pemberian ASI dapat di
mulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya. Bi
lirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama kelahiran,
sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologin muncul antara 3-5 hari sesudah lahir (S
uriadi & Yuliani, 2010).

Tabel Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer


E. Pathway

Imaturitas hepar Produksi yang berlebihan akibat Gangguan pada


penyakit hemolitik/ peningkatan transportasi
destruksi eritrosit

Defisiensi protein Y Suplai bilirubin tak terkonjugasi Defisiensi albumin


melampaui kemampuan hati

Uptake bilirubin indirek Peningkatan bilirubin Banyak bilirubin indirek yang


menurun dalam darah bebas dalam darah

Hiperbilirubin

Anemia hemolitik Bilirubin indirek menembus Meningkatnya bilirubin


sawar otak pada plasma

Hb menurun
Penumpukan bilirubin indirek di Terakumasi pada jarinan
daerah ganglia basalis perifer
O2 dalam darah
menurun

Gangguan integritas kulit


Metabolisme Resiko gangguan perkembangan
menurun neurologis

Ikterik neonatus
Produksi ATP
menurun

Defisit nutrisi
Kelemahan/letargi Daya hisap menurun
F. Mainfestasi klinis
Menurut PPNI (2017) adapun gejala dan tanda mayor pada ikterik neonatus yaitu:
a. Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total >2mg/dL, bilirubin serum total
pada rentang risiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik waktu)
b. Membran mukosa kuning
c. Kulit kuning
d. Sklera kuning
Sedangkan menurut Arief & Weni (2009) tanda dan gejala ikterik neonatus sebagai ber
ikut :
a. Ikterus fisiologis : Timbul pada hari kedua dan ketiga, kadar bilirubin indirek tidak mel
ebihi 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang b
ulan, kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% per hari, kadar bilir
ubin direk tidak melebihi 1 mg%, ikterus menghilang pada minggu pertama, selambat-l
ambatnya 10 hari pertama setelah lahir, tidak terbukti mempunyai hubungan dengan ke
adaan patologis.
b. Ikterus patologis : ikterus terjadi pada 24 jam pertama, kadar bilirubin serum melebihi
10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan ,
peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari, ikterus menetap sesudah 2 minggu per
tama, kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%, mempunyai hubungan dengan proses hem
olitik
G. Komplikasi
Menurut Wulandari & Erawati (2016) komplikasi yang dapat terjadi pada bayi dengan hi
perbilirubinemia adalah:
1. Bilirubin encephalopaty (komplikasi serius)
2. Kernikterus ; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retradasi mental, hyperaktif, bicara l
ambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
3. Asfiksia
4. Hipertermi
5. Hipoglikemi
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Menurut Marmi & Raharjo (2015) pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan
diantaranya adalah:
1. Tes coombs pada tali pusat bayi baru lahir hasil positif tes combs indirek menandakan a
danya antibodi Rh-positif anti A atau anti B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes comb
s direk menandakan adanya sensitasi (Rh-positif, anti A, anti B) SDM dari neonatus.
2. Golongan darah bayi dan ibu: mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3. Bilirubin total: kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl, yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh me
lebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam dan atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada
bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi preterm (tergantung pada berat badan).
4. Protein serum total: kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan,
terutama pada bayi preterm.
5. Hitung darah lengkap: hemoglobin (HB) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl ) karena
hemolisis hematokrit (HT) mungkin meningkat (lebih besar dari 65%) pada polisitemia,
penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan
I. Intervensi
NO Dx SLKI SIKI
1. Ikterik neonatus Setelah dilakuakan Fototerapi Neonatus
tindakan keperawatan (1.03091)
1x8 jam Integritas Kulit
Observasi
dan Jaringan
meningkat dengan 1. Monitor ikterik pada sklera
kriteria hasil : dan kulit

1. Elastisitas 2. Identifikasi kebutuhan


meningkat cairan sesuai dengan usia
2. Hidrasi meningkat gestasi dan BB
3. Perfusi jaringan
3. Monitor suhu dan TTV
meningkat
setiap 4 jam sekali
4. Suhu kulit membaik
4. Monitor efek samping foto
terapi
Setelah dilakuakan
Terapeutik
tindakan keperawatan
1. Siapkan lampu foto terapi
1x8 jam Adaptasi
dan inkubator
neonatus membaik
dengan kriteria hasil : 2. Lepas pakaian bayi
1. Berat badan sedang kecuali popok
2. Membran mukosa
3. Berikan penutup mata
kuning mrnurun
3. Kulit kuning 4. Ukur jarak antara lampu
menurun dan permukaan kulit bayi
4. Sklera kuning sejauh 30 cm
menurun 5. Biarkan tubuh bayi
5. Prematuritas terpapar sinar fototerapi
menurun secara berkelanjutan
6. Aktivitas
ekstremitas 6. Ganti segera alas dan
membaik popok bayi jika
BAB/BAK

7. Anjurkan ibu menyusui


selama 20-30 menit
Setelah dilakuakan
tindakan keperawatan Kolaborasi
1x8 jam Organisasi 1. Kolaborasi pemeriksaan
perilaku bayi darah vena bilirubin direk
meningkat dengan dan indirek
kriteria hasil :
1. Gerakan pada
ekstremitas
kemampuan jari-jari
mengenggam Perawatan Neonatus
meningkat (1.03132)
2. Gerakan Observasi
terkoordinasi 1. Identifikasi kondisi awal
meningkat bayi setelah lahir
3. Respon normal (kecukupan bulan, air
terhadap stimulus ketuban jernih, tonus ototo,
sensorik meningkat menangis spontan)
4. Menangis sedang 2. Monitor TTV bayi
5. Tonus motorik Terapeutik
meningkat 1. Lakukan inisiasi menyusui
6. Saturasi meningkat dini (IMD) setelah bayi lahir
7. Kemampuan 2. Mandikan dengan air hangat
menyusu membaik 3. Oleskan baby oil untuk
8. Warna kulit mempertahankan
membaik kelembaban kulit
4. Rawat tali pusat secara
terbyuka (tdk terbungkus)
5. Bersihkan tali pusat dengan
air steril atau air matang
6. Kenakan pakaian dari bahan
katun
7. Selimuti untuk
mempertahankan
kehangatan
Edukasi
1. Edukasi ibu tidak
membubuhi apapun pada
tali pusat
2. Anjurkan ibu menyusui bayi
tiap 2 jam
3. Anjurkan menyendawakan
bayi setelah disusui
4. Anjurkan mencuci tangan
sebelum menyentuh bayi

2. Menyusui tidak Setelah dilakukan Edukasi menyusui (1.12393)


efektif tindakan keperawatan
Observasi
selama 1x24 jam Status
menyusui membaik, 1. Identifiksi kesiapan dan
dengan kriteria hasil: kemampuan menerima

1. Perlekatan bayi informasi

pada payudara ibu Terapeutik


meningkat
1. Dukung ibu meningkatkan
2. Kemampuan ibu
kepercayaan diri dalam
memposisikan bayi
menyusui
dengan benar
meningkat 2. Libatkan sistem pendukung(
3. Miksi bayi lebih suami dan keluarga)
dari 8x/24 jam
Edukasi
4. Berat badan bayi
meningkat 1. Jelaskan mafaat menyusui

5. Tetasan atau 2. Ajarkan perawatan


pancaran asi payudara postpartum
meningkat
6. Intake bayi
meningkat
Pemberian Kesempatan
7. Hisapan bayi
menghisap pada bayi
mengingkat
(1.03124)
8. Bayi rewel menurun
Observasi

1. Monitor pernafasan bayi

2. Monitor ttv dan perdarahan


pasca melahirkan

Terapeutik

1. Fasilitasi ibu untuk posisi


semi fowler

2. Fasislitasi ibu untuk


menemukan posisi yang
nyaman

3. Buka pakaian bagian atas


ibu

4. Buka pakaian bayi, kenakan


popok dan topi

5. Letakkan bayi dengan posisi


tengkurap langsung diantara
payudraa ibu

6. Berikan kehangatan dengan


meyelimuti punggung bayi

7. Berikan waktu pada ibu


apabila kegiatan meyusui
dimulai

8. Beri kesempatan pada ibu


untuk menggendong bayi
dengan benar

9. Pindahkan bayi setelah nayi


selesai meyusu dengan
melepas sendiri puting ibu.

3. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermi. (I.


tindakan keperawatan 15506)
selama 1x8 Observasi :
Termoregulasi
1. Identifikasi penyebab
membaik dengan
hipertermia.
kriteria hasil :
1. Menggigil menurun 2. Monitor suhu tubuh.

2. Suhu tubuh membaik 3. Monitor kadar elektra


3. Suhu kulit membaik lit
4. Ventilasi membaik 4. Monitor haluaran urin
5. Tekanan darah
Terapeutik :
membaik
1. Sediakan lingkungan y
ang dingin.

2. Longgarkan/lepaskan p
akaian.
3. Basahi dan kipas perm
ukaan tubuh.

4. Berikan cairan oral.

5. Lakukan pendinginan e
kstrenal (mis, selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, lehe
r,dada, abdomen, aksil
a)

Edukasi :

1. Anjurkan tira
h baring.

Kolaborasi:

1. Pemberian cairan dan


elektrolit IV, jik
a perlu.

4. Resiko defisit Setelah dilakukan Edukasi nutrisi bayi


nutrisi tindakan keperawatan (1.12397)
selama 1x8 Status Observasi
nutrisi bayi meningkat 1. Identifikasi kesiapan ibu
dengan kriteria hasil : menerima informasi
1. Berat badan meingkat 2. Identifikasi kemampuan ibu
2. Panjang badan menyediakan jutrisi
meningkat
3. Kulit kuning menurun Terapeutik
4. Sklera kuning 1. Sediakan materi dan media
menurun pendidikan kesehatan
5. Membran mukosa 2. Jadwalkan pendidikan
kuning menurun kesehatan sesuai
6. Prematuritas menurun kesepakatan
7. Bayi cengeng 3. Berikan kesempatan ibu
menurun untuk bertanya
8. Kesulitan makan Edukasi
menurun 1. Jelaskan tanda awal rasa
9. Pola makan membaik lapar(bayi gelisah,
10. Tebal lipatan kulit membuka mulut,
membaik menggeleng-gelengkan
11. Proses tumbuh kepala, menjulurkan lidah,
kembang membaik menghisap jari atau tangan)
12. Lapisan lemak 2. Anjurkan PHBS (cuci
membaik tangan sebelum dan sesudah
makan, cuci tangan sesudah
ke toilet)
3. Anjurkan tetap memberi
ASI saat bayi sakit

J. Penatalaksanaan
Menurut Marmi & Raharjo (2015)penatalaksanaan hiperbilirubinemia dengan ikterik neon
atus yaitu:
1. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin
a. Early feeding. Pemberian makanan dini pada neonatus dapat mengurangi terjadinya ikte
rus fisiologik karena dengan pemberian makanan yang dini itu terjadi pendorongan gera
kan usus dan mekonium lebih cepat dikeluarkan, sehingga peredaran enterohepatik bilir
ubin berkurang.
b. Pemberian fenobarbital. Khasiat fenobarbital ialah mengadakan induksi enzim mikroso
ma, sehingga konjugasi bilirubin berlangsung lebih cepat.
c. Menyusui bayi dengan air susu ibu (ASI). Bilirubin juga dapat dipecah jika bayi banyak
mengeluarkan feses dan urine. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti di
ketahui ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar BAB dan BA
K. Akan tetapi pemberian ASI juga harus dibawah pengawasan dokter karena pada bebe
rapa kasus ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di dala
m ASI memang ada komponen yang dapat mempengaruhi kadar bilirubinnya.
2. Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya, dianjurkan s
etelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya bisa dijemur selama setengah jam ad
engan posisi yang berbeda- beda. Lakukan antara jam 07.00-09.00 karena inilah waktu
dimana sinar ultrafiolet belum cukup efektif mengurangi kadar bilirubin.
3. Terapi sinar. Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirub
in dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi bilirubin dalam tub
uh bayi dapat dipecah dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dahulu ole
h organ hati, terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus mengik
at sehingga menimbulkan risiko yang lebih fatal, sinar yang muncul dari lampu tersebut
kemudian diarahkan pada tubuh bayi, seluruh pakaiannya dilepas kecuali mata dan alat
kelamin harus ditutup dengan kain yang berwarna hitam yang bertujuan untuk mencega
h efek cahaya berlebihan dari lampu- lampu tersebut.
4. Transfusi tukar. Cara yang paling tepat untuk mengobati hiperbilirubinemia pada neona
tus adalah transfusi tukar. Dalam beberapa hal terapi sinar dapat menggantikan transfu
si tukar darah akan tetapi pada penyakit hemolitik neonatus trasfusi tukar darah merup
akan tindakan yang paling tepat. Trasfusi tukar darah diberikan dalam kasus- kasus ber
ikut:
a. Diberikan kepada semua kasus ikterus dengan kadar hiperbilirubin tidak langsung yang
lebih dari 20 mg%.
b. Pada bayi premature trasfusi tukar darah dapat diberikan walaupun kadar albumin kuran
g dari 3,5 gram/100 ml.
c. Pada kenaikan cepat bilirubin tidak langsung serum bayi pada hari pertama (0,3 mg%/ja
m). Hal ini terutama pada inkompabilitas golongan darah.
d. Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda-tanda dekompensia jantung.
e. Bayi menderita ikterus dan kadar hemoglobin darah tali pusat kurang dari 14mg% dan c
ombs test langsung positif.
FORMAT PENGKAJIAN NEONATUS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
STASE : KEPERAWATAN ANAK

Nama mahasiswa : Anisatul M Tanggal Praktek :

NIM : Paraf :

Ruang :

Tanggal Pengkajian : 27 September 21

1. IDENTITAS DATA
Nama : By. L
Tempat/tanggal lahir : Malang, 23 September 21
Nama Ayah : Tn. A
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Pendidikan Ayah : S1
Pekerjaan Ibu : IRT
Pendidikan Ibu : SMA
Alamat/No. Telepon : Malang
Kultur : Jawa
Agama : Islam
2. KELUHAN UTAMA SAAT MRS
Ibu bayi mengatakan anaknya tampak kuning sejak 2 hari yang lalu, frekuensi menyusui
berkurang dan lebih sering tidur

3. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


a. Prenatal
 Jumlah kunjungan : 10x ANC
 Bidan/Dokter : Dokter
 Penkes yang didapat : IMD, pijat oksitosin, perawatan bayi
 HPHT : Tidak terkaji
 Kenaikan BB selama Hamil : 7kg
 Komplikasi kehamilan : tidak ada
 Komplikasi Obat : Tidak ada
 Obat-obatan yang didapat : vitamin D, asam folat, kalsium, dan zat
besi
 Riwayat Hospitalisasi : Tidak ada
 Golongan darah ibu : B+
 Pemeriksaan kehamilan / Maternal screening
( ) Rubelle ( ) Hepatitis ( ) CMV

( ) GO ( ) Herpes ( ) HIV

b. Natal

 Awal Persalinan : 20 september 2021, pukul 12.55 secara SC


 Lama Persalinan : tidak terkaji
 Komplikasi persalinan : floating head
 Terapi yang diberikan : Vitamin K + Gentamycin zalf mata
 Cara melahirkan
( ) Pervaginam ( √ ) Caesar ( ) Lain-lain :

 Tempat melahirkan :
( ) Rumah bersalin ( ) Rumah ( √ ) Rumah Sakit

c. Post-natal

 Usaha Nafas
( ) dengan bantuan

( √) tanpa bantuan

 Kebutuhan resusitasi
o Jenis dan lamanya : -
o Skor Apgar : 7/9
 Obat-obat yang diberikan pada neonatus : PO Ryvel drop 1x0.1
 Interaksi orang tua dengan bayi : rawat gabung
 Trauma lahir
( ) Ada ( √ ) Tidak ada

 Narkosis
( ) Ada (√) Tidak ada

 Keluarnya urine / bab


(√) Ada ( ) Tidak ada

4. RIWAYAT KELUARGA
a. Sosial Ekonomi : Tidak terkaji
b. Penyakit keluarga : Terdapat riwayat alergi di keluarga
c. Genogram (Gambarkan minimal 3 generasi) : Tidak terkaji

5. RIWAYAT SOSIAL

a. Sistem pendukung / keluarga yang dapat dihubungi : Orang tua bayi


b. Hubungan orang tua dengan bayi : Rawat gabung
c. Lingkungan rumah : Tidak terkaji
d. Problem sosial yang penting (Tidak Terkaji)
( ) Kurangnya sistem pendukung sosial

( ) Perbedaan bahasa

( ) Riwayat penyalahgunaan zat aditif ( obat-obatan )

( ) Lingkungan rumah yang kurang memadai (sosial)

( ) Keuangan

( ) Lain-lain, sebutkan

6. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI

1. Diagnosa medis : Icterus Neonatorum

2. Tindakan operasi : Tidak ada

3. Status Cairan : Tidak ditemukan tanda dehidrasi


4. Status Nutrisi :

 Bayi minum ASI/ SF 8x 60-70 cc (sesuai advis dokter anak)

5. Obat-obatan :

 PO Sequest 1x1/10 sch


 PO Ryvel drop 1x0.1 cc

6. Aktivitas : ADL dibantu perawat

7. Tindakan Keperawatan yang telah dilakukan :

- Perawatan bayi di ruang perinatologi dengan fototerapi


- Observasi keadaan umum dan TTV
- Perubahan posisi tubuh bayi saat difototerapi
- Jaga kehangatan bayi
- Ganti popok, menyeka
- Oral Care

8. Hasil Laboratorium

Tanggal 26/09/21 :

BT : 12.14

BD : 0.37

BI : 11.77

9. Pemeriksaan Penunjang : -

7. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum: Cukup
2. Tingkat kesadaran : Composmentis
3. Tanda Vital : HR : 130x/menit, Suhu : 36,6℃, RR : 36x/menit, SPO : 98%
Saat lahir Saat ini

1. Berat Badan 2934 gram 2905 gram

2. Panjang Badan 48 cm 48 cm

3. Lingkar Kepala 33 cm 33 cm

4. lingkar dada 34 cm 34 cm

1 Reflek Moro
(√) Moro (√) Menggenggam (√) Menghisap
2 Tonus/aktivitas
(√ ) Aktif ( ) tenang ( ) Letargi
( ) Kejang
( √ ) Menangis keras ( ) Lemah ( ) Melengking
( ) Sulit menangis
3 Kepala / leher
a. Fontanel Anterior
(√) Lunak ( ) Tegas ( ) Datar ( √ )
Menonjol ( ) Cekung
b. Sutura sagitalis
(√) Tepat ( ) Terpisah ( ) menjauh

c. Gambaran wajah
(√) Simetris ( ) Asimetris
d. Molding
(√ ) Caput Succedaneum () Chepalohema
toma

4 Mata
( √) Bersih ( ) Sekresi
5 THT
a. Telinga
(√) Normal ( ) Abnormal
Amati bagian telinga luar: Bentuk simetris, Ukuran normal, Wa
rna kulit merah, peradangan (-), penumpukan serumen (-). Membra
n tympany perdarahan (-), perforasi (-).
b. Hidung
( ) Bilateral ( ) Obstruksi
( ) Cuping Hidung
Inspeksi dan palpasi : Amati bentuk tulang hidung dan posis s
eptum nasi (tidak ada pembengkokan). Amati meatus : perdaraha
n (-), Kotoran (+), Pembengkakan (-), pembesaran / polip (-),
c. Palatum
( √ ) Normal ( ) Abnormal
Tidak terdapat kebocoran pada palatum.
6 Abdomen
INSPEKSI Bentuk abdomen : (Datar), Massa/Benjolan (-), Kesime
trisan (+), tali psat bersih dan kering
AUSKULTASI Frekuensi peristaltic usus 9 x/menit ( N = 5 – 35
x/menit, Borborygmi (-)
PALPASI
( √ ) Lunak ( ) Tegas ( ) Datar ( ) Kembung
Lingkar perut : 28 cm
7 Thoraks
 ( √ ) Simetris ( ) Asimetris
 Retraksi : ( ) derajat 1 ( ) derajat 2 ( ) derajat 0
 Klavikula : ( √ ) normal ( ) abnormal
8 Paru-paru
a. Suara napas : ( √ ) sama kanan kiri ( ) tidak sama kanan kiri () bersih
( ) ronchi ( - ) rales ( ) secret
b. Bunyi Napas
( √ ) terdengar di semua lapang paru ( ) tidak terdengar ( )
menurun
c. Respirasi
( ) spontan, jumlah 36 : x/menit
( ) sungkup/boxhead, jumlah : x/menit
( ) ventilasi assisted CPAP
9 Jantung
a. (√) bunyi normal sinus rythm (NSR), HR : 130x/menit
( ) murmur ( ) lain-lain, sebutkan : -
b. Waktu pengisian kapiler, batang tubuh :
10 Ekstermitas
Semua ekstrimitas gerak ( √ ) ROM terbatas ()
Ekstrimitas atas dan bawah : ekstremitas simetris, tidak tampak k
elainan

11 Umbilikus : (√ ) Normal ( ) Abnormal ( ) Infla


masi ( ) Drainage
12 Genital : (√) Normal ( ) Abnormal ( )
Ambivalen
13 Anus : (√) Paten ( ) Imperforata
14 Spina : (√) Normal ( ) Abnormal
15 Kulit
Inspeksi : Adakah lesi ( - ), Warna Kulit () Pink () Pucat ( )
Jaundice ( √ ) Rash / kemerahan ( ) tanda lahir , cyan
otik ( )
Palpasi : Tekstur (halus), Turgor/Kelenturan( kembali dalam 4 detik ), Struktur (tegang),
Lemak subcutan ( tipis )
- Pemeriksaan Rambut Ispeksi dan Palpasi : Penyebaran (merata), Bau wangi, ron
tok ( - ), warna hitam Alopesia ( - ), Hirsutisme ( - ), alopesia ( - )
- Pemeriksaan Kuku Inspeksi dan palpasi : warna merah muda, bentuk panjang, d
an kebersihan kuku besih, CRT kembali dalam waktu 5 detik
16 Suhu :
a. Lingkungan
( ) Penghangat radian ( ) Pengaturan suh
u () Inkubator ( ) Suhu ruang ( )
Boks terbuka

b. Suhu kulit : 36,6˚C

8. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN


1. Kemandirian dan bergaul : gerak bayi aktif,
2. Motorik halus : menggerakkan bibir
3. Kognitif dan bahasa : tidak mampu menoleh ke arah bunyi
4. Motorik kasar : mampu merespon dengan menggerakkan
ekstermitas saat dirangsang.

9. KESIMPULAN PERKEMBANGAN
( √ ) Menangis bila tidak nyaman

( ) Membuat suara tenggorok yang pelan

( ) Memandang wajah dengan sungguh-sungguh

( ) Mengeluarkan suara

( ) Berespon secara berbeda terhadap obyek yang berbeda

( ) Dapat tersenyum

(√) Menggerakkan kedua lengan dan tungkai sama mudahnya ketika telen
tang

( ) Memberikan reaksi dengan melihat ke arah sumber cahaya ( misalny


a dari lampu senter yang digerakkan ke kiri & kanan )

( ) Mengoceh dan memberikan reaksi terhadap suara

( ) Membalas senyuman
ANALISA DATA
No Data Penunjang Etiologi Masalah Keperawatan / Kola
boratif

1 DS: - Usia Kurang dari Ikterus neonatorum (fisiologis)


7 hari
DO: b.d Usia kurang dari 7 hari

1. Seluruh badan tampak kuning


2. Sklera tampak kuning
3. HR: 130x/menit
RR: 36x/menit
S: 36,6 0C
Spo2: 95%
4. BT : 12.14
D : 0.37
I : 11.37

PRIORITAS DIAGNOSA
Ikterus neonatorum (fisiologis) b.d Usia kurang dari 7 hari
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY. L
Hari Hari
Diagnosa Ke
No LUARAN INTERVENSI / Tg Implementasi / Tg Evaluasi Ttd
perawatan
l l
1. Ikterik Setelah dilakuakan Observasi 27/09 Observasi 28/09 S : -
neonatus /21 1. Mengobservasi ikterik : /21
tindakan O:
1. Monitor ikterik pada bayi tampak ikterik di
keperawatan 1x8 seluruh badan (derajat 14.00
sklera dan kulit - Derajat ikterik
4) menurun (3)
jam Adaptasi
2. Mengidentifikasi - Sklera tampak
neonatus membaik 2. Identifikasi kebutuhan cairan : bayi
masih kuning
kebutuhan cairan minum ASI/SF 8x60-70
dengan kriteria - Bayi minum ASI/SF
cc (sesuai advis dokter
sesuai dengan usia sesuai kebutuhan yg
hasil : anak)
3. Melakukan TTV dianjurkan
1. Berat badan gestasi dan BB
4. Observasi efek samping - Gerak aktif, tangis
meningkat fototerapi : terdapat kuat
3. Monitor suhu dan
ruam kemerahan/rush - TTV
2. Membran TTV setiap 4 jam S: 36.7
pada area wajah dan
mukosa kuning sekali dada HR : 128
RR : 32
mrnurun
4. Monitor efek A : masalah teratas
3. Kulit kuning Terapeutik:
samping foto terapi 1. Menyiapkan alat i sebagian
menurun
fototerapi dan tempat P : lanjutkan inter
4. Sklera kuning tidur bayi vensi observasi 1, 2, 3,
2. Melepaskan pakaian 4, terapeutik 5,6,7
menurun
bayi kecuali popok
5. Prematuritas 3. Memasang kacamata Kolaborasi 2
29/0
pelindung
menurun
6. Aktivitas Terapeutik 4. Memastikan jarak 9/21 S : -
lampu dan bayi sudah
ekstremitas 20.00 O:
8. Siapkan lampu tepat
membaik 5. Memulai fototerapi, - Derajat ikterik
foto terapi dan mengatur posisi bayi menurun (1)
inkubator sesuai kebutuhan terapi - Kuning pada sklera
6. Mengganti popok
berkurang
9. Lepas pakaian bayi secara berkala/sesuai
- Bayi minum ASI/SF
kebutuhan bayi
kecuali popok sesuai kebutuhan yg
7. KIE ibu
menyusui/menampung dianjurkan
10. Berikan penutup ASI - Gerak aktif, tangis
kuat
mata
Kolaborasi - TTV
1. Jumlah jam fototerapi: S: 36.8
11. Ukur jarak antara
2x24 jam (sesuai advis HR : 118
lampu dan dokter) RR : 30
permukaan kulit 2. PO Sequest 1x1/10 sch
PO Ryvel 1x0.1 cc A : masalah teratas
bayi sejauh 30 cm 3. Cek Bill ulang pot i sebagian
fototerapi 2x24 jam P : lanjutkan inter
12. Biarkan tubuh bayi vensi observasi 1, 2,
terpapar sinar 3, 4,
fototerapi secara Terapeutik 5,6,7
berkelanjutan Kolaborasi 2,3

13. Ganti segera alas


dan popok bayi
jika BAB/BAK

14. Anjurkan ibu


menyusui selama
20-30 menit

Kolaborasi

Kolaborasi
pemeriksaan darah
vena bilirubin
direk dan indirek
DAFTAR PUSTAKA

Guyton Arthur C. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta

Smeltzerr Susanne & Brenda G Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Jilid 2. EGC: Jak
arta

NANDA (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi 1 d


an 2. Yogyakarta

Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015- 2017 edi
si 10. Jakarta: EGC

Huda Nuratif,Amin.2015.Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa (Nanda NIC-NO


C jilid). Yogyakarta :Medication

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta : Buku Kedokteran

Fraser M. D. Myles. 2009.Buku Ajar Bidan. Jakarta : Buku Kedekteran

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Aeseulupius

Etika R, Harianto A, Indarso F, Damanik SM. 2006. Hiperbilirubinemia pada neonatus. C


ontinuing education ilmu kesehatan anak

Hassan, R.,. 2005. Inkompatibilitas ABO dan Ikterus pada Bayi Baru Lahir. Jakarta : Per
cetakan Infomedika.

Cloherty, J. P., Eichenwald, E. C., Stark A. R., 2008. Neonatal Hyperbilirubinemia in Man
ual of Neonatal Care. Philadelphia: Lippincort Williams and Wilkins

Kosim, M. S., Yunanto, R., Dewi, R., Sarosa, G. I., & Usman, A. (2014). Buku ajar
neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Marmi. & Raharjo, K. (2015). Asuhan neonatus, bayi, balita, dan anak prasekolah.
Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Mendri, N.K. & Prayogi, A.S. (2017). Asuhan Keperawatan pada anak sakit & bayi
resiko tinggi. Yogyakarta: Pustaka baru press.
Suriadi. & Yuliani, R. (2010). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta:CV. Agung
Seto.
Wulandari, Dewi. & Erawati, Meira. (2016). Buku ajar keperawatan anak.
Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Anda mungkin juga menyukai