Anda di halaman 1dari 53

ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS INFEKSI

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

NUR AFNI .R
NIM : 2005057

INSTITUT KESEHATAN SUMATRA UTARA

PROGRAM STUDI PENDIDKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI FAKULTAS


ILMU KESEHATAN INSTITUT KESEHATAN
SUMATERA UTARA
TAHUN 2021
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Kasus Hiperbilirubinemia


1. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana menguningnya
sklera, kulit atau jaringan lain akibat perlekatan bilirubuin dalam tubuh
atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5mg/ml dalam 24 jam,
yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liper, sistem
biliary, atau sistem hematologi ( Atikah & Jaya, 2016 ).

Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin


yang terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya
ikterus, yang mana ditandai dengan timbulnya warna kuning pada
kulit, sklera dan kuku. Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang
sering terjadi pada bayi baru lahir. Pasien dengan hiperbilirubinemia
neonatal diberi perawatan dengan fototerapi dan transfusi tukar
(Kristianti ,dkk, 2015).

Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam


darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara
klinis ditandai dengan ikterus ( Mathindas, dkk , 2013 ).

Atikah dan Jaya, (2016), membagi ikterus menjadi 2 :


a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir
rendah, dan biasanya akan timbul pada hari kedua lalu menghilang
setelah minggu kedua. Ikterus fisiologis muncul pada hari kedua
dan ketiga. Bayi aterm yang mengalami hiperbilirubin memiliki
kadar bilirubin yang tidak lebih dari 12 mg/dl, pada BBLR 10
mg/dl, dan dapat hilang pada hari ke-14. Penyebabnya ialah karna
bayi kekurangan protein Y, dan enzim glukoronil transferase.
b. Ikterus Patologis
Ikterus patologis merupakan ikterus yang timnbul segera dalam 24
jam pertama, dan terus bertamha 5mg/dl setiap harinya, kadal
bilirubin untuk bayi matur diatas 10 mg/dl, dan 15 mg/dl pada bayi
prematur, kemudian menetap selama seminggu kelahiran. Ikterus
patologis sangat butuh penanganan dan perawatan khusus, hal ini
disebabkan karna ikterus patologis sangat berhubungan dengan
penyakit sepsis. Tanda-tandanya ialah :
1) Ikterus muncul dalam 24jam pertama dan kadal melebihi
12mg/dl.
2) Terjadi peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5 mg/dl dalam
24jam.
3) Ikterus yang disertai dengan hemolisis.
4) Ikterus akan menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi
aterm , dan 14 hari pada bayi BBLR.

Luasnya ikterus pada neonatus menurut daerah yang terkena dan kadar
bilirubinnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1
Derajat ikterus pada neonatus menurut rumus Kramer

Zona Luas Ikterik Rata-rata Bilirubin Kadar bilirubin


Serum (umol/L) (mg)
1 Kepala dan leher 100 5
2 Pusar-leher 150 9
3 Pusar-paha 200 11
4 Lengan dan tungkai 250 12
5 Tangan dan kaki >250 16
Sumber : Atikah & Jaya (2016)
2. Etiolgi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.
Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul
akibat inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim
G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karna adanya perdarahan
tertutup (hematoma cepal, perdarahan subaponeurotik) atau
inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan
penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan ini terutama
terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu
hipoksia atau asfiksia, dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan
polisitemia (Atikah & Jaya, 2016).

Nelson, (2011), secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat


dibagi :
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi
hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya
enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab
lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh
obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang
bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar
hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Etiologi ikterus yang sering ditemu-kan ialah: hiperbilirubinemia
fisiologik, inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast
milk jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus,
dan polisitemia/hiperviskositas.

Etiologi yang jarang ditemukan yaitu: defisiensi G6PD, defisiensi


piruvat kinase, sferositosis kongenital, sindrom Lucey-Driscoll,
penyakit Crigler-Najjar, hipo-tiroid, dan hemoglobinopati.
(Mathindas, dkk , 2013)

3. Patofisiologi
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk
akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi
reduksi. Karena sifat hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi
diangkut dalam plasma, terikat erat pada albumin. Ketika mencapai
hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan ligandin.
Setelah diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin
direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar.
Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi,
sehingga meningkatkan bilirubin plasma total (Mathindas ,dkk, 2013).

Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi


yang sering ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel
hepar, yang mana sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum
berfungsi sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur
eritrosit pada janin atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain,
dan atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik (Atikah &
Jaya, 2016).

Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang


telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke
hepar dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk
(terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal.
Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum terdapat
bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan
menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam aliran
darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atikah & Jaya, 2016)
4. Mind Mapping
Sel darah merah Kerusakan sel Defisiensi
Prematuritas Hemolisis
darah merah protein “Y”
rusak
Hemoglobin

Heme Globin Etiologi Uptake bilirubin ke


Immaturitas sel hepar gagal
hepar
Peningkatan
Biliverdin Produksi inkompatibilitas darah Rh, bilirubin akan terus
bilirubin Fungsi hepar
ABO , dan sepsis bersirkulasi
terganggu
Gangguan konjugasi
bilirubin Kelainan sel
Gagal melakukan darah merah,
Pemecahan bilirubin hepar konjugasi infeksi
berlebihan

Suplai bilirubin Bilirubin


melebihi kemampuan gagal dipecah

Hepar gagal
berkonjugasi
Hiperbilirubinemia
Ikterus Neonatus
Bilirubin bersirkulasi Ikterus pada
kembali sklera dan leher,
peningkatan
bilirubin
Peningkatan bilirubin >12mg/dl
Sebagian masuk ke unconjugated dalam
siklus enterohepatik darah
Gangguan Kadar bilirubin >12mg/dl Kadar bilirubin
sistem tubuh >20mg/dl

Indikasi
Indikasi Transfusi
fototerapi
Sistem Sistem Sistem tukar
pencernaan integumen Persyarafan
Sinar intensitas
Reflek hisap Defisieensi tinggi
Kelebihan bilirubin
menurun protein “Y”
indirek Risiko Infeksi
Gangguan suhu
Bayi malas Bilirubin Akumulasi bilirubin tubuh
menyusu indirek terus
dalam darah tidak di
bersirkulasi ke
ekskresiekskresikan
jaringan Hipertermi Diare
perifer
Menumpuk dan
Nutrisi yang Risiko Kerusakan
melekat di sel otak Risiko
dicerna sedikit Integritas Kulit
Ikterus Neonatus Kekurangan
Kern Ikterus Volume Cairan
Resiko Infeksi
Risiko Cidera

Ketidakefektifan Pola
Kejang dan
Makan Bayi penurunan
Kematian
kesadaran

Risiko Kekurangan Bagan 2.1


Volume Cairan WOC Hiperbilirubinemia
Sumber: Atikah & Jaya(2015); Surasmi,dkk(2003); Widagdo(2012); Wong(2009).
5. Respon Tubuh
a. Sistem Eliminasi
Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning kehijauan,
sementara pada bayi dengan hiperbilirubin biasanya akan berwarna
pucat. Hai ini disebabkan oleh bilirubin tak larut dalam lemak
akibat dari kerja hepar yang mengalami gangguan.
b. Sistem Pencernaan
Bayi dengan hiperbilirubinemia mengalami gangguan pada nutrisi,
karena biasanya bayi akan lebih malas dan tampak letargi, dan juga
reflek sucking yang kurang, sehingga nutrisi yang akan dicerna
hanya sedikit. Dengan nutrisi yang kurang, bayi bisa berisiko
infeksi karna daya tahan tubuh yang lemah.
c. Sistem Integumen
Pada bayi normal, kulit bayi akan tambah merah muda, akan tetapi
pada bayi yang mengaami hiperbilirubin, kulit bayi akan tampak
berwarna kekuningan. Ini disebabkan karna fungsi hepar yang
belum sempurna, defisiensi protein “Y”, dan juga tidak terdapat
bakteri pemecah bilirubin dalam usus akibat dari imaturitas usus,
sehingga bilirubin indirek terus bersirkulasi keseluruh tubuh.
d. Sistem Kerja Hepar (ekskresi hepar)
Pada bayi yang mengalami hiperbilirubin biasanya disebabkan oleh
sistem kerja hepar yang imatur, akibat nya hepar mengalami
gangguan dalam pemecahan bilirubin, sehingga bilirubin tetap
bersirkulasi dengan pembuluh darah untuk menyebar keseluruh
tubuh.
e. Sistem Persyarafan
Bilirubin indirek yang berlebihan serta kurang nya penanganan
akan terus menyebar hingga ke jaringan otak dan syaraf, hal ini
sangat membahayakan bagi bayi, dan akan menyebabkan kern
ikterus, dengan tanda dan gejala yaitu kejang-kejang, penurunan
kesadaran, hingga bisa menyebabkan kematian.
(Widagdo, 2012).
6. Penatalaksanaan
Menurut Atikah dan Jaya, 2016, cara mengatasi hiperbilirubinemia
yaitu:
a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian
fenobarbital. Fenobarbital dapat bekerja sebagai perangsang
enzim sehingga konjugasi dapat dipercepat.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau
konjugasi. Contohnya ialah pemberian albumin untuk
meningkatkan bilirubion bebas.
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata
setelah dicoba dengan alat-alat bantuan sendiri dapat
menurunkan bilirubin dengan cepat. Walaupun demikian
fototerapi tidak dapat menggantikan transfusi tukar pada proses
hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan
pasca transfusi tukar.

Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara terapeutik :


1) Fototerapi
Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg%
dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui
tinja dan urin dengan oksidasi foto pada bilirubin dari
biliverdin.
Langkah-langkah pelaksanaan fototerapi yaitu :
a) Membuka pakaian neonatus agar seluruh bagian tubuh
neonatus kena sinar.
b) Menutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang
memantulkan cahaya.
c) Jarak neonatus dengan lampu kurang lebih 40 cm
d) Mengubah posisi neonatus setiap 6 jam sekali.
e) Mengukur suhu setiap 6 jam sekali.
f) Kemudian memeriksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau
sekurang-kurangnya sekali dalam 24 jam.
g) Melakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada
penderita yang mengalami hemolisis.

2) Fenoforbital
Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatis glukoronil transferase
yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance
hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat
meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital
tidak begitu sering dianjurkan.

3) Transfusi Tukar
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi atau kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg%.
Langkah penatalaksanaan saat transfusi tukar adalah
sebagai berikut :
a. Sebaiknya neonatus dipuasakan 3-4 jam sebelum
transfusi tukar.
b. Siapkan neonatus dikamar khusus.
c. Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada neonatus.
d. Tidurkan neonatus dalam keadaan terlentang dan buka
pakaian ada daerah perut.
e. Lakukan transfusi tukar sesuai dengan protap.
f. Lakukan observasi keadaan umum neonatus, catat
jumlah darah yang keluar dan masuk.
g. Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali
pusat.
h. Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12 jam.
(Suriadi dan Yulianni 2006)

Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara alami :


1) Bilirubin Indirek
Penatalaksanaanya dengan metode penjemuran dengan sinar
ultraviolet ringan yaitu dari jam 7.oo – 9.oo pagi. Karena
bilirubin fisioplogis jenis ini tidak larut dalam air.

2) Bilirubin Direk
Penatalaksanaannya yaitu dengan pemberian intake ASI yang
adekuat. Hal ini disarankan karna bilirubin direk dapat larut
dalam air, dan akan dikeluarkan melalui sistem pencernaan.
(Atikah & Jaya, 2016 ; Widagdo, 2012)

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Hiperbilirubinemia


1. Pengkajian
Pengkajian pada kasus hiperbilirubinemia meliputi :
a. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan
lebih sering diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu,
tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi,
refleks hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirek yang
sudah .20mg/dl dan sudah sampai ke jaringan serebral
maka bayi akan mengalami kejang dan peningkatan
tekanan intrakranial yang ditandai dengan tangisan
melengking.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat
gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh
atau golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan
metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu
menderita DM. Mungkin praterm, bayi kecil usia untuk
gestasi (SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intra
uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti
bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi
pria daripada bayi wanita.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang
dapat menyebabkan maturitas pada organ dan salah satunya
hepar, neonatus dengan berat badan lahir rendah, hipoksia
dan asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin,
neonatus dengan APGAR score rendah juga
memungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubin.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala-leher.
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
2) Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan
terlihat pergerakan dada yang abnormal.
3) Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan
oleh gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
4) Ekstremitas
Kelemahan pada otot.
5) Kulit
Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah
kepala dan leher termasuk ke grade satu, jika kuning pada
daerah kepala serta badan bagian atas digolongkan ke grade
dua. Kuning terdapat pada kepala, badan bagian atas,
bawah dan tungkai termasuk ke grade tiga, grade empat jika
kuning pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah
serta kaki dibawah tungkai, sedangkan grade 5 apabila
kuning terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas dan
bawah, tungkai, tangan dan kaki.

6) Pemeriksaan neurologis
Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah
mencapai jaringan serebral, maka akan menyebabkan
kejang-kejang dan penurunan kesadaran.
7) Urogenital
Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang
sudah fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan.

e. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan bilirubin serum
Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak kira-kira
6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Jika nilainya diatas
10 mg/dl yang berarti tidak fisiologis, sedangkan bilirubin
pada bayi prematur mencapai puncaknya 10-12 mg/dl,
antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih
dari 14 mg/dl yaitu tidak fisiologis. Ikterus fisiologis pada
bayi cukup bulan bilirubin indirek munculnya ikterus 2
sampai 3 hari dan hilang pada hari ke 4 dan ke 5 dengan
kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl,
sedangkan pada bayi dengan prematur bilirubin indirek
munculnya sampai 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9
hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 15
mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin
lebih dari 5 mg/dl perhari.
2) Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong
empedu
3) Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu
membedakan hepatitis dan atresia biliary.
(Surasmi, dkk, 2003; Lynn & Sowden, 2009; Widagdo,
2012)

f. Data penunjang
1) Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal =
<2mg/dl).
2) Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusan
darah tepi.
3) Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
4) Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
5) Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi
tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.
6) Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan
kultur darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif
protein (CPR).

2. Kemungkinan diagnosa keperawatan


a. Ikterus Neonatus
b. Hipertermi b.d suhu lingkungan tinggi dan efek fototerapi.
c. Risiko infeksi b.d proses invasif.
d. Risiko kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya intake
cairan, efek fototerapi dan diare.
e. Risiko kerusakan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia dan diare.
f. Risiko cedera b.d peningkatan kadar bilirubin dan proses
fototerapi.
g. Ketidakefektifan pola makan bayi b.d penurunan daya hisap
bayi. ( NANDA, 2015 )
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Ikterus Neonatus Setelah dilakukan 1. Fototerapi: neonatus
b.d neonatus asuhan keperawatan, a. Kaji ulang riwayat
mengalami maka didapatkan maternal dan bayi
kesulitan transisi kriteria: mengenai adanya
kehidupan ekstra 1. Adaptasi bayi baru faktor risiko
uterin, lahir terjadinya
keterlambatan a. Warna kulit (5) hyperbilirubinemia.
pengeluaran b. Mata bersih (5) b. Observasi tanda-tanda
mekonium, c. Kadar bilirubin (warna) kuning.
penurunan berat (5) c. Periksa kadar serum
badan tidak bilirubin, sesuai
terdeteksi, pola 2. Organisasi kebutuhan, sesuai
makan tidak tepat (Pengelolaan) bayi protokol dan
dan usia ≤ 7 hari. prematur permintaan dokter.
a. Warna kulit (5) d. Edukasikan keluarga
mengenai prosedur
3. Fungsi hati , resiko dalam perawatan
gangguan. isolasi.
a. Pertumbuhan e. Tutup mata bayi,
dan hindari penekanan
perkembangan yang berlebihan.
bayi dalam f. Ubah posisi bayi
batas normal.(5) setiap 4jam per
b. Tanda-tanda protokol.
vital bayi dalam
batas normal(5). 2. Monitor tanda vital
a. Monitor nadi, suhu,
dan frekuensi
pernapasan dengan
tepat.
b. Monitor warna kulit,
suhu, dan
kelembaban.
2 Hipertermi b.d Setelah dilakukan 1. Temperature regulation
suhu lingkungan asuhan keperawatan, (pengaturan suhu)
tinggi dan efek maka didapatkan a. Monitor sushu
fototerapi. kriteria: minimal tiap 2 jam.
b. Rencanakan
1. Termoregulasi. monitoring suhu
secara kontinyu.
a. berkeringat saat c. Monitor nadi dan
panas (5) RR.
b. gemetaran saat d. Monitor warna dan
dingin.(5) suhu kulit.
c. Tingkat e. sesuaikan suhu yang
pernafasan. (5) sesua dengan
kebutuhan pasien.
f. Monitor tanda-tanda
2. Kontrol resiko : hipertermi dan
hipertermi. hipotermi.
g. Tingkatkan cairan
a. Teridentifikasi dan nutrisi.
nya tanda dan h. Berikan antipiretik
gejala jika perlu.
hipertermi (5) i. Gunakan kasur yang
b. Modifikasi dingin dan mandi air
lingkungan hangat untuk
untuk perubahan suhu
mengontrol tubuh yang sesuai.
suhu tubuh (5)
2. Manajemen demam
a. Monitor suhu secara
kontinue
b. Monitor keluaran
cairan
c. Monitor warna kulit
dan suhu
d. Monitor masukan
dan keluaran.

3 Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan Infection Control (Kontrol


proses invasif. asuhan keperawatan, Infeksi).
maka didapatkan a. Bersihkan lingkungan
kriteria: setelah dipakai pasien
lain.
Kontrol resiko : proses b. Pertahankan teknik
infeksi. isolasi.
c. Batasi pengunjung bila
Faktor risiko infeksi perlu.
teridentifikasi. (5) d. Gunakan sabun
antimikroba untuk cuci
tangan.
e. Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
f. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai
pelindung.
g. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat.
h. Tingkatkan intake
nutrisi.
i. Berikan terapi
antibiotik bila perlu
yang mengandung
infection protection
(proteksi terhadap
infeksi).

4 Risiko kekurangan Setelah dilakukan Manajemen cairan


volume cairan b.d asuhan keperawatan, a. Monitor berat badan.
tidak adekuatnya maka didapatkan b. Timbang popok.
intake cairan, efek kriteria: c. Pertahankan catatan
fototerapi dan intake dan output yang
diare. Keseimbangan cairan. akurat.
d. Monitor vital sign.
a. Intake dan e. Dorong masukan oral.
output f. Monitor pernafasan,
seimbang tekanan darah, dan nadi.
dalam 24 g. Monitor status hidrasi
jam.(5) (kelembapan membrane
b. Turgor kulit mukosa, nadi adekuat,
membaik (5) tekanan darah ortostatik).
h. Monitor warna, kuantitas
dan banyaknya keluaran
urin.
i. Berikan cairan yang
sesuai.
j. Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan.
k. Monitor berat badan.

5 Risiko kerusakan Setelah dilakukan


integritas kulit b.d asuhan keperawatan, 1. Manajemen cairan
hiperbilirubinemia maka didapatkan a. Monitor berat badan.
dan diare. kriteria: b. Pertahankan catatan
intake dan output yang
1. Integritas jaringan : akurat.
kulit dan membran c. Dorong masukan oral.
mukosa. d. Monitor status hidrasi
(kelembapan membran
a. Integritas kulit mukosa, nadi adekuat,
yang baik bisa tekanan darah
dipertahankan ortostatik).
(sensasi, e. Berikan cairan yang
elastisitas, sesuai.
hidrasi). (5)
b.Perfusi jaringan 2. Pressure management
baik. (5) (Manajemen tekanan)
a. Anjurkan untuk
2. Kontrol resiko. menggunakan pakaian
yang longgar.
integritas kulit b. Hindari kerutan pada
neonatus kembali tempat tidur.
membaik. c. Jaga kebersihan kulit
Dengan kriteria hasil : agar tetap bersih dan
a. Faktor resiko kering.
teridentifikasi d. Mobilisasi (ubah posisi
(5) pasien) setiap dua jam
b. Faktor resiko sekali.
personal e. Monitor akan adanya
termonitor (5) kemerahan.
c. Faktor resiko f. Monitor aktivitas dan
lingkungan mobilisasi pasien.
termonitor. (5) g. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat.
6 Risiko cedera b.d Setelah dilakukan Environment Management
peningkatan kadar asuhan keperawatan, (manajemen lingkungan).
bilirubin dan maka didapatkan a. Sediakan lingkungan
proses fototerapi. kriteria: yang aman untuk
pasien.
1. Kontrol Resiko b. Menghindari
cidera lingkungan yang
berbahaya.
1. Terbebas dari c. Monitor kadar
cidera. (5) bilirubin, Hb, HCT
sebelum dan sesudah
tansfusi tukar.
d. Monitor tanda vital.
e. Mempertahankan
sistem
kardiopulmonary.
f. Mengkaji kulit pada
abdomen.
g. Kolaborasi pemberian
obat untuk
meningkatkan
transportasi dan
konjugasi seperti
pemberian albumin
atau pemberian
plasma.
h. Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan.
7 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Manajemen cairan
pola makan bayi asuhan keperawatan, a. Timbang BB setiap hari
maka didapatkan dan dan monitor status
kriteria: pasien.
b. Hitung atau timbang
1. Organisasi popok dengan baik
(pengelolaan) bayi c. Monitor tanda vital
prematur pasien
a. Toleransi makan
(5)
2. Status menelan: fase 2. Monitor nutrisi
oral a. Timbang dan ukur berat
a. Efisiensi badan ideal
Kemampuan b. Berikan intake ASI
menghisap (5) yang adekuat.
BAB II
KASUS PEMICU (TRIGER CASE)
Triger Case
Saat dilakukan pengkajian diruang perinatologoi, bayi masih kuning dan sedang dalam
perawatan fototerapi, ibu mengatakan kuning masih ada sejak kelahiran, bayi terpasang penutup
mata dan diapers, ASI sudah diberikan, kuning berada pada bagian wajah, leher, sampai pusar .
Saat dilakukan anamnesis pada ibu didapatkan bahwa ibu mempunyai penyakit diabetes melitus,
dan saat kehamilan ibu mengalami PEB, mual dan muntah sampai hari persalinan.
Penatalaksanaan

Menurut Atikah dan Jaya, 2016, cara mengatasi hiperbilirubinemia yaitu:


a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital.
Fenobarbital dapat bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi
dapat dipercepat.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya ialah pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubion bebas.
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah
dicoba dengan alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan bilirubin dengan
cepat. Walaupun demikian fototerapi tidak dapat menggantikan transfusi
tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan
pasca transfusi tukar.
BAB III
LAPORAN KASUS
Triger Case
Saat dilakukan pengkajian diruang perinatologoi, bayi masih kuning dan sedang dalam
perawatan fototerapi, ibu mengatakan kuning masih ada sejak kelahiran, bayi terpasang penutup
mata dan diapers, ASI sudah diberikan, kuning berada pada bagian wajah, leher, sampai pusar .
Saat dilakukan anamnesis pada ibu didapatkan bahwa ibu mempunyai penyakit diabetes melitus,
dan saat kehamilan ibu mengalami PEB, mual dan muntah sampai hari persalinan.
Penatalaksanaan

Menurut Atikah dan Jaya, 2016, cara mengatasi hiperbilirubinemia yaitu:


a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital. Fenobarbital
dapat bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi dapat dipercepat.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya
ialah pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubion bebas.
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah dicoba
dengan alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan bilirubin dengan cepat.
Walaupun demikian fototerapi tidak dapat menggantikan transfusi tukar pada
proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca transfusi
tukar.
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN NEONATUS
Tgl masuk : 14 januari 2021
Tgl pengkajian : 18 Januari 2021
No.MR
Ruang : Perinatologi
1. DATA UMUM
IDENTITAS BAYI IDENTITAS IBU AYAH
ORANGTUA
Nama / Panggilan By.L Nama Ny.L Tn.W
Umur / tgl lahir 9 hari Umur 33 tahun 33 tahun
Jenis kelamin Perempuan Agama Islam Islam
Anak ke 1 Pendidikan S1 SMA
Jumlah saudara 0 Pekerjaan Dinas Pertanian Wiraswasta
Diagnosa Medis Hiperbilirubinemia Alamat Solok Selatan Solok Selatan
Jaminan

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. KELUHAN UTAMA By.L dirawat diruang perinatologi RSUP Dr. M. Djamil Padang karena bayi kuning setelah kelahiran

b. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG


Saat dilakukan pengkajian pada selasa 23 Januari 2021 diruang perinatologoi, bayi masih kuning dan sedang
dalam perawatan fototerapi, ibu mengatakan kuning masih ada sejak kelahiran, bayi terpasang penutup mata
dan diapers, ASI sudah diberikan, kuning berada pada bagian wajah, leher, sampai pusar.

c. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU


Saat dilakukan anamnesis pada ibu didapatkan bahwa ibu mempunyai penyakit diabetes melitus, dan saat
kehamilan ibu mengalami PEB, mual dan muntah sampai hari persalinan.

Riwayat Kehamilan
Status kehamilan G3 P2 A1 H1
Pemeriksaan kehamilan/ANC ฀ Tidak ada ฀√ Ada, Frekuensi : ฀ < 3 x ฀√ > 3 x
Masalah kehamilan ฀ Tidak ada ฀√ Ada, …….ibu mengalami PEB.............
Konsumsi obat selama hamil ฀√ Tidak ada ฀ Ada, sebutkan … ..
Pemeriksaan kehamilan ke ฀ Perawat ฀ Bidan ฀√ Dokter
Riwayat Kelahiran
Usia Gestasi 34-35 mg
BB lahir 3000 gr PB lahir 50.cm
Nilai APGAR Menit ke 1….... Menit ke 5….........
Kala Persalinan Kala I: ……jam.........menit Kala II: ……jam.........menit Kala III: ..……jam.........menit
Penolong ฀ Perawat ฀ Bidan ฀√ Dokter ฀ Dukun
Jenis persalinan ฀ Spontan ฀√ Sectio ฀ Vakum ฀ Forcep
Caesarea
Kesulitan ฀√ Tidak Ada ฀ Ada, sebutkan …..
Air ketuban ฀√ Jernih ฀ Keruh
Kelainan bayi ฀ Tidak Ada ฀ Ada, sebutkan …..
Inisiasi Menyusu Dini ฀√ Ada ฀ Tidak Ada
(IMD)
Pemberian Vit K ฀ √ Ada ฀ Tidak Ada
Riwayat Keluarga : GENOGRAM (3 Generasi)

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Anggota keluarga ฀√ Tidak ada ฀ Ada, sebutkan siapa dan penyakitnya :
pernah sakit
Riwayat penyakit ฀ Tidak ada ฀ √ Ada, sebutkan penyakitnya: Diabetes Melitus
keturunan
Budaya Kepercayaan Yang Dianut Oleh Keluarga Tentang Kesehatan
Nilai/keyakinan keluarga dalam : ฀√ Ada, sebutkan……
kesehatan ฀ Tidak ada

1.1 KEBUTUHAN NUTRISI DAN CAIRAN


Kebutuhan Cairan ………….. ml/kgBB/hr
Cara Pemberian ฀ Parenteral, a. Jenis .........................................
b. Jumlah ………….. ml/jam tetesan/menit:..................
฀ Enteral a. Jenis ฀√ ASI ฀ PASI ฀ Puasa
b. Rute ฀√ Oral ฀√ OGT
c. Frekuensi 8 x/hr................................................ml/kali pemberian
Toleransi pemberian Kembung ฀ Ya ฀√ Tidak Muntah ฀√ Tidak ฀ Ya, jumlah ……
1.2 KEBUTUHAN ELIMINASI
Buang Air Besar Buang Air Kecil
Kesulitan ฀ Ada, sebutkan……. ฀√ Tidak ฀ Ada, sebutkan……. ฀√ Tidak
Konsistensi ฀ Padat/keras ฀√ Lembek ฀ Cair
Alat bantu ฀ Huknah ฀√ Tidak ada ฀ Kateter ฀√ Diapers ฀ Tidak ada
Warna Kuning kehijauan Kuning
Bau ………. ………..
Frekuensi ……… x/hari ……….. x/hari
Jumlah ................. ml/hari
1.3 KEBUTUHAN TIDUR DAN BERMAIN
Lama tidur …… jam/hr Siang :…… jam Malam : …… jam
Kualitas tidur ฀√ Nyenyak ฀ Sering terbangun / gelisah Penyebab ……..
Jenis bermain ฀ Bermain sendiri ฀ Bermain ditemani
IMUNISASI
Imunisasi yang sudah didapatkan : Hb0, BCG

LINGKUNGAN

2. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital Suhu : 36,7 oC RR : 56 x/m HR : 130 x/m TD : - mmHg
Tingkat kesadaran
(GCS) : E.......M.......V.... Jumlah:.........
Antropometri BB saat ini : 3100.gr PB : 50.cm LLA : 15 cm
Kepala Lingkar Kepala : 35 cm
Ubun-ubun besar : 4x2cm Ubun-ubun kecil: 0,5x0,5cm
Bentuk ฀√ Normal ฀ Kelainan, sebutkan :............ ฀ Jejas
Sutura Sagitalis : ................................. Caput Succedaneum :......................
Rambut ฀√ Hitam ฀ Tipis ฀ Jarang ฀ Merah
Mata ฀√ Simetris ฀ Tidak simetris ฀ Menonjol Sklera ฀√ Ikterik ฀ Tidak ikterik
฀ Strabismus ฀ Ada ฀ Tidak ada Konjungtiva ฀ Anemis ฀√ Tdk anemis
฀ Kelainan sebutkan …. Sekret ฀ Ada ฀ √Tdk ada
Reflek cahaya : +/+
Reflek pupil : +/+
Hidung Jalan nafas ฀√ Bersih ฀ Tidak bersih ฀ Sekret ฀ Obstruksi ฀ Kelainan
Pernafasan cuping ฀ Ada ฀ √Tidak ada
hidung
Mulut Struktur mulut ฀√ Utuh ฀ Labioskiziz
Palatum ฀√ Utuh ฀ Palatoskiziz
Gusi ฀√ Utuh ฀ Tidak Utuh
Lidah : merah muda
Warna bibir : merah
Reflek Rooting : (+)
Reflek sucking : (+)
Telinga ฀√ Normal ฀ Keluar cairan ฀ Berbau
฀ Kelainan, sebutkan ….
Sejajar dengan kantus mata: (+)
Leher Ukuran: ฀√ Ya ฀ Tidak
Rekfek Tonik Neck: ..............................
Dada
Lingkar Dada 32 cm
Pernafasan
Inspeksi Irama nafas ฀√ Reguler ฀ Irreguler
Jenis nafas ฀ Cheyne Stoke ฀ Kussmaul ฀ Hiperventilasi
Alat bantu ฀ Ada,sebutkan........................฀√ Tidak Ada
Kesulitan ฀ Retraksi dada ฀ Otot bantu nafas
nafas
Palpasi Fremitus : Sama kiri dan kanan
Auskultasi Suara nafas ฀√ Vesikuler ฀ Wheezing ฀ Rhonchi ฀ Stridor
Jantung
Sirkulasi Denyut jantung 130.x/menit
Irama ฀√ Teratur ฀ Tidak teratur
Akral ฀√ Hangat ฀ Dingin

CRT ฀√ <2 detik ฀ >2 detik


Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba

Auskultasi : denyut jantung normal

Abdomen
Lingkar Perut 32 cm
Inspeksi Tali pusat
฀ Basah ฀√ Kering ฀ Bau ฀ Sudah puput
Kelainan struktur abdomen: .......................................
Spinder nevy : ........................
Auskultasi Bising usus : 10 x/menit
฀√ Teratur ฀ tidak teratur
Palpasi Pembesaran hepar tidak teraba, tidak ada massa

Perkusi Saat perkusi, suara abdomen tympani


Ekstremitas Atas ฀√ Lengkap ฀ Kelainan, sebutkan ….
Reflek genggam pada tangan (palmar graps): (+)
Bawah ฀√ Lengkap ฀ Kelainan, sebutkan ….
Reflek genggam pada kaki (plantar graps): (+)
Reflek Babinsky: ................................

Genitalia
฀√ Normal ฀ Kelainan, sebutkan ….
Mekonium sudah Atresia ani
keluar Hipospadia/Epispadia
Kulit Turgor, kembali ฀ Segera ฀√ Lambat ฀ Sangat lambat
Kelembaban ฀ Baik ฀√ Buruk
Warna kulit ฀ Sianosis ฀√ Tidak sianosis
Lanugo ฀√ Ada ฀ Tidak
Pemeriksaan Ikterus (Kreamer) : ikterus grade II dan III

PROGRAM TERAPI

- Terapi sinar / fototerapi : >96jam


- Terapi obat :
a. Ampicilline 2x165 mg (iv)
b. Gentamicin 1x16 mg (iv)
- ASI adekuat

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil labor pada 17 Januari 2021


- Bilirubin total 14,5 mg/dl (normal 0,3-1)
- Bilirubin direk 0,5 mg/dl (normal <0,20)
- Bilirubin indirek 14 mg/dl (normal < 0,80)

PERENCANAAN PULANG (DISCHARGE PLANNING)

Hari/Tanggal Pengkajian Perawat Tanda tangan

23 Januari 2021 Zikri Ihsan


2. Analisis Data
Nama : By.L
No.MR
Data Penyebab Masalah
DS: Dokter mengatakan By.L tampak Prematuritas Ikterus Neonatus
ikterik sejak 24jam pertama
kelahiran, bilirubin grade II – III,
dan di indikasikan untuk segera
mendapat fototerapi.
DO: - By.L tampak kuning pada
sklera, wajah, leher, hingga
pusar
- Bilirubin grade II-III
- Hasil labor menunjukkan
kadar bilirubin total 14,5
mg/dl (normal 0,3-1),
bilirubin direk 0,5 mg/dl
(normal <0,20), bilirubin
indirek 14 mg/dl (normal <
0,80).
- Bayi tampak malas dan lebih
suka tidur sepanjang hari.
- By.L lahir prematur dengan
usia kehamilan 34-35minggu
- Ibu dengan riwayat DM dan
mengalami PEB.
DS: - Bayi rewel dan menangis Efek fototerapi Hipertermi
- Perawat ruangan mengatakan
By.L mengalami
peningkatan suhu tubuh.

DO: - Suhu 37,8°C.


- Bayi berkeringat.
- Fototerapi sementara
dihentikan dan diberikan
intake cairan.
- Kulit teraba hangat.
-
DS: - Perawat ruangan mengatakan Intake cairan tidak Risiko kekurangan
By.L berisiko untuk adekuat dan efek volume cairan
kekurangan volume cairan. fototerapi

DO: - Kulit kering.


- Turgor kulit kurang elastis.
- Mukosa kering.
- Reflek sucking lemah.
- Bayi malas menyusui.
- Produksi ASI ibu sedikit.
DS: - Ibu mengatakan bayi malas Penurunan daya hisap Ketidakefektifan pola
DO: menyusui bayi makan bayi
- Reflek hisap saat menyusui
lemah

- Bayi tampak malas


- Reflek rooting dan sucking
lemah
- By.L terpasang OGT untuk
memaksimalkan intake
cairan dan nutrisi
-
B. Daftar Diagnosis Keperawatan

1. Ikterus neonatus berhubungan dengan prematuritas.


2. Hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang
tidak adekuat dan efek fototerapi.
4. Ketidakefektifan pola makan bayi berhubungan dengan penurunan daya
hisap bayi.

C. Intervensi Keperawatan
Nama : By.L
No.MR

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Ikterus Neonatus Setelah dilakukan 1. Fototerapi: neonatus
berhubungan asuhan keperawatan, a. Kaji ulang riwayat
dengan maka didapatkan maternal dan bayi
prematuritas kriteria: mengenai adanya
1. Adaptasi bayi baru faktor risiko
lahir terjadinya
a. Warna kulit (5) hyperbilirubinemia.
b. Mata bersih (5) b. Observasi tanda-tanda
c. Kadar bilirubin (warna) kuning.
(5) c. Periksa kadar serum
bilirubin, sesuai
2. Organisasi kebutuhan, sesuai
(Pengelolaan) bayi protokol dan
prematur permintaan dokter.
a. Warna kulit (5) d. Edukasikan keluarga
mengenai prosedur
3. Fungsi hati , resiko dalam perawatan
gangguan. isolasi.
a. Pertumbuhan e. Tutup mata bayi,
dan hindari penekanan
perkembangan yang berlebihan.
bayi dalam f. Ubah posisi bayi
batas normal.(5) setiap 4jam per
b. Tanda-tanda protokol.
vital bayi dalam
batas normal(5). 2. Monitor tanda vital
a. Monitor nadi, suhu,
dan frekuensi
pernapasan dengan
tepat.
b. Monitor warna kulit,
suhu, dan
kelembaban.
2 Hipertermi Setelah dilakukan 1. Temperature regulation
berhubungan asuhan keperawatan, (pengaturan suhu)
dengan efek maka didapatkan a. Monitor sushu
kriteria:
fototerapi. minimal tiap 2 jam.
b. Rencanakan
1. Termoregulasi.
monitoring suhu
a. berkeringat saat secara kontinyu.
panas (5) c. Monitor nadi dan
b. gemetaran saat RR.
dingin.(5) d. Monitor warna dan
c. Tingkat suhu kulit.
pernafasan. (5) e. sesuaikan suhu yang
sesua dengan
kebutuhan pasien.
2. Kontrol resiko : f. Monitor tanda-tanda
hipertermi. hipertermi dan
hipotermi.
a. Teridentifikasi g. Tingkatkan cairan
nya tanda dan dan nutrisi.
gejala h. Berikan antipiretik
hipertermi (5) jika perlu.
b. Modifikasi i. Gunakan kasur yang
lingkungan dingin dan mandi air
untuk hangat untuk
mengontrol perubahan suhu
suhu tubuh (5) tubuh yang sesuai.

2. Manajemen demam
a. Monitor suhu secara
kontinue
b. Monitor keluaran
cairan
c. Monitor warna kulit
dan suhu
d. Monitor masukan
dan keluaran.
3 Risiko kekurangan Setelah dilakukan Manajemen cairan
volume cairan b.d asuhan keperawatan, a. Monitor berat badan.
tidak adekuatnya maka didapatkan b. Timbang popok.
kriteria:
intake cairan, efek c. Pertahankan catatan
fototerapi dan intake dan output yang
Keseimbangan cairan.
diare. akurat.
d. Monitor vital sign.
a. Intake dan
e. Dorong masukan oral.
output
f. Monitor pernafasan,
seimbang
tekanan darah, dan nadi.
dalam 24
g. Monitor status hidrasi
jam.(5)
(kelembapan membrane
b. Turgor kulit
mukosa, nadi adekuat,
membaik (5)
tekanan darah ortostatik).
h. Monitor warna, kuantitas
dan banyaknya keluaran
urin.
i. Berikan cairan yang
sesuai.
j. Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan.
k. Monitor berat badan.

4 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Manajemen cairan


pola makan bayi asuhan keperawatan, a. Timbang BB setiap hari
maka didapatkan dan dan monitor status
kriteria: pasien.
b. Hitung atau timbang
1. Organisasi popok dengan baik
(pengelolaan) bayi c. Monitor tanda vital
prematur pasien
a. Toleransi makan
(5)
2. Monitor nutrisi
2. Status menelan: fase a. Timbang dan ukur berat
oral badan ideal
a. Efisiensi b. Berikan intake ASI
kemampuan yang adekuat.
menghisap (5)
D. Implementasi dan Evaluasi
Nama : By.L
No.MR
Hari/tgl Diagnosis Implementasi Evaluasi Paraf
Senin/18 Ikterus neonatus 1) Melakukan pengkajian ulang S:
Januari mengenai riwayat maternal dan bayi - Dokter mengatakan kuning pada
2021 mengenai adanya faktor risiko tubuh bayi masih ada.
terjadinya hiperbilirubinemia. - Perawat ruangan mengatakan bayi
2) Mengobservasi tanda-tanda ikterus. masih membeutuhkan fototerapi.
3) Menutup mata bayi dengan penutup O:
berwarna hitam, dan hindari - Tampak kuning pada sklera, wajah,
penekanan. leher, hingga pusar.
4) Mengubah posisi bayi per 4jam. - Bayi masih malas, dan suka tidur.
5) Memonitor warna kulit, suhu, dan - Fototerapi masih dilanjutkan.
kelembaban. - Kulit masih kering.
A:
- Masalah ikterus neonatus belum
teratasi.
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Hipertermi 1) Memonitor suhu bayi setiap 3jam S:
secara kontinyu. - Bayi rewel
2) Memonitor tanda-tanda hipertermi - Perawat ruangan mengatakan
dan hipotermi dari hasil pengukuran peningkatan suhu pada By.L sudah
suhu. berkurang.
3) Memonitor warna kulit dan suhu. O:
4) Meningkatkan nutrisi dan cairan - Suhu 37,2°C.
setiap 3jam - Fototerapi dilanjutkan.
- Monitor suhu tetap dilakukan.
A:
- Masalah hipertermi sudah teratasi.
P:
- Intervensi dihentikan.
Risiko kekurangan 1) Melakukan penimbangan berat badan. S:
volume cairan 2) Meningkatkan intake cairan dan -
nutrisi yang adekuat O:
3) Mempertahankan masukan per oral - Kulit masih terasa kering
agar cairan dan nutrisi terpenuhi - Turgor kulit kurang elastis
melalui ASI. - Mukosa kering
4) Menimbang popok bayi untuk menilai - Urine berwarna kekuningan
pengeluaran atau output, serte menilai - Tidak ada kulit yang terkelupas
warna dan konsistensi urine bayi. A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Ketidakefektifan pola 1) Mengkaji kemampuan menghisap S:
makan bayi bayi. - Ibu mengatakan kemampuan
2) Menyediakan ruangan khusus untuk menghisap bayi masih lemah.
menjaga privasi ibu selama menyusui. O:
3) Menginformasikan pada ibu untuk - Turgor kurang elastis.
tidak membatasi bayi menyusui. - Bayi tampak malas menyusui
4) Mendiskusikan pada ibu mengenai - Ibu menyusui bayi dengan tenang
penggunaan pompa ASI. di kamar menyusui.
5) Menganjurkan ibu makan makanan - Ibu mengerti penggunaan alat
bergizi selama menyusui. pompa ASI, mengkonsumsi
6) Menganjurkan ibu untuk minum jika makanan bernutrisi selama
haus saat menyusui. menyusui.
A:
- Masalah ketidakefektifan pola
makan bayi belum teratasi.
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Selasa/19 Ikterus neonatus 1) Mengobservasi tanda-tanda ikterus. S:
Januari 2) Menutup mata bayi dengan penutup - Dokter mengatakan kuning pada
2021 berwarna hitam, dan hindari By.L masih ada, dan masih di
penekanan. indikasikan untuk fototerapi.
3) Mengubah posisi bayi per 4jam. O:
4) Memonitor warna kulit, suhu, dan - Kuning masih ditemukan, yaitu
kelembaban. pada sklera, wajah, leher, dan dada.
- Bayi masih tampak malas
- Tidur sepanjang hari.
- Fototerapi masih dilakukan
- Kulit kering dan kurang elastis,
suhu dalam rentang normal.
A:
- Masalah ikterus neonatus belum
teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Hipertermi 1) Memonitor suhu bayi setiap 3jam S:
secara kontinyu. - Perawat ruangan mengatakan By.L
2) Memonitor tanda-tanda hipertermi mengalami hipotermi.
dan hipotermi dari hasil pengukuran O:
suhu. - Tidak ada peingkatan suhu tubuh
3) Memonitor warna kulit dan suhu. - Bayi mengalami penurunan suhu
4) Meningkatkan nutrisi dan cairan tubuh dan hampir sianosis.
setiap 3jam - Setelah diberikan tindakan
memindahkan bayi ke infant
warmer, suhu kembali normal.
- Intake cairan per 3jam.
A:
- Masalah hipertermi sudah teratasi.
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Risiko kekurangan 1) Melakukan penimbangan berat badan. S:
volume cairan 2) Meningkatkan intake cairan dan - Bayi rewel saat haus
nutrisi yang adekuat - Ibu mengatakan bayi masih malas
3) Mempertahankan masukan per oral menyusui.
agar cairan dan nutrisi terpenuhi O:
melalui ASI. - Kulit masih kering.
4) Menimbang popok bayi untuk menilai - Turgor kulit kurang elastis.
pengeluaran atau output, serte menilai - Mukosa kering.
warna dan konsistensi urine bayi. - Urine berwarna kekuningan.
- Tidak ditemukan kulit yang
terkelupas.
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Ketidakefektifan pola 1) Mengkaji kembali kemampuan S:
makan bayi menghisap bayi. - Ibu mengatakan bayi masih malas
2) Menyediakan ruangan khusus untuk untuk menyusui.
menjaga privasi ibu selama menyusui. - Kemampuan menghisap masih
3) Menginformasikan pada ibu untuk lemah.
tidak membatasi bayi menyusui. O:
4) Menganjurkan ibu untuk minum jika - Turgor kurang elastis.
haus saat menyusui. - Bayi tampak malas menyusui
- Ibu menyusui bayi dengan tenang
di kamar menyusui.
- mengkonsumsi makanan bernutrisi
selama menyusui dan minum jika
haus saat menyusui.
A:
- Masalah ketidakefektifan pola
makan bayi belum teratasi.
P:
- Intervensi dilanjutkan
Rabu/20 Ikterus neonatus 1) Mengobservasi tanda-tanda ikterus. S:
Januari 2) Menutup mata bayi dengan penutup - Dokter mengatakan kuning pada
2021 berwarna hitam, dan hindari By.L masih ada, dan menyarankan
penekanan. untuk tetap di fototerapi.
3) Mengubah posisi bayi per 4jam. - Ibu mengatakan kulit bayi masih
4) Memonitor warna kulit, suhu, dan kuning.
kelembaban. O:
- Kuning masih ditemukan, yaitu
pada sklera, wajah, leher, dan dada.
- Bayi masih tampak malas
- Fototerapi masih dilakukan
- Kulit kering dan kurang elastis,
suhu dalam rentang normal.
A:
- Masalah ikterus neonatus belum
teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Hipertermi - Masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
Risiko kekurangan 1) Melakukan penimbangan berat badan. S:
volume cairan 2) Meningkatkan intake cairan dan - Dokter mengatakan bayi butuh
nutrisi yang adekuat asupan cairan dan nutrisi yang
3) Mempertahankan masukan per oral adekuat
agar cairan dan nutrisi terpenuhi - Ibu mengatakan bayi masih malas
melalui ASI. menyusui.
4) Menimbang popok bayi untuk menilai O:
pengeluaran atau output, serte menilai - Kulit masih kering.
warna dan konsistensi urine bayi. - Turgor kulit kurang elastis.
- Mukosa kering.
- Urine berwarna kekuningan.
- Tidak ditemukan kulit yang
terkelupas.
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan belum teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Ketidakefektifan pola 1) Mengkaji kembali kemampuan S:
makan bayi menghisap bayi. - Ibu mengatakan bayi sudah mulai
2) Menyediakan ruangan khusus untuk aktif untuk menyusui.
menjaga privasi ibu selama menyusui. - Kemampuan menghisap masih
3) Menginformasikan pada ibu untuk lemah.
tidak membatasi bayi menyusui. O:
4) Menganjurkan ibu untuk minum jika - Turgor kurang elastis.
haus saat menyusui. - Bayi tampak malas menyusui
- Ibu menyusui bayi dengan tenang
di kamar menyusui.
- mengkonsumsi makanan bernutrisi
selama menyusui dan minum jika
haus saat menyusui.
A:
- Masalah ketidakefektifan pola
makan bayi belum teratasi.
P:
- Intervensi dilanjutkan
Kamis/ Ikterus neonatus 1) Mengobservasi tanda-tanda ikterus. S:
21Januar 2) Menutup mata bayi dengan penutup - Dokter mengatakan kuning pada
i 2021 berwarna hitam, dan hindari By.L masih ada.
penekanan. - Perawat ruangan mengatakan bayi
3) Mengubah posisi bayi per 4jam. membutuhkan ASI yang adekuat.
4) Memonitor warna kulit, suhu, dan O:
kelembaban. - Kuning masih ditemukan, yaitu
pada sklera, wajah, leher
- Bayi masih tampak malas
- Fototerapi masih dilakukan
- Kelembaban kulit mulai membaik
dan sudah mulai elastis, suhu dalam
rentang normal.
- Bilirubin grade I - II.
A:
- Masalah ikterus neonatus belum
teratasi
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Hipertermi - Masalah sudah teratasi, intervensi
dihentikan.
Risiko kekurangan 1) Melakukan penimbangan berat badan. S:
volume cairan 2) Meningkatkan intake cairan dan - Dokter mengatakan bayi butuh
nutrisi yang adekuat asupan cairan dan nutrisi yang
3) Mempertahankan masukan per oral adekuat
agar cairan dan nutrisi terpenuhi - Ibu mengatakan bayi sudah mulai
melalui ASI. aktif menyusui, dan terus
4) Menimbang popok bayi untuk menilai dirangsang.
pengeluaran atau output, serte menilai O:
warna dan konsistensi urine bayi. - Kelembaban kulit mengalami
kemajuan.
- Turgor kulit mulai elastis.
- Mukosa kering.
- Urine berwarna kekuningan.
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan teratasi sebagian.
P:
- Intervensi dilanjutkan.
Ketidakefektifan pola 1) Mengkaji kembali kemampuan S:
makan bayi menghisap bayi. - Ibu mengatakan bayi sudah mulai
2) Menyediakan ruangan khusus untuk aktif untuk menyusui.
menjaga privasi ibu selama menyusui. - Kemampuan menghisap sudah
3) Menginformasikan pada ibu untuk mengalami kemajuan.
tidak membatasi bayi menyusui. O:
4) Menganjurkan ibu untuk minum jika - Turgor sudah mulai elastis.
haus saat menyusui. - Bayi tampak puas menyusui
5) Menganjurkan ibu untuk selalu - Ibu menyusui bayi dengan tenang
memompa ASI. di kamar menyusui.
- mengkonsumsi makanan bernutrisi
selama menyusui dan minum jika
haus saat menyusui.
- Ibu menyiapkan ASI yang sudah di
pompa.
A:
- Masalah ketidakefektifan pola
makan bayi teratasi sebagian.
P:
- Intervensi dilanjutkan
Jum’at/22 Ikterus neonatus 1) Mengobservasi tanda-tanda ikterus. S:
Januari 2) Menutup mata bayi dengan penutup - Dokter mengatakan kuning pada
2021
berwarna hitam, dan hindari By.L sudah hilang.
penekanan. - Perawat ruangan mengatakan bayi
3) Mengubah posisi bayi per 4jam. membutuhkan ASI yang adekuat.
4) Memonitor warna kulit, suhu, dan O:
kelembaban. - Kuning sudah tidak tampak pada
kulit bayi, dan pada sklera juga
sudah tidak kuning.
- Bayi masih tampak sudah mulai
aktif bergerak.
- Fototerapi dihentikan.
- Kelembaban kulit mulai membaik
dan sudah mulai elastis, suhu dalam
rentang normal.
A:
- Masalah ikterus neonatus teratasi
P:
- Intervensi dihentikan.
Hipertermi - Masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
Risiko kekurangan 1) Melakukan penimbangan berat badan. S:
volume cairan 2) Meningkatkan intake cairan dan - Dokter mengatakan bayi tetap
nutrisi yang adekuat membutuhkan asupan cairan dan
3) Mempertahankan masukan per oral nutrisi yang adekuat
agar cairan dan nutrisi terpenuhi - Ibu mengatakan bayi sudah aktif
melalui ASI. dan puas menyusui.
4) Menimbang popok bayi untuk menilai O:
pengeluaran atau output, serte menilai - Kelembaban tidak terganggu dan
warna dan konsistensi urine bayi. dalam rentang normal.
- Turgor kulit sudah elastis.
- Mukosa lembab.
- Urine berwarna kekuningan.
A:
- Masalah risiko kekurangan volume
cairan sudah teratasi.
P:
- Intervensi dihentikan.
Ketidakefektifan pola 1) Mengkaji kembali kemampuan S:
makan bayi menghisap bayi. - Ibu mengatakan bayi sudah mulai
2) Menyediakan ruangan khusus untuk aktif untuk menyusui.
menjaga privasi ibu selama menyusui. - Kemampuan menghisap sudah
3) Menginformasikan pada ibu untuk mengalami kemajuan.
tidak membatasi bayi menyusui. O:
4) Menganjurkan ibu untuk minum jika - Turgor sudah elastis.
haus saat menyusui. - Bayi tampak puas menyusui
5) Menganjurkan ibu untuk selalu - Ibu menyusui bayi dengan tenang
memompa ASI. di kamar menyusui.
- mengkonsumsi makanan bernutrisi
selama menyusui dan minum jika
haus saat menyusui.
- Ibu menyiapkan ASI yang sudah di
pompa.
A:
- Masalah ketidakefektifan pola
makan bayi sudah teratasi.
P:
- Intervensi dihentikan.
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan pada By.L
dengan hiperbilirubinemia diruang Perinatologi RSU, penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil pengkajian yang dilakukan pada By.L menunjukkan adanya


tanda dan gejala dengan bilirubin derajat II – III.
2. Diagnosis keperawatan yang muncul sebagai prioritas masalah pada
By.L yaitu ikterus neonatus.
3. Intervensi keperawatan pada By.L ditemukan yaitu pada By.L tidak
direncanakan untuk diberikan tindakan transfusi tukar, dan cukup
dengan fototerapi neonatus dan monitor tanda vital.
4. Implementasi yang diberikan pada By.L lebih cepat menerima respon
seperti penurunan kadar bilirubin serum.
5. Hasil evaluasi yang dilakukan selama tujuh hari pada By.L untuk
diagnosis ikterus neonatus masalah teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Atikah,M,V & Jaya,P. 2015. Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, dan
Balita. Jakarta. CV.Trans Info Media

Aviv,J. 2015. Researchers Submit Patent Application."Bilirubin


Hematofluorometer and Reagent Kit” . Perpustakaan Nasional RI.
Diakses Pada 10 Januari 2021

Dinkes Kota Padang. 2015. Profil Kesehatan Kota padang 2014.

Sumatera Barat. Kementrian kesehatan RI

Gusni, S,R. 2016. Perbedaan Kejadian Ikterus Neonatorum Antara Bayi


Prematur Dan Bayi Cukup Bulan Pada Bayi Dengan BBLR Di RS
PKU Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Herdman. 2015. Diagnosis Keperawatan Defenisi & Klasifikasi Edisi 10.


Jakarta. ECG

Hidayat, A,A . 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta. Salemba


Medika

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas) 2013. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kristanti ,H,M. Etika,R. Lestari,P . 2015. Hyperbilirubinemia Treatment Of


Neonatus. Folia Medica Indonesian Vol. 51

Lynn, B, C & Sowden, L,A . 2009. Keperawatan Pediatri. Jakarta. EGC

Mathindas, S. Wiliar,R. Wahani,A . 2013. Hiperbilirubinemia Pada

Neonatus.
Jurnal Biomedik, Volume 5, Nomor 1, Suplemen

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M, L. Swanson, E. 2016. Nursing


interventions clasification (NIC). United Kingdom. Mocomedia

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M, L. Swanson, E. 2016. Nursing outcomes


clasification (NOC). United Kingdom. Mocomedia
Nelson. Waldo E. dkk. 2011. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1.
Jakarta. EGC.

Surasmi, A. Handayani, S. Kusuma, H, N. 2003. Perawatan bayi risiko tinggi.


Jakarta . EGC.

Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Ikterus. Jakarta.


Sagung Seto

WHO, (2015),Global Health Observatory (GHO) data. Diperoleh dari

http://www.who.int/gho/child_health/mortality/neonatal_infant_text/en/.
Diakses Senin, 20 Januari 2021

Anda mungkin juga menyukai