Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Masalah Psikososial Pada Klien Kehilangan Anggota


Keluarga Dengan Keputusasaan

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners


Keperawatan Jiwa Psikososial

OLEH
NAMA : GALANG APRI YULIANTO

NIM : 2019.04.026

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2020
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Klien Kehilangan
Anggota Keluarga Dengan Keputusasaan

Nama : Galang apri yulianto

Nim : 2019.04.026

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini telah disetujui dan disahkan

pada: Hari :

Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Mahasiswa

Ns. Fransiska E.,S.Kep.M.Kep Galang apri yulianto


NIDN. 06.118.1217 NIM 2019.04.026
BAB 1

KONSEP KEHILANGAN

1.1 Definisi kehilangan

Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat dialami
individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau
keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama
rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung
akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan
berekasi terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh
respons individu terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 20015 : 243).
1.2 Tipe Kehilangan
Potter dan Perry (2015) menyatakan kehilangan dapat dikelompokkan dalam 5 kategori:
kehilangan objek eksternal, kehilangan lingkungan yang telah dikenal, kehilangan orang
terdekat, kehilangan aspek diri, dan kehilangan hidup.
1.2.1 Kehilangan objek eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi
usang, berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Bagi seorang anak
benda tersebut mungkin berupa boneka atau selimut, bagi seorang dewasa mungkin
berupa perhiasan atau suatu aksesoris pakaian. Kedalaman berduka yang dirasakan
seseorang tehadap benda yang hilang tergantung pada nilai yang dimiliki orang
tersebut terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
1.2.2 Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah di kenal
mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau
kepindahan secara permanen. Contohnya, termasuk pindah ke kota baru, mendapat
pekerjaan baru, atau perawatan di rumah sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari
lingkungan yang telah di kenal dan dapat terjadi melalui situasi maturasional,
misalnya ketika seorang lansia pindah ke rumah perawatan, atau situasi situasional,
contohnya kehilangan rumah akibat bencana alam atau mengalami cedera atau
penyakit.
Perawatan dalam suatu institusi mengakibatkan isolasi dari kejadian rutin.
Peraturan rumah sakit menimbulkan suatu lingkungan yang sering bersifat
impersonal dan demoralisasi. Kesepian akibat lingkungan yang tidak dikenal dapat
mengancam harga diri dan membuat berduka menjadi lebih sulit.
1.2.3 Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru,
pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet yang telah terkenal
mungkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset telah menunjukkan bahwa
banyak hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat
perpisahan, pindah, melarikan diri, promosi di tempat kerja, dan kematian.
1.2.4 Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau
psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup anggota gerak, mata, rambut,
gigi, atau payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan kontrol
kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan, atau fungsi sensoris. Kehilangan
fungsi psikologis termasuk kehilangan ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri,
kekuatan, respek atau cinta. Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat penyakit,
cedera, atau perubahan perkembangan atau situasi. Kehilangan seperti ini, dapat
menurunkan kesejahteraan individu. Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam
citra tubuh dan konsep diri.
1.2.5 Kehilangan hidup
Sesorang yang menghadapi kematian menjalani hidup, merasakan, berpikir, dan
merespon terhadap kejadian dan orang sekitarnya sampai terjadinya kematian.
Perhatian utama sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi mengenai nyeri dan
kehilangan kontrol. Meskipun sebagian besar orang takut tentang kematian dan
gelisah mengenai kematian, masalah yang sama tidak akan pentingnya bagi setiap
orang.
Setiap orang berespon secara berbeda-beda terhadap kematian. orang yang telah
hidup sendiri dan menderita penyakit kronis lama dapat mengalami kematian sebagai
suatu perbedaan. Sebagian menganggap kematian sebagai jalan masuk ke dalam
kehidupan setelah kematian yang akan mempersatukannya dengan orang yang kita
cintai di surga. Sedangkan orang lain takut perpisahan, dilalaikan, kesepian, atau
cedera. Ketakutan terhadap kematian sering menjadikan individu lebih bergantung.
Maslow (1954 dalam Videback, 2008) tindakan manusia dimotivasi oleh hierarki
kebutuhan, yang dimulai dengan kebutuhan fisiologis, (makanan, udara, air, dan
tidur), kemudian kebutuhan keselamatan (tempat yang aman untuk tinggal dan
bekerja), kemudian kebutuhan keamanan dan memiliki.
Apabila kebutuhan tersebut terpenuhi, individu dimotivasi oleh kebutuhan harga
diri yang menimbulkan rasa percaya diri dan adekuat. Kebutuhan yang terakhir ialah
aktualisasi diri, suatu upaya untuk mencapai potensi diri secara keseluruhan. Apabila
kebutuhan manusia tersebut tidak terpenuhi atau diabaikan karena suatu alasan,
individu mengalami suatu kehilangan.
Beberapa contoh kehilangan yang relevan dengan kebutuhan spesifik manusia
yang diindentifikasi dalam hierarki Maslow antara lain:
1. Kehilangan fisiologis: kehilangan pertukaran udara yang adekuat, kehilangan
fungsi pankreas yang adekuat, kehilangan suatu ekstremitas, dan gejala atau
kondisi somatik lain yang menandakan kehilangan fisiologis.
2. Kehilangan keselamatan: kehilangan lingkungan yang aman, seperti kekerasan
dalam rumah tangga dan kekerasan publik, dapat menjadi titik awal proses duka
cita yang panjang misalnya, sindrom stres pasca trauma. Terungkapnya rahasia
dalam hubungan profesional dapat dianggap sebagai suatu kehilangan
keselamatan psikologis sekunder akibat hilangnya rasa percaya antara klien dan
pemberi perawatan.
3. Kehilangan keamanan dan rasa memiliki: kehilangan terjadi ketika hubungan
berubah akibat kelahiran, perkawinan, perceraian, sakit, dan kematian. Ketika
makna suatu hubungan berubah, peran dalam keluarga atau kelompok dapat
hilang. Kehilangan seseorang yang dicintai mempengaruhi kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai.
4. Kehilangan harga diri: kebutuhan harga diri terancam atau dianggap sebagai
kehilangan setiap kali terjadi perubahan cara menghargai individu dalam
pekerjaan dan perubahan hubungan. Rasa harga diri individu dapat tertantang
atau dialami sebagai suatu kehilangan ketika persepsi tentang diri sendiri
berubah. Kehilangan fungsi peran sehingga kehilangan persepsi dan harga diri
karena keterkaitannya dengan peran tertentu, dapat terjadi bersamaan dengan
kematian seseorang yang dicintai.
5. Kehilangan aktualisasi diri: Tujuan pribadi dan potensi individu dapat terancam
atau hilang seketika krisis internal atau eksternal menghambat upaya pencapaian
tujuan dan potensi tersebut. Perubahan tujuan atau arah akan menimbulkan
periode duka cita yang pasti ketika individu berhenti berpikir kreatif untuk
memperoleh arah dan gagasan baru. Contoh kehilangan yang terkait dengan
aktualisasi diri mencakup gagalnya rencana menyelesaikan pendidikan,
kehilangan harapan untuk menikah dan berkeluarga, atau seseorang kehilangan
penglihatan atau pendengaran ketika mengejar tujuan menjadi artis atau
komposer.
1.3 Faktor presdisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan
Faktor predisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan adalah genetik, kesehatan
fisik, kesehatan jiwa, pengalaman masa lalu (Suliswati, 2005).

1.3.1 Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat
depresi biasanya sulit mengembangkan sikap optimistik dalam menghadapi suatu
permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.
1.3.2 Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup yang teratur, cenderung mempunyai
kemampuan mengatasi stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
sedang mengalami gangguan fisik.
1.3.3 Kesehatan jiwa/mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama mempunyai riwayat depresi, yang
ditandai dengan perasaan tidak berdaya, pesimistik, selalu dibayangi oleh masa depan
yang suram, biasanya sangat peka terhadap situasi kehilangan.
1.3.4 Pengalaman kehilangan di masa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna di masa kanak-kanak akan
mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi kehilangan di masa dewasa.
1.4 Dampak kehilangan
Uliyah dan Hidayat (2011) mengatakan bahwa kehilangan pada seseorang dapat
memiliki berbagai dampak, diantaranya pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam
kemampuan untuk berkembang, kadang- kadang akan timbul regresi serta merasa takut
untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian. Pada masa remaja atau dewasa muda,
kehilangan dapat terjadi disintegrasi dalam keluarga, dan pada masa dewasa tua, kehilangan
khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan
menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan.
BAB 2

KONSEP PSIKOSOSIAL PADA KLIEN KEHILANGAN


ANGGOTA KELUARGA
2.1 Definisi Psikososial
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis
dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang dinamis antara faktor
psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Psikososial
sendiri berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari
individu (pikiran, perasaan dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada hubungan eksternal
individu dengan orang-orang di sekitarnya (Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI). Istilah
psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologis
(Chaplin, 2011).
2.2 Masalah Psikososial Pada Klien Dengan Kehilangan

Menurut PPNI (2016), masalah psikososial pada klien dengan kehilangan terdiri dari:
1. Ansietas
1) Definisi: Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap obyek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (PPNI, 2016)
2) Tanda dan Gejala
a. Subyektif
a) Tidak nafsu makan
b) Diare/ konstipasi
c) Gelisah
d) Berkeringat
e) Tangan gemetar
f) Sakit kepala dan sulit tidur
g) Lelah
h) Sulit berpikir
i) Mudah lupa
j) Merasa tidak berharga
k) Perasaan tidak aman
l) Merasa tidka bahagia
m) Sedih dan sering menangis
n) Sulit menikmati kegiatan harian
o) Kehilangan minat gairah
b. Obyektif
a) Nadi dan tekanan darah naik
b) Tidka mampu menerima informasi dari luar
c) Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
d) Ketakutan atas sesuatu yang tidka spesfik/ jelas
e) Pekerjaan sehari-hari terganggu
f) Tidka mampu melakukan kegiatan harian
g) Gerakan meremas tangan
h) Bicara berlebihan dan cepat
3) Penyebab
a. Krisis situasional
b. Kebutuhan tidak terpenuhi
c. Krisis maturasional
d. Ancaman terhadap konsep diri
e. Ancaman terhadap kematian
f. Kekhawatiran mengalami kegagalan
g. Disfungsi sistem keluarga
h. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
i. Faktor keturunan ( tempramen mudah teragitasi sejak lahir)
j. Penyalahgunaan zat
k. Terpapar bahaya lingkungan (misal toksik, polutan dll)
l. Kurang terpapar informasi

2. Harga diri Rendah situasional


1. Definisi : Evaluasi atau perasaan negative terhadap diri sendiri atau kemampuan
klien sebagai respon terhadap situasi saat ini (PPNI, 2016).
2. Tanda dan Gejala
a. Subyektif
a) Mengungkapkan rasa malu/ bersalah
b) Mengungkapkan menjelek-jelekkan diri
c) Mengungkapkan hal-hal yang negative tentang diri (misalnya
ketidakberdayaan dan ketidakbergunaan)
b. Obyektif
a) Keadaan menyalahkan diri secara episodic terhadap permasalahan hidup
yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif
b) Kesulitan dalam membuat keputusan
3. Penyebab
a. Perubahan pada citra tubuh
b. Perubahan peran sosial
c. Ketidakadekuatan pemahaman
d. Perilaku tidak konsisten dengan nilai
e. Kegagalan hidup berulang
f. Riwayat kehilangan
g. Riwayat penolakan
h. Transisi perkembangan

3. Gangguan Pola Tidur


1) Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eskternal
(PPNI, 2016).
2) Tanda dan Gejala
a. Subyektif
a) Ketidkpuasan tidur
b) Sering terjaga
c) Kesulitan tidur
b. Obyektif
a) Tampak lesu/ kurang bergairah
b) Disorientasi
c) Lingkaran hitam dibawah mata
d) Letargi
e) Perubahan perilaku dan penampilan
f) Peka rangsang
3) Penyebab
a. Hambatan lingkungan (misal kelembaban lingkungan sekitar, suhu,
lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadual pemantauan/
pemeriksaan/ tindakan)
b. Kurang kontrol tidur
c. Kurang privasi
d. Reinstraint fisik
e. Ketiadaan teman tidur
f. Tidak familiar dengan peralatan tidur

4. Berduka
1) Definisi : Respon psikologis yang ditunjukkan oleh klien akibat kehilangan (orang,
objek, fungsi, status, bagian tubuh atau hubungan ) (PPNI, 2016)
2) Tanda Gejala
a. Subyektif
a) Merasa sedih
b) Merasa bersalah atau menyelahkan orang lain
c) Tidak menerima kehilangan
d) Merasa tidka ada harapan
e) Mimpi buruk atau pola mimpi berubah
f) Merasa tidak berguna
g) Fobia

a. Obyektif
a) Menangis
b) Pola Tidur berubah
c) Tidak mampu berkonsentrasi
d) Marah
e) Tampak Panik
f) Fungsi Imunitas terganggu
3) Penyebab
a. Kematian keluarga atau orang berarti
b. Antisipasi kematian keluarga atau orang berarti
c. Kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi, status, bagian tubuh, hubungan sosial)
d. Antisipasi kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi, status, bagian tubuh, hubungan
sosial)

5. Koping tidak efektif


1) Definisi: Ketidakmampuan menilai dan merespon stresor dan atau
ketidakmampuan menggunakan sumber-sumber yang ada untuk mengatasi
masalah.
2) Tanda dan Gejala
a. Subyektif
a) Mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah
b) Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar
c) Kekhawatiran kronis
b Obyektif
a) Tidak mampu memenuhi peran yang diharapkan (sesuai usia)
b) Menggunakan mekanisme koping yang tidak sesuai
c) Penyalahgunaan zat
d) Memanipulasi orang lain untuk memenuhi keinginannya sendiri
e) Perilaku tidak asertif
f) Partisipasi sosial kurang
3) Penyebab
a. Ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri mengatasi masalah
b. Ketidakadekuatan sistem pendukung
c. Ketidakadekuatan strategi koping
d. Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan
e. Ketidakcukupan persiapan untuk menghadapi stresor
f. Disfungsi sitem keluarga
g. Krisis situassional
h. Krisis maturasional
i. Kerentanan personalitas
j. Ketidakpastian
6. Keputusasaan
1. Definisi : Individu yang memandang adanya keterbatasan atau tidak tersedianya
alternative pemecahan pada masalah yang dihadapi (PPNI, 2016)
2. Tanda dan Gejala
a. Subyektif
a) Mengungkapkan keputusasaan
b) Sulit tidur
c) Selera makan menurun
b. Obyektif
a) Berperilaku pasif
b) Afek datar
c) Kurang inisiatif
d) Meninggalkan lawan bicara
e) Kurang trelibat dalam aktivitas perawatan
f) Mengangkat bahu sebagai respon pada lawab bicara
3. Penyebab
a. Stres jangka panjang
b. Penurunan kondisi fisiologis
c. Kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual
d. Kehilangan kepercayaan pada nilai-nilai penting
e. Pembatasan aktivitas jangka panjang
f. Pangasingan
2.3 Keputusasaan

2.3.1 Definisi
Keputusasaan merupakan status emosional yang berkepanjangan dan
bersifat subyektif yang muncul saat individu tidak melihat adanya alternatif lain
atau pilihan pribadi untuk mengatasi masalah yang muncul atau untuk mencapai
apa yang diiginkan serta tidak dapat mengerahkan energinya untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan. (carpenito, 563).
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak
dapat memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2005).
Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan,
ketidakmampuan,keraguan, duka cita, apati, kesedihan, depresi, dan bunuh diri.
( Cotton dan Range, 1996 ). Sedangkanmenurut (Pharris, Resnick,dan ABlum,
1997),mengemukakan bahwa keputusasaan merupakan kondisi yang dapat
menguras energi.
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa bahwa
kehidupannya terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain mustahil ). Seseorang
yang tidak memiliki harapan tidak melihat adanya kemungkinan untuk
memperbaiki kehidupannya dan tidak menemukan solusi untuk permasalahannya,
dan ia percaya bahwa baik dirinya atau siapapun tidak akan bisa membantunya.

2.3.2 Etiologi Keputusasaan


Beberapa faktor penyebab orang mengalami keputusasaan yaitu :
a. Faktor kehilangan
b. Kegagalan yang terus menerus
c. Faktor Lingkungan
d. Orang terdekat ( keluarga )
e. Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat mengancam jiwa)
f. Adanya tekanan hidup
g. Kurangnya iman

2.3.3 Manifestasi Klinis Keputusasaan


A. Mayor ( harus ada)
Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang mendalam ,
berlebihan, dan berkepanjangan dalam merespon situasi yang dirasakan
sebagai hal yang mustahil isyarat verbal tentang kesedihan.
Contoh ungkapan :
1. “Lebih baik saya menyerah karena saya tidak mampu memperbaiki
keadaan.”
2. “Masa depan saya seolah suram.”
3. “Saya tidak dapat membayangkan masadepan saya 10 tahun kedepan.”
4. “Saya sadar, saya tidak pernah mendapatkan apa yang saya inginkan
sebelumnya.”
5. “Rasanya saya tidak mungkin menggapai kepuasan dimasa yang akan
datang.”

1) Fisiologis :
a. Respon terhadap stimulus melambat
b. Tidak ada energi
c. Tidur bertambah
2) Emosional :
a. Individu yang putus asa sering sekali kesulitan mengungkapkan
perasaannya tapi dapat merasakan
b. Tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan
pertolongan tuhan
c. Tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup
d. Hampa dan letih
e. Perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa
f. Tidak berdaya,tidak mampu dan terperangkap.

3) Individu memperlihatkan :
a. Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan
b. Penurunan verbalisasi
c. Penurunan afek
d. Kurangnya ambisi,inisiatif,serta minat.
e. Ketidakmampuan mencapai sesuatu
f. Hubungan interpersonal yang terganggu
g. Proses pikir yang lambat
h. Kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan kehidupannya
sendiri.
4) Kognitif :
a. Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan
kemampuan membuat keputusan
b. Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang bukan
masalah yang dihadapi saat ini
c. Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir
d. Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali )
e. Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap
f. Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan tujuan yang
ditetapkan
g. Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta membuat
keputusan
h. Tidak dapat mengenali sumber harapan
i. Adanya pikiran untuk membunuh diri.
B. Minor ( mungkin ada )
1) Fisiologis
a. Anoreksia
b. BB menurun
2) Emosional
a. Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang lain
b. Merasa berada diujung tanduk
c. Tegang
d. Muak ( merasa ia tidak bisa)
e. Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia jalani
f. Rapuh
3) Individu memperlihatkan
a. Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari pembicara
b. Penurunan motivasi
c. Keluh kesah
d. Kemunduran
e. Sikap pasrah
f. Depresi
4) Kognitif
a. Penurunan kemampuan untuk menyatukan informasi yang diterima
b. Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang , masa
datang
c. Bingung
d. Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif
e. Distorsi proses pikir dan asosiasi
f. Penilaian yang tidak logis
2.3.4 Akibat Keputusasaan
Akibat yang dapat ditimbulkan dariterjadinya keputusasaan yaitu :
a. Stres
b. Depresi
c. Galau
d. Sakit
e. Pola hidup yang tidak teratur
f. Letih, Lesu, Lemah; disebabkan karena faktor psikis
g. Hilang kesempatan yang ada, karena ketika kesempatan itu datang ia sibuk
dengan rasa putus asa yang ada.
h. Trauma; tidak lagi memiliki keberanian dan kemampuan untuk melakukan
hal yang sama karena takut akan mengalami rasa putus asa untuk yang
kedua kalinya.
i. Gila; akibat jangka panjang yang umumnya terjadi pada sebagian orang
j. Sakit; diawali dengan makan yang tidak teratur, tidur terlalu larut, beban
pikiran yang berlebihan.
k. Kematian; beberapa mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri dan tidak
hanya karena sakit yang berkepanjangan namun juga karena faktor psikis
yang berlebihan.

2.3.5 Pencegahan
Di bawah ini ada beberapa cara mencegah timbulnya keputusasaan yaitu :
1) Berbaik sangkalah kepada ALLAH,Ingat bahwa setiap yang kita alami ada
hikmahnya. Semua ini hanyalah sebuah cobaan dan bukti kecintaaan tuhan
kepada kita.
2) Berpikir bahwa tidak ada kegagalan yang abadi, karena kita bisa
mengubahnya dengan ber buat hal-hal baru.
3) Tetapkan tindakan kita dalam keadaan apapun kita tetap bisa memilih
tindakan atau mengubah kebiasan lama dan mencari jalan untuk mengatasi
masalah yg tengah kita hadapi
4) Bersikap lebih fleksibel, kehidupan tidak selalu seperti yang di
harapkan. Apabila kita dapat menyesuaikan diri dengan situasi baru maka
ketegangan kita kan berkurang.
5) Kembangkan tindakan yang kreatif Tanyakan pada diri sendiri
"KESEMPATAN APA BAGI SAYA DI SINI ? JALAN MANA YANG
TERBUKA BAGI SAYA ?"
6) Evaluasi setiap situasi. Pikirkan segala tindakan sebelum bertindak agar bisa
di dapatkan pemecah masalah yang baik.
7) Lihat sisi positifnya. Kegagalan memang merupakan pengalaman yang
menyakitkan. Tapi daripada memikirkan kerugian yang kita alami, lebih
baik fokuskan pada apa yang telah kita pelajari.
8) Bertanggung jawab. Jangan salah kan orang lain jika gagal,tapi perhatikan
baik-baik masalah nya dan cobalah memahaminya. Tanyakan pada diri
sendiri bagaimana mengatasinya?
9) Pelihara selera humor dan tertawa memang tidak segera memecahkan
masalah,tetapi akan membantu kita melihat masalah secara perspektif. Hal
itu bagaikan cahaya dalam kegelapan.
10) Ingatlah bahwa kegagalan adalah guru yang paling berharga kita bisa belajar
tentang bagaimana kita bisa gagal dan bagaimana kita mengatasi sebuah
kegagalan.

2.3.6 Penatalaksanaan Keputusasaan


Penatalaksanaan medis pada orang yang mengalami keputusasaan yaitu :
a. Psikofarmaka
Terapi dengan obat-obatan sehingga dapat meminimalkan gangguan
keputusasaan.
b. Psikoterapi
adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah
diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah
baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi
suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi
agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya.
Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan
ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu,
psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali
kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh
seperti semula sebelum sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan untuk
memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional
sehingga penderita mampu membedakan nilai- nilai moral etika. Mana yang
baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak, dsbnya.
Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan
perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri,
psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan
keluarganya.
c. Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu
mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban
keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih
tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.
d. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan
jiwa. Dari penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama
berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini
berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan
puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dsb.
e. Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan
kembali kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di
lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam
program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi
kelompok, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian,
terapi fisik berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok
tanam, rekreasi, dsbnya.
Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan.
Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi
sebelum penderita mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si
penderita akan dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat.
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Dengan Keputusasaan

2.4.1 Pengkajian
a) Identitas klien
Identitas klien meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan dignosa medis.
b) Keluhan utama
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi hati klien: apa
yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui
apa yang mereka pikir dan rasakan adalah :
a. Persepsi yang adekuat tentang rasa keputusasaan
b. Dukungan yang adekuat ketika putus asa terhadap suatu masalah
c. Perilaku koping yang adekuat selama proses
c) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon keputusasaan adalah:
a. Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga
yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis
dalam menghadapi suatu permasalahan
b. Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang
teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
c. Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya
pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat
peka dalam menghadapi situasi masalah dan mengalami keputusasaan.
d. Struktur Kepribadian Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah
diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi.
d) Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan keputusasaan adalah:
1. Faktor kehilangan
2. Kegagalan yang terus menerus
3. Faktor Lingkungan
4. Orang terdekat ( keluarga )
5. Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat mengancam jiwa)
6. Adanya tekanan hidup
7. Kurangnya iman
e) Respon Emosional
Mayor (harus ada):
1. Individu yang putus asa sering sekali kesulitan mengungkapkan
perasaannya tapi dapat merasakan
2. Tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan pertolongan
tuhan
3. Tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup
4. Hampa dan letih
5. Perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa
6. Tidak berdaya,tidak mampu dan terperangkap.
Minor (mungkin ada)
1. Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang lain
2. Merasa berada diujung tanduk
3. Tegang
4. Muak ( merasa ia tidak bisa)
5. Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia jalani
6. Rapuh
f) Respon Kognitif
Mayor ( harus ada)
1. Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan
membuat keputusan
2. Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang bukan masalah
yang dihadapi saat ini
3. Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir
4. Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali )
5. Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap
6. Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan tujuan yang
ditetapkan
7. Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta membuat keputusan
8. Tidak dapat mengenali sumber harapan
9. Adanya pikiran untuk membunuh
diri. Minor (mungkin ada)
1. Penuruna kemampuan untuk menyatukan informasi yang diterima
2. Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang , masa datang
3. Bingung
4. Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif
5. Distorsi proses pikir dan asosiasi
6. Penilaian yang tidak logis

2.4.2 Aplikasi SDKI, SLKI, dan SIKI


No. SDKI SLKI SIKI

1. Keputusasaan Harapan L.09068 Promosi harapan 1.09307


D.0088 1. Selera makan Observasi
meningkat
1. Identifikasi harapan
2. Inisiatif meningkat
pasien dan keluarga
3. Perilaku pasif dalam pencapaian hidup
menurun Terapeutik
4. Pola tidur membaik
2. Sadarkan bahwa kondisi
yang dialami memiliki
nilai penting
3. Pandu mengingat
kembali kenangan yang
menyenangkan
4. Ciptakan lingkungan
yang memudahkan
mempraktikkan
kebutuhan spiritual
Edukasi

5. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan terhadap
kondisi dengan realistis
6. Latih menyusun tujuan
yang sesuai dengan
harapan
7. Latih cara mengenang
dan menikmati masa
lalu.
2. Koping tidak Status koping L.09086 Promosi koping 1.09312
efektif D.0096
1. Kemampuan memenuhi Observasi
peran sesuai usia
meningkat
1. Identifikasi kegiatan jangka
2. Perilaku koping adaptif
pendek dan panjang sesuai
meningkat
tujuan
3. Verbalisasi kemampuan
2. Identifikasi kemampuan yang
mengatasi masalah
dimiliki
meningkat
3. Identifikasi dampak situasi
4. Verbalisasi pengakuan
terhadap peran dan hubungan
masalah meningkat
4. Identifikasi metode
5. Verbalisasi kelemahan
penyelesaian masalah
diri meningkat
6. Perilaku asertif
Terapeutik
meningkat
5. Diskusikan perubahan peran
yang dialami
6. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
7. Motivasi untuk menentukan
harapan yang realistis
8. Kurangi rangsangan
lingkungan yang mengancam

Edukasi

9. Anjurkan keluarga terlibat


10. Latih penggunaan teknik
relaksasi

3. Isolasi sosial Keterlibatan sosial L.13116 Promosi sosialisasi 1.13498


D.0121
1. Minat interaksi Observasi
meningkat 1. Identifikasi kemampuan
2. Minat terhadap aktivitas melakukan interaksi
meningkat dengan orang lain
3. Perilaku menarik diri
menurun 2. Identifikasi hambatan
4. Kontak mata membaik melakukan interaksi
sosial
Terapeutik

3. Motivasi berpartisipasi
dalam aktivitas baru dan
kegiatan kelompok
4. Motivasi berinteraksi di
luar lingkungan

Edukasi

5. Anjurkan ikut serta


kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
6. Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain
7. Latih bermain peran
untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi
BAB 3

PATOFISIOLOGI KEHILANGAN ANGGOTA KELUARGA DENGAN


MASALAH PSIKOSOSIAL KEPUTUSASAAN
3.1 Pohon Masalah

Kehilangan anggota
keluarga

Respon koping

Respon koping
adaptif/ mal adaptif

Berduka

Gangguan konsep
diri

Keputusasaan

3.2 Penjelasan

Seseorang yang sedang dalam kondisi kehilangan anggota keluarga akan mengalami

masalah respon psikologis. Respon psikologis yang dapat terjadi yaitu respon koping adaptif

atau maladaptif. Respon koping adaptif merupakan penggunaan koping yang adaptif

membantu individu dalam beradaptasi untuk menghadapi keseimbangan. Adaptasi individu

yang baik muncul reaksi untuk menyelesaikan masalah dengan melibatkan proses kognitif,

efektif dan psikomotor (bicara dengan orang lain untuk mencari jalan keluar suatu masalah,

membuat berbagai tindakan dalam menangani situasi dan belajar dari pengalaman masa

lalu). Sedangkan respon koping maladaptif merupakan penggunaan koping yang maladaptif
dapat menimbulkan respon negatif dengan munculnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh

dan respon verbal. Perilaku mekanisme koping maladaptif antara lain perilaku agresi dan

menarik diri. Hal ini dapat menyebabkan seseorang berduka yang menimbulakn gangguan

konsep diri yaitu keputusasaan.


DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2017). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dalami, E. (2017). Asuhan Keperawatan Jika Dengan Masalah Psikososial. Jakarta: Trans Info
Media.

Hidayat, A. A. (2015). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Prabowo, E. (2016). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai