IKTERUS NEONATUS
A. Metabolisme Bilirubin
1. Pembentukan bilirubin
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan
bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati,
dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin
oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen
serta pada pH normal bersifat tidak larut.
2. Transportasi bilirubin
3. Ambilan bilirubin
4. Konjugasi bilirubin
5. Sekresi Bilirubin
Sekresi bilirubin diglukuronida ke dalam empedu melalui transportasi aktif.
Sistem transpor ini juga dapat dipicu oleh obat yang menginduksi konjugasi bilirubin.
Normalnya, bilirubin diglukuronida saja yg disekresikan ke dalam empedu
6. Ekskresi bilirubin
Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi akan
dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-glukoronidase). Dengan
bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah menjadi urobilinogen.
D. Etiologi
Peningkatan produksi Billirubin dapat menyebabkan:
1. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah ibu dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
2. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
3. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat
pada bayi Hipoksia atau Asidosis.
4. Defisiensi G6PD/Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
5. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol
(steroid).
6. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat
misalnya pada berat lahir rendah.
7. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
9. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis,
Siphilis.
10. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
11. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
E. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan
sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya akan masuk sirkulasi, dimana
hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Globin (protein) digunakan kembali oleh
tubuh sedangkan heme akan dirubah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan
albumin. Didalam liver bilirubin berikatan dengan protein plasma dan dengan bantuan
enzim glukoronil transferase dirubah menjadi bilirubin konjugata yang akan dikeluarkan
lewat saluran empedu ke saluran intestinal. Di Intestinal dengan bantuan bakteri saluran
intestinal akan dirubah menjadi urobilinogen dan starcobilin yang akan memberi warna
pada faeces. Umumnya bilirubin akan diekskresi lewat faeces dalam bentuk stakobilin dan
sedikit melalui urine dalam bentuk urobilinogen. Pada BBL bilirubin direk dapat dirubah
menjadi bilirubin indirek didalam usus karena terdapat beta – glukoronidase yang berperan
penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin indirek diserap lagi oleh usus kemudian
masuk kembali ke hati.
Keadaan ikterus dipengaruhi oleh :
1. Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran : hemolitik yang meningkat
2. Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena imaturasi hepar.
3. Gangguan transportasi ikatan bilirubin+ albumin menuju hepar, defiiensi albumin
menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas dalam darah yang mudah melewati
sawar otak sehingga terjadi kernicterus
4. Gangguan ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau diluar hepar, karena kelainan
bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena penyakit lain
Mata Genetalia
F. Manifestasi Klinis
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu
dapat pula disertai dengan gejala-gejala :
1. Dehidrasi : Asupan kalori tidak adekuat (misalnya : kurang minum, muntah-muntah)
2. Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (misalnya : Ketidakcocokan
golongan darah ABO, rhesus, defisiensi (G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir : Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup
lainnya.
4. Pletorik (penumpukan darah) : Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan
memotong tali pusat, bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit). Sering dikaitkan dengan infeksi kongenital, sepsis atau
eritroblastosis
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal). Sering berkaitan dengan anemia
hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan kearah ikterus obstruktif, selanjutnya
konsultasikan ke bagian hepatologi.
G. Klasifikasi
Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua :
1. Ikterus fisiologi
Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6 dan
menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa, minum baik, BB naik biasa. Kadar bilirubin
pada bayi aterm tidak lebih dari 12mg/dl, pada BBLR 10mg/dl, dan akan hilang pada hari
ke-14. Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan protein Y dan, enzim
glukoronil transferase yang cukup jumlahnya
2. Ikterus patologis
a. Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan, serum bilirubin total lebih dari 12
mg/dl.
b. Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam
c. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi prematur atau 12 mg/dl pada
bayi aterm.
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis
e. Bilirubin Direk lebih dari mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum mg/dl/jam atau 5
mg/dl/hari.
f. Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm dan 14 hari pada
BBLR.
Keadaan yang menyebabkan ikterus patologis adalah
1. Penyakit hemolitik
2. Kelainan sel darah merah
3. Hemolisis : hematoma, Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan lahir.
4. Infeksi
5. Kelainan metabolik : hipoglikemia, galaktosemia
6. Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti :
sulfonaamida, salisilat, sodium bensoat, gentamisin,
7. Pirau enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi, hirschsprung.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar bilirubin serum (total)
2. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
3. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
4. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
5. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap
galaktosemia.
6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan
pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
I. Penatalaksanaan
a. Ikterus fisiologi
1. Minum ASI dini dan sering
2. Terapi sinar sesuai dengan panduan WHO
3. Pada bayi yang pulang selama 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol lebih
cepat (terutama bila tampak kuning).
b. Ikterus Patologis
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan
intensitas yang tinggi (a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light
spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi
dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh
darah melalui mekanisme difusi. Didalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin
dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke
dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery
dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin
dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan
peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan
Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada
kadar Bilirubin Indirek 4-5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari
1000gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi
Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d. Tes Coombs Positif
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg/dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel
darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
Bilirubin
3. Komplikasi
Komplikasi terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak dengan gambaran klinik :
1. Letargi / lemas
2. Kejang
3. Tak mau menghisap
4. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
5. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang
6. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental
e. Genogram, kesehatan keluarga dan riwayat Psikososial orang tua kesehatan keluarga
f. Riwayat imunisasi
g. Pola kebiasaan sehari-hari (nutrisi, eliminasi BAK dan BAB, pola istirahat dan tidur)
- Pemeriksaan penunjang
- Penatalaksanaan
INTERVENSI RASIONAL
1. Pemberian cairan dan elektrolit sesuai 1. Memenuhi kebutuhan cairan sehingga
protokol tubuh akan terpenuhi untuk menjamin
2. Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, keadekuatan
turgor, membran mukosa 2. Dapat menentukan tanda-tanda
3. Kaji pemasukkan dan pengeluaran dehidrasi dengan tepat
cairan 3. Mengetahu keseimbangan antara
4. Monitor TTV masukan dan pengeluaran
5. Kaji hasil test elektrolit 4. Mengetahui status perkembangan
pasien
5. Perpindahan cairan atau elektrolit,
penurunan fungsi ginjal dapat meluas
mempengaruhi penyembuhan pasien
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi suhu dengan sering, ulangi 1. Hipotermia membuat bayi cenderung
setiap 5 menit selama penghangatan pada stress dingin, penggunaan
ulang simpanan lemak coklat yang tidak
2. Perhatikan adanya takipnea atau apnea, dapat diperbaiki bila ada dan
sianosis, umum, akrosianosi atau kulit penurunan sensitivitas untuk
belang bradikardia, menangis buruk, meningkatkan kadar CO² (hiperkapnea
letarki, evaluasi derajat dan lokasi dan penurunan kadar O² (hipoksia)
ikterik 2. Tanda-tanda ini menandakan stress
3. Tempatkan bayi pada penghangat, dingin yang meningkatkan O² dan
isolette, inkubator, tempat tidur terbuka kalori serta membuat bayi cenderung
dengan penyebar hangat, atau tempat pada asidosis berkenaan dengan
tidur bayi terbuka dengan pakaian tepat metabolik anaerobik
untuk bayi yang lebih besar atau tua 3. Mempertahankan lingkungan
4. Gunakan lampu pemanas penyebar termometral, membantu mencegah
hangat atau bayi dengan penutup plastik stress dingin
atau kaersta alumunium bila tepat. 4. Menjaga suhu tubuh dalam batas
Objek panas berkontak dengan tubuh normal
bayi seperti stetoskop 5. Menurunkan kehilangan panas melalui
5. Ganti pakaian atau linen tempat tidur evaporasi
bila basah. Pertahankan kepala bayi
tetap tertutup