Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT


TRAUMA MEDULA SPINALIS
TAHUN 2020

Oleh :

HERMIN NUR OKTAVIA


2019.04.029

PROGRAM STUDI PROFESI (NERS)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2019-2020
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA MEDULA SPINALIS

A. ANATOMI FISIOLOGI
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi
melindungi medula spinalis dan menunjang berat kepala serta
batang tubuh, yang diteruskannya ke lubang-lubang paha dan
tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitus
intervertebralis.

Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :

a. Vetebrata Thoracalis (atlas)

Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus


tetapi hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua
(axis) ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata
cervitalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus
spinasus paling panjang.

b. Vertebrata Thoracalis
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus
berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian
belakang thorax.

c. Vertebrata Lumbalis

Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk


ginjal, berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang,
memiliki corpus vertebra yang besar ukurnanya sehingga
pergerakannya lebih luas kearah fleksi.

d. Os. Sacrum

Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang


kengkang dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung
yang membentuk tulang bayi.

e. Os. Coccygis

Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia,


mengalami rudimenter.

Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka


kolumna vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung
antero-pesterior : lengkung vertikal pada daerah leher melengkung
kedepan daerah torakal melengkung kebelakang, daerah lumbal
kedepan dan daerah pelvis melengkung kebelakang. Kedua lengkung
yang menghadap pasterior, yaitu torakal dan pelvis, disebut promer
karena mereka mempertahankan lengkung aslinya kebelakang dari
hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin dengna kepala
membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul
dimiringkan keatas kearah depan badan. Kedua lengkung yang
menghadap ke anterior adalah sekunder → lengkung servikal
berkembang ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat
sekelilingnya sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk
ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta mempertahankan tegak.
(lihat gambar A1)

Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang


kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan
tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberikan
fleksibilitas dan memungkinkan membonkok tanpa patah. Cakramnya
juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila
menggerakkan berat badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan
dengan demikian otak dan sumsum belkang terlindung terhadap
goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan,
menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk tapal batas
pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan
pada iga.

(Eveltan. C. Pearah, 2017 ; 56 – 62)

Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula


ablonata, menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan
berakhir diantara vertebra-lumbalis pertama dan kedua. Disini medula
spinalis meruncing sebagai konus medularis, dna kemudian sebuah
sambungan tipis dasri pia meter yang disebut filum terminale, yang
menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis. Sumsum
tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian
depannya dibelah oleh figura anterior yang dalam, sementara bagian
belakang dibelah oleh sebuah figura sempit.

Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan


lumbal. Dari penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna
melayani anggota badan atas dan bawah : dan plexus dari daerah
thorax membentuk saraf-saraf interkostalis. Fungsi sumsum tulang
belakang : a. Mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian
tubuh dan bergerak refleks.
Untuk terjadinya geraka refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut :

1. Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit

2. Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut


menuju sel-sel dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya
menuju substansi kelabu pada karnu pasterior mendula spinalis.

3. Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung


menghantarkan impuls-impuls menuju karnu anterior medula
spinalis.

4. sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang


menerima dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag
motorik.

5. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh


impuls saraf motorik.

6. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila


terputus pada daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada
daerah torakal) paralisis beberapa otot interkostal, paralisis pada
otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah, serta
paralisis sfinker pada uretra dan rektum.

B. PENGERTIAN

Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis


yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner &
Suddarth, 2018)

Trauma medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan


sumsum yang mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh
manusia yang diklasifikasikan sebagai : komplet (kehilangan sensasi dan
fungsi motorik total), tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan
fungsi motorik)

Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis


yang disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu
mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita
itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka
dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat
digunakan (Mansjoer, A. 2017).

C. ETIOLOGI

Penyebab dari cidera medulla spinalis yaitu :

1. kecelakaan otomobil, industri


2. terjatuh, olah-raga, menyelam
3. luka tusuk, tembak
4. tumor.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena
2. Paraplegia
3. tingkat neurologik
4. paralisis sensorik motorik total
5. kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung
kemih)
6. penurunan keringat dan tonus vasomoto
7. penurunan fungsi pernafasan
8. gagal nafas
(Diane C. Baughman, 2019 : 87)

E. PATOFISIOLOGI
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara
(pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi
substansi medulla, (lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai
transaksi lengkap medulla (membuat pasien paralisis).

Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat


merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal,
segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada cedera, serabut-serabut
saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis
menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera medulla spinalis akut.

Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn


iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.

Cidera medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5

- Lesi 11 – 15 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat


paha dan bagian dari bokong.

- Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior


paha.

- Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.

- Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.

- Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.


F. PATHWAY

kecelakaan otomobil, industry, terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk/tembak tumor.

Kerusakan medula spinalis

Hemoragi

Serabut- serabut membengkak/hancur

Trauma Medula Spinalis

Spasme Otot paravertebralis,

Iritasi serabut saraf Kerusakan Kerusakan C5 Kerusakan Lumbal 1 Kerusakan Lumbal 2-5 Gangguan fungsi

T1-T12 rektum dan fecika urinaria

Perasaan Nyeri,

ketidaknyamananKehilangan Kehilangan inervasi HR↓ Ketidakmampuan Paraplegia


otot intercostal Ejakulasi Paralisis
Inkontinensia Inkontinensia
Usus urine
Nyeri Akut fungsional
Batuk ↓Fungsi Pergerakan
Penurunan Curah Disfungsi
Jantung seksual Sendi
Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif
Resiko kerusakan Sindrom defisit Kerusakan Mobilitas
integritas kulit self care Fisik
G. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK
1. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk
kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
2. Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
3. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
kompresi
4. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika
faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang
sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah
mengalami luka penetrasi).

- Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan


pada diafragma, atelektasis)

- Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur


volume inspirasi maksimal khususnya pada
pasien dengan trauma servikat bagian bawah
atau pada trauma torakal dengan gangguan
pada saraf frenikus /otot interkostal).

- GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi

(Marilyn E. Doengoes, 2019 ; 339 – 340)


H. KOMPLIKASI
1. Neurogenik shock.
2. Hipoksia.
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic Hipotensi
6. Ileus Paralitik
7. Infeksi saluran kemih
8. Kontraktur
9. Dekubitus
10. Inkontinensia blader
11. Konstipasi

I. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medula


spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit
neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan
oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.

1. Farmakoterapi
2. Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema
medela.
3. Tindakan Respiratori

1. Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.

2. Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari


fleksi atau eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.

3. Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus)


untuk pasien dengan lesi servikal yang tinggi.
Reduksi dan Fraksi skeletal

1. Cedera medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi,


dislokasi, dan stabilisasi koluma vertebrata.

2. Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu


bentuk traksi skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo
vest.

3. Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi

Intervensi bedah = Laminektomi

Dilakukan Bila :

1. Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi

2. Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal

3. Cedera terjadi pada region lumbar atau torakal

4. Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi


fraktur spinal atau dislokasi atau dekompres medulla.

(Diane C. Braughman, 2019 ; 88-89)


Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Primary Survey
a. Airway
Pengkajian pernafasan yang lengkap sangat penting untuk
menentukan kelangsungan hidup pasien dan prognosisnya. Pengkajian
utama dimulai dengan mengevaluasi kebersihan nafasnya. Bila ada
sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan
jari atau suction jika tersedia. Pada pasien yang tidak sadar, alat
pernafasan melalui mulut dimasukkan dan di samping itu juga leher
pasien dipertahankan dalam posisi netral. Pasien harus dibantu dengan
memberikan intubation sebelum dapat terjadi hipoksia berat yang
mana dapat merusak medulla spinalis.
- Look : Lihat gerakan pergerakan naik turunnya dada.
- Listen : Dengar suara napas pada mulut pasien. Kaji ada atau
tidaknya suara napas tambahan seperti snoring, gurgling, dan
crowing.
- Feel : Rasakan adanya aliran udara pernafasan.
b. Breathing
Kaji ada atau tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya
dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada
suara nafas tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau wheezing.
Selain itu kaji juga kedalaman nafas klien. Berikan oksigenasi yang
adekuat dan bantuan ventilasi bila diperlukan. Waspadai adanya sesak
napas dan gagal napas.
c. Circulation
Ada 3 penemuan klinis yg dlm hitungan detik dapat
memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik,yaitu :
tingkat kesadaran, warna kulit, dan nadi.
d. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara
cepat.Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil.
- Penilaian Tingkat kesadaran,ukuran dan reaksi pupil,tanda-
tanda lateralisasi dan tingkat level cedera spinal.
- Penilaian GCS.
e. Exposure : akral dingin, kering
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara
menggunting untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan
lengkap dan visualisasi head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien
dengan trauma medula spinalis. Setelah pakaian dibuka, penderita
harus diselimuti agar penderita tidak kedinginan.

2. Secondary Survey
a. Anamnesis
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis,
atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan
obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama)
b. Pemeriksaan Fisik
- B1 (Breath) : Klien sulit bernapas, pernapasan dangkal atau
labored , periode apnea , penurunan bunyi napas, dan ronkhi.
- B2 (Blood) : Hipotensi , hipotensi postural, bradikardi,
ektremitas dingin, sianosis, dan pucat.
- B3 (Brain) : Nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah
trauma.
- B4 (Bladder) : Inkontinensia defekasi dan berkemih, dan retensi
urine.
- B5 (Bowel) : Distensi abdomen, peristaltic usus hilang, dan
melena.
- B6 (Bone) : Terjadi kelemahan dan kelumpuhan otot pada/
dibawah lesi.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan kelemahan


/paralisis otot-otot abdomen dan intertiostal dan ketidakmampuan
untuk membersihkan sekresi.

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan fungsi


motorik dan sesorik.

3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan


penurunan immobilitas, penurunan sensorik.

4. Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk


berkemih secara spontan.
5. Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat
gangguan autonomik.

6. Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan immobilitas lama, cedera


psikis dan alt traksi

C. Intervensi

1. Tujuan : Meningkatkan pernapasan yang adekuat

Kriteria hasil : Batuk efektif, pasien mampu mengeluarkan seket,


bunyi napas normal, jalan napas bersih, respirasi
normal, irama dan jumlah pernapasan, pasien, mampu
melakukan reposisi, nilai AGD : PaO2 > 80 mmHg,
PaCO2 = 35-45 mmHg, PH = 7,35 – 7,45

Rencana Tindakan

a. Kaji kemampuan batuk dan reproduksi sekret

R/ Hilangnya kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen


berpengaruh terhadap kemampuan batuk.

b. Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi leher, brsihkan sekret)

R/ Menutup jalan nafas.

c. Monitor warna, jumlah dan konsistensi sekret, lakukan kultur

R/ Hilangnya refleks batuk beresiko menimbulkan pnemonia.

d. Lakukan suction bila perlu

R/ Pengambilan secret dan menghindari aspirasi.

e. Auskultasi bunyi napas

R/ Mendeteksi adanya sekret dalam paru-paru.

f. Lakukan latihan nafas


R/ mengembangkan alveolu dan menurunkan prosuksi sekret.

g. Berikan minum hangat jika tidak kontraindikasi

R/ Mengencerkan sekret

h. Berikan oksigen dan monitor analisa gas darah

R/ Meninghkatkan suplai oksigen dan mengetahui kadar olsogen


dalam darah.

i. Monitor tanda vital setiap 2 jam dan status neurologi

R/ Mendeteksi adanya infeksi dan status respirasi.

2. Tujuan : Memperbaiki mobilitas

Kriteria Hasil : Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak


adanya kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan
bagian tubuh yang sakit /kompensasi,
mendemonstrasikan teknik /perilaku yang
memungkinkan melakukan kembali aktifitas.

Rencana Tindakan

a. Kaji fungsi-fungsi sensori dan motorik pasien setiap 4 jam.

R/ Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien setiap 4 jam.

b. Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan


tubuh dan kenyamanan pasien.

R/ Mencegah terjadinya dekubitus.

c. Beri papan penahan pada kaki

R/ Mencegah terjadinya foodrop

d. Gunakan otot orthopedhi, edar, handsplits

R/ Mencegah terjadinya kontraktur.


e. Lakukan ROM Pasif setelah 48-72 setelah cedera 4-5 kali /hari

R/ Meningkatkan stimulasi dan mencehag kontraktur.

f. Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien.

R/ Menunjukan adanya aktifitas yang berlebihan.

g. Konsultasikan kepada fisiotrepi untuk latihan dan penggunaan otot


seperti splints

R/ Memberikan pancingan yang sesuai.

3. Tujuan : Mempertahankan Intergritas kulit

Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan,


bebas dari infeksi pada lokasi yang tertekan.

Rencana Tindakan

a. Kaji faktor resiko terjadinya gangguan integritas kulit

R/ Salah satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi,


Inkontinensia bladder /bowel.

b. Kaji keadaan pasien setiap 8 jam

R/ Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.

c. Gunakan tempat tidur khusus (dengan busa)

R/ Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi resiko


dekubitas

d. Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap anatomis

R/ Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan


posisi meningkatkan sirkulasi darah.

e. Pertahankan kebersihan dan kekeringan tempat tidur dan tubuh


pasien.

R/ Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya


kerusakan kulit
f. Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang yang
menonjol setiap 2 jam dengan gerakan memutar.

R/ Meningkatkan sirkulasi darah

g. Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein

R/ Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan

h. Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari

R/ Mempercepat proses penyembuhan

4. Tujuan : Peningkatan eliminasi urine

Kriteria Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder


tanpa residu dan distensi, keadaan urine jernih, kultur
urine negatif, intake dan output cairan seimbang

Rencana tindakan

a. Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih

R/ Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran


kemih

b. Kaji intake dan output cairan

R/ Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder.

c. Lakukan pemasangan kateter sesuai program

R/ Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks


berkemih sehingga perlu bantuan dalam pengeluaran urine

d. Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari

R/ Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya ........

e. Cek bladder pasien setiap 2 jam


R/ Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic
hyperrefleksia

f. Lakukan pemeriksaan urinalisa, kultur dan sensitibilitas

R/ Mengetahui adanya infeksi

g. Monitor temperatur tubuh setiap 8 jam

R/ Temperatur yang meningkat indikasi adanya infeksi.

5. Tujuan : Memperbaiki fungsi usus

Kriteria hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang lembek,


berbentuk.

Rencana tindakan

a. kaji pola eliminasi bowel

R/ Menentukan adanya perubahan eliminasi

b. Berikan diet tinggi serat

R/ Serat meningkatkan konsistensi feses

c. Berikan minum 1800 – 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi

R/ Mencegah konstipasi

d. Auskultasi bising usus, kaji adanya distensi abdomen

R/ Bising usus menentukan pergerakan perstaltik

e. Hindari penggunaan laktasif oral

R/ Kebiasaan menggunakan laktasif akan tejadi ketergantungan

f. Lakukan mobilisasi jika memungkinkan

R/ Meningkatkan pergerakan peritaltik


g. Berikan suppositoria sesuai program

R/ Pelunak feses sehingga memudahkan eliminasi

h. Evaluasi dan catat adanya perdarah pada saat eliminasi

R/ Kemungkinan perdarahan akibat iritasi penggunaan suppositoria

6. Tujuan : Memberikan rasa nyaman

Kriteria hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri /ketidak nyaman,


mengidentifikasikan cara-cara untuk mengatasi nyeri,
mendemonstrasikan penggunaan keterampilan
relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai kebutuhan
individu.

Rencana tindakan

a. Kaji terhadap adanya nyeri, bantu pasien mengidentifikasi dan


menghitung nyeri, misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala
0 – 1-

R/ Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera


misalnya dada / punggung atau kemungkinan sakit kepala dari
alat stabilizer

b. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan posisi, masase,


kompres hangat / dingin sesuai indikasi.

R/ Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk


keuntungan emosionlan, selain menurunkan kebutuhan otot
nyeri / efek tak diinginkan pada fungsi pernafasan.

c. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman imajinasi


visualisasi, latihan nafas dalam.

R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol,


dan dapat meningkatkan kemampuan koping

d. kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, relaksasi otot, misalnya


dontren (dantrium); analgetik; antiansietis.misalnya diazepam
(valium)
R/ Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk
menghilangkan-ansietas dan meningkatkan istrirahat.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol.

3 . Jakarta : EGC.

Carpenito, L. T, 2018. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 6. Jakarta ; EGC

Doengoes, M. E, 2019, Rencana Asuham Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta ;

EGC

Luckman, J. and Sorensens R.C. 2018. Medical Surgical Nursing a

Psychophysiologic approach, Ed : 4. Philadelphia ; WB, Souders Company.

Mansjoer, A. 2017. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI

Pearce Evelyn C. 2017. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT.

Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai