Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN TRAUMA CERVIKAL

DI RUANG INTENSIVE GAWAT DARURAT


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
Nunik Nurhidayatul Ma’rifah, S.Kep
NIM. 2101031015

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2022
ANATOMI DAN FISIOLOGIS
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur
lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang
belakang. Diantara tiap dua ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang
rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57-67
cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang terpisah
dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang
Vertebra dikelompokkan dan dinamai sesuai dengan daerah yang ditempatinya
yaitu:
1. 7 vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk.
2. 12 vertebra torakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian belakang torax
atau dada.
3. 5 vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang membentuk daerah lumbal atau
pinggang.
4. 5 vertebra sakralis atau ruas tulang kelagkangan membentuk sakrum atau tulang
kelangkangan.
5. 4 vertebra kosigeus atau ruas tulang tungging membentuk tulang koksigius atau
tulang tungging.
Pada tulang leher, punggung, dan pinggang ruasnya tetap tinggal jelas terpisah
selama hidup dan disebut ruas yang dapat bergerak. Ruas pada dua daerah bawah,
sakrum dan koksegius, pada masa dewasa bersatu membentuk dua tulang. Ini
disebut ruas tak bergerak
Fungsi dari kolumna vertebralis, kolumna vertebralis bekerja sebagai
pendukung badan yang kokoh dan sekaligus juga bekerja sebagai penyangga
dengan perantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungannya
memberi fleksibilitas dan memungkinkan membengkok tanpa patah. (Guyton,
2015)
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA CERVIKAL
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal
dan medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur
vertebra servikalis dan ditandai dengan kompresi pada medula spinalis daerah
servikal. Dislokasi servikal adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang
servikal. Subluksasi servikal merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal
lepas. Fraktur servikal adalah terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra
servikalis. (Keliat, 2017)
Tulang belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai
ke selangkangan. Tulang vertebrae terdiri dari 33 tulang :
a. 7 buah tulang servikal
b. 12 buah tulang torakal
c. 5 buah tulang lumbal
d. 5 buah tulang sacral

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervikalis, vertebralis dan


lumbalis akibat trauma

2. Etiologi
Trauma Cervikal disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang
belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampuan tulang
dalammelindungi saraf-saraf belakangnya. Trauma langsung tersebut dapat
berupa:
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Kecelakaan olahraga
c. Jatuh dari pohon/bangunan
d. Luka tusuk
e. Luka tembak
f. Kejatuhan benda keras
3. Manifestasi Klinis
a. Lesi C1-C4 : Otot diafragma dan otot interkosta mengalami
partalisis dan tidak ada gerakan.
b. Lesi C5 : Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami
kerusakan, fungsi diafragma rusak sekunder terhadap edema
pascatrauma akut.
c. Lesi C6 : Pada lesi C6 distres pernafasan dapat terjadi karena
paralisis intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis.
d. Lesi C7 : Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot
diafragma dan aksesori untuk mengkompensasi otot abdomen dan
interkosta.
4. Patofisiologi
Trauma Cervikal C1-C2 terdapat kerusakan fungsi atlantoksiptalis
sehingga terjadi ketidakmampuan untuk menggerakkan kepala sehingga
menimbulkan nyeri dan gangguan mobilitas fisik, fraktur cervical C2-C5
terjadi kerusakan nervus frenikus dan hilangnya inervasi otot pernapasan
aksesori dan interkosta yang menyebabkan penurunan compliance paru
sehingga pola nafas terganggu, C4-C5 terdapat kerusakan tulang cervical
sehingga medulla spinalis terjepit oleh ligamentum flafum posterior sehingga
stimulasi mediator kimia mengalami pelepasan dan terjadi gangguan antara
saraf motoric dan sensorik shingga gangguan mobilitas fisik karena terlalu
lama maka akan menyebabkan resiko kerusakan integritas kulit dan deficit
perawatan diri, C5-C7 dapat mempengaruhi otot napas dan otot abdominal
diafragma sehingga pola napas terganggu. (Suprapto, 2015)
5. Pathway
Trauma Langsung Trauma Tidak Langsung Trauma Psikologis

Fraktur Cervikal

C1-C2 C3-C5 C4-C5 C5-C7

Kerusakan Fungsi Kerusakan Nervus Kerusakan tulang cervical pengaruh pada


Atlanto-oksiptalis frenikus otot napas
Penjepitan medulla spinalis (interkosta,para
Ketidakmampuan Hilangnya inervasi oleh ligamentum flafum sternan scalenus)
Menggerakkan kepala otot pernapasan posterior dan otot abdomi
Aksesori dan interkosta nal(diafragma,
Stimulasi pelepasan trapezius, pecto
Nyeri
akut Penurunan compliance paru mediator kimia ralis mayor)

Gangguan Pola Napas Tidak Gangguan saraf sensoris


Pola napas
mobilitas fisik Efektif dan motorik tidak efektif

Gangguan mobilitas fisik

Imobilisasi Lama Defisit


perawatan diri

Resiko kerusakan
integritas kulit

(Suprapto, 2015)
6. Klasifikasi
Trauma daerah servikal, sebagai berikut:
a. Trauma atlas C1
Fraktur ini terjadi pada kecelakaan jatuh dari ketinggian dan posisi
kepala menopang badan dan daerah servical mendapat tekanan hebat.
Condylusoccipitalis pada basis crani dapat menghancurkan cincin
tulang atlas. Jika tidak ada cedera angulasi dan rotasi maka pergeseran
tidak berat dan medulla spinalis tidak ikut cedera. Pemeriksaan
radiologi yang dilakukan adalah posisi anteroposterior dengan mulut
pasien dalam keadaan terbuka. Terapi untuk fraktur tipe stabil seperti
fraktur atlas ini adalah immobilisasiservical dengan collar plaster
selama 3 bulan.
b. Pergeseran C1 C2 (Sendi Atlantoaxial)
Atlas dan axis dihubungkan dengan ligamentum tranversalis dari atlas
yang menyilang di belakang prosesus odontoid pada axis. Dislokasi
sendi atlantoaxial dapat mengakibatkan arthritis rheumatoid karena
adanya perlunakan kemudian akan ada penekanan ligamentum
tranversalis. Fraktur dislokasi termasuk fraktur basis prosesus odontoid.
Umum nya ligamentum tranversalis masih utuh dan prosesus odontoid
pindah dengan atlas dan dapat menekan medulla spinalis. Terapi untuk
fraktur tidak bergeser yaitu imobilisasi vertebra cervical.
Terapi utnuk fraktur geser atlantoaxial adalah reduksi dengan traksi
continues.
c. Ekstensi sprain (kesleo) cervical (Whiplash injury)
Mekanisme cedera pada jaringan lunak yang terjadu bila leher tiba-tiba
tersentak ke dalam hiperekstensi. Biasanya cedera ini terjadi setelah
tertabrak dari belakang, badan terlempar ke depan dan kepala tersentak
ke belakang. Terdapat ketidaksesuaian mengenai patologi yang tepat tet
api kemungkinan ligament longitudinal anterior meregang atau robek
dan diskus mungkin juga rusak. Pasien mengeluh nyeri dan kekakuan
pada leher yang refrakter dan bertahan selama setahun atau lebih lama.
Keadaan ini sering disertai dengan gejala lain yang lebih tidak jelas,
misalnya nyeri kepala, pusing, depresi, penglihatan kabur dan rasa baal
atau parestesia pada lengan. Biasanya tidak terdapat tanda-tanda fisik
dan pemeriksaan dengan sinar-x hanya memperlihatkan perubahan kecil
pada postur.Tidak ada bentuk terapi yang telah terbukti bermanfaat,
pasien diberikan analgetik dan fisioterapi. (Ivones, 2015)
7. Komplikasi
a. Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar
akibat trauma.
b. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek
menyebabkan mal union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan
lunak yang terjepit di antara fragmen tulang.
c. Non union jika tulang tidak menyamung dalam waktu 20 minggu. Hal ini
diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
d. Tromboemboli, infeksi. Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman
pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan.
e. Emboli lemak. Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler.
8. Pemeriksaan ASIA (American Spinal Injury Association)
A Komplit Tidak ada fungsi motorik atau sensorik yang
dilayani pada sakral segmen S4-S5
B Inkomplit Ada fungsi sensorik tanpa fungsi motorik yang
dilayani di bawah level neurologik dan meliputi
sakral segmen S4-S5
C Inkomplit Fungsi motorik dilayani dibawah level neurologik
dan lebih dari setengah otot utama dibawah level
neurologik memiliki derajat otot kurang dari 3
D Inkomplit Fungsi motorik dilayani di bawah level neurologik,
dan sedekitnya setengah otot utama derajatnya 3
atau lebih
E Normal Fungsi motorik dan sensorik adalah normal
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas

Terdiri dari nama, no.rm, pekerjaan, agama, jenis kelamin, alamat,


tanggal masuk RS, alasan masuk, penanggung jawab.

b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Karena kecelakaan yang mengakibatkan trauma tulang belakang
pasien mengalami gangguan mobilitas fisik, nyeri, dan komplikasi
lain.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat kecelakaan di jalan raya (penyebab paling sering),
olahraga (menyelam pada air yang dangkal), luka tembak atau luka
tikam.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya trauma tulang belakang tidak ada faktor herediter, tapi
dikarenakan ada riwayat seperti kecelakaan.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a) Kesadaran
Gambaran kondisi klien berupa adanya wajah tampak meringis,
klien merasa kesakitan.
b) Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah
Dapat normal atau naik turun, perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk.
2) Body Sistem
a) Sistem Persyarafan

Inspeksi : Leher nampak miring kesamping

Palpasi : Ada nyeri tekan pada leher

b) Sistem Kardiovaskuler

Inspeksi : Kesadaran baik, bentuk dada normal chest

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Auskultasi : Irama jantung tidak teratur

c) Sistem Integumen

Inspeksi : Rambut hitam, tidak ada ketombe

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada oedema.

d) Sistem Gastrointestinal

Inspeksi : Mukosa bibir kering, keadaan gigi baik dan lengkap,

ada gangguan menelan.

e) Sistem Muskuloskeletal

Inspeksi : Kekuatan otot berkurang, pola aktifitas terganggu.

f) Sistem Abdomen
Inspeksi : Tidak nampak pembesaran pada abdomen

Palpasi : Distensi abdomen tidak ada

Perkusi : Tidak ada penimbunan cairan dan masa

Auskultasi : Peristaltik usus hilang

g) Sistem Perkemihan

Palpasi : Biasanya tidak ada oedema

h) Sistem Pendengaran

Inspeksi : Simetris kanan dan kiri

Palpasi : Tidak ada pengeluaran sekret, fungsi pendengaran baik

i) Sistem Penglihatan

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, konjungtiva nampak pucat,

kelopak mata tidak oedema

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada mata

j) Ekstremitas bawah

Inspeksi : Pergerakan klien terbatas

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada oedema.

3) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Diagnostik
a) Sinar X Spinal : Untuk menentukan lokasi dan jenis
cedera tulang ( fraktur atau dislok)
b) CT Scan : Untuk menentukan tempat luka / jejas
c) MRI : Untuk mengidentifikasi kerusakan
syaraf spinal
d) Foto Rontgen Thorak : Untuk mengetahui keadaan paru
e) AGD : Untuk menunjukkan keefektifan
pertukaran gas dan upaya ventilasi. (Suddarth, 2016)
4) Penatalaksanaan Medis
a) Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation).
b) Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway :
head tilt, chin lift, jaw thrust. Jangan memutar atau menarik
leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan
pemasangan intubasi nasofaring.
c) Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan
servikal collar, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
d) Menyediakan oksigen tambahan.
e) Tinggikan ekstremitas bawah (Maja, 2016)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut (D.0077)
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
2) Penyebab
a) Agen pencedera fisiologi (mis, inflamasi, iskemia, neoplasma)
b) Agen Pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimia iritan)
c) Agen pencedera fisik (mis, abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan.
3) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Mengeluh nyeri
Objektif
a) Tampak meringis
b) Gelisah
c) Sulit tidur
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola napas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
5) Kondisi klinis terkait
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrom Koroner Akut
e) Glaukoma. (PPNI, 2017)
6) Intervensi Nyeri Akut
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emlosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
konstan.
a) Tujuan
Agar nyeri dapat segera di atasi
b) Kriteria Hasil
a. Skala nyeri menurun
b. Tidak gelisah
c. Tidak tampak meringis
d. Tidak kesulitan untuk tidur
c) Intervensi SIKI
1) Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi
kualitas, intensitas nyeri.
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
nyeri
d. dentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.
2) Terapeutik
a. Berikan terapi nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
misalnya terapi musik.
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
misalnya suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
3) Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor diri secara mandiri
4) Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
1) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri.
2) Penyebab
a) Kerusakan integritas struktur tulang
b) Penurunan kekuatan otot
c) Nyeri
d) Kekakuan sendi
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif
a) Kekuatan otot menurun
b) Rentang gerak (ROM) menurun
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Nyeri saat bergerak
b) Enggan melakukan pergerakan
c) Merasa cemas saat bergerak
Objektif
a) Sendi kaku
b) Gerakan tidak terkoordinasi
c) Gerakan terbatas
d) Fisik lemah
5) Kondisi klinis terkait
a) Cedera medulla spinalis
b) Trauma
c) Fraktur
d) Stroke (PPNI 2017)
6) Intervensi gangguan mobilitas fisik
Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas pergerakan fisik
a) Tujuan
Untuk lebih meningkatkan aktivitas dan pergerakan fisik
b) Kriteria Hasil
a. Kekuatan otot meningkat
b. Tidak ada kontrakstur, pasien mampu beraktifitas kembali
secara bertahap
c) Intervensi (SIKI)
1) Observasi
a. Identifikasi adanya nyeri aatau keluhan fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
c. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
2) Terapeutik
a. Fasilitas melalukan pergerakan jika perlu
b. Libatkan keluarga untuk membantu pasien melakukan
pergerakan
3) Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b. Ajarkan mobilisasi sederhana
c. Pola napas tidak efektif (D.0005)
1) Definisi
Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
2) Penyebab
a) Depresi pusat pernapasan
b) Hambatan upaya napas misalnya nyeri saat bernapas, kelemahan
otot pernapasan
c) Kerusakan inervasi diafragma
d) Cedera pada medulla spinalis
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Dispnea
Objektif
a) Penggunaan otot bantu pernapasan
b) Fase ekspirasi memanjang
c) Pola napas abnormal misalnya takipnea, bradypnea,
hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes)
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
Ortopnea
Objektif
a) Pernapasan cuping hidung
b) Tekanan inspirasi menurun
c) Ekskursi dada berubah
5) Kondisi klinis terkait
a) Depresi system saraf pusat
b) Cedera kepala
c) Trauma thoraks
d) Multiple sclerosis
e) Stroke
6) Intervensi pola napas tidak efektif
Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas
a) Tujuan
Untuk mengurangi hambatan upaya napas misalnya nyeri pada
saat bernapas
b) Kriteria hasil
a. Ventilasi adekuat, tanda sianosis tidak ada
c) Intervensi (SIKI)
1) Observasi
a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
b. Monitor bunyi napas tambahan misalnya gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi kering
2) Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan jaw-thrust
b. Berikan oksigen jika perlu
3) Edukasi
a. Jika laki-laki anjurkan pasien untuk tidak merokok
b. Hindari konsumsi alcohol
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, jika perlu

3. Impementasi Keperawatan

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas


yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi ini dapat
tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan,
memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang
dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Prabowo,
2014 : 42).

4. Evaluasi
Mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni :
1) Nyeri yang menetap atau bertambah
2) Kebutuhan akan rasa nyaman terpenuhi
3) Pola berkemih berubah
4) Mengerti tentang kondisi yang dialami (Prabowo, 2014 : 42).
DAFTAR PUSTAKA

Bibliography
Guyton, Arthur C 2015. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta; EGC
Ivones, J. H. (2015). Buku Ajar Ortophedi dan Fraktur . Jakarta: Widya Medika.
Keliat, B. A. (2017). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi . Jakarta: EGC.
Maja, J. (2016). Diagnosis dan Penatalaksanaan Cedera Cervikal. Jurnal biomedik,
181.
Suddarth, B. d. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Suprapto, H. d. (2015). Patologi dan Patofisiologi penyakit . Yogyakarta: Nuha
Medika.
PPNI, (2017) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat
PPNI, (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat

Anda mungkin juga menyukai