OLEH:
Nunik Nurhidayatul Ma’rifah, S.Kep
NIM. 2101031015
2. Etiologi
Trauma Cervikal disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang
belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampuan tulang
dalammelindungi saraf-saraf belakangnya. Trauma langsung tersebut dapat
berupa:
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Kecelakaan olahraga
c. Jatuh dari pohon/bangunan
d. Luka tusuk
e. Luka tembak
f. Kejatuhan benda keras
3. Manifestasi Klinis
a. Lesi C1-C4 : Otot diafragma dan otot interkosta mengalami
partalisis dan tidak ada gerakan.
b. Lesi C5 : Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami
kerusakan, fungsi diafragma rusak sekunder terhadap edema
pascatrauma akut.
c. Lesi C6 : Pada lesi C6 distres pernafasan dapat terjadi karena
paralisis intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis.
d. Lesi C7 : Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot
diafragma dan aksesori untuk mengkompensasi otot abdomen dan
interkosta.
4. Patofisiologi
Trauma Cervikal C1-C2 terdapat kerusakan fungsi atlantoksiptalis
sehingga terjadi ketidakmampuan untuk menggerakkan kepala sehingga
menimbulkan nyeri dan gangguan mobilitas fisik, fraktur cervical C2-C5
terjadi kerusakan nervus frenikus dan hilangnya inervasi otot pernapasan
aksesori dan interkosta yang menyebabkan penurunan compliance paru
sehingga pola nafas terganggu, C4-C5 terdapat kerusakan tulang cervical
sehingga medulla spinalis terjepit oleh ligamentum flafum posterior sehingga
stimulasi mediator kimia mengalami pelepasan dan terjadi gangguan antara
saraf motoric dan sensorik shingga gangguan mobilitas fisik karena terlalu
lama maka akan menyebabkan resiko kerusakan integritas kulit dan deficit
perawatan diri, C5-C7 dapat mempengaruhi otot napas dan otot abdominal
diafragma sehingga pola napas terganggu. (Suprapto, 2015)
5. Pathway
Trauma Langsung Trauma Tidak Langsung Trauma Psikologis
Fraktur Cervikal
Resiko kerusakan
integritas kulit
(Suprapto, 2015)
6. Klasifikasi
Trauma daerah servikal, sebagai berikut:
a. Trauma atlas C1
Fraktur ini terjadi pada kecelakaan jatuh dari ketinggian dan posisi
kepala menopang badan dan daerah servical mendapat tekanan hebat.
Condylusoccipitalis pada basis crani dapat menghancurkan cincin
tulang atlas. Jika tidak ada cedera angulasi dan rotasi maka pergeseran
tidak berat dan medulla spinalis tidak ikut cedera. Pemeriksaan
radiologi yang dilakukan adalah posisi anteroposterior dengan mulut
pasien dalam keadaan terbuka. Terapi untuk fraktur tipe stabil seperti
fraktur atlas ini adalah immobilisasiservical dengan collar plaster
selama 3 bulan.
b. Pergeseran C1 C2 (Sendi Atlantoaxial)
Atlas dan axis dihubungkan dengan ligamentum tranversalis dari atlas
yang menyilang di belakang prosesus odontoid pada axis. Dislokasi
sendi atlantoaxial dapat mengakibatkan arthritis rheumatoid karena
adanya perlunakan kemudian akan ada penekanan ligamentum
tranversalis. Fraktur dislokasi termasuk fraktur basis prosesus odontoid.
Umum nya ligamentum tranversalis masih utuh dan prosesus odontoid
pindah dengan atlas dan dapat menekan medulla spinalis. Terapi untuk
fraktur tidak bergeser yaitu imobilisasi vertebra cervical.
Terapi utnuk fraktur geser atlantoaxial adalah reduksi dengan traksi
continues.
c. Ekstensi sprain (kesleo) cervical (Whiplash injury)
Mekanisme cedera pada jaringan lunak yang terjadu bila leher tiba-tiba
tersentak ke dalam hiperekstensi. Biasanya cedera ini terjadi setelah
tertabrak dari belakang, badan terlempar ke depan dan kepala tersentak
ke belakang. Terdapat ketidaksesuaian mengenai patologi yang tepat tet
api kemungkinan ligament longitudinal anterior meregang atau robek
dan diskus mungkin juga rusak. Pasien mengeluh nyeri dan kekakuan
pada leher yang refrakter dan bertahan selama setahun atau lebih lama.
Keadaan ini sering disertai dengan gejala lain yang lebih tidak jelas,
misalnya nyeri kepala, pusing, depresi, penglihatan kabur dan rasa baal
atau parestesia pada lengan. Biasanya tidak terdapat tanda-tanda fisik
dan pemeriksaan dengan sinar-x hanya memperlihatkan perubahan kecil
pada postur.Tidak ada bentuk terapi yang telah terbukti bermanfaat,
pasien diberikan analgetik dan fisioterapi. (Ivones, 2015)
7. Komplikasi
a. Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar
akibat trauma.
b. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek
menyebabkan mal union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan
lunak yang terjepit di antara fragmen tulang.
c. Non union jika tulang tidak menyamung dalam waktu 20 minggu. Hal ini
diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
d. Tromboemboli, infeksi. Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman
pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan.
e. Emboli lemak. Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler.
8. Pemeriksaan ASIA (American Spinal Injury Association)
A Komplit Tidak ada fungsi motorik atau sensorik yang
dilayani pada sakral segmen S4-S5
B Inkomplit Ada fungsi sensorik tanpa fungsi motorik yang
dilayani di bawah level neurologik dan meliputi
sakral segmen S4-S5
C Inkomplit Fungsi motorik dilayani dibawah level neurologik
dan lebih dari setengah otot utama dibawah level
neurologik memiliki derajat otot kurang dari 3
D Inkomplit Fungsi motorik dilayani di bawah level neurologik,
dan sedekitnya setengah otot utama derajatnya 3
atau lebih
E Normal Fungsi motorik dan sensorik adalah normal
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Karena kecelakaan yang mengakibatkan trauma tulang belakang
pasien mengalami gangguan mobilitas fisik, nyeri, dan komplikasi
lain.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat kecelakaan di jalan raya (penyebab paling sering),
olahraga (menyelam pada air yang dangkal), luka tembak atau luka
tikam.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya trauma tulang belakang tidak ada faktor herediter, tapi
dikarenakan ada riwayat seperti kecelakaan.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a) Kesadaran
Gambaran kondisi klien berupa adanya wajah tampak meringis,
klien merasa kesakitan.
b) Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah
Dapat normal atau naik turun, perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk.
2) Body Sistem
a) Sistem Persyarafan
b) Sistem Kardiovaskuler
c) Sistem Integumen
d) Sistem Gastrointestinal
e) Sistem Muskuloskeletal
f) Sistem Abdomen
Inspeksi : Tidak nampak pembesaran pada abdomen
g) Sistem Perkemihan
h) Sistem Pendengaran
i) Sistem Penglihatan
j) Ekstremitas bawah
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik
a) Sinar X Spinal : Untuk menentukan lokasi dan jenis
cedera tulang ( fraktur atau dislok)
b) CT Scan : Untuk menentukan tempat luka / jejas
c) MRI : Untuk mengidentifikasi kerusakan
syaraf spinal
d) Foto Rontgen Thorak : Untuk mengetahui keadaan paru
e) AGD : Untuk menunjukkan keefektifan
pertukaran gas dan upaya ventilasi. (Suddarth, 2016)
4) Penatalaksanaan Medis
a) Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation).
b) Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway :
head tilt, chin lift, jaw thrust. Jangan memutar atau menarik
leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan
pemasangan intubasi nasofaring.
c) Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan
servikal collar, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
d) Menyediakan oksigen tambahan.
e) Tinggikan ekstremitas bawah (Maja, 2016)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut (D.0077)
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
2) Penyebab
a) Agen pencedera fisiologi (mis, inflamasi, iskemia, neoplasma)
b) Agen Pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimia iritan)
c) Agen pencedera fisik (mis, abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan.
3) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Mengeluh nyeri
Objektif
a) Tampak meringis
b) Gelisah
c) Sulit tidur
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola napas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
5) Kondisi klinis terkait
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrom Koroner Akut
e) Glaukoma. (PPNI, 2017)
6) Intervensi Nyeri Akut
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emlosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
konstan.
a) Tujuan
Agar nyeri dapat segera di atasi
b) Kriteria Hasil
a. Skala nyeri menurun
b. Tidak gelisah
c. Tidak tampak meringis
d. Tidak kesulitan untuk tidur
c) Intervensi SIKI
1) Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi
kualitas, intensitas nyeri.
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
nyeri
d. dentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.
2) Terapeutik
a. Berikan terapi nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
misalnya terapi musik.
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
misalnya suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
3) Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor diri secara mandiri
4) Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
1) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri.
2) Penyebab
a) Kerusakan integritas struktur tulang
b) Penurunan kekuatan otot
c) Nyeri
d) Kekakuan sendi
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif
a) Kekuatan otot menurun
b) Rentang gerak (ROM) menurun
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Nyeri saat bergerak
b) Enggan melakukan pergerakan
c) Merasa cemas saat bergerak
Objektif
a) Sendi kaku
b) Gerakan tidak terkoordinasi
c) Gerakan terbatas
d) Fisik lemah
5) Kondisi klinis terkait
a) Cedera medulla spinalis
b) Trauma
c) Fraktur
d) Stroke (PPNI 2017)
6) Intervensi gangguan mobilitas fisik
Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas pergerakan fisik
a) Tujuan
Untuk lebih meningkatkan aktivitas dan pergerakan fisik
b) Kriteria Hasil
a. Kekuatan otot meningkat
b. Tidak ada kontrakstur, pasien mampu beraktifitas kembali
secara bertahap
c) Intervensi (SIKI)
1) Observasi
a. Identifikasi adanya nyeri aatau keluhan fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
c. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
2) Terapeutik
a. Fasilitas melalukan pergerakan jika perlu
b. Libatkan keluarga untuk membantu pasien melakukan
pergerakan
3) Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b. Ajarkan mobilisasi sederhana
c. Pola napas tidak efektif (D.0005)
1) Definisi
Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
2) Penyebab
a) Depresi pusat pernapasan
b) Hambatan upaya napas misalnya nyeri saat bernapas, kelemahan
otot pernapasan
c) Kerusakan inervasi diafragma
d) Cedera pada medulla spinalis
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Dispnea
Objektif
a) Penggunaan otot bantu pernapasan
b) Fase ekspirasi memanjang
c) Pola napas abnormal misalnya takipnea, bradypnea,
hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes)
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
Ortopnea
Objektif
a) Pernapasan cuping hidung
b) Tekanan inspirasi menurun
c) Ekskursi dada berubah
5) Kondisi klinis terkait
a) Depresi system saraf pusat
b) Cedera kepala
c) Trauma thoraks
d) Multiple sclerosis
e) Stroke
6) Intervensi pola napas tidak efektif
Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas
a) Tujuan
Untuk mengurangi hambatan upaya napas misalnya nyeri pada
saat bernapas
b) Kriteria hasil
a. Ventilasi adekuat, tanda sianosis tidak ada
c) Intervensi (SIKI)
1) Observasi
a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
b. Monitor bunyi napas tambahan misalnya gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi kering
2) Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan jaw-thrust
b. Berikan oksigen jika perlu
3) Edukasi
a. Jika laki-laki anjurkan pasien untuk tidak merokok
b. Hindari konsumsi alcohol
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, jika perlu
3. Impementasi Keperawatan
4. Evaluasi
Mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni :
1) Nyeri yang menetap atau bertambah
2) Kebutuhan akan rasa nyaman terpenuhi
3) Pola berkemih berubah
4) Mengerti tentang kondisi yang dialami (Prabowo, 2014 : 42).
DAFTAR PUSTAKA
Bibliography
Guyton, Arthur C 2015. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta; EGC
Ivones, J. H. (2015). Buku Ajar Ortophedi dan Fraktur . Jakarta: Widya Medika.
Keliat, B. A. (2017). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi . Jakarta: EGC.
Maja, J. (2016). Diagnosis dan Penatalaksanaan Cedera Cervikal. Jurnal biomedik,
181.
Suddarth, B. d. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Suprapto, H. d. (2015). Patologi dan Patofisiologi penyakit . Yogyakarta: Nuha
Medika.
PPNI, (2017) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat
PPNI, (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat