Anda di halaman 1dari 21

Laporan pendahuluan

1. Definisi
Tulang belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke
selangkangan. Tulang vertebrae terdiri dari 33 tulang : 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang
torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus intervertebrae merupakan
penghubung antara dua korpus vertebrae. System otot ligamentum membentuk jajaran barisan
(aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Didalam susunan tulang
tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera ditulang belakang maka
akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (mansjoer, arif, et al.2000).
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis
akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb
( Sjamsuhidayat, 1997).
Trauma spinal yaitu gangguan pada serabut spinal (spinal cord) yang menyebabkan
perubahan secara permanen atau sementara, akan tetapi fungsi motorik, sensorik atau anatomi
masih normal. Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada medulla spinalis (Brunner & Suddarth,2001)
Cedera medulla spinalis adalah kerusakan tulang sumsum yang mengakibatkan
gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan sebagai : komplit
(kehilangan sensasi dan fungsi motorik), tidak komplit (campuran kehilangan sensori dan fungsi
motorik).

2. Etiologi
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup
kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal
yaitu:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau
penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena
dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
b. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada
logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan
pada 16 tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang
berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang
normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut
sangat rapuh.

3. Anatomi dan fisiologi

Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :


a. Vetebra Cervicalis Vertebra cervicalis ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak.Veterbrata
cervicalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai prosesus spinosus paling panjang.
Atlas (C1) adalah vertebra cervicalis pertama dari tulang belakang. Atlas bersama
dengan Axis (C2) membentuk sendi yang menghubungkan tengkorak dan tulang belakang
dan khusus untuk memungkinkan berbagai gerakan yang lebih besar. C1 dan C2
bertanggung jawab atas gerakan mengangguk dan rotasi kepala. Atlas tidak memiliki tubuh.
Terdiri dari anterior dan posterior sebuah lengkungan dan dua massa lateral. Tampak
seperti dua cincin. Dua massa lateral pada kedua sisi lateral menyediakan sebagian besar
massa tulang atlas. Foramina melintang terletak pada aspek lateral.
Axis terdiri dari tonjolan tulang besar dan parsatikularis memisahkan unggulan dari
proses artikularis inferior. Prosesus yang mirip gigi (ondontoid) atau sarang adalah struktur 2
sampai 3 cm cortico cancellous panjang dengan pinggang menyempit dan ujung menebal.
Kortikal berasal dari arah rostral (kearah kepala) dari tubuh vertebra.
b. Vertebra Thoracalis Ukurannya semakin besar mulai dari atas ke bawah. Corpus berbentuk
jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thoraks.
c. Vertebra Lumbalis Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk
ginjal,berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang
besar ukurannya sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
d. Os. Sacrum Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana ke
5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
e. Os. Coccygeal Terdiri dari tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami
rudimenter. Bebeapa segmen ini membentuk 1 pasang saraf cocygeal.

4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis bergantung pada lokasi yang mengalami trauma dan apakah trauma terjadi
secara parsial atau total. Berikut ini adalah manifestasi berdasarkan lokasi trauma :
1. Antara C1 sampai C5 Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien meninggal.
2. Antara C5 dan C6 Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku yang
lemah; kehilangan refleks brachioradialis.
3. Antara C6 dan C7 Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan fleksi
sikumasih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep.
4. Antara C7 dan C8 Paralisis kaki dan tangan
5. C8 sampai T1 Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis), paralisis kaki.
6. Antara T11 dan T12 Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut.
7. T12 sampai L1 Paralisis di bawah lutut.
8. Cauda equine Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan biasanya nyeri
dan sangat sensitive terhadap sensasi, kehilangan kontrol bowel dan bladder.
9. S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1 Kehilangan kontrol bowel dan bladder secara
total.

Tanda dan gejala yang akan muncul:

a. Nyeri Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/edama Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir
pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c. Memar/ekimosis Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi
daerah di jaringan sekitarnya
d. Spasme otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e. Penurunan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema
f. Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme
otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g. Mobilitas abnormal Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada
kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang
h. Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
i. Deformitas Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
j. Shock hipovolemik Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

5. Penatalaksanaan
a. Imobilisasi
Tindakan immobilisasi harus sudah dimulai dari tempat kejadian/kecelakaan sampai ke unit
gawat darurat.. Yang pertama ialah immobilisasi dan stabilkan leher dalam posisi normal;
dengan menggunakan ’cervical collar’. Cegah agar leher tidak terputar (rotation). Baringkan
penderita dalam posisi terlentang (supine) pada tempat/alas yang keras. Pasien
diangkat/dibawa dengan cara ”4 men lift” atau menggunakan ’Robinson’s orthopaedic
stretcher’.
b. Stabilisasi Medis Terutama sekali pada penderita tetraparesis/ tetraplegia, lakukan :
 Periksa vital signs Segera normalkan ’vital signs’. Pertahankan tekanan darah yang
normal dan perfusi jaringan yang baik. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila
perlu monitor AGD (analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock.
 Pasang ’nasogastric tube’
 Pasang kateter urin
 Pemberian megadose Methyl Prednisolone Sodium Succinate dalam kurun waktu 6
jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki konntusio medula spinalis.
c. Mempertahankan posisi normal vertebra ”Spinal Alignment” Bila terdapat fraktur servikal
dilakukan traksi dengan Cruthfield tong atau Gardner-Wells tong dengan beban 2.5 kg
perdiskus. Bila terjadi dislokasi traksi diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban
ditambah setiap 15 menit sampai terjadi reduksi.
d. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal 22 Bila terjadi ’realignment’ artinya terjadi dekompresi.
Bila ’realignment’ dengan caran tertutup ini gagal maka dilakukan ’open reduction’ dan
stabilisasi dengan ’approach’ anterior atau posterior.
e. Rehabilitasi. mungkin. Termasuk dalam program ini adalah ‘bladder training’, ’bowel
training’, latihan otot pernafasan, pencapaian optimal fungsi-fungsi neurologik dan program
kursi roda bagi penderita paraparesis/paraplegia.
6. Pemeriksaan penunjang
a. CT SCAN Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang servikal
dan sangat membantu bila ada fraktur akut. Akurasi Pemeriksaan CT berkisar antara 72 -91
% dalam mendeteksi adanya herniasi diskus. Akurasi dapat mencapai 96 % bila
mengkombinasikan CT dengan myelografi.
b. MRI Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imaging pilihan untuk daerah servikal . MRI
dapat mendeteksi kelainan ligamen maupun diskus. Seluruh daerah medula spinalis , radiks
saraf dan tulang vertebra dapat divisualisasikan. Namun pada salah satu penelitian
didapatkan adanya abnormalitas berupa herniasi diskus pada sekitar 10 % subjek tanpa
keluhan , sehingga hasil pemeriksaan ini tetap harus dihubungkan dengan riwayat
perjalanan penyakit , keluhan maupun pemeriksaan klinis.
c. EMG Pemeriksaan Elektromiografi ( EMG) mengetahui apakah suatu gangguan bersifat
neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot, artritis juga mempunyai gejala
yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/kompresi radiks ,
membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi .
d. Sinar x spinal : untuk menetukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislokasi
e. Foto rongent thorak : untuk mengetahui keadaan paru
f. AGD: menujukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi. (tuker,susan martin.1998)

7. Komplikasi
a. Syok neurogenik Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang
desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor
dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga 23 menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan
konsekuensinya terjadi hipotensi.
b. Syok spinal Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah
terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi
komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
c. Hipoventilasi Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari
cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas
d. Hiperfleksia autonomik Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut , keringat banyak,
kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi.

8. Masalah yang lazim muncul


a. Gangguan ventilasi spontan b.d kelumpuhan otot pernafasan
b. Nyeri akut b.d trauma jaringan syaraf, agen cidera
c. Hambatan mobilitas fisik b.d kelumpuhan
d. Resiko kerusakan integritas kulit b.d tirah baring yang lama yang beresiko mengalami
perubahan kulit yang buruk
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
f. Harga diri rendah situasional
g. Deficit perawatan diri b.d keterbatasan pergerakan
9. Discharge planning
a. Konsultasikan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya dengan dokter (fisioterapi dll)
b. Hindari untuk mengangkat beban berat sampai dokter mengijinkan
c. Jika tubuh sudah gemuk konsultasikan untuk melakukan diet sehingga tulang belakang
dalam menahan beban tubuh tidak terlalu berat
d. Olahragakan tubuh sesuai instruksi atau cara yang dianjurkan dan hindari olahraga yang
dilarang
e. Hindari penggunaan alat kendaraan bermotor sendiri jika belum memungkinkan untuk
menghindari kecelakaan
10. Pathway

Akibat trauma Memar sumsum tulang Gangguan peredaran darah


mengenai tulang
belakang jatuh dari
Trauma tulang belakang Syok (hemoragik )
ketinggian, kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan
olahraga Menekan system syaraf Hilangnya fungsi motoric &
spinalis/terjadi krusakan sensorik
jarringan/fraktur vertebra

Harga diri rendah


nyeri
situasional

Kerusakan syaraf Mual, muntah Kelumpuhan otot pernafasan


ekstermitas bawah
kelumpuhan/cacat
aspirasi Suplai O2 kebutuhan menurun

Keterbatasan
Ketidakseimbangan nutrisi Iskemia dan hipoksemia
pergerakan fisik
kurang dari kebutuhan tubuh

Gangguan ventilasi
spontan

Tirah baring lama Hambatan mobilitas fisik


deficit perawatan diri

Resiko kerusakan
integritas kulit

11. Patofisiologi
Penyebab tersering terjadinya cedera tulang belakang cervical adalah kecelakaan mobil,
kecelakaan motor, jatuh, cedera olah raga, dan luka akibat tembakan atau pisau. Menurut
mekanisme terjadinya cidera, cidera servikal di bagi atas fleksi, fleksi rotasi, ekstensi, kompresi
aksial. Cidera cervical atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai Basis Occiput-C2. Cidera
tulang belakang cervical bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas tulang belakang C3-C7.
Ruas tulang belakang C5 adalah yang tersering mengalami fraktur. C1 hanya berupa cincin
tulang yang terdiri atas arcus anterior yang tebal dan arcus posterior yang tipis, serta masa
lateralis pada masing-masing sisinya. Tulang ini berartikulasi dengan kondilus occipitalis
membentuk articulatio atlantooccipitalis, tempat berlangsungnya gerakan mengangguk.
Dibawah, tulang ini beratikulasi dengan C2, membentuk articulasio atlanto-axialis, tempat
berlangsungnya gerakan memutar kepala. Ketika cidera terjadi fraktur tunggal atau multiple
pada cincin C1 dan dislokasi atlanto-occipitalis sehingga menyebabkan ketidakmampuan
menggerakkan kepala dan kerusakan pada batang otak. Cedera pada C1 dan C2 menyebabkan
ventilasi spontan tidak efektif.
Pada C3-C5 dapat terjadi kerusakan nervus frenikus sehingga dapat terjadi hilangnya
inervasi otot pernafasan aksesori dan otot interkostal yang dapat menyebabkan komplience
paru menurun. Pada C4-C7 dapat terjadi kerusakan tulang sehingga terjadi penjepitan medula
spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteosif/material diskus dari anterior
yang bisa menyebabkan nekrosis dan menstimulasi pelepasan mediator kimia yang
menyebabkan kerusakan myelin dan akson, sehingga terjadi gangguan sensorik motorik. Lesi
pada C5-C7 dapat mempengaruhi intercostal, parasternal, scalenus, otot2 abdominal.
Intak pada diafragma, otot trapezius, dan sebagian pectoralis mayor. Cedera pada
tulang servikal dapat menimbulkan lesi atau cedera pada medulla spinalis yang dapat terjadi
beberapa menit setelah adanya benturang keras mengenai medulla spinalis. Saat ini, secara
histologis medulla spinalis masih normal. Dalam waktu 24-48 jam kemudian terjadi nekrosis
fokal dan inflamasi. Pada waktu cedera terjadi disrupsi mekanik akson dan neuron. Ini disebut
cedera neural primer. Disamping itu juga terjadi perubahan fisiologis dan patologis progresif
akibat cedera neural sekunder. Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan atau trauma pada
servikal maka akan terjadi kerusakan secara struktural yang mengakibatkan gangguan pada saraf
spinal dan pembuluh darah disekitarnya yang akan menghambat suplai O2 ke medulla spinalis
atau akan terjadi ischemik pada jaringan tersebut. Karena terjadi ischemik pada jaringan
tersebut, dalam beberapa menit atau jam kemudian akan ada pelepasan vasoactive agent dan
cellular enzym yang menyebabkan konstriksi kapiler pada pusat substansi abu-abu medula
spinalis. Ini merupakan permulaan dari cedera neural sekunder pada cedera medula spinalis.
Selanjutnya adalah peningkatan level Ca pada intraselular yang mengakibatkan
kerusakan pada endotel pembuluh darah yang dalam beberapa jam kemudian dapat
menimbulakan aneurisma dan ruptur pada pembuluh darah di medula spinal. Peningkatan
potasium pada ekstraseluler yang mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada sel (Conduction
Block). Hipoxia akan merangsang pelepasan katekolamin sehingga terjadi perdarahan dan
nekrosis pada sel. Di tingkat selular, adanya kerusakan mitokondria akibat defisit suplai O2
dapat merangsang pelepasan superoksid (radikal bebas), disertai terjadinya ketidakseimbangan
elektrolit, dan pelepasan mediator inflamasi dapat mengakibatkan terjadinya kematian sel
(apoptosis) dengan manifestasi sel mengkerut dan kromatin nuclear yang padat. Trauma
whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah
misalnya pada waktu duduk di kendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian berhenti secara
mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi menyelam dan masuk air yang dapat
mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan
vertikal (terutama pada T12 sampai L2), rotasi Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat
bersifat sementara atau menetap Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis
dapat tidak berfungsi untuk sementara 18 (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh
kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa edema, perdarahan
perivaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang
menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi,contusio, laserasio dan
pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis. Laserasi medulla spinalis merupakan lesi
berat akibat trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat
mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transversa
medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa,
kuadran transversa). Hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk
lonjong dan bertempat disubstansia grisea.
Trauma ini bersifat “whiplash“ yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri,
jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi
karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis. Suatu
segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstrameduler traumatik dan dapat
juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna
vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor,
kista dan abses didalam kanalis vertebralis. Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap
radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks
columna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler
spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut hematorasis atau neuralgia
radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka
gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri
radikuler terutama radiks T8 atau T9 yangakan menimbulkan defisit sensorik motorik pada
dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema astomosis anterial anterior
spinal.
12. Intervensi

No DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN
1 Gangguan NOC NIC
ventilasi spontan  Respiratory status : Mechanical ventilation manajemen :
airway patency invasive
 Mechanical - Pastikan alarm ventilator aktif
ventilation weaning - Konsultasikan dengan tenaga
response kesehatan lainnya dalam
 Respiratory status : pemilihan jenis ventilator
gas exchange - Berikan agens pelumpuh otot,
 Breathing ptattern, sedative, dan analgesic
ineffective narkotik, jika diperlukan
Kriteria hasil - Pantau adanya kegagalan
 Respon alergi pernafasan yang akan terjadi
sitemik : tingkat
- Pantau adanya penurunan
keparahan respons
volume ekshalasi dan
hipersensitiviras
peningkatan tekanan inspirasi
imun sistemik
pada pasien
terhadap antigen
- Pantau keefektifan ventilasi
lingkungan (eksogen)
mekanik pada kondisi
 Respon ventilasi
fisiologis dan psikologis pasien
mekanis : pertukaran
- Pantau adanya efek yang
alveolar dan perfusi
merugikan dari ventilasi
jaringan didukung
mekanik : infeksi, brotraumas,
oleh ventilasi
dan penurunan curah jantung
mekanik
 Staus pernafasan - Pantau perubahan efek
pertukaran gas : ventilator terhadap oksigenasi
pertukaran CO2 atau : GDA,SaO2, SvO2,CO2, akhir-
O2 di alveolus untuk tidal, Qsp/Qtserta respons
mempertahankan sujectif pasien
konsentrasi gas darah - Auskultasi suara napas, catat
arteri dalam rentang area penurunan atau
normal ketiadaan ventilasi dan
 Status pernafasan adanya suara nafas tambahan
ventilasi : pergerakan - Tentukan kebutuhan
udara keluar masuk pengisapan dengan
paru adekuat mengauskultasi suara ronki
 Tanda vital : tingkat basah halus dan ronki basah
suhu tubuh, nadi, kasar dijalan napas
pernafasan, tekanan - Lakukan hygiene mulut secara
darah dalam rentang rutin
normal Oxygen therapy
 Menerima nutrisi
- Bersihkan mulut hidung dan
adekuat sebelum,
trakea sekresi, sesuai
selama, dan setelah
- Menjaga patensi jalan nafas
proses penyapihan
- Mengatur peralatan oksigen
dari ventilator
dan mengelola melalui
system, dipanaskan
dilembabkan
- Administer oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
- Memantau aliran liter oksigen
- Memantau posisi perangkat
pengiriman oksigen
- Secara berkala memeriksa
perangkat pengiriman oksigen
untuk memastikan bahwa
konsentrasi yang ditentukan
sedang disampaikan
- Memantau efektifitas terapi
oksigen (mis: nadi oksimetri
ABGs)
- Mengubah perangkat
pengiriman oksigen dari
masker untuk hidung garpu
saat makan, sebagai ditolerasi
- Amati tanda tanda toksisitas
oksigen dan penyerapan
atelectasis
- Menyediakan oksigen ketika
pasien diangkut
- Aturlah untuk penggunaan
perangkat oksigen yang
memudahkan mobilitas dan
mengajarkan pasien sesuai

2 Nyeri akut NOC NIC

  Paint level, Paint manajement

 Paint control, - Lakukan pengkajian nyeri

 Comfort level secara menyeluruh

Kriteria Hasil : meliputi

 Mengetahui faktor lokasi,durasi,kualitas,

penyebab nyeri keparahan nyeri dan

 Mengetahui faktor pencetus nyeri.

permulaan - Observasi

terjadinya nyeri ketidaknyamanan


 Menggunakan nonverbal.
tindakan pencegah - ajarkan untuk teknik
an nonfarmakologi missal
 Melaporkan nyeri relaksasi, guideimajeri,
berkurang dengan terapi musik,distraksi.
menggunakan - Kendalikan faktor
manajemen nyeri lingkungan yang dapat
 Mampu mengenali mempengaruhi respon
nyeri(skala, pasien terhadap
intensitas, ketidaknyamanan misal
frekuensi dan tanda suhu,lingkungan,
nyeri) cahaya,kegaduhan.
 Menyatakan rasa - Kolaborasi : pemberian
nyaman setelah nyeri Analgetik sesuai indikasi 
berkurang Analgesic administration
- Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitasdan
tingkat nyeri sebelum
pemberian obat.
- Cek obat meliputi jenis,
dosis, dan frekuensi
pemberian analgetik.
- Tentukan jenis analgetik
- Tentukan Analgetik yang
tepat, cara pemberian
dandosisnya secara tepat.
- Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan setelah
pemberian analgetik.
3 Hambatan NOC NIC
mobilitas fisik  Joint movement : Exercise therapy : ambulation
active - Monitoring vital sign
 Mobility level sebelum/sesudah latihan dan
 Self care : ADLs lihat respon pasien saat
 Transfer performance latihan
Kriteria hasil : - Konsultasikan dengan terapi
 Klien meningkat fisik tentang rencana
dalam aktifitas fisik ambulasi sesuai dengan
 Mengerti tujuan dari kebutuhan
peningkatan - Bantu klien untuk
mobilitas menggunakan tongkat saat
 Memverbalisasikan berjalan dan cegah terhadap
perasaan dalam cedera
meningkatkan - Ajarkan pasien atau tenaga
kekuatan dan kesehatan lain tentang teknik
kemampuan ambulasi
berpindah
- Kaji kemampuan pasien
 Memperagakan
dalam mobilisasi
penggunaan alat
- Latih pasien dalam
bantu untuk
pemenuhan kebutuhan ADLs
mobilisasi (walker)
secara mandiri sesuai
kemampuan
- Dampingi dan bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.
- Berikan alat bantu jika klien
memerlukan
- Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
4 Resiko kerusakan NOC NIC
integritas kulit  Tissue integrity : skin Pressure management
and mucous - Anjurkan pasien untuk
membranes menggunakan pakaian yang
 Hemodyalis akses longgar
Kriteria hasi : - Hindari kerutan pada tempat
 Integritas kulit yang tidur
baik bisa - Jaga kebersihan kulit agar
dipertahankan tetap bersih dan kering
(sensasi,elastisitas, - Mobilisasi pasien(ubah posisi)
temperature, hidrasi, setiap 2 jam sekali
pigmentasi)
- Monitor kulit akan adanya
 Tidak ada luka /lesi
kemerahan
pada kulit
- Oleskan lotion atau
 Perfusi jaringan baik
minyak/baby oil pada daerah
 Menunjukkan
yang tertekan
pemahaman dalam
- Monitor aktivitas dan
proses perbaikan
mobilitas pasien
kulit dan mncegah
- Monitor status nutrisi pasien
terjadinya cedera
- Memandikan pasien dengan
berulang
sabun dan air hangat
 Mampu melindungi
Insision site care
kulit dan
- Membersihkan, memantau
mempertahankan
dan meningkatkan proses
kelembapan kulit dan
penyembuhan pada luka yang
perawatan alami
ditutup dengan jahitan, klip
atau strapless
- Monitor proses kesembuhan
area insisi
- Bersihkan area sekitar jahitan
atau streples, menggunakan
lidi kapas steril
- Gunakan preparat antiseptic,
sesuai program
- Ganti balutan pada interval
waktu yang sesuai atau
biarkan luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai program
Dialysis acces maintenance
5 Ketidakseimbang NOC NIC
an nutrisi kurang  Nutritional status : Nutrition manajement
dari kebutuhan  Nutritional status : - Kaji tentang makanan yang
tubuh food and fluid intake membuat klien alergi
 Nutritional status : - Tentukanmakanan
nutrient intake
kesukaanklien
 Weight control
- Dorong pasienuntuk
Kriteria hasil
memilih makananyang
 Adanya peningkatan
lunak.
berat badan sesuai
- Anjurkan pasienuntuk
dengan tujuan
 Berat badan ideal meningkatkan protein dan

sesuai dengan tinggi vitamin C


badan - Berikan substansi gula
 Mampu -
mengidentifikasi - Hindari makanan pedas,
kebutuhan nutrisi asam atau berminyak.
 Tidak ada tanda
- Monitor jumlah pemasukan
tanda mal nutrisi
nutrisi dan kalori.
 Menunjukkan
- Kolaborasi dengan ahli gizi
peningkatan fungsi
dalam menentukan jumlah
pengecapan dari
kebutuhan kalori
menelan
 Tidak terjadi dan protein

penurunan berat Nutrition monitoring


badan yang berarti - BB pasien dalam batas
normal
- Monitor adanya penurunan
berat badan
- Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang bisa
dilakukan
- Monitor turgor
kulitmonitor mual dan
muntah
- Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
- Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan cavitas
oral
- Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
6 Harga diri rendah NOC NIC
situasional  Body image, Self esteem enhancement
disturbed - Tunjukkan rasa percaya diri
 Coping, ineffective terhadap kemampuan pasien
 Personal identity, untuk mengatasi situasi
disturbed - Dorong pasien
 Health behavior, risk mengidentifikasi kekuatan
 Self esteem dirinya
situasional, low - Ajarkan keterampilan perilaku
Kriteria hasil : yang positif melalui bermain
 Adaptasi terhadap peran, model peran, diskusi
ketunandayaan fisik : - Dukung peningkatan
respon adaptif klien
terhadap tantangan tanggung jawab diri, jika
fungsional penting diperlukan
akibat - Buat statement positif
ketunandayaan fisik terhadap pasien
 Resolusi berduka : - Monitor frekuensi komunikasi
penyesuaian dengan verbal paien yang negative
kehilangan actual - Dukung pasien untuk
atau kehilangan yang menerima tantangan bar
akan terjadi - Kaji alas an untuk mengkritik
 Penyesuaian atau menyalahkan diri sendiri
psikososial :
- Kolaborasi dengan sumber-
perubahan hidup :
sumber lain(petugas dinas
respon psikososial
social, perawat spesialis klinis,
adaptif individu yang
dan layanan keagamaan)
terdapat perubahan
Counseling
bermakna dalam
- Menggunakan proses
hidup
pertolongan interaktif yang
 Menunjukkan
berfokus pada kebutuhan,
penilaian pribadi
masalah, atau perasaan
tentang harga diri
pasien dan orang terdekat
 Mengungkapkan
untuk meningkatkan atau
penerimaan diri
mendukung koping,
 Komunikasi terbuka
pemecahan masalah
 Mengatakan
Coping enhancement body image
optimisme tentang
enhancement
masa depan
 Menggunakan
strategi koping efektif
7 Deficit NOC NIC
perawatan diri  Activity intolerance Sel-care assistance : taoileting
 Mobility : physical
- Pertimbangkan budaya pasien
impaired
ketika mempromosikan
 Fatique level aktivitas perawatan diri
 Anxiety self control - Pertimbangkan usia pasien
 Ambulantion
ketika mempromosikan
 Self care deficit toiletin
aktifitas perawatan diri
 Self care deficit hygiene
 Urinary incontinence : - Lepaskan pakaian yang
functional penting untuk memungkinkan

Kriteria hasil : penghapusan


 Pengetahuan - Membantu pasien
perawatan ostomy : ketoilet/commode/bedpan/fr
tingkat pemahaman aktur pan/urinior pada selang
yang ditunjukkan waktu tertentu
tentang - Pertimbangkan respon pasien
pemeliharaan ostomi terhadap kurangnya privasi
untuk eliminasi - Menyediakan privasi Selama
 Perawatan dri : eliminasi
ostomi : tindakan
- Memfasilitasi kebersihan
pribadi untuk
toilet setelah selesai eliminasi
mempertahankan
- Ganti pakaian pasien setelah
ostomi untuk
eliminasi
eliminasi
- Menyiram
 Perawatan diri :
toilet/membersihkan
aktifitas kehidupan
penghapusan alay(commode,
sehari-hari (ADL
pispot)
 0 mampu untuk
- Memulai jadwal ketoilet,
melakukan aktifitas
sesuai
perawatan fisik dan
- Memulai pasien /tepat lain
pribadi secara
dalam toilet rutin
mandiri atau dengan
- Memulai mengelilingi kamar
alat bantu
mandi, sesuai dan dibutuhkan
 Perawatan diri
- Menyediakan alat bantu (mis:
hygiene : mampu
kateter eksternal atau urinal),
untuk
mempertahankan sesuai memantau integritas
kebersihan dan kulit pasien
penampilan yang rapi
secara mandiri
dengan atau tanpa
alat bantu
 Perawtan diri
eliminasi : mampu
untuk melakukan
aktivitas eliminasi
secara mandiri atau
tanpa alat bantu
 Mampu duduk dan
turun dari kloset
 Membersihkan diri
setelah eliminasi
 Mengenali &
mengetahui
kebutuhan bantuan
untuk eliminasi

Anda mungkin juga menyukai