Anda di halaman 1dari 36

Penulisan Karya Ilmiah

Pengaruh Beban Kerja dan Stress Kerja terhadap Efektifitas kerja pada

Paramedis Perawat Pasien Covid-19 di Jakarta

Meyliana

NIM : 1724090031

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I

JAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian serta manfaat penelitian.

A. Latar Belakang Masalah


Virus corona jenis baru yang tengah menyerang masyarakat dunia saat ini dalam
istilah kedokteran disebut sebagai 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV). Dikutip
dari Center for Disease Control and Prevention, cdc.gov, virus corona merupakan
jenis virus yang diidentifikasi sebagai penyebab penyakit pada saluran pernapasan,
yang pertama kali terdeteksi muncul di Kota Wuhan, Tiongkok.

Virus ini diketahui pertama kali muncul di pasar hewan dan makanan laut di Kota
Wuhan. Dilaporkan kemudian bahwa banyak pasien yang menderita virus ini dan
ternyata terkait dengan pasar hewan dan makanan laut tersebut. Orang pertama yang
jatuh sakit akibat virus ini juga diketahui merupakan para pedagang di pasar itu.

Dikutip dari BBC, koresponden kesehatan dan sains BBC, Michelle Roberts and
James Gallager mengatakan, di pasar grosir hewan dan makanan laut tersebut dijual
hewan liar seperti ular, kelelawar, dan ayam. Mereka menduga virus corona baru ini
hampir dapat dipastikan berasal dari ular. Diduga pula virus ini menyebar dari hewan
ke manusia, dan kemudian dari manusia ke manusia.

Gejala-gejala awal seseorang terinfeksi Corona COVID-19 bisa berupa gejala flu,
seperti demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala. Setelah itu,
gejala bisa memberat. Pasien bisa mengalam demam tinggi, batuk berdahak bahkan
berdarah, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul ketika tubuh
bereaksi melawan virus Corona.
Namun, secara umum ada 3 gejala umum yang bisa menandakan seseorang terinfeksi
virus Corona, yaitu:

● Demam (suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius)


● Batuk
● Sesak napas

Menurut penelitian, gejala COVID-19 muncul dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu
setelah terpapar virus Corona.

Dilansir dari A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control and Prevention,


terdapat lima cara penularan virus corona dari manusia ke manusia lainnya.

1. Transmisi dari cairan: air dapat membawa virus dari pasien ke orang lain yang
berada dalam jarak sekitar satu meter. Air yang dimaksud biasanya berupa cairan
tubuh yang keluar saat berbicara, batuk, dan bersin.

2. Transmisi dari udara: virus corona bisa menyebar dalam jarak jauh melalui udara.
Cara ini sama dengan cara virus flu, SARS, variola, dan norovirus menular dari satu
orang ke orang lainnya.

3. Transmisi kontak: virus dapat menular melalui kontak langsung dengan kulit atau
selaput lendir (seperti mata, lidah, luka terbuka, dan lain-lain). Transmisi juga bisa
berlangsung melalui darah yang masuk ke tubuh atau mengenai selaput lendir.

4. Transmisi dari hewan: orang yang mengolah, menjual, dan mendistribusikan


hewan liar yang membawa virus corona dapat tertular melalui kontak tersebut.

5. Kontak dekat dengan pasien: keluarga, orang yang tinggal serumah, petugas medis,
atau bahkan orang yang sempat berada dekat dengan pasien rentan untuk tertular.
Menurut sumber yang sama, masa inkubasi corona paling pendek berlangsung selama
dua hingga 3 hari, sedangkan paling lama bisa mencapai 10 hingga 12 hari. Namun
melihat perilaku virus corona pada penyakit lainnya, para ahli mengatakan bahwa
masa inkubasi tersebut dapat mencapai waktu 14 hari.

Ini adalah rentang waktu yang dibutuhkan oleh virus tersebut untuk menjangkit dan
menampakkan gejala-gejala awal. Dalam masa tersebut virus corona masih bisa
menular ke orang lain sehingga cukup sulit untuk mendeteksinya.

Menurut riset, virus corona sensitif terhadap panas dan dapat secara efektif
dinonaktifkan oleh pelarut lipid dengan suhu setidaknya 56℃ selama 30 menit.
Selain itu bisa juga dinonaktifkan dengan eter, alkohol 75 persen, disinfektan yang
mengandung klorin, asam peroksiasetat, dan kloroform. Klorheksidin tidak efektif
dalam menonaktifkan virus ini.

Kepala Dinkes Jawa Tengah, Yulianto Prabowo memastikan bahwa virus corona
belum bisa diobati dengan penanganan medis apa pun. Walau demikian, ia
mengatakan, sebenarnya virus corona yang masuk ke dalam tubuh manusia bisa mati
dalam rentang waktu 5-7 hari. Dengan sistem imun tubuh yang cukup baik, virus
corona tak mudah menyebar ke seluruh anggota tubuh.

Dikutip dari kemenkes.go.id, pada 21 Januari 2020 sudah ada 218 warga Tiongkok
yang tertular virus corona dan 4 orang meninggal. Jumlah korban terus bertambah,
hingga pada 23 Januari 2020, Pemerintah Tiongkok memutuskan untuk menutup
Kota Wuhan yang menjadi pusat munculnya virus corona. Keputusan ini diambil
setelah jumlah korban tewas mencapai 17 jiwa dan kurang lebih 600 orang terinfeksi.

Dilansir Reuters, pemerintah setempat menginformasikan semua jaringan transportasi


dihentikan dan penerbangan keluar dari Wuhan ditunda sejak pukul 10.00 pagi waktu
setempat. Virus berbahaya tersebut sudah menyebar ke beberapa negara seperti
Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Amerika Serikat.

Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan mulai menarik
warganya dari Wuhan. Pemerintah Indonesia pun mulai memikirkan hal yang sama.
Setelah mendapat lampu hijau dari Pemerintah Tiongkok, Pemerintah melalui
Kementerian Luar Negeri memulangkan 243 WNI dari Provinsi Hubei.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, virus corona telah menyebar ke


18 negara. Menurut WHO jumlah penyebaran ini telah meningkat per tanggal 30
Januari 2020, yang sebelumnya hanya 15 negara bertambah tiga negara yang
melaporkan kasus virus ini yaitu Finlandia, India dan Filipina.

Negara lainnya yang menyusul memberi konfirmasi adalah Jepang (11), Singapura
(10), Malaysia (7), Prancis (5), Korea Selatan (4), Vietnam (2), Kamboja (1),
Thailand (14), Nepal (1), Sri Lanka (1), Amerika Serikat (5), Kanada (3), Jerman (4),
dan Uni Emirat Arab (4).

Setelah hampir dua bulan virus ini mewabah, akhirnya pada 30 Januari 2020,
Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, menyatakan darurat global terhadap virus
corona. Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan situasi darurat
bukan karena penyebaran virusnya di Tiongkok, melainkan karena sudah menyebar
luas ke banyak negara.

"Alasan utama kami menyatakan dalam deklarasi ini bukan karena apa yang terjadi di
Tiongkok melainkan penyebaran yang terjadi di negara lain," ujar Ghebreyesus
seperti dikutip dari stasiun berita BBC, Jumat (31/1
Pada 1 Februari 2020, Pemerintah Indonesia menjemput 243 WNI dari Hubei. Dari
jumlah itu, 238 orang saja yang dievakuasi dan menjalani karantina untuk observasi
selama dua pekan di Natuna, Kepulauan Riau.

Sebanyak 238 WNI itu tiba di Bandara Internasional Hang Nadim Batam, Kepulauan
Riau, Minggu, 2 Februari 2020 sekitar pukul 08.30 WIB menggunakan pesawat Batik
Air dan keluar dari pesawat sekitar pukul 09.00 WIB.

Saat turun dari tangga pesawat, sejumlah petugas berpakaian kapsul berwarna putih
dan kuning menyemprotkan cairan disinfeksi kepada setiap penumpang. Di antara
mereka terdapat anak-anak. Mereka menggunakan jaket dan penutup kepala serta
masker. Mereka kemudian menjalani karantina di hanggar Lanud Raden Sadjad,
Natuna

Wabah virus corona masih terus menghantui sejumlah negara di dunia. Tak terkecuali
Indonesia. Jika sebelumnya Indonesia menjadi salah satu negara yang belum
terinfeksi, kini Tanah Air sudah mengonfirmasi kasus pertamanya. Di Indonesia
kasus ini pertama kali ditemukan pada dua warga Depok, Jawa Barat awal Maret lalu.

Menghadapi Virus Corona (COVID-19), Presiden Joko Widodo (Jokowi)


menyampaikan, pemerintah telah menyiapkan 100 rumah sakit rujukan di Indonesia.
Rumah sakit rujukan tersebut memiliki ruang isolasi berstandar internasional untuk
mengantisipasi paparan Virus Corona. saat ini ada 100 rumah sakit rujukan di
Indonesia untuk pasin yang terinfeksi covid 19.

paramedis seperti dokter dan suster merupakan garda terdepan dan tersibuk di tengah
pandemi virus corona COVID-19 yang melanda berbagai negara saat ini.

Mereka berjuang menyembuhkan pasien yang terinfeksi virus corona, bekerja 24


jam non-stop. Tenaga medis tersebut tentu merasakan kelelahan dalam tugas mulia
tersebut. saat ini ada 36 Tenaga medis meninggal dunia selama masa pandemi virus
corona atau Covid-19 di Indonesia.

beban kerja tenaga medis dalam merawat pasien terinfeksi corona sangat besar karena
mereka langsung berhadapan dengan pasien dan berada di garda terdepan. Mereka
yang berada di garda terdepan dalam merawat pasien corona (Covid-19) terkadang
merasakan haus, namun tidak bisa minum karena sedang berada dalam ruangan
isolasi dan menggunakan baju alat pelindung diri yang lengkap. selain menahan lapar
dan haus, tantangan lainnya ketika merawat pasien Covid- 19 adalah menggunakan
baju APD yang cukup berat dan berlapis sehingga harus penuh ketelitian dan kehati-
hatian ketika menggunakannya.

Menurut Gibson dan Ivancevich, Beban Kerja adalah tekanan sebagai tanggapan yang
tidak dapat menyesuaikan diri, yang dipengaruhi oleh perbedaan individual atau
proses psikologis, yakni suatu konsekuensi dari setiap tindakan ekstern (lingkungan,
situasi, peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologi atau fisik)
terhadap seseorang. karena berhadapan langsung dengan pasien, kemudian
perlengkapan alat pelindung diri yang kurang dan kesilitan melakukan kebutuhan
dasar seperti makan, minum dan ke toilet membuat paramedis tertekan.

beberapa tenaga medis yang merawat pasien corona mendapati stigma negatif dari
masyarakat. masyarakat khawatir mereka menyebarkan dan menularkan virus kepada
mereka dikarenakan para tenaga medis melakukan kontak langsung dengan pasien
positif covid 19. Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Daeng M Faqih
membenarkan informasi adanya dokter yang mendapatkan stigma negatif masyarakat
karena merawat pasien terinfeksi virus Corona. "Iya saya dapat laporan seperti itu
( tenaga medis mendapat stigma negatif dari masyarakat), rupanya masyarakat takut
petugas kesehatan tertular," kata Daeng, Selasa (24/3/2020). Menurut Anwar
(1993:93) Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang
dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya. paramedis yang merawat pasien
covid 19 mengalami stress kerja karena hal tersebut.

Efektifitas kerja ini ialah sebuah kesanggupan perusahaan/organisasi di dalam


mengerjakan tugas serta fungsinya tanpa ada suatu tekanan di dalam pengerjaannya
(kurniawan 2005). beberapa paramedis terinfeksi covid 19 karena menghadapi
langsung pasien positif. hal tersebut terjadi karena kerja yang kurang efektif.

dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh beban
kerja dan stress kerja terhadap efektifitas kerja pada paramedis perawat pasien covid-
19 d Jakarta.

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
perumusan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan antara beban kerja dan efektifitas kerja pada paramedis?
2. Apakah ada hubungan antara stress kerja dengan efektifitas kerja pada
paramedis?
3. Apakah ada hubungan antara beban kerja dan stress kerja terhadap efektifitas
kerja pada paramedis?

B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan
dari penelitian ini adalah,sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hubungan antara beban kerja dengan efektifitas kerja pada
paramedis.
2. Untuk mengetahui hubungan antara stress kerja dan efektifitas kerja pada
paramedis.
3. Untuk mengetahui hubungan beban kerja dan stress kerja terhadap efektifitas
kerja pada paramedis.

B. Manfaat Penelitian

Dalam hasil penelitian ini diharapkan terdapat manfaat yang baik secara
teoritis maupun praktis yang diperoleh serta dapat memberikan kegunaan dari
beberapa pihak.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapakan menambah wawasan di bidang psikologi
khususnya psikologi industri organisasi untuk mengetahui pengaruh beban kerja dan
stress kerja terhadap efektifitas kerja pada paramedis perawat pasien covid 19 di
jakarta

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

a. Masyarakat umum: mengetahui dan dijadikan pelajaran agar tidak


sebelah mata dan mengapresiasi paramedis perawat pasien covid 19.
b. pemerintah: sebagai acuan untuk menetapkan kebijakan kepada
organisasi tempat paramedis perawat pasien covid 19.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori dan konsep-konsep yang digunakan

sebagai landasan penelitian. Pembahasan ini meliputi efektifitas kerja, beban kerja,

dan stress kerja, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

A. Efektifitas Kerja

1. Pengertian Efektifitas Kerja

Efektivitas (efectiveness) secara umum dapat diartikan “melakukan sesuatu


yang tepat” (Stoner, 1996).

Menurut Yukl (1994) efektivitas diartikan berkaitan dengan tepat tidaknya


pemilihan sesuatu sehingga mampu mencapai sasaran yang diinginkan. Istilah
efektivitas sering digunakan dalam lingkungan organisasi atau perusahaan yakni
untuk menggambarkan tepat tidaknya sasaran yang dipilih perusahaan tersebut.
Efektivitas tersebut dapat dilihat dari manfaat atau keuntungan dari sesuatu yang
dipilih untuk kepentingan organisasi atau perusahaan. Efektivitas juga sering
digunakan untuk mengukur keberhasilan yang dicapai oleh organisasi atau
perusahaan terkait dengan program-progam yang direncanakan. Pengelolaan sebuah
organisasi atau perusahaan dikatakan berhasil apabila sasaran atau tujuan yang
ditetapkan mampu dilaksanakan dan memberikan kegunaan bagi perusahaan tersebut.

Ukuran dari efektivitas dapat dinilai dengan cara membandingkan pencapaian


tujuan dari suatu aktivitas yang dilakukan dan bukan mengenai biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan aktivitas tersebut (Danim, 2004).

Istilah efektivitas dalam ruang lingkup organisasi atau perusahaan biasanya


dikaitkan dengan pelaksanaan program yang ditetapkan atau kegiatan- kegiatan yang
dilakukan perusahaan untuk memajukan dan mengembangkan organisasi atau

9
perusahaan tersebut. Untuk melaksanakan program atau kegiatan ini harus didukung
dengan sumber daya manusia yang memadai yakni kemampuan, keahlian, dan
ketrampilan. Efektif tidaknya suatu program yang dilaksanakan dinilai dari
kemampuan sumber daya manusia yang menjalankannya dibandingkan dengan
kriteria-kriteria yang ditetapkan.

Penilaian semacam ini bertujuan untuk mengukur kinerja sumber daya


manusia. Kinerja sumber daya manusia dikatakan baik apabila hasil yang diperoleh
sesuai dengan yang ditetapkan. Itu berarti sumber daya manusia telah mampu
menjalankan program atau aktivitas yang tepat dan dapat dikatakan kinerjanya sudah
efektif (Soeprihanto, 2001). Sebaliknya, buruknya kinerja sumber daya manusia
ditunjukkan dengan ketidakmampuannya melaksanakan suatu program sesuai dengan
yang telah ditetapkan. Hal itu menggambarkan kinerja yang kurang efektif karena
tidak mampu melakukan sesuatu berdasarkan kriteria yang diinginkan. Pendapat lain
dikemukakan Robbins (2003) yang mengatakan efektivitas berkaitan dengan
kemampuan untuk memilih atau melakukan sesuatu yang paling sesuai atau tepat dan
mampu memberikan manfaat secara langsung. Ukuran penilaian yang digunakan
adalah tepat tidaknya organisasi atau perusahaan menjalankan segala sesuatu
misalnya pelaksanaan program atau aktivitas.

Efektivitas kinerja diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memilih sasaran


yang tepat sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dari awal. Pendapat ini
didukung Danim (2004) yang mengatakan efektivitas kinerja kelompok, berkaitan
dengan kemampuan anggota-anggota untuk memilih atau melakukan sesuatu yang
tepat demi kepentingan bersama. Efektivitas kinerja akan meningkat apabila
seseorang memiliki keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan tuntutan kerja.
Efektivitas kinerja individu dapat diukur dari keterampilan kerja, peningkatan
prestasi, kemampuan untuk beradaptasi, dan mampu menghadapi perubahan (Bass
dan Daft, 1989).

10
Timpe (2001) mengungkapkan kinerja yang baik dari individu akan
menggambarkan kinerja organisasi, kinerja individu sangat mempengaruhi kinerja
organisasi atau perusahaan. Kinerja organisasi menjadi buruk apabila individu
berkemampuan rendah dan upaya pengembangan keterampilan dan keahliannya juga
rendah. Sebaliknya, kinerja yang baik dari seseorang akan mampu meningkatkan
kinerja organisasi atau perusahaan.

Dari definisi-definisi tersebut, maka efektivitas kinerja dapat dijelaskan


sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu yang tepat didasarkan pada tujuan
yang telah ditetapkan atau direncanakan. Pelaksanaan suatu program sesuai dengan
tujuan yang direncanakan menunjukkan efektivitas program tersebut dapat terlaksana
dengan baik. Sebaliknya, ketidaksesuaian pelaksanaan program dengan tujuan yang
ditetapkan memperlihatkan program yang dilaksanakan belum efektif.

2. Aspek-aspek efektivitas kinerja

Adapun aspek-aspek yang dinilai berkaitan dengan efektivitas kinerja individu


dalam sebuah organisasi atau perusahaan menurut Daft (1989) adalah meliputi
sebagai berikut:

a. Keterampilan kerja

Keterampilan menunjukkan kemampuan dan keahlian karyawan yang


mendukung pelaksanaan tugas. Keterampilan merupakan bekal karyawan dalam
menjalankan pekerjaannya. Ketrampilan karyawan mencakup kemampuan,
pengetahuan, kecakapan interpersonal, dan kecakapan teknis. Keterampilan dapat

11
dipelajari secara formal atau dengan cara belajar sendiri tergantung dengan
kebutuhan. Seorang karyawan yang memiliki keterampilan rendah akan mengalami
banyak hambatan dalam menjalankan pekerjaannya sehingga kinerjanya menjadi
kurang efektif. Sebaliknya, karyawan yang memiliki keterampilan tinggi akan mampu
menjalankan pekerjaannya dengan baik sehingga kinerjanya dapat dinilai efektif.
Keterampilan kerja dapat dilihat dari cara seseorang untuk menangani sebuah
pekerjaan. Setiap pekerjaan membutuhkan keterampilan yang memadai sehingga
seseorang tidak akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Keterampilan
yang memadai akan dapat meningkatkan kinerja seseorang karena tingkat kesalahan-
kesalahan seseorang dalam menjalankan pekerjaan yang ditangani akan semakin
rendah.

b. Peningkatan prestasi kerja

Prestasi kerja merupakan salah satu tolak ukur yang dapat digunakan untuk
menilai kinerja seseorang ataupun organisasi. Prestasi kerja individu menyangkut
kemampuan ataupun keberhasilan seseorang menjalankan pekerjaannya sesuai
dengan yang diharapkan atau bahkan melebihi baik darisegi kualitas maupun
kuantitas. Hasil kerja seseorang yang semakin baik mencerminkan prestasi kerja yang
semakin tinggi dan hal itu menggambarkan suatu kinerja yang efektif. Sebaliknya,
hasil kerja yang buruk mencerminkan prestasi kerja rendah dan menggambarkan
kinerja yang kurang efektif. Peningkatan prestasi kerja merupakan salah satu ukuran
untuk menilai efektif tidaknya kinerja seseorang.

c. Kemampuan berkompetisi

Dalam dunia kerja, kompetisi merupakan salah satu hal yang penting.

Kompetisi yang dimaksud dilakukan secara positif misalnya bekerja lebih


baik dari orang lain. Kompetisi semacam ini sifatnya positif dan tidak merugikan
pihak lain. Setiap orang diharapkan mampu berkompetisi secara sehat karena akan
dapat memotivasi setiap karyawan untuk memberikan hasil yang terbaik. Karyawan

12
yang mampu berkompetisi selalu berusaha untuk meningkatkan hasil kerjaannya dari
waktu ke waktu. Kemampuan berkompetisi ini dapat dilihat dari sikap kerja pantang
menyerah, aktif, berani menjalankan tugastugas baru.

d. Kemampuan beradaptasi

Adaptasi menunjukkan kemampuan karyawan menyesuaikan diri dengan


situasi dan lingkungan kerja yang sering mengalami perubahan baik lingkungan kerja
seperti rekan-rekan kerja maupun sarana dan prasarana yang digunakan. Karyawan
yang memiliki kemampuan beradaptasi tinggi dapat dengan mudah menjalankan
pekerjaan di lokasi yang baru. Sebaliknya, karyawan yang kemampuan
beradaptasinya rendah akan mengalami banyak kendala di lingkungan kerja yang
baru seperti kesulitan berkomunikasi dengan rekan kerja baru, sulit beradaptasi
dengan sarana dan prasarana di lokasi baru. Kemampuan beradaptasi karyawan dapat
dilihat dari sikap yang lebih tenang, fleksibel, dan menguasai pekerjaan. Seseorang
yang mampu beradaptasi dengan cepat dapat meningkatkan hasil pekerjaannya
sehingga kinerjanya menjadi efektif.

e. Daya tahan terhadap perubahan

Lingkungan kerja umumnya sering mengalami perubahan misalnya faktor


cuaca, iklim, suhu udara. Sehubungan dengan itu, seorang karyawan diharapkan
memiliki daya tahan terhadap perubahan tersebut. Untuk mampu terhadap perubahan,
setiap karyawan harus memiliki kekuatan fisik. Karyawan yang memiliki daya tahan
terhadap perubahan tidak akan mengganggu pekerjaannya sehingga kinerjanya
menjadi efektif. Sebaliknya, seseorang yang tidak memiliki daya tahan terhadap
perubahan akan mengalami kesulitan untuk menjalankan pekerjaannya sehingga
kinerjanya menjadi kurang efektif.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Kinerja

13
Efektivitas kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Danim (2004)
efektivitas kinerja dipengaruhi oleh interaksi antar-sesama yang mencakup hal-hal
berikut:

a. Gaya kepemimpinan, dapat mempengaruhi efektivitas kinerja di antaranya:


otoriter, demokratis, pseudo demokratis, situasional, paternalistis, orientasi
pemusatan, dan lain-lain.

b. Ketergantungan, dapat mempengaruhi efektivitas kinerja misalnya:


ketergantungan penuh, ketergantungan sebagian, ketergantungan situasional, dan
tidak ada ketergantungan.

c. Hubungan persahabatan dapat mempengaruhi efektivitas kinerja misalnya:


kaku, longgar, situasional, berpusat pada seseorang, dan berpusat secara kombinasi.

d. Kultur dapat mempengaruhi efektivitas kinerja seperti: menghambat dan


menunjang.

e. Kemampuan dasar setiap orang untuk berinteraksi misalnya ada yang cepat
dan ada yang lambat, situasional, dan tidak berinteraksi sama sekali.

f. Sistem nilai dapat mempengaruhi efektivitas nilai misalnya: terbuka,


tertutup, dan prasangka. Soeprihanto (2001) mengatakan efektivitas kinerja berkaitan
erat dengan prestasi kerja seseorang. Efektivitas kinerja dan prestasi tidak hanya
dinilai dari hasil secara fisik tetapi juga mencakup pelaksanaan kerja secara
keseluruhan yang meliputi kemampuan kerja, hubungan kerja, disiplin kerja, prakarsa
dan kepemimpinan. Kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
tujuan dan sasaran yang ditetapkan merupakan salah satu indikator kinerja yang
efektif dan prestasi yang tinggi. Perencanaan efektivitas kinerja dan prestasi didahului
dengan perencanaan cara mencapainya dan menetapkan tujuan yang akan dicapai.
Fungsi pengorganisasian menjelaskan tanggung jawab dan wewenang individu dalam
organisasi sedangkan fungsi pengarahan menjelaskan panduan pencapaian hasil

14
dalam bentuk interaksi yang lebih berorientasi pada psikologi individu dalam
organisasi. Sementara fungsi pengendalian menjelaskan kemampuan individu untuk
menjamin konsistensi hasil aktual dengan yang telah direncanakan.

Gibson (1996) menambahkan kemampuan mengelola individu dalam


organisasi secara efektif merupakan kunci peningkatan efektivitas kinerja.

Pendapat lain dikemukakan Kuswadi (2004) yang mengatakan efektivitas


kinerja merupakan kesesuaian antara kompetensi individu dengan persyaratan kerja
atau kebutuhan tugas yang diharapkan organisasi (competencies and job demands).
Keterbatasan kompetensi individu dapat menghambat pelaksanaan pekerjaan atau
tugas-tugas seseorang. Ketidakmampuan seseorang mencapai sasaran atau tujuan
yang ditetapkan mencerminkan kinerja individu yang kurang baik.

4. Pengukuran Efektivitas Kerja

Menurut Gibson (dalam Wahid, 2002:32) mengemukakan bahwa, efektivitas


kerja dapat pula diukur sebagai berikut:

a. Produksi (production) yaitu kemampuan menghasilkan secara maksimal

dari program kegiatan yang direncanakan.

b. Efisiensi (efficiency) yaitu penempatan sumberdaya manusia sebagai

pelaksanaan program kegiatan secara maksimal dengan hasil yang tetap

optimal.

c. Kepuasan kerja (job satisfaction) yaitu kegiatan yang berhasil

dilaksanakan secara individu ataupun organisasi dapat dirasakan secara

keseluruhan.

15
d. Menyesuaikan diri (adaptiveness) yaitu kemampuan dalam menangani

adanya perubahan, sehingga sasaran pencapaian tujuan dapat berhasil.

e. Pengembangan (development) yaitu upaya pengembangan kegiatan,

sehingga lebih berhasil dari rencana yang telah ditetapkan.

5. Dimensi Efektifitas Kerja

Dalam mengukur efektivitas organisasi, dapat dilihat dari indikator-indikator


efektivitas. Menurut Etzioni, 4 (empat) dimensi efektivitas organisasi, yaitu: adaptasi,
integrasi, motivasi dan produksi.

● Dimensi adaptasi menekankan pada kemampuan suatu organisasi untuk


menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
● Dimensi integrasi menekankan pada kemampuan suatu organisasi untuk
mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan
berbagai macam organisasi lainnya.
● Dimensi motivasi berkaitan dengan keterikatan dan hubungan antara pelaku
organisasi dengan organisasinya.
● Dimensi produksi berkaitan dengan jumlah dan mutu keluaran organisasi serta
intensitas kegiatan suatu organisasi.

16
17
18

B. Beban Kerja

1. Pengertian Beban Kerja

Menurut Permendagri Nomor 12 tahun 2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan
yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara
volume kerja dan norma waktu. Gibson (2009) menyatakan bahwa beban kerja adalah
keharusan mengerjakan terlalu banyak tugas atau penyediaan waktu yang tidak cukup
untuk menyelesaikan tugas.

Selanjutnya berdasarkan Undang- undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 bahwa


beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit
organisasi dan merupakan hasil kali antara jumlah pekerjaan dengan waktu. Setiap
pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun
masyarakat di sekelilingnya, untuk itu perlu dilakukan upaya penyerasian antara
kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar, sehingga diperoleh
produktivitas kerja yang optimal.

Menurut Gibson (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja, yaitu:

1. Time pressure (tekanan waktu)

Secara umum dalam hal tertentu waktu akhir (dead line) justru dapat meningkatkan
motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi, namun desakan waktu juga
dapat menjadi beban kerja berlebihan kuantitatif ketika hal ini mengakibatkan
munculnya banyak kesalahan atau kondisi kesehatan seseorang berkurang.

2. Jadwal kerja atau jam kerja

Jumlah waktu untuk melakukan kerja berkontribusi terhadap pengalaman akan


tuntutan kerja, yang merupakan salah satu faktor penyebab stres di lingkungan kerja.
Hal ini berhubungan dengan penyesuaian waktu antara pekerjaan dan keluarga
terutama jika pasangan suami-istri sama- sama bekerja. Jadwal kerja strandart adalah
19

8 jam sehari selama seminggu. Untuk jadwal kerja ada tiga tipe, yaitu: night shift,
long shift, flexible work schedule. Dari ketiga tipe jadwal kerja tersebut, long shift
dan night shift dapat berpengaruh terhadap kesehatan tubuh seseorang.

3. Role ambiguity dan role conflict

Role ambiguity atau kemenduaan peran dan role conflict atau konflik peran dapat
mempengaruhi persepsi seseorang terhadap beban kerjanya. Hal ini dapat sebagai hal
yang mengancam atau menantang.

4. Kebisingan, dapat mempengaruhi pekerja

dalam hal kesehatan dan performancenya. Pekerja yang kondisi kerjanya sangat
bising dapat mempengaruhi efektifitas kerjanya dalam menyelesaikan tugasnya,
dimana dapat mengganngu konsentrasi dan otomatis mengganggu pencapaian tugas
sehingga dapat dipastikan semakin memperberat beban kerjanya.

5. Informatian overload,

Banyaknya informasi yang masuk dan diserap pekerja dalam waktu yang bersamaan
dapat menyebabkan beban kerja semakin berat. Kemajemukan teknologi dan
penggunaan fasilitas kerja yang serba canggih membutuhkan adaptasi tersendiri dari
pekerja. Semakin komplek informasi yang diterima, dimana masing-masing menuntut
konsekuensi yang berbeda dapat mempengaruhi proses pembelajaran pekerja dan
efek lanjutannya bagikesehatan jika tidak tertangani dengan baik.

6. Temperature extremes atau heat overload.


20

Sama halnya dengan kebisingan, faktor kondisi kerja yang beresiko seperti tingginya
temperatur dalam ruangan juga berdampak pada kesehatan. Hal ini utamanya jika
kondisi tersebut berlangsung lama dan tidak ada peralatan pengamannya.

7. Repetitive action.

Banyaknya pekerjaan yang membutuhkan aksi tubuh secara berulang, seperti pekerja
yang menggunakan komputer dan menghabiskan sebagian besar waktunya dengan
mengetik, atau pekerja assembly line yang harus mengoperasikan mesin dengan
prosedur yang sama setiap waktu atau dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan
timbul rasa bosan, rasa monoton yang pada akhirnya dapat menghasilkan
berkurangnya perhatian dan secara potensial membahayakan jika tenaga gagal untuk
bertindak tepat dalan keadaan darurat. Aspek ergonomi dalam lay out tempat kerja.

8. Tanggung jawab

Setiap jenis tanggung jawab (responsibility) dapat merupakan beban kerja bagi
sebagian orang. Jenis-jenis tanggung jawab yang berbeda, berbeda pula fungsinya
sebagai penekan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab terhadap
orang menimbulkan tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan. Sebaliknya
semakin banyak tanggung jawab terhadap barang, semakin rendah indikator tekanan
yang berhubungan dengan pekerjaan.

2. Dimensi Beban kerja

Menurut Munandar (2001:381-384), mengklasifikasikan beban kerja kedalam faktor-


faktor intrinsik dalam pekerjaan sebagai berikut :

1. Tuntutan Fisik.
21

Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal

disamping dampaknya terhadap kinerja pegawai, kondisi fisik berdampak pula


terhadap kesehatan mental seorang tenaga kerja. Kondisi fisik pekerja mempunyai
pengaruh terhadap kondisi faal dan psikologi seseorang. Dalam hal ini bahwa kondisi
kesehatan pegawai harus tetap dalam keadaan sehat saat melakukan pekerjaan , selain
istirahat yang cukup juga dengan dukungan sarana tempat kerja yang nyaman dan
memadai.

2. Tuntutan tugas

Kerja shif/kerja malam sering kali menyebabkan kelelahan bagi para

pegawai akibat dari beban kerja yang berlebihan.Beban kerja berlebihan dan beban
kerja terlalu sedikit dapat berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Beban kerja dapat
dibedakan menjadi dua katagori yaitu :

a. Beban kerja terlalu banyak/sedikit “ Kuantitatif” yang timbul akibat dari tugas
tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan
dalam waktu tertentu.

b. Beban kerja berlebihan/terlalu sedikit Kualitatif yaitu jika orang merasa tidak
mampu untuk melaksanakan suatu tugas atau melaksanakan tugas tidak menggunakan
keterampilan dan atau potensi dari tenaga kerja.

Beban kerja terlalu sedikit dapat menyebabkan kurang adanya rangsangan akan
mengarah kesemangat dan motivasi yang rendah untuk kerja, karena pegawai akan
merasa bahwa dia tidak maju maju dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan
bakat dan keterampilannya (Sutherland & Cooper dalam Munandar 2001:387).

Sedangkan menurut Tarwaka (2011:131) sebagai berikut) dimensi ukuran beban kerja
yang dihubungkan dengan performasi, yaitu :
22

1. Beban waktu (time load)menunjukan jumlah waktu yang tersedia dalam


perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas atau kerja.

2. Beban usaha mental (mental effort load) yaitu berarti banyaknya usaha mental
dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

3. Beban tekanan Psikologis(psychological stress load)yang menunjukan tingkat


resiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi”.

3. Faktor-faktor Yang mempengaruhi Beban Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja dalam penelitian Aminah Soleman


(Jurnal Arika, 2011:85) adalah sebagai berikut :

1. Faktor eksternal: Beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti :

a. Tugas (Task).

Meliputi tugas bersifat seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat kerja, kondisi ruang
kerja, kondisi lingkungan kerja, sikap kerja, cara angkut, beban yang diangkat.
Sedangkan tugas yang bersifat mental meliputi, tanggung jawab, kompleksitas
pekerjaan, emosi pekerjaan dan sebagainya.

b. Organisasi kerja.

Meliputi lamanya waktu kerja, waktu istirahat, shift kerja, sistem kerja dan
sebagainya.

c. Lingkungan kerja.

Lingkungan kerja ini dapat memberikan beban tambahan yang meliputi, lingkungan
kerja fisik, lingkungan kerja miniawi, lingkungan kerja bioligis dan lingkungan kerja
psikologis.
23

2. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat dari reaksi beban
kerja eksternal yang berpotensi sebagai stresor, meliputi faktor somatis (jenis
kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan, dan sebagainya), dan
faktor psiksi (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan, dan sebagainya).

3. Indikator-Indikator Beban Kerja

Indikator yang mempengaruhi beban kerja dalam penelitian Aminah Soleman (Jurnal
Arika, 2011 : 85) adalah sebagai berikut :

1. Faktor ekternal : Beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti :

- Tugas (Task) : Meliputi tugas bersifat fisik seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat
kerja, kondisi ruang kerja, kondisi lingkungan kerja, sikap kerja, cara angkut, beban
yang diangkat. Sedangkan tugas yang bersifat mental meliputi, tanggung jawab,
kompleksitas pekerjaan, emosi pekerja dan sebagainya.

- Organisasi Kerja : Meliputi lamanya waktu kerja, waktu istirahat, shift kerja, system
kerja dan sebagainya.

- Lingkungan Kerja : Lingkungan kerja ini dapat memberikan beban tambahan yang
meliputi, lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja kimiawi, lingkungan kerja biologis
dan lingkungan kerja psikologis.

2. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat dari reaksi beban
kerja ekternal yang berpotensi sebagai stresor, meliputi faktor somatic (jenis kelamin,
umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan, dan sebagainya), dan faktor psiksi
(motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan, dan sebagainya).
24

4. Pengukuran Beban Kerja

Pengukuran beban kerja dapat dilakukan dalam berbagai prosedur, namun O’Donnell
& Eggemeier (dalam Muskamal, 2010) telah menggolongkan secara garis besar ada
dua kategori pengukuran beban kerja.

Dua kategori tersebut yaitu:

1. Pengukuran subjektif, yakni pengukuran yang didasarkan kepada penilaian dan


peloporan oleh pekerja terhadap beban kerja yang dirasakannya dalam menyelesaikan
suatu tugas. Pengukuran jenis ini pada umumnya menggunakan skala penilaian
(ratting scale).

2. Pengukuran kinerja, yaitu pengukuran yang diperoleh melalui pengamatan


terhadap aspek-aspek perilaku/ aktivitas yang ditampilkan oleh pekerja. Salah satu
jenis dalam pengukuran kinerja adalah pengkuruan yang diukur berdasarkan waktu.
Pengukuran kinerja dengan menggunakan waktu merupakan suatu metode untuk
mengetahui waktu penyelesaian suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja yang
memiliki kualifikasi tertentu, di dalam suasana kerja yang telah ditentukan serta
dikerjakan dengan suatu tempo kerja tertentu (Whitmore, 1987).

Pengukuran fisiologis, yaitu pengukuran yang mengukur tingkat beban kerja dengan
mengetahui beberapa aspek dari respon fisilogis pekerja sewaktu menyelesaikan
suatu tugas/ pekerja tertentu. Pengukuran yang dilakukan biasanya pada refleks pupil,
pergerakan mata, aktivitas otot dan respon-respon tubuh lainnya.

C. Stress kerja

1. Pengertian Stres Kerja

Pengertian stres kerja secara umun yaitu masalah-masalah tentang stres kerja pada
dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi dilingkungan
25

pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek
pekerjaannya. Didalam membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengerti
(Veithzal Rivai dan Dedi Mulyadi, 2010:307. Menurut Charles D. Spielberger seperti
dikutip oleh Veithzal Rivai dan Dedi Mulyadi (2010:307) : “Stres adalah tuntutan-
tuntutan eksternal mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan atau
suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan
sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan tidak menyenangkan yang berasal dari
luar diri seseorang”.

Menurut Laundy seperti dikutip Vaithzal Rivai (2010:308) menyatakan stres kerja
adalah ketidak seimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga
menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya. Dan menurut Beer dan Newman
1978 (dalam Sutarto Wijono,2010:121): Stres kerja adalah suatu kondisi yang muncul
akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan mereka, dimana terdapat ketidak
sesuaian karakteristik dan perubahan-perubahan yang tidak jelas terjadi dalam
perusahaan. Sedangkan menurut Selye (dalam Ashar Sunyoto, 2008:372): Stres kerja
dapat mengatur waktu secara teratur. Individu tersebut selalu menghadapi tugas
secara tepat, dan kalau perlu ia mendeglasikan tugas- tugas tertentu kepada orang lain
dengan memberikan kepercayaan penuh.

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa


terjadinya stres kerja adalah karena adanya ketidakseimbangan antara karakteristik
kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat
terjadi pada semua kondisi pekerjaan.

2. Dimensi Stres Kerja

Stres kerja dapat diukur dari berbagai dimensi, tetapi dalam penelitian ini stres kerja
akan diukur dari 3 dimensi (Michael et al., 2009), yaitu:

1. Beban kerja
26

Adanya ketidaksesuaian antara peran yang diharapkan, jumlah waktu, dan sumber
daya yang tersedia untuk memenuhi persyaratan tersebut. Beban kerja berkaitan
dengan banyaknya tugas-tugas yang harus dilaksanakan, ketersediaan waktu, serta
ketersediaan sumber daya. Apabila proporsi ketiganya tidak seimbang, kemungkinan
besar tugas tersebut tidak bisa diselesaikan dengan baik. Ketidakseimbangan ini bisa
menyebabkan seseorang mengalami stres.

2. Konflik peran

Konflik peran merujuk pada perbedaan konsep antara karyawan yang bersangkutan
dengan atasannya mengenai tugas-tugas yang perludilakukan. Konflik peran secara
umum dapat didefinisikan sebagai terjadinya dua atau lebih tekanan secara simultan
sehingga pemenuhanterhadap salah satu tuntutan akan membuat pemenuhan terhadap
tuntutan. yang lain menjadi sulit (House dan Rizzo, 1972; Kahn et al., 1964;Pandey
dan Kumar, 1997 seperti dikutip oleh Mansoor et al., 2011).Konflik peran berkaitan
dengan perbedaan konsep antara pekerja dansupervisor (atau atasan) mengenai
konten dari pentingnya tugas- tugaspekerjaan yang dibutuhkan. Inilah yang bisa
menyebabkan konflik, adanya pertentangan antara komitmen terhadap beberapa
supervisor (atasan) dan nilai-nilai individu yang berkaitan dengan persyaratan
organisasi.

3. Ambiguitas peran

Ambiguitas peran berkaitan dengan ketidakjelasan tugas-tugas yang harus

dilaksanakan seorang karyawan. Hal ini terjadi salah satunya karena job description
tidak diberikan oleh atasan secara jelas, sehingga karyawan kurang mengetahui peran
apa yang harus dia lakukan sertatujuan yang hendak dicapai dari perannya tersebut.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja

1. Faktor Organisasi
27

Dalam faktor organisasi berpengaruh juga terhadap stres kerja karyawan dimana
semua aktivitas di dalam perusahaan berhubungan dengan karyawan. Seperti
tuntututan kerja atau beban kerja yang terlalu berat, kerja yang membutuhkan
tanggung jawab tinggi sangat cenderung mengakibatkan stres tinggi.

2. Faktor Lingkungan

Adanya lingkungan sosial turut berpengaruh terhadap stres kerja pada karyawan.
Dimana adanya dukungan sosial berperan dalam mendorong seseorang dalam
pekerjaannya, apabila tidak adanya faktor lingkungan sosial yang mendukung maka
tingkat stres karyawan akan tinggi.

4. Faktor Individu

Adanya faktor individu berperan juga dalam mempengaruhi stres karyawan. Dalam
faktor individu kepribadian seseorang lebih berpengaruh Menurut Robbins (2008)
mengatakan timbulnya stres dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor : terhadap stres
kerja pada karyawan. Dimana kepribadian seseorang menentukan seseorang tersebut
mudah mengalami stres atau tidak.

4. Indikator-Indikator Stres Kerja

Menurut Aamodt (Margiati, 1999 : 71)) ada empat sumber utama yang dapat
menyebabkan timbulnya stress kerja yaitu :

1. Beban Kerja.

2. Tuntutan atau tekanan dari atasan.

3. Ketegangan dan kesalahan.


28

4. Menurunnya tingkat interpersonal.

a. Hipotesis

Berdasarkan pada kerangka berpikir diatas, maka dapat di rumuskan hipotesis

sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh antara Beban kerja dengan efektifitas kerja pada paramedis

perawat pasien covid 19 di Jakarta.

2. Terdapat pengaruh antara Stress kerja dengan efektifitas kerja pada paramedis

perawat pasien covid 19 di Jakarta.

3. Terdapat pengaruh antara Stress kerja dan beban kerja terhadap efektifitas kerja

pada paramedis perawat pasien covid 19 di Jakarta.


BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang meliputi

identifikasi variabel penelitian, definisi variabel penelitian, populasi dan metode

pengambilan sampel, metode pengumpulan data, hasil uji coba instrumen, dan

metode analisis data.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri atas tiga variabel, yaitu dua variabel bebas

(independent variable) atau variabel yang tidak bergantung pada variabel lainnya (X1

dan X2) dan satu variabel terikat (dependent variable) atau variabel yang tergantung

pada variabel lainnya (Y). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

1. Variabel bebas (X1), yaitu beban kerja

2. Variabel bebas (X2), yaitu Stress kerja

3. Variabel terikat (Y), yaitu Efektifitas kerja

Definisi Variabel Penelitian

1. Definisi Konseptual

29
Definisi konseptual berisi tentang batasan terhadap masalah variabel-variabel

yang dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian agar dapat mempermudah

pelaksanaan dilapangan. Untuk membatasi pembahasan penelitian ini, berikut definisi

konseptual dari variabel penelitian, yaitu:

a. Beban kerja

beban kerja adalah keharusan mengerjakan terlalu banyak tugas atau penyediaan
waktu yang tidak cukup untuk menyelesaikan tugas

a. Stress kerja

suatu tanggapan penyesuaian yang diperantarai oleh perbedaan-perbedaan

individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari

setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan

permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang.

a. efektifitas kerja

berkaitan dengan tepat tidaknya pemilihan sesuatu sehingga mampu mencapai

sasaran yang diinginkan.

2. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yang hendak diteliti, beban kerja,

stress kerja dan efektifitas kerja. Berikut ini merupakan definisi operasional dari

ketiga variabel.

A. Beban kerja

30
Beban kerja adalah sejumlah kegiatan atau tugas yang harus diselesaikan oleh
pekerja dalam jangka waktu tertentu yang mana dalam pelaksanaannya menuntut
kemampuan seorang individu baik dari segi kuantitatif maupun segi kualitatif.
Dalam penelitian ini beban kerja akan diungkapkan dengan skala beban kerja
pada tenaga produksi tayangan televisi yang disusun berdasarkan dua aspek yang
meliputi kuantitatif dan kualitatif.
B. Stres Kerja
Stres yang terjadi ditempat kerja sebagai respon individu terhadap stressor, baik
yang berasal dari pekerjaan maupun di luar pekerjaan yang ditandai oleh adanya
gejala fisiologis, psikologis, dan perilaku yang mengganggu aktivitas kerjanya.
Dalam penelitian ini stres kerja akan diungkapkan dengan skala stres kerja pada
tenaga produksi tayangan televisi dengan gejala-gejala yang muncul pada
umumnya seperti gejala fisik, psikologis dan perilaku.
C. Efektifitas Kerja

Kemampuan untuk melakukan sesuatu yang tepat didasarkan pada tujuan yang telah
ditetapkan atau direncanakan. Pelaksanaan suatu program sesuai dengan tujuan yang
direncanakan menunjukkan efektivitas program tersebut dapat terlaksana dengan
baik. Sebaliknya, ketidaksesuaian pelaksanaan program dengan tujuan yang
ditetapkan memperlihatkan program yang dilaksanakan belum efektif.C. Populasi
dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2018:80). Populasi pada
penelitian ini adalah Karyawan PT. Kaltim Global

31
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut, sedangkan teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang
akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2017:81). Pengambilan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan melihat tabel Morgan. Diambil 110 responden untuk
sampel dan sisa 30 responden untuk tryout. Teknik sampling yang digunakan adalah
simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak tanpa memerhatikan
strata yang ada dalam populasi (Sugiyono 2017:82) dengan cara pemilihan diundi.

2. Instrument Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena
alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut
variabel peneltian. Jumlah instrumen yang akan digunakan untuk penelitian
tergantung pada jumlah variabel yang diteliti (Sugiyono, 2017:92). Teknik yang
dilakukan peneliti untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk membantu
penelitian ini adalah:

Metode Skala

Metode skala digunakan untuk pengukuran yang berisi pernyataan-peryantaan dengan


pilihan yang harus dijawab siswa sesuai dengan diri siswa tersebut. Penelitian ini
menggunakan dua skala yaitu adversity quotient dan school well-being. Skala yang
digunakan menggunakan skala Likert. Pada skala Likert terdapat lima options pilihan
jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral), TS (Tidak Setuju), dan STS
(Sangat Tidak Setuju). Pada skala ini akan ditampilkan pernyataan mendukung
(favorable) dan tidak mendukung (unfavorable) (Kuncono, 2016). Adapun penilaian
pada kelima alternatif jawaban tersebut adalah sebagai berikut:

Skoring Skala Likert

Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable

32
SS (Sangat Setuju) 5 1

S (Setuju) 4 2

N (Netral) 3 3

TS (Tidak Setuju) 2 4

STS (Sangat Tidak Setuju) 1 5

Metode pengumpulan data menggunakan tiga macam skala, yaitu: skala penerimaan
diri, skala dukungan sosial suami dan skala stres kerja yang disusun berdasarkan
blueprint instrument penelitian berikut berikut:

No Variabel Indikator Jumlah

1 Kepuasan Kerja Adaptasi 5

Integrasi 5

Motivasi 5

Produksi 5

2 Beban Kerja Tuntutan Fisik 5

Tuntutan Tugas 5

3 Stress Kerja Beban Kerja 5

Konflik Kerja 5

Ambiguitas Peran 5

Jumlah 45

2. Instrumen Analisis Data Penelitian

33
Instrumen-instrumen penelitian yang digunakan haruslah valid dan reliabel
saat digunakan. Pengujian terhadap validitas dan reliabilitas dalam suatu penelitian
merupakan hal yang wajib dilakukan agar skala yang menjadi pengumpulan data
memiliki akurasi yang tepat dan terpercaya. Keseluruhan uji validitas dan uji
reliabilitas alat ukur ini menggunakan alat bantu uji statistik SPSS.

Daftar Pustaka

Ni Luh Bakti, Mesha Murti. Rahardjo, Kusdi. Faisal Riza, Muhammad.2013.


“Pengaruh Motivasi dan Disiplis Terhadap Efetivitas Kerja Karyawan” dalam
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Volume 6 No. 2. Malang : Universitas Brawijaya.

Chandra, Riny & Adriansyah, Dody. 2017. “Pengaruh Beban Kerja dan Stres Kerja
terhadap Kinerja Karyawan”. Dalam Jurnal Manajemen dan Keungan Vol 6 No 1.
Langsa : PT Mega Central Finance

Munandar, Ashar Sunyoto. 2008. Cetakan ke 8 Psikologi Industri Dan Organisai.


Universitas Indonesia, Jakarta.

Adil Kurnia (2010) Workshop Workload Analysis Beban Kerja.


http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/11991558-beban-
kerja/#ixyz1IW4ZO2Mr.

Agripa Toar Sitepu. Jurnal Emba Vol. 1 No 4 Desember 2013, Hal 1123-1133 Issn
2303-1174. “Beban Kerja dan Motivasi Pengaruhnya terhadap Kinerja Karyawan”
Pada PT. Bank Tabungan Negara Tbk Cabang Manado.

Galih, Bayu & Puspa Sari, Haryanti & Maharani, Tsarina.(2020 ,09 Maret).
Kronologi dan Urutan Munculnya 6 Positif Vrus Corona di Indonesia. Dikutp dari

34
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/09/05280011/kronologi-dan-urutan-
munculnya-6-orang-positif-virus-corona-di-indonesia.

35

Anda mungkin juga menyukai