PENDAHULUAN
A. Latar belakang
virus ini yang dapat menyebabkan penyakit pada burung dan mamalia (termasuk
umumnya ringan, seperti pilek, meskipun beberapa bentuk penyakit seperti SARS,
pneumonia, baik pneumonia virus langsung atau pneumonia bakterial sekunder, dan
dapat menyebabkan bronkitis, baik bronkitis virus langsung atau bronkitis bakterial
sekunder. Koronavirus manusia yang ditemukan pada tahun 2003, SARS-CoV, yang
menyebabkan sindrom pernafasan akut berat (SARS), memiliki patogenesis yang unik
karena menyebabkan infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah. (WIKIPEDIA)
kali ditemukan di kota Wuhan China yang kemudia bermigrasi dan mewabah ke seluruh
dunia. Akibat dari penyebarannya yang cukup masiv tersebut pada akhirnya pada
Asal usul virus Corona penyebab COVID-19 masih menjadi misteri. Meskipun
sejumlah besar penelitian tentang virus corona baru atau SARS-CoV-2 telah dilakukan,
belum ada yang bisa memastikan asal-usulnya.Di awal kemunculannya, virus ini
dianggap bersumber di sebuah pasar di China. Beragam spekulasi pun muncul mengenai
asal usul virus Corona seperti klaim virus itu secara tidak sengaja bocor dari
laboratorium. Pada akhir Desember 2019, pejabat kesehatan mengeluarkan peringatan
pertama tentang klaster kasus pneumonia di Wuhan, China. Kasus-kasus itu akan
menjadi kasus COVID-19 pertama yang dilaporkan di dunia. Sejak diketahui pertama
kesehatan di seluruh dunia hingga menjadi pandemik saat ini. Tiap negara menerapkan
strategi pencegahan dengan cara tersendiri. Di Indonesia, kasus ini pertama kali
dideteksi pada tanggal 2 Maret 2020 pada dua pasien di Jakarta, yang diikuti dengan
penyebaran virus COVID-19 yang begitu cepat dan meluas ke seluruh daerah di
menerapkan sistem lock down. Memasuki kondisi era baru, pemerintah menghimbau
masyarakat untuk menerapkan cara hidup yang baru untuk mencegah penularan lebih
luas sekaligus mencegah tidak terinfeksi, yaitu mengenakan masker, menjaga jarak,
Indonesia tentang metode uji COVID-19 dan kebijakan yang diterapkan pemerintah
terkait dengan hal ini. Saat angka kasus COVID-19 di Indonesia semakin meningkat,
masyarakat mendesak pemerintah untuk melakukan rapid test seperti di Korea Selatan.
lain pihak, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Corona, Achmad Yurianto,
menyatakan bahwa rapid test di Indonesia yang dilaksanakan saat itu berbeda dari rapid
test di Korea Selatan . Kontroversi tentang deteksi Corona juga terlihat di masyarakat,
seperti saat pasien COVID-19 dijemput paksa petugas untuk dibawa ke pusat karantina
atau rumah sakit . Mereka menolak dengan alasan hasil rapid test awal mereka negatif
dan tidak bisa diterima di akal kalau mereka kemudian dinyatakan positif oleh tenaga
medis. Mereka berasumsi bahwa sekali hasil ujinya negatif maka hasil uji selanjutnya
seharusnya juga akan negatif. Ada kecurigaan di masyarakat bahwa hasilnya tidak
diwarnai dengan beberapa kasus pasien COVID-19 dan jenazah dibawa paksa pulang
bahwa keluarganya hanyalah orang tanpa gejala (OTG) atau si pasien bukanlah
COVID-19 pada uji swab pertama atau kedua. Pada 15 Juli 2020 Menteri Kesehatan
rapid test untuk deteksi coronavirus. Di sisi lain, banyak ahli kesehatan menyetujui
Penyakit COVID-19 pertama kali ditemukan atau terjadi di Wuhan, Cina pada
bulan desember 2019 lalu, kini telah menyebar di penjuru dunia. Setidaknya hingga saat
ini tanggal 14 April 2020, tercatat ada 1.844.863 kasus yang sudah terkonfirmasi
Jumlah kasus yang sudah terkonfirmasi di Indonesia mencapai 4.839 jiwa, 426
Menurut angka terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah kasus
Covid-19 di seluruh dunia telah melampaui 90 juta kasus, tepatnya mencapai 90.054.813
Melansir Xinhua, secara global, pada pukul 9:47 pagi pada hari rabu, ada
90.054.813 kasus covid-19 yang dikonfirmasi, termasuk 1.945.610 kasus kematian, yang
dilaporkan ke WHO. Update terakhir: 13-01-2022. Menurut WHO dari 226 Negara
terdapat 312.173.462 kasus terkonfirmasi dan 5.501.000 di antaranya meninggal
dunia.
jumlah kasus terkonfirmasi positif 0.3% dari jumlah terkonfirmasi nasional 14,329
jumlah kasus sembuh 98.2% dari jumlah terkonfirmasi provinsi 265jumlah kasus
data dari kemkes.go.id, covid19.go.id, BNPB, hingga Jumat (14/1/2022) jam 21:50:53,
jumlah orang yang terkonfirmasi positif virus corona di Kota Ambon telah mencapai
3.962. Selanjutnya yang meninggal akibat COVID-19 sebanyak 50 orang, dan 0 positif
Rumah Sakit Bayankara Ambon, jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan rapid tes
dari awal Januari- November adalah sebanyak 4.452 org sedangkan Hingga akhir
desember 2021 jumlah orang yang terkonfirmasi positif virus corona di Kota Ambon
dengan judul : “Gambaran Pemeriksaan Rapid test Antigen Di Rmah Sakit Bhayangkara
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
C. Tujuan Penilitian
1. Tujuan
D. Manfaat Penelitan
Dapat memberikan informasi melalui hasil penelitian kepada Rumah sakit tentang
2. Bagi Institusi
uji Pemeriksaan Rapid test Antigen Di Rmah Sakit Bhayangkara Pasca Vasinasi
Covid 19.
3. Bagi Penulis
wawasan dan pengetahuan tentang hasil Pemeriksaan Rapid test Antigen Di Rmah
yang mendeteksi antigen (protein virus) SARS-CoV-2 pada sampel dari saluran
pernapasan pasien atau antibodi IgG/IgM pada sampel serum pasien (Ying dkk.
2020). Saat ini, pemeriksaan dengan metode deteksi antibodi lebih banyak
digunakan (Zhao dkk. 2020). RDT dapat digunakan mulai minggu kedua setelah
awal infeksi, karena kadar antibodi IgM memuncak pada minggu kedua dan
antibodi IgG memuncak pada minggu ketiga (CDC, 2020). Kinerja alat RDT
dipengaruhi beberapa faktor, seperti awitan gejala penyakit, konsentrasi virus pada
berkisar dari 35,8% sampai 80% berdasarkan penggunaan RDT berbasis antigen
untuk penyakit saluran pernapasan bukan COVID-19 (Ruíz, 2015). Hingga saat ini,
Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) dengan swab merupakan salah satu
cara untuk mendeteksi adanya materi genetik atau protein spesifik dari Virus SARS
CoV-2. Metode pemeriksaan ini digunakan untuk pelacakan kasus ataupun screening,
termasuk screening yang dilakukan pada saat akan melakukan aktivitas perjalanan
orang dalam negeri. Masyarakat dapat memperoleh layanan tes rapid antigen secara
Laboratorium dan Fasyankes lainnya. Rapid test yang banyak beredar saat ini adalah
metode untuk mendeteksi antibodi, yaitu IgM dan IgG, yang diproduksi oleh tubuh
untuk melawan virus Corona. Antibodi ini akan dibentuk oleh tubuh bila ada paparan
virus Corona. Dengan kata lain, bila antibodi ini terdeteksi di dalam tubuh seseorang,
artinya tubuh orang tersebut pernah terpapar atau dimasuki oleh virus Corona.
Namun, perlu Anda ketahui, pembentukan antibodi ini memerlukan waktu, bahkan
bisa sampai beberapa minggu. Hal inilah yang menyebabkan keakuratan dari rapid
test antibodi ini sangat rendah. Bahkan dalam sebuah pengamatan, disimpulkan bahwa
keakuratan rapid test dalam mendeteksi antibodi terhadap SARS-CoV-2 hanya 18%.
Artinya, jika 100 orang mendapatkan hasil negatif dari rapid test, hanya 18 orang
yang benar-benar tidak terinfeksi virus ini. Sementara itu, 92 orang lainnya
sebenarnya telah terinfeksi, tapi tidak terdeteksi dengan alat ini. WHO secara tegas
tidak menyarankan rapid test antibodi sebagai sarana untuk mendiagnosis COVID-19.
Meski begitu, WHO tetap memperbolehkan penggunaan tes ini untuk penelitian atau
pemeriksaan epidemiologi. Selain rapid test untuk antibodi, baru-baru ini juga dibuat
rapid test untuk mendeteksi antigen atau protein yang membentuk badan virus
penyebab COVID-19 atau SARS-CoV-2. Metode rapid test ini memang lebih akurat
dari rapid test antibodi. Namun, tes ini hanya akurat untuk pasien dengan jumlah virus
yang tinggi di tubuhnya. Sementara untuk orang yang belum diketahui statusnya,
keakuratannya cukup rendah, yaitu hanya 30%. Jadi, penggunaan tes ini untuk
diagnosis awal sangat tidak disarankan. Selain rapid test, kini alat GeNose juga telah
digunakan sebagai alternatif skrining awal untuk COVID-19. Meski demikian, alat ini
masih belum jelas tingkat akurasinya. Tes yang dapat memastikan apakah seseorang
positif terinfeksi virus Corona sejauh ini hanyalah pemeriksaan polymerase chain
reaction (PCR). Pemeriksaan ini bisa mendeteksi langsung keberadaan virus Corona,
bukan melalui ada tidaknya antibodi terhadap virus ini. Pengamilan sampel untuk
metode ini bisa menggunakan teknik usap (swab), maupun dengan PCR kumur.
A. Konsep Virus Corona
laboratorium termasuk keberadaan protein dan RNA genomik virus, patologi dan
radiografi . Diagnosis pada tahap awal infeksi meliputi pengujian sampel saluran
pernafasan secara PCR, uji serum untuk IgM dan IgG terhadap SARS-CoV-2, foto
thoraks, pemeriksaan darah lengkap untuk abnormalitas limfopenia dan neutrofilia, dan
uji fungsi hati . Ada dua tipe uji untuk COVID-19 berdasarkan Food and Drug
Administration (FDA), yaitu uji diagnostik dan uji antibodi. Uji diagnostic sendiri ada
dua tipe, yaitu uji molekuler secara reverse-real time-polymerase chain reaction
(reverse-RT-PCR atau sering disingkat sebagai RT-PCR saja) dan uji antigen. Uji
masing metode berbeda dari segi pengambilan sampelnya, elemen yang dideteksi,
kecepatan dan kapasitas deteksi. Karena keterbatasan kapasitas uji di Indonesia maka
uji diagnosa untuk orang terbukti atau terduga COVID-19 dilakukan sesuai skala
prioritas. Berdasarkan arahan dari WHO, konfirmasi rutin kasus COVID-19 didasarkan
pada metode nucleic acid amplification tests (NAAT) yang mendeteksi urutan unik dari
RNA virus. Salah satu metode NAAT adalah RT-PCR yang sering disebut sebagai uji
molekuler. Uji serologis bukan metode yang direkomendasikan untuk deteksi kasus
tetapi sangat diperlukan untuk penelitian dan surveillance. Begitu pula uji antigen
untuk COVID-19 tidak direkomendasikan untuk diagnosis klinis. Selain ketiga tipe uji
tersebut, terdapat juga beberapa metode yang dikembangkan untuk diagnosis penyakit
COVID-19 ini.
Konfirmasi rutin kasus COVID-19 dilakukan dengan metoda nucleic acid
(rRT-PCR atau RT-PCR) sesuai rekomendasi oleh WHO. Bila diperlukan, konfirmasi
dilanjutkan dengan sekuensing asam amino. Uji molekuler ini juga dikenal sebagai uji
diagnostik, dan uji viral. Sampel untuk uji RT-PCR diambil dari sampel saluran
pernapasan atas dan bawah nasofaringeal (sputum atau apusan / swab / aspirate) [38].
Beberapa kit komersial diambil dari saliva (air liur). Pelaksanaan metode ini,
keberadaan RNA genom virus (SARS-CoV-2) dari lingkungan atau permukaan suatu
benda, atau dari suatu sampel klinis (seperti sputum). Uji didasarkan pada keberadaan
urutan spesifik dan unik dari RNA virus. Sebelum proses PCR dilakukan, RNA genom
virus diekstraksi terlebih dahulu. RNA virus kemudian diubah menjadi complementary
DNA (cDNA) karena pada reaksi PCR, hanya DNA yang dapat berfungsi sebagai
cetakan. Dalam campuran reaksi PCR, salah satu komponen penting dalam campuran
reaksi adalah probe, terdapat daerah tertentu pada genom virus diperbanyak sehingga
jumlah potongan DNA ini cukup banyak untuk dideteksi dengan mudah. Perbanyakan
hanya dapat terjadi bila seseorang terinfeksi oleh coronavirus target. Daerah pada RNA
virus yang umumnya menjadi target PCR adalah gen N, E, S dan RdRP . Hasil uji
molekuler sangat akurat. Metode PCR dari sampel swab saluran pernapasan atas akan
memberikan hasil terpercaya hanya bila sampel diambil pada tahap awal infeksi.
Kemudian seminggu setelah infeksi maka virus akan menghilang dari tenggorokan dan
berkembang biak dalam paru-paru. Uji ini akan bermanfaat bila sampel berasal dari
infeksi tahap awal, yaitu beberapa hari hingga 2 minggu setelah infeksi. Pada pasien
akut, keberadaan virus di saluran pernafasan atas ini bisa lebih lama. Pada pasien yang
terinfeksi lebih dari 2 minggu, diperlukan pengambilan sampel dari saluran napas yang
lebih dalam, dengan cara penyedotan dengan kateter (aspirasi) atau pengeluaran lewat
batuk). Pelaksanaan uji RT-PCR memerlukan waktu antara beberapa jam hingga 2 hari,
bahkan seminggu. Oleh karena itu, uji lebih bermanfaat untuk konfirmasi keberadaan
identifikasi dan isolasi orang terinfeksi dan dengan demikian dapat memutus mata
1. Walaupun metode ini efektif, tetapi kelemahannya adalah bila pada proses
pengambilan sampel swab virus tidak terambil maka uji akan negatif.
Menurut literatur, ada sekitar 30% kejadian false negative. Selain itu
2. Kelemahan lainnya adalah bila sampel diambil di awal atau di akhir fase
sekitar 4 hari setelah terjadinya infeksi dan akan menghilang di akhir fase
infeksi.
3. Hasil uji molekuler yang positif bukan indikasi bahwa terdapat partikel
4. Adanya perubahan komposisi atau urutan basa RNA virus karena mutasi
c) Uji Antigen
Uji antigen Deteksi keberadaan virus juga dapat dilakukan dengan uji deteksi
antigen virus. Uji ini mendeteksi protein spesifik virus. Protein virus yang dapat
dari hari ke 6 sampai dengan 24 hari; dalam spesimen urin dari hari ke 11 ke 31, dan
d) Uji Antibodi
Uji antibodi sebaiknya diambil dari sampel darah (keseluruhan darah, serum
atau plasma) orang terinfeksi setelah satu minggu sejak gejala menghilang. Uji ini
sering disebut sebagai Rapid Diagnostic Tests. Keberadaan virus tidak dapat dideteksi
dengan uji ini. Infeksi oleh virus, termasuk SARS-CoV-2, memicu respon immun tubuh
baik innate maupun adaptif. Antibodi terhadap virus ini dapat dideteksi dari darah
perifer. Dari sistem immun adaptif. dihasilkan antara lain antibodi IgM dan IgG yang
dihasilkan sekitar satu atau dua minggu setelah infeksi, yang akan melindungi tubuh
dan memberikan immunitas terhadap SARS-CoV-2 setelah orang sembuh dari sakitnya.
Diduga antibodi yang dibentuk tersebut dapat melindungi tubuh terhadap re-infeksi
SARS-CoV-1), diduga antibodi bertahan dalam tubuh selama satu hingga dua tahun.
Antibodi IgM (Immunoglobulin M) dibentuk di awal infeksi (5-10 hari setelah infeksi)
sebagai respon cepat tubuh. Antibodi IgG (Immunoglobulin G) terbentuk beberapa hari
setelah IgM. IgG merupakan antibodi yang sangat spesifik melawan virus yang
menginfeksi dan umumnya dapat dideteksi dalam sampel darah dalam waktu 14 hari
setelah infeksi. Hasil uji positif untuk IgM dan IgG menunjukkan bahwa infeksi terjadi
dalam bulan pertama infeksi. Pada paparan berikutnya, maka IgG diduga segera
diproduksi dalam waktu 24 – 48 jam untuk mencegah infeksi. Berbagai kit uji
komersial yang ada di pasaran saat ini dapat membedakan IgM dan IgG.
Kepentingan pelaksanaan uji antibodi bagi individu terinfeksi adalah untuk
identifikasi jika seseorang pernah terpapar dan terinfeksi oleh SARS-CoV-2. Selain
itu dapat memberikan informasi fase infeksi (awal/saat sekarang vs tahap akhir/infeksi
masa lalu). Kepentingan untuk surveillance adalah dapat digunakan untuk mengetahui
dinamika penyebaran virus dalam komunitas dan mengetahui berapa banyak orang
dalam suatu populasi telah menjadi kebal. Informasi dari uji antibodi bermanfaat dari
segi epidemiologi sehingga sering disebut sebagai uji surveillance atau sero-surveys.
C. Konsep Vaksin
a. Definisi vaksin
telinga masyarakat modern saat ini. Vaksinasi dianggap sebagai salah satu terobosan
mutakhir dalam dunia kesehatan karena bersifat prefentif dan kabarnya banyak
perbedaan mendasar antar vaksin dan imunisasi adalah, imunisasi merupakan proses
dimana tubuh manusia menjadi kebal terhadap penyakit terntentu, dan vaksinasi
harus selalu melalui vaksin, seseorang yang sudah pernah tertular penyakit dan
berhasil sembuh, maka secara natural tubuhnya imun terhadap penyakit tersebut di
kemudian hari.
menyebar di wilayah mereka. Salah satu wabah yang terjadi di dunia saat ini adalah
covid-19. Wabah ini banyak sekali menghancur sendi-sendi kehidupan hampir di
pelaksana imunisasi untuk warganya. Vaksin tidak hanya melindungi individu namun
juga memberikan perlindungan bagi orang orang yang tidak dapat diimunisasi
contohmya pada usia tertentu maupun orang dengan penyakit tertentu. Vaksin tidak
keamanannya dan umumnya tidak menimbulkan reaksi simpang (efek samping) yang
berat.
Vaksinasi Covid-19 dilakukan secara bertahap hingga akhirnya menyentuh 181 juta
penduduk Indonesia. Setelah menerima vaksin Covid-19 perlu diketahui apa saja
sejumlah reaksi dalam tubuh pasca vaksinasi. Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Vaksinasi virus corona ini dilakukan setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) resmi mengeluarkan izin penggunaan darurat untuk vaksin virus corona dari
Sinovac.
mendapatkan vaksin virus corona. Masyarakat khawatir vaksin virus corona bisa
menyatakan bahwa vaksin Covid-19 tidak menimbulkan efek samping serius. Dalam
dijelaskan bahwa secara umum, vaksin Covid-19 tidak menimbulkan reaksi pada
COVID-19 hingga kini belum menunjukkan tanda akan berakhir. Tiap harinya,
SARS- CoV-2 penyebab pandemi ini terus menyerang ribuan masyarakat global. Saat
ini, angka positif COVID-19 global mendekati 32 juta kasus, dan 976,311 (23/9)
harus kehilangan nyawa akibat penyakit ini. Di Indonesia sendiri, menurut data dari
Satuan Tugas Penanganan COVID-19 pada 23 September, kasus positif yang tercatat
adalah sebanyak 257.388 dan korban meninggal sebanyak 9.997 jiwa. Kabar baiknya
sebanyak 187.958 telah pulih dari COVID-19. Pertanyaannya jelas, bagaimana cara
dunia menghentikan SARS-CoV-2 yang terus menyerang secara bertubi-tubi? Banyak
ahli berpendapat hanya dengan vaksin penduduk Bumi dapat kembali dengan normal.
Lantas, bagaimana perkembangan vaksin COVID-19 saat ini ?
Uji klinis fase III vaksin corona buatan Sinovac di Indonesia masih
berlangsung hingga kini. Andaikan tahap ini berjalan mulus, hasilnya akan
diregistrasikan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Bila BPOM
memberikan lampu hijau, maka vaksin bisa diproduksi secara masal pada Januari
2021. Selain vaksin Sinovac, pemerintah juga bekerja sama dengan perusahaan vaksin
G42 UAE dari Uni Emirat Arab. “Tahun depan akan ada 300 juta dosis vaksin Covid-
19,” ujar Menteri BUMN Erick Thohir. Pada 16 September, Sinovac mendaftarkan uji
coba fase 1/2 dari vaksin untuk anak-anak. Kira-kira sebanyak 552 peserta ini akan
mendapat dua dosis vaksin eksperimental CoronaVac buatan Sinovac yang terdaftar di
AS. Uji coba gabungan fase satu dan dua ini diperkirakan akan dilakukan pada 28
September Hebei, China utara.
Bagaimana kabar vaksin Merah Putih buatan anak negeri? Menurut laman
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia (9/9), Lembaga Eijkman sudah memulai
upaya pengembangan vaksin merah putih. Prosesnya sudah mencapai 50 persen.
Targetnya, akhir tahun ini uji pada hewan sudah bisa diselesaikan. Dengan begitu
awal tahun depan, sekitar bulan Januari, Lembaga Eijkman bisa menyerahkan bibit
vaksin tersebut kepada PT Biofarma. Selanjutnya, dilakukan formulasi produksi
dalam rangka uji klinis, baik uji klinis tahap I, II, dan III.
2. Vaksin Johnson & Johnson
Satu dekade lalu, para peneliti di Beth Israel Deaconess Medical Center di
Boston, AS, mengembangkan metode untuk membuat vaksin dari virus yang disebut
Adenovirus 26, atau disingkat Ad26. Kemudian, Johnson & Johnson mengembangkan
vaksin untuk Ebola dan penyakit lainnya dengan Ad26. Kini Ad26 juga digunakan
untuk membuat virus corona. Johnson & Johnson memulai uji coba fase I/II pada
bulan Juli dan meluncurkan uji klinis fase III dengan hingga 60.000 peserta pada
bulan September. Perusahaan raksasa ini menargetkan satu miliar dosis pada 2021.
3. Vaksin Moderna
4. Vaksin Oxford
Perusahaan kesehatan asal AS, Pfizer telah memasuk uji klinis II, III, dan fase
gabungan. Pada Mei lalu, para ahli menemukan vaksin COVID-19 ini menghasilkan
antibodi yang mampu melawan SARS-CoV-2, dan sel kekebalan yang disebut sel T
yang dapat merespons virus.
Dalam mengembangkan vaksin ini, Pfizer bekerja sama dengan BioNTech dari
Jerman dan Fosun Pharma dari Tiongkok. Pada Juli lalu, uji klinis fase II/III
dilakukan pada 30.000 relawan di AS, Argentina, Brazil, dan Jerman. Hasil studi
sementara mengatakan relawan hanya mengalami efek samping ringan hingga sedang.
Pengembangan vaksin COVID-19 menjadi salah satu pendekatan yang
dipertimbangkan untuk mengatasi wabah SARS-CoV-2. Serupa dengan teknik
pengembangan vaksin MERS (Middle East Respiratory Syndrome) dan SARS,
sejumlah teknik pengembangan vaksin coronavirus menggunakan DNA, mRNA,
protein rekombinan, dan vektor adenovirus kini sedang banyak dipelajari. Penggunaan
teknik yang menargetkan protein S dan protein lain yang terkait (misalnya, protein N,
S1, S2, dan RBD) juga dapat dipertimbangkan sebab protein semacam ini juga
menjadi target dalam pengembangan vaksin MERS dan SARS. Sejak penyebaran
informasi tentang urutan genetik SARS-CoV-2 pada pertengahan Januari 2020,
berbagai institusi akademik dan perusahaan farmasi di seluruh dunia telah terlibat
dalam pengembangan vaksin penyakit COVID-19 dan beberapa kandidat vaksin telah
mencapai tahap evaluasi efikasi pada uji pada hewan coba serta uji klinis. Dalam
artikel ini akan dibahas tentang gambaran umum pengembangan vaksin COVID-19,
penelitian in vivo terkait vaksin COVID-19, dan potensi penggunaan vaksin lain
sebagai vaksin COVID-19.
B. KERANGKA KONSEP
Keterangan :
= Diteliti
= Tidak diteliti
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
penelitian serta melakukan pemeriksaan langsung terhadap Pasien yang datang untuk
Populasi dalam penelitian ini adalah semua Pasien yang datang untuk
Sampel dalam penelitian ini adalah Pasien yang sudah melakukan vaksinasi yang
datang untuk melakukan pemeriksaan Rapid test Antigen di rumah sakit Bhayankara
Ambon.
1. Waktu Penelitian
2. Lokasi Penilitian
1. Populasi
yang di cari oleh peneliti dan akan digunakan dalam membuat kesimpulan (Amirullah
2015). Populasi dari penelitian ini adalah Pasien yang datang untuk melakukan
pemeriksaan Rapid test Antigen di rumah sakit Bhayankara Ambon pada Bulan
responden lebih dari 100, maka pengambilan sampel 10-15% atau 20-25% atau lebih
(Arikunto,2002:112).
a. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu,tenaga dari setiap subjek ,karena hal
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah 10% dari populasi yang
ada, karena jumlah populasi melebihi 100 yaitu sekitar 371 orang. Berarti
377 x 10% =38 , jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak
1. Variabel penelitian pada peneliti ini adalah Pemeriksaan Rapid Test Antigen Di
Rumah Sakit Bhayangkara Ambon Pasca Vaksinasi Covid 19.
2. Definisi operasional
E. Pengumpulan data
1. Data primer
Data prmer yaitu data yang dikumpulkan secara langsung dari hasil uji laboratorium
yang akan didapat setelah pemeriksaan Rapid Test natigen Pasca Vaksinasi.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung. Data sekunder
dalam penelitian ini diperoleh dari data umum seperti buku,internet ,jurnal,artikel
1. Pengambilan sampel
APD
Tongue spatel.
Plastik klip.
Parafilm.
b.Prosedur Pemeriksaan.
1. Pengelolaan Data
2. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif terhadap data-data yang
H. Penyajian Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan disajikan dalam dua bentuk antara
lain :
1. Tekstular yaitu penyajian data dengan menggunakan bahasa yang benar, ringkas
dan jelas.
I. Etika Penelitian
Penelitian ini yang menjadi responden adalah manusia, maka peneliti harus
memahami hak dasar manusia. Masalah etik yang harus diperhatikan antara lain
1. Informed Concent
responden.
lembar alat ukur, Pada instrument penelitian dan hasil penelitian, nama responden
3. Confidenuality
responden hanya data-data tertentu yang merupakan hasil penelitian sebagai laporan.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya
pada kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset. Penelitian ini akan
menjamin kerahasiaan data yang diperoleh dari responden untuk tidak disebarluaskan.