Oleh
Didalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang apabila
terjadi di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer,
Arif, et al. 2000).
1.2 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
putir, mendadak bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan
sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh
darah. (Brunner and Suddart, 2001).
Fraktur adala pemisahan atau patahnya tulang. Gejala-gejala fraktur tergantung pada
sisi, beratnya dan jumlah kerusakan pada struktur lain, biasanya terjadi pada orang
dewasa laki-laki yang disebabkan oleh kecelakaan, jatuh, dan perilaku kekerasaan.
(Marilyn, E. Doengoes).
1.3 Etiologi
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian
3. Kecelakaan sebab olahraga (penunggang kuda, pemain sepak bola, penyelam, dll)
4. Luka jejas, tajam, temabk pada daerah vertebra
5. Gangguan spinal bawaan atau cacat tulang sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono, 2000).
1.4 Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari
ketinggian, cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida,
Friedriech dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi
lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek
trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla
spinalis disebut “whiplash” atau trauma indirek. Whiplash adalah geraka dorsapleksi dan
anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan
vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis
dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula
spinalis dapat tidak berfungsi uantuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat
sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema,
perdarahan peri vesikuler dan infrak disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla
spinalis yang menetap, secara makroskopis kelianannya dapat terlihat dan terjadi lesi,
contusio, laserasio dan pembengkakakn daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakaan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara
langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan/menggeserkan ruas tulang
belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transeversa medulla spinalis tergantung pada
segmen yang terkena (segmen transversa, hemitranversa, kuadran transversa).
Hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbetuk lonjong dan
bertempat disbstansia grisea. Truma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi
dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.
Kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medula spinalis dapat terjepit oleh
penyempitan kanalis vertebalis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler
traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara
duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi
medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis.
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik
dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal
demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia,
gambaran tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang
reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit
sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler
terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada
dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial
anterior spinal.
1.5 Pathway
1.9 Komplikasi
1. Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang
rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
2. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal
union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara
fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi
palsu dengan sedikit gerakan (non union).
3. Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini
diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
4. Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama
dari proses penyembuhan fraktur.
5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi
karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan
mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.
6. Emboli lemak. Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan
trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil,
yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
7. Sindrom Kompartemen. Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang
dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas
permanen jika tidak ditangani segera.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TRAUMA / CIDERA TULANG BELAKANG
A. Anamnesa
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
- Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
- Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
- Region (radiation, relief) : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
- Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
B. Pemeriksaan Persystem
- B1 (Breathing)
Pada kejadian cedera tulang belakang dapat mengakibatkan blok saraf
parasimpatis yang menyebabkan kelumpuhan otot pernafasan. Saat terjadi
kelumpuhan pada otot pernafasan maka ia mengalami penurunan kerja respirasi, hal
ini menyebabkan pasien mengalami hipoksia dan iskemia. Saat terjadi hipoksia
maka pasien beresiko mengalami hipoventilasi yang ditandai dengan sesak nafas
serta berakibat gagal napas hingga kematian. Maka yang harus diperhatikan adalah
kondisi airway pasien :
- Respirasi Rate, dengan nilai normal 16-20x/menit.
- Auskultasi paru, dengan kondisi normal tidak ditemui suara nafas tambahan.
- Inspeksi dada, dengan kondisi normal simteris, tidak terdapat jejas.
Penurunan kerja respirasi juga dapat membuat kondisi alveoli semakin buruk
dikarenakan penumpukan sputum yang berlebihan ditandai dengan adanya suara
nafas tambahan. Pada pemeriksaan B1 akan ditemukan masalah keperawatan
ketidakefektifan pola nafas dan risiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
- B2 (Brain)
Saat kondisi dimana pasien yang mengalami hipoksia maka suplai darah ke
otak akan ikut menurun. Dengan menurunnya kadar oksigen dalam otak, maka
pasien risiko mengalami kematian jaringan pada otak, jika hal ini tidak segara
tertangani maka pasien akan mengalami penurunan kesadaran, hal ini juga
disebabkan oleh kondisi syok spinal. Hal yang harus diperhatikan adalah :
- Nilai GCS, dengan nilai normal E4 V5 M6 compos mentis.
Jika hal ini terjadi maka diagnosa keperawatan yang didapatkan adalah hambatan
mobilitas fisik, defisit perawatan diri.
- B3 (Blood)
Syok spinal adalah keadaan dimana volume darah secara abnormal berpindah tempat
pada vaskuler seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah
perifer.Keadaan ini timbul segera setelah atau saat berlangsungnya cidera dalam
beberapa jam hingga minggu. Selain itu keadaan ini juga menyebabkan kehilangan
tonus vasomotor sehingga vena dan arteriol umum dilatasi, efeknya yakni
menyebabkan hipotensi. Kondisi apapun yang menekan fungsi atau integritas
medulla spinalis serta persarafan mencetus syok neurogenik/syok spinal
(Tambayong,2000). Yang patut diobservasi adalah tekanan darah, perfusi jaringan,
dan nadi.
- B4 (Bledder)
Cedera pada kolumna vertebralis atau cedera medula spinalis menyebabkan
adanya perdarahan mikroskopik yakni perdarahan yang terlihat jika dilakukan
pemeriksaan dengan uji kimia. Hal tersebut menyebabkan adanya reaksi peradangan
akibat adanya reaksi anestetik. Jika reaksi anestetik sudah terjadi maka yang
ditimbulkan adalah adanya gangguan eliminasi urine dan alvi. Yang harus
diperhatikan adalah :
- Monitoring intake dan output, intake normal pasien dewasa adalah
1200cc/24jam dengan output 400-1000cc/24jam.
- Monitoringwarna urine, normalnya kuning jernig dengan bau khas bukan
anomia.
- Monitoring kandungan protein dalam darah, pH darah, leukosit dan lain
sebagainya.
- B5 (Bowl)
Dengan adanya cidera pada tulang belakang, sudah sangat pasti pasien akan
mengalami keterbatasan dalam mobilitas fisik, sehingga apabila pasien kontraksi
BAB nya masih baik, pasien akan diminimalkan untuk mengejan. Pasien juga akan
mendapat obat pencahar agar konsistensi tinja tidak keras dan memudahkan pasien
untuk merasa nyaman dan aman mengeluarkan tinjanya. Hal yang perlu diperhatikan
adalah :
- Monitoring konsistensi tinja, normalnya padat tidak keras dan tidak cair.
- Monitoring warna tinja, ditakutkan terjadi perdarahan didalam tubuh.
Normalnya bewarna kekuningan.
- B6 (Bone)
Adanya kerusakan jalur simpatik desenden menyebabkan terputusnya jaringan
saraf di medula spinalis sehingga terjadi paralisis dan paraplegia akibatnya pasien
akan mengalami kelemahan fisik secara umum dengan begitu mobilitas fisik
terhambat. Yang harus dikaji adalah kekuatan otot.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) b.d disfungsi neuromuskuler.
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005) b.d gangguan neurologis (cedera kepala).
3. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b.d penurunan suplai oksigen.
4. Nyeri (D.0077) b.d cidera tulang belakang.
5. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017) b.dsyok spinal.
6. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d paralisis dan paraplegi.
D. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. SLKI SIKI Rasional
Keperawatan
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Nafas Manajemen Jalan Nafas
nafas tidak keperawatan selama 3 x 24 jam (1.01001) (1.01001)
efektif (D.0001) diharapkan bersihan jalan nafas Observasi Observasi
b.d disfungsi pada pasien efektif dengan kriteria - Monitor pola nafas (frekuensi, - Mengetahui efektifas pola nafas.
neuromuskuler. hasil : kedalaman, usaha napas).
Status pernafasan: kepatenan - Monitor bunyi nafas tambahan. - Mengetahui adanya obstruksi
jalan nafas. jalan nafas.
-Frekuensi pernafasan (5) - Monitor sputum (jumlah, warna, - Monitor kualitas sputum adanya
-Irama pernafasan (5) aroma). perdarahan atau tidak.
-Kemampuan untuk Terapeutik Terapeutik
mengeluarkan sekret (5) - Pertahankan kepatenan jalan - Memperhatikan efektifitas jalan
-Suara nafas tambahan (5) nafas (Head tilt chin lift & Jaw nafas.
- Pernafasan cuping hidung (5) thrust).
-Penggunaan otot bantu nafas (5) - Posisi semi fowler atau fowler. - Memberikan jalan nafas.
Kolaborasi Kolaborasi
oksigen. klien.
2. Nyeri (D.0077) Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (1.08238) Manajemen Nyeri (1.08238)
b.d cidera tulang keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
belakang. diharapkan nyeri pada pasien - Identifikasi skala nyeri Observasi
berkurang dengan kriteria hasil : (PQRST) - Mengetahui kualitas nyeri
Tingkat Nyeri - Indentifasi faktor pemberat
- Nyeri berkurang dengan skala 2 nyeri - Menghindari faktor pemberat
- Pasien tidak mengeluh nyeri - Identifikasi faktor yang
- Pasien tampak tenang mengurangi nyeri - Mengurangi rasa nyeri
normal Terapeutik
Terapeutik
- RR dalam batas normal - Kontrol lingkungan.
- Menjaga kualitas nyeri baik.
Kontrol Nyeri - Beri teknik non farmakologis
- Untuk memberikan terapi efektif
- Mampu mengenali skala nyeri untuk meredakan nyeri.
dg skala nyeri ringan.
(PQRST). Edukasi
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode,
- Agar dapat dihindari
dan pemicu nyeri.
/dipertahankan faktor nyeri.
- Jelaskan strategi mengurangi
- Agar dapat mempertahankan
nyeri.
kenyamanan secara mandiri.
Kolaborasi
Kolaborasi
- Pemberian analgetik.
- Mengurangi nyeri.
3. Perfusi perifer Setelah dilakukan asuhan Manajemen Sensasi Perifer Manajemen Sensasi Perifer
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 jam (1.06195) (1.06195)
(D.0009) b.d diharapkan perfusi jarigan pada Observasi Observasi
penurunan pasien efektif dengan kriteria - Periksa perbedaan panas atau - Menilai keadaan suplai cairan
suplai oksigen. hasil: dingin dan oksigen dalam jaringan.
Status Sirkulasi - Monitor perubahan kulit - Menilai adanya udem, CRT,
- Kekuatan nadi meningkat Perfusi jaringan, adakah
- Tekanan systole dan diastole hipoksia dan hipo/hipervolemik.
dalam rentang yang diharapkan Kolaborasi Kolaborasi
- Akral dingin menurun - Kolaborasi pemberian analgetik. - Memacu kerja jantung jika
mengalami kelemahan dalam
memompa.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A
DENGAN KASUS CEDERA TULANG BELAKANG DI IGD
A. Anamesa
Nama Klien : Tn. A
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan terakhir : S1
Alamat : Kalianget Sumenep
Tanggal MRS : 29 September 2021
Diagnosa Medis : Fraktur medulla spinal.
No. RM : 12.68.XX.XX
B. Keluhan Utama
Nyeri pada bagian punggung belakang dan tidak bisa duduk.
C. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Penyakit Sebelumnya
Klien menderita diabetes sejak 2 tahun yang lalu, klien rutin memeriksakan diri ke
fasilitas kesehatan. Klien tidak pernah menjalani rawat inap atau operasi sebelumnya.
- Riwayat alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi baik obat maupun Zat makanan.
D. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath/Pernapasan)
Inspeksi : Pasien tampak kelelahan dan berat untuk mengambil nafas, RR 23x/menit,
SPO2 : 95% spontan. Dada naik turun simetris, ada kontraksi otot bantu napas, ada retaksi
dinding dada, napas dangkal.
Auskultasi : suara napas Ronchi +/+,
Palpasi : tidak ada tonjolan
Perkusi : Paru kiri redup.
B2 (Blood / Kardiovaskuler)
Inspeksi : Konjungtiva tidak anemis, Edema pada kaki -/-, Edema pada tangan -/-, tidak
ada sianosis pada kaki dan jari-jari tangan, akral hangat kering pucat. TD : 139/99 mmHg, S :
37,5°C.
Auskultasi : S1 S2 tunggal, tidak ada murmur, N : 108x/menit
Palpasi : CRT <3s
Perkusi : perkusi jantung terdengar pekak, tidak ada pembesaran
B3 (Brain / Persarafan)
Inspeksi : GCS E4 V5 M6, compos mentis.
Auskultasi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji
B4 ( Bladder / Perkemihkan)
Inspeksi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak ada undulasi
Perkusi : Tidak terkaji
B5 (Bowel/ Pencernaan)
B6 (Bone / Muskuloskeletal)
Inspeksi : klien mengalami kelemahan ekstermitas karena nyeri gerak menjalar dari
punggung belakang.
5 5
5 5
Hipoventilasi
30/09/202 DS : Cedera kolumna vertebralis, cedera Nyeri (D.0077)
1 / 09.05 Pasien mengatakan nyeri terus menerus medula spinalis
di bagian punggung belakang.
DO : Perdarahan mikroskopik
TD 139/99 mmHg, Nadi 102 x/mnt, RR
23x/mnt. Tampak gelisah dan tidak Reaksi peradangan
tenang.
P - akibat cidera tulang belakang Syok spinal
Q – berdenyut
R – pada punggung belakang Respons nyeri hebat dan akut
S – skala nyeri 5
Nyeri
T – terus menerus
30/09/202 DS : - Cedera kolumna vertebralis, cedera Perfusi perifer tidak efektif
1 / 09.10 DO : medula spinalis (D.0009)
Perfusi jaringan hangat, kering, pucat.
CRT <3detik. Pasien gelisah dan tidak Perdarahan mikroskopik
tenang. TD 139/99 mmHg, Nadi 102
x/mnt, RR 23x/mnt, SPO2 95% spontan. Reaksi peradangan
Syok spinal
C. Diagnosa Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tanggal ditemukan diagnosa Paraf Tanggal penyelesaian diagnosa Paraf
1. Bersihan jalan nafas tidak 29 September 2021 / 09.00 02 Oktober 2021 / 12.00
efektif (D.0001) b.d
disfungsi neuromuskuler
dd adanya suara nafas
tambahan berupa ronchi
pada dada kiri.
2. Nyeri (D.0077) b.d cidera 29 September 2021 / 09.05 02 Oktober 2021 / 12.05
tulang belakang dd pasien
mengeluh nyeri punggung
belakang dengan skala 5.
3. Perfusi perifer tidak 29 September 2021 / 09.10 02 Oktober 2021 / 12.10
efektif (D.0009) b.d
penurunan suplai oksigen
dd perfusi jaringan hangat,
kering, pucat, CRT
<3detik.
D. Intervensi Keperawatan