Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KASUSTRAUMA / CIDERA TULANG BELAKANG

Oleh

AGUS ADITYA RACHMAN


NIM. NIM. 2020040382

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA / CIDERA TULANG BELAKANG

1.1 Anatomi Fisiologi


Vertebra merupakan tulang tak beraturan yang membentuk punggung dan mudah
digerakkan. Fungsinya yaitu kepala dan anggota tubuh yang lain, melindungi organ-organ
vital, sebagai tempat melekatnya tulang iga dan tulang panggul, serta menentukan sikap
tubuh.
Kolumna vertebralis dibentuk oleh 33 vertebrae (cervical 7, thorakal 12, lumbal 5,
sacral 5 dan coccygeus 4). Setiap vertebra terdiri dari :
1. Corpus/body
2. Pedikel
3. Prosessus artikularis superior dan inferior
4. Prosessus transversus
5. Prosessus spinosus

Diantara vertebra ditemui diskus intervertebralis (Jaringan fibrokartillagenous), yang


berfungsi sebagai shock absorber. Diskus ini terdiri dari bagian :

a. Luar : Jaringan fibrokartillago nukleus pulposus.


b. Dalam : cair yang disebut nukleus pulposus.
Pada setiap vertebra ada 4 jaringan ikat sekitarnya :
- Lig longitudinal anterior (membatasi gerakan ektensi)
- Lig kapsulare, antara proc sup dan inferior
- Lig intertransversale
- Lig flava (yellow hg) diantara 2 laminae.
- Lig supra dan interspinosus.

Didalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang apabila
terjadi di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer,
Arif, et al. 2000).
1.2 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
putir, mendadak bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan
sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh
darah. (Brunner and Suddart, 2001).
Fraktur adala pemisahan atau patahnya tulang. Gejala-gejala fraktur tergantung pada
sisi, beratnya dan jumlah kerusakan pada struktur lain, biasanya terjadi pada orang
dewasa laki-laki yang disebabkan oleh kecelakaan, jatuh, dan perilaku kekerasaan.
(Marilyn, E. Doengoes).

1.3 Etiologi
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari ketinggian
3. Kecelakaan sebab olahraga (penunggang kuda, pemain sepak bola, penyelam, dll)
4. Luka jejas, tajam, temabk pada daerah vertebra
5. Gangguan spinal bawaan atau cacat tulang sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono, 2000).
1.4 Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari
ketinggian, cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida,
Friedriech dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi
lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek
trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla
spinalis disebut “whiplash” atau trauma indirek. Whiplash adalah geraka dorsapleksi dan
anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan
vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis
dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula
spinalis dapat tidak berfungsi uantuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat
sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema,
perdarahan peri vesikuler dan infrak disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla
spinalis yang menetap, secara makroskopis kelianannya dapat terlihat dan terjadi lesi,
contusio, laserasio dan pembengkakakn daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakaan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara
langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan/menggeserkan ruas tulang
belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transeversa medulla spinalis tergantung pada
segmen yang terkena (segmen transversa, hemitranversa, kuadran transversa).
Hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbetuk lonjong dan
bertempat disbstansia grisea. Truma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi
dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.
Kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medula spinalis dapat terjepit oleh
penyempitan kanalis vertebalis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler
traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara
duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi
medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis.
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik
dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal
demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia,
gambaran tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang
reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit
sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler
terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada
dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial
anterior spinal.

1.5 Pathway

1.6 Manifestasi klinis


Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang
terjadi.kerusakan, gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal
dari tempat kerusakan disertai shock spinal.Sshock spinal terjadi pada kerusakan
mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat.
Peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama. Tandanya
adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi
rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah shock spinal
pulih kembali, akan terdapat hiperefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsi
otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta
gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi (Price &Wilson (1995).
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik
dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya,
sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu (Price &Wilson (1995).
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada umumnnya
terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak
sehingga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat.
Cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas kepala,
kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dan
tulang belakang hiperekstensi. (Aston. J.N, 1998).
Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan anaestesia
perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan
refleks bulbokafernosa (Aston. J.N, 1998).

1.7 Fase Penyembuhan Tulang


1. Hematom
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk kearea
fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang berkembang menjadi
jaringan granulasi sampai hari kelima.
2. Proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari, hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-
benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan
invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan
sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan
tulang rawan.
3. Kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain
sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar frakmen
tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
4. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang
melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai
tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.
5. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan osteoclas,
kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.

1.8 Pemeriksaan Pununjang


1. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)
2. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
(Tucker,Susan Martin . 1998)

1.9 Komplikasi
1. Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang
rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
2. Mal union, gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal
union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara
fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi
palsu dengan sedikit gerakan (non union).
3. Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini
diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
4. Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama
dari proses penyembuhan fraktur.
5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi
karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan
mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.
6. Emboli lemak. Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan
trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil,
yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
7. Sindrom Kompartemen. Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang
dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas
permanen jika tidak ditangani segera.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TRAUMA / CIDERA TULANG BELAKANG

A. Anamnesa
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
- Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
- Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
- Region (radiation, relief) : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
- Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

B. Pemeriksaan Persystem
- B1 (Breathing)
Pada kejadian cedera tulang belakang dapat mengakibatkan blok saraf
parasimpatis yang menyebabkan kelumpuhan otot pernafasan. Saat terjadi
kelumpuhan pada otot pernafasan maka ia mengalami penurunan kerja respirasi, hal
ini menyebabkan pasien mengalami hipoksia dan iskemia. Saat terjadi hipoksia
maka pasien beresiko mengalami hipoventilasi yang ditandai dengan sesak nafas
serta berakibat gagal napas hingga kematian. Maka yang harus diperhatikan adalah
kondisi airway pasien :
- Respirasi Rate, dengan nilai normal 16-20x/menit.
- Auskultasi paru, dengan kondisi normal tidak ditemui suara nafas tambahan.
- Inspeksi dada, dengan kondisi normal simteris, tidak terdapat jejas.

Penurunan kerja respirasi juga dapat membuat kondisi alveoli semakin buruk
dikarenakan penumpukan sputum yang berlebihan ditandai dengan adanya suara
nafas tambahan. Pada pemeriksaan B1 akan ditemukan masalah keperawatan
ketidakefektifan pola nafas dan risiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

- B2 (Brain)
Saat kondisi dimana pasien yang mengalami hipoksia maka suplai darah ke
otak akan ikut menurun. Dengan menurunnya kadar oksigen dalam otak, maka
pasien risiko mengalami kematian jaringan pada otak, jika hal ini tidak segara
tertangani maka pasien akan mengalami penurunan kesadaran, hal ini juga
disebabkan oleh kondisi syok spinal. Hal yang harus diperhatikan adalah :
- Nilai GCS, dengan nilai normal E4 V5 M6 compos mentis.
Jika hal ini terjadi maka diagnosa keperawatan yang didapatkan adalah hambatan
mobilitas fisik, defisit perawatan diri.

- B3 (Blood)
Syok spinal adalah keadaan dimana volume darah secara abnormal berpindah tempat
pada vaskuler seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah
perifer.Keadaan ini timbul segera setelah atau saat berlangsungnya cidera dalam
beberapa jam hingga minggu. Selain itu keadaan ini juga menyebabkan kehilangan
tonus vasomotor sehingga vena dan arteriol umum dilatasi, efeknya yakni
menyebabkan hipotensi. Kondisi apapun yang menekan fungsi atau integritas
medulla spinalis serta persarafan mencetus syok neurogenik/syok spinal
(Tambayong,2000). Yang patut diobservasi adalah tekanan darah, perfusi jaringan,
dan nadi.
- B4 (Bledder)
Cedera pada kolumna vertebralis atau cedera medula spinalis menyebabkan
adanya perdarahan mikroskopik yakni perdarahan yang terlihat jika dilakukan
pemeriksaan dengan uji kimia. Hal tersebut menyebabkan adanya reaksi peradangan
akibat adanya reaksi anestetik. Jika reaksi anestetik sudah terjadi maka yang
ditimbulkan adalah adanya gangguan eliminasi urine dan alvi. Yang harus
diperhatikan adalah :
- Monitoring intake dan output, intake normal pasien dewasa adalah
1200cc/24jam dengan output 400-1000cc/24jam.
- Monitoringwarna urine, normalnya kuning jernig dengan bau khas bukan
anomia.
- Monitoring kandungan protein dalam darah, pH darah, leukosit dan lain
sebagainya.
- B5 (Bowl)
Dengan adanya cidera pada tulang belakang, sudah sangat pasti pasien akan
mengalami keterbatasan dalam mobilitas fisik, sehingga apabila pasien kontraksi
BAB nya masih baik, pasien akan diminimalkan untuk mengejan. Pasien juga akan
mendapat obat pencahar agar konsistensi tinja tidak keras dan memudahkan pasien
untuk merasa nyaman dan aman mengeluarkan tinjanya. Hal yang perlu diperhatikan
adalah :
- Monitoring konsistensi tinja, normalnya padat tidak keras dan tidak cair.
- Monitoring warna tinja, ditakutkan terjadi perdarahan didalam tubuh.
Normalnya bewarna kekuningan.
- B6 (Bone)
Adanya kerusakan jalur simpatik desenden menyebabkan terputusnya jaringan
saraf di medula spinalis sehingga terjadi paralisis dan paraplegia akibatnya pasien
akan mengalami kelemahan fisik secara umum dengan begitu mobilitas fisik
terhambat. Yang harus dikaji adalah kekuatan otot.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) b.d disfungsi neuromuskuler.
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005) b.d gangguan neurologis (cedera kepala).
3. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b.d penurunan suplai oksigen.
4. Nyeri (D.0077) b.d cidera tulang belakang.
5. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017) b.dsyok spinal.
6. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d paralisis dan paraplegi.
D. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No. SLKI SIKI Rasional
Keperawatan
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Nafas Manajemen Jalan Nafas
nafas tidak keperawatan selama 3 x 24 jam (1.01001) (1.01001)
efektif (D.0001) diharapkan bersihan jalan nafas Observasi Observasi
b.d disfungsi pada pasien efektif dengan kriteria - Monitor pola nafas (frekuensi, - Mengetahui efektifas pola nafas.
neuromuskuler. hasil : kedalaman, usaha napas).
Status pernafasan: kepatenan - Monitor bunyi nafas tambahan. - Mengetahui adanya obstruksi
jalan nafas. jalan nafas.
-Frekuensi pernafasan (5) - Monitor sputum (jumlah, warna, - Monitor kualitas sputum adanya
-Irama pernafasan (5) aroma). perdarahan atau tidak.
-Kemampuan untuk Terapeutik Terapeutik
mengeluarkan sekret (5) - Pertahankan kepatenan jalan - Memperhatikan efektifitas jalan
-Suara nafas tambahan (5) nafas (Head tilt chin lift & Jaw nafas.
- Pernafasan cuping hidung (5) thrust).
-Penggunaan otot bantu nafas (5) - Posisi semi fowler atau fowler. - Memberikan jalan nafas.

- Batuk (5) - Berikan oksigen, jika perlu. - Menghindari hipoksia.


Edukasi Edukasi
- Ajarkan batuk efektif - Agar nafas lega
Kolaborasi Kolaborasi
- Kolaborasikan pemberian - Untuk memvasolidasi jalan
bronkodilator, ekspektoran, nafas, jika diperlukan.
mukolitik, jika perlu.
Terapi Oksigen (1.01026) Terapi Oksigen (1.01026)
Observasi Observasi
- Monitor kecepatan aliran - Menghindari hipoksia saat
oksigen. kondisi gawat darurat.
- Monitor tanda-tanda - Agar tidak terjadi hipoksia akut
hipoventilasi. dan kronis.
Terapeutik Terapeutik
- Bersihkan sekret pada jalan - Mengefektifkan jalan nafas, jika
nafas, jika perlu. perlu.
- Perhatikan kepatenan jalan - Mengefektifkan jalan nafas.
nafas.
Edukasi Edukasi

- Ajarkan klien dan keluarga cara - Agar kebutuhan oksigen

pemakaian masker di rumah. dirumah tercukupi.

Kolaborasi Kolaborasi

- Kolaborasi penentuan dosis - Agar sesuai dengan kebutuhan

oksigen. klien.

2. Nyeri (D.0077) Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (1.08238) Manajemen Nyeri (1.08238)
b.d cidera tulang keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
belakang. diharapkan nyeri pada pasien - Identifikasi skala nyeri Observasi
berkurang dengan kriteria hasil : (PQRST) - Mengetahui kualitas nyeri
Tingkat Nyeri - Indentifasi faktor pemberat
- Nyeri berkurang dengan skala 2 nyeri - Menghindari faktor pemberat
- Pasien tidak mengeluh nyeri - Identifikasi faktor yang
- Pasien tampak tenang mengurangi nyeri - Mengurangi rasa nyeri

- Frekuensi nadi normal - Monitor efek samping


- Tekanan darah dalam batas penggunaan analgetik - Ditakutkan adanya alergi

normal Terapeutik
Terapeutik
- RR dalam batas normal - Kontrol lingkungan.
- Menjaga kualitas nyeri baik.
Kontrol Nyeri - Beri teknik non farmakologis
- Untuk memberikan terapi efektif
- Mampu mengenali skala nyeri untuk meredakan nyeri.
dg skala nyeri ringan.
(PQRST). Edukasi
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode,
- Agar dapat dihindari
dan pemicu nyeri.
/dipertahankan faktor nyeri.
- Jelaskan strategi mengurangi
- Agar dapat mempertahankan
nyeri.
kenyamanan secara mandiri.
Kolaborasi
Kolaborasi
- Pemberian analgetik.
- Mengurangi nyeri.
3. Perfusi perifer Setelah dilakukan asuhan Manajemen Sensasi Perifer Manajemen Sensasi Perifer
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 jam (1.06195) (1.06195)
(D.0009) b.d diharapkan perfusi jarigan pada Observasi Observasi
penurunan pasien efektif dengan kriteria - Periksa perbedaan panas atau - Menilai keadaan suplai cairan
suplai oksigen. hasil: dingin dan oksigen dalam jaringan.
Status Sirkulasi - Monitor perubahan kulit - Menilai adanya udem, CRT,
- Kekuatan nadi meningkat Perfusi jaringan, adakah
- Tekanan systole dan diastole hipoksia dan hipo/hipervolemik.
dalam rentang yang diharapkan Kolaborasi Kolaborasi
- Akral dingin menurun - Kolaborasi pemberian analgetik. - Memacu kerja jantung jika
mengalami kelemahan dalam
memompa.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A
DENGAN KASUS CEDERA TULANG BELAKANG DI IGD

A. Anamesa
Nama Klien : Tn. A
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan terakhir : S1
Alamat : Kalianget Sumenep
Tanggal MRS : 29 September 2021
Diagnosa Medis : Fraktur medulla spinal.
No. RM : 12.68.XX.XX

A. Riwayat masuk rumah sakit


Klien masuk IGD RSUD Dr. H.Moh. Anwar sumenep setelah mengikuti mengalami
kecelakaan rumah tangga yakni jatuh dari tangga dirumah klien. Setelah mengalami
kecelakaan klien sempat pingsan kira kira 15 menit, setelah di beri bau bauan klien sadar
dan merasa nyeri di bagian punggung belakang serta merasa bahwa tidak bisa duduk.
Kemudian klien merasakan nyeri hebat sehingga dilarikan ke IGD Dr.H.Moh. Anwar
sumenep oleh istri korban dengan menggunakan mobil pribadi.

B. Keluhan Utama
Nyeri pada bagian punggung belakang dan tidak bisa duduk.

C. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Penyakit Sebelumnya
Klien menderita diabetes sejak 2 tahun yang lalu, klien rutin memeriksakan diri ke
fasilitas kesehatan. Klien tidak pernah menjalani rawat inap atau operasi sebelumnya.

- Riwayat penyakit keluarga


Ayah Klien memiliki riwayat tekanan darah tinggi.

- Riwayat alergi

Klien tidak memiliki riwayat alergi baik obat maupun Zat makanan.

- Alat Bantu yang dipakai


Klien tidak menggunakan alat bantu pendegaran, penglihatan, dan alat bantu berjalan.

D. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum klien : klien tampak nyeri dan lemas.

B1 (Breath/Pernapasan)
Inspeksi : Pasien tampak kelelahan dan berat untuk mengambil nafas, RR 23x/menit,
SPO2 : 95% spontan. Dada naik turun simetris, ada kontraksi otot bantu napas, ada retaksi
dinding dada, napas dangkal.
Auskultasi : suara napas Ronchi +/+,
Palpasi : tidak ada tonjolan
Perkusi : Paru kiri redup.

B2 (Blood / Kardiovaskuler)
Inspeksi : Konjungtiva tidak anemis, Edema pada kaki -/-, Edema pada tangan -/-, tidak
ada sianosis pada kaki dan jari-jari tangan, akral hangat kering pucat. TD : 139/99 mmHg, S :
37,5°C.
Auskultasi : S1 S2 tunggal, tidak ada murmur, N : 108x/menit
Palpasi : CRT <3s
Perkusi : perkusi jantung terdengar pekak, tidak ada pembesaran

B3 (Brain / Persarafan)
Inspeksi : GCS E4 V5 M6, compos mentis.
Auskultasi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji

B4 ( Bladder / Perkemihkan)
Inspeksi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak ada undulasi
Perkusi : Tidak terkaji

B5 (Bowel/ Pencernaan)

Inspeksi : Tidak terkaji.


Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Perut Supel
Perkusi : Timpani pada semua kuadran

B6 (Bone / Muskuloskeletal)

Inspeksi : klien mengalami kelemahan ekstermitas karena nyeri gerak menjalar dari
punggung belakang.
5 5
5 5

Auskultasi : Tidak terkaji


Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji
B. Analisa data

Tgl. Pengelompokkan Data Kemungkinan Penyebab Diagnosa


30/09/202 DS : Cedera tulang belakang Bersihan jalan nafas tidak
1 / 09.00 Px mengatakan nafas berat, sesak dan efektif (D.0001)
dahak susah keluar karna nyeri saat Blok saraf parasimpatis
dibuat batuk.
DO : Kelumpuhan otot pernafasan

RR 23x/menit, dangkal dan berat. Tidak


terdapat cuping hidung. Inspeksi dada Penurunan kerja respirasi

simetris. Terdapat suara nafas tambahan


Penumpukan sputum pada alveoli
ronchi di paru-paru sebelah kiri.

Obstruksi jalan nafas

Hipoventilasi
30/09/202 DS : Cedera kolumna vertebralis, cedera Nyeri (D.0077)
1 / 09.05 Pasien mengatakan nyeri terus menerus medula spinalis
di bagian punggung belakang.
DO : Perdarahan mikroskopik
TD 139/99 mmHg, Nadi 102 x/mnt, RR
23x/mnt. Tampak gelisah dan tidak Reaksi peradangan
tenang.
P - akibat cidera tulang belakang Syok spinal

Q – berdenyut
R – pada punggung belakang Respons nyeri hebat dan akut

S – skala nyeri 5
Nyeri
T – terus menerus
30/09/202 DS : - Cedera kolumna vertebralis, cedera Perfusi perifer tidak efektif
1 / 09.10 DO : medula spinalis (D.0009)
Perfusi jaringan hangat, kering, pucat.
CRT <3detik. Pasien gelisah dan tidak Perdarahan mikroskopik
tenang. TD 139/99 mmHg, Nadi 102
x/mnt, RR 23x/mnt, SPO2 95% spontan. Reaksi peradangan

Syok spinal
C. Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tanggal ditemukan diagnosa Paraf Tanggal penyelesaian diagnosa Paraf
1. Bersihan jalan nafas tidak 29 September 2021 / 09.00 02 Oktober 2021 / 12.00
efektif (D.0001) b.d
disfungsi neuromuskuler
dd adanya suara nafas
tambahan berupa ronchi
pada dada kiri.
2. Nyeri (D.0077) b.d cidera 29 September 2021 / 09.05 02 Oktober 2021 / 12.05
tulang belakang dd pasien
mengeluh nyeri punggung
belakang dengan skala 5.
3. Perfusi perifer tidak 29 September 2021 / 09.10 02 Oktober 2021 / 12.10
efektif (D.0009) b.d
penurunan suplai oksigen
dd perfusi jaringan hangat,
kering, pucat, CRT
<3detik.
D. Intervensi Keperawatan

Tgl Diagnosa Keperawatan SIKI Paraf


01/10/2021 Bersihan jalan nafas Manajemen Jalan Nafas
10.00 tidak efektif (D.0001) b.d - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha napas).
disfungsi neuromuskuler Respon : RR 23x/menit, dangkal dan berat. Tidak terdapat cuping hidung.
dd adanya suara nafas Inspeksi dada simetris.
tambahan berupa ronchi - Monitor bunyi nafas tambahan.
pada dada kiri. Respon : ditemukan suara ronchi pada paru kiri sedang.
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
Respon : tidak terlihat sputum pada luaran, namun pasien mengatakan
seperti ada dahak yang tidak bisa keluar.
- Melakukan nebulizer dan suctioning.
Respon : pasien kooperatif dan produksi sputum tersedot, warna kuning
kental. Pasien mengatakan lega.
- Berikan oksigen.
Respon : pasien kooperatif. Diberikan oksigen nasal kanul 3 lpm dengan
saturasi oksigen 98%.
- Memonitor tanda-tanda hipoventilasi.
Respon : tidak ditemukan adanya tanda-tanda hipoventilasi dengan RR
setelah dilakukan suctioning 20x/mnt, nafas spontan tidak dangkal dan
inspeksi dada difargma simetris.
01/10/2021 Nyeri (D.0077) b.d Manajemen Nyeri -
10.30 cidera tulang belakang dd Observasi
pasien mengeluh nyeri - Mengidentifikasi skala nyeri (PQRST)
punggung belakang Respon : pasien mengatakan nyeri terus menerus di bagian punggung
dengan skala 5. belakang.
- Mengindentifasi faktor pemberat nyeri.
Respon : pasien mengatakan jika ia mengalami perubahan gerakan dan
getaran dari posisi berbaring maka terasa lebih nyeri.
- Mengidentifikasi faktor yang mengurangi nyeri.
Respon : pasien mengatakan jika pasien dalam posisi tidur, pasien lebih
tenang dan nyeri berkurang.
- Memonitor efek samping penggunaan analgetik
Respon : setelah pemberian analgetik, tidak ada reaksi yang berarti dan
pasien lebih tenang.
01/10/2021 Perfusi perifer tidak Manajemen Sensasi Perifer
10.50 efektif (D.0009) b.d - Memonitor perfusi jaringan
penurunan suplai oksigen Respon : Pasien kooperatif. Didapati kulit hangat, kering, pucat. CRT <3
dd perfusi jaringan detik, tidak terdapat oedem.
hangat, kering, pucat, - Kolaborasi pemberian terapi dan analgetik.
CRT <3detik. Respon : pemberian terapi cairan dengan NaCl 0,9% iv bolus 500cc/24
jam guna menghindari syok spinal.
E. Evaluasi Keperawatan

Tgl Diagnosa Keperawatan Evaluasi Keperawatan Paraf


02/10/2021 Bersihan jalan nafas S : Setalah dilakukan asuhan keperawatan, Px mengatakan lebih lega dan
10.00 tidak efektif (D.0001) b.d tidak ada keinginan untuk batuk.
disfungsi neuromuskuler O : Tidak ditemukan adanya tanda-tanda hipoventilasi dengan RR setelah
dd adanya suara nafas dilakukan suctioning 20x/mnt, nafas spontan tidak dangkal dan inspeksi
tambahan berupa ronchi dada difargma simetris.
pada dada kiri. A : Masalah Bersihan jalan nafas teratasi.
P : Intervensi dihentikan.
02/10/2021 Nyeri (D.0077) b.d S : Setelah dilakukan asuhan keperawatan, px mengatakan nyeri
10.30 cidera tulang belakang dd berkurang dengan skala 2.
pasien mengeluh nyeri O:
punggung belakang P - akibat cidera tulang belakang
dengan skala 5. Q – seperti berdenyut
R – pada punggung belakang
S – skala nyeri 2
T – hilang timbul
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
02/10/2021 Perfusi perifer tidak S : Setelah dilakukan asuhan keperawatan, px mengatakan lebih tenang
10.50 efektif (D.0009) b.d dan nyaman.
penurunan suplai oksigen O : GCS E4 V5 M6, CRT <2 detik, perfusi jaringan hangat, kering,
dd perfusi jaringan merah, tidak ada tanda-tanda sianosis, tidak ada oedema pada ekstermitas.
hangat, kering, pucat, TD 120/98 mmHg, Nadi 89 x/mnt, tidak anemis pada sklera.
CRT <3detik. A : Masalah teratasi.
P : Intervensi dipertahankan.

Anda mungkin juga menyukai