TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorsinya yang
dapat menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung atau tidak
B. Anatomi Fisiologi
ligamen, otot, saraf dan pembuluh darah yang terbentang mulai dari dasar
tengkorak (basis cranii), leher, dada, pinggang bawah hingga panggul dan
tulang ekor. Fungsinya adalah sebagai penopang tubuh bagian atas serta
melewatinya.
Tulang-tulang tersebut berjajar dari dasar tengkorak sampai ke tulang
kerjanya mirip dengan shock breaker kendaraan kita. Di setiap ruas tulang
juga terdapat 2 buah lubang di tepi kanan dan kiri belakang tulang bernama
foramen intervertebra, yaitu sebuah lubang tempat berjalannya akar saraf dari
lubang itu dan mempersarafi seluruh tubuh baik dalam koordinasi gerakan
Gambar. 2. 1
Gambar. 2. 2
dari 7 ruas tulang), segmen torakal (terdiri dari 12 ruas tulang), segmen
lumbal (terdiri dari 5 ruas tulang) serta segmen sakrococygeus (terdiri dari 9
ruas tulang). Diskus intervertebra terletak mulai dari ruas tulang servikal ke-2
posisi tulang belakang agar tetap kompak dan tempat melekatnya otot-otot
punggung untuk pergerakan tubuh kita. Ligamen dan otot tulang belakang
Gambar. 2. 3
Posisi tulang belakang yang normal akan terlihat lurus jika di lihat
dari depan atau belakang. Jika dilihat dari samping, segmen servikal akan
(sensasi) hingga kelumpuhan (Aston. J.N, 2005 & Wibowo, daniel S. 2013)
C. Jenis fraktur
1. Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
2. Fraktur tidak komplet adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
D. Patofisiologi
Trauma yang terjadi pada tulang vertebra lumbal bisa terjadi karena
trauma langsung (benturan langsung) dan trauma tidak langsung (jatuh dan
bertumpu pada orang lain), serta bisa juga terjadi karena proses patologis
misalnya osteoporosis, infeksi atau kanker. Akibat dari fraktur lumbal adalah
bisa terjadinya kerusakan pembuluh darah dan kortek pada jaringan lunak
terjepitnya semua area ekstermitas bawah yang menyebar sampai pada bagian
bawah, kecuali sepertiga atas aspek interior paha. Sehingga kerusakan pada
pergelangan kaki, ekstermitas bawah dan area sadel (Ross and Wilson, 2011).
E. Etiologi
a. Trauma langsung
Misal benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius
dan ulna
berikut:
dimana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
7. Pergerakan abnormal.
G. Penatalaksanaan
dan stabilisasi untuk mencegah kerusakan yang lebih parah lagi. Beberapa
Teknik ini adalah teknik pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak
stabil.
hari.
d. Cegah dekubitus.
e. Fisioterapi untuk mencegah kontraktur.
Pemeriksaan lokalis
1. Bila terjadi lesi pada kauda ekuina ( kandung kemih di kontrol oleh
2. Proses penyembuhan
a. Fase inflamasi
Berakhir kurang lebih satu hingga dua minggu yang pada awalnya
yaitu netrofil, makrofag dan sel fagosit. Sel- sel tersebut termasuk
b. Fase reparatif
matrik kalus. Mula- mula terbentuk kaus lunak, yang terdiri dari
c. Fase remodialing
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Rontgen
bagian terbawah korda. Klien harus di periksa dengan hati- hati agar
3. Pemeriksaan laboratorium
3 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
A. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, inisial, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
atau menusuk-nusuk.
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
kemampuan fungsinya.
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang
merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu
Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu
juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan
pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang
perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang
pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul
kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa
tidak efektif.
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
b. Pemeriksaan Fisik
Penampilan klien, ekspresi wajah, bicara, mood, berpakaian dan kebersihan umum,
2) Tanda-tanda Vital
Pemeriksaan pada tanda-tanda vital mencakup : suhu, nadi, pernapasan dan tekanan
darah.
3) Pemeriksaan Local
Pemeriksaan fisik pada pasien fraktur biasanya seperti pemeriksaan fisik pada
umumnya, tetapi pada saat pemeriksaan fraktur dilakukan hal – hal sebagai berikut :
a. Keadaan Lokal
a. Look (inspeksi)
(c) Fistulae.
hyperpigmentasi.
b. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
5“
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler.
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan
lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan
b. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x- ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain :
(b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
infeksi.
diakibatkan fraktur.
1. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik di tandai dengan pasien tampak
meringgis, gelisah.
(balutan)
1. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik di buktikan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
Kemampuan Terapeutik
nyeri.
secara mandiri.
Anjurkan mengunakan
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
2. Resiko Infeksi berhubungan dengan integritas kulit Setelah dilakukan tintdakan Observasi
keperawatan selama 1x 24 jam maka integritas kulit meningkat KH : Tingkat Nyeri Monitor tanda dan gejala
pasien.
Kerusakan jaringan Pemberian teknik aseptik
dengan benar.
operasi.
Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi.
Anjurkan meningkatkan
asupan cairan.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
3. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan Observasi
struktur tulang dibuktikan dengan pasien tanpak nyeri keperawatan selama 1x 24 jam Identifikasi kebutuhan
meninggkat. pembidaian.(fraktur).
cidera.
Kecemasan menurun Identifikasi material bidai
bidai di pasang.
penyangga kaki.
fungsional.
Pasang bidai pada posisi
secara tepat
pemasangan bidai
buktikan pasien dengan kerusakan jarinagn / lapisan keperawatan selama 1x 24 jam Monitor karakteristik luka
kulit nyeri, pendarahan, hematoma. gangguan integritas kulit (dranase, warna, ukuran, bau)
meningkat (5)
Pembentukan jaringan
menurun (5)
Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai dengan kondisi pasien.
Peradangan menurun Berikan diet dengan kalori
indikasi.
jika perlu
Edukasi
infeksi.
Anjurkan mengkonsumsi
secara mandiri.
Kolaborasi
Kolaborasi prosedur
biologis, mekanis)
Kolaborasi pemberian
5. Risiko Disfungsi Neorovaskuler perifer b.d fraktur, Setelah dilakukan tindakan Observasi
(5)
Perfusi perifer
Penyembuhan luka Lakukan rentang gerak aktif
cidera.
Edukasi
Jelaskan mekanisme
anjurkan menghindari
maneuver valsava.
Ajarkan cara mencegah
Ajarkan pentingnya
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antikoagulan.
Kolaborasi pemberian
prometazim intravena
Observasi
Monitor koagulasi.
Terapeutik
Evelyn C.Pearce. 2008. Anatomi Fisiologi Untuk Para Medis . jakarta: PT Gramedia