Disusun Oleh:
Tingkat: 3A S1 Keperawatan
NIM :820163060
Sedangkan menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005) fraktur femur adalah fraktur pada
tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung.
Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan
jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
2. ETIOLOGI
1) Peristiwa Trauma Tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan seperti :
a) pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral;
b) penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang dapat menyebabkan fraktur
melintang;
c) penekukan dan penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi
disertai fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga yang terpisah,
d) kombinasi dari pemuntiran, penekukan, dan penekanan yang menyebabkan fraktur
obliq pendek;
e) penarikan dimana tendon atau ligament benar-benar menarik tulang sampai terpisah
(Helmi, 2014 : 508).
2) Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)Fraktur dapat terjadi oleh tekanan
yang normal jika tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat
rapuh (misalnya : pada penyakit paget) (Helmi, 2014 : 508).
3. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri
Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan
sekitarnya.
2. Bengkak
Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan
ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
3. Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralisis dapat
terjadi karena kerusakan saraf.
6. Mobilisasi abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi
pergerakan.
7. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.
8. Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot
yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan menyebabkan tulang kehilangan
bentuk normalnya.
4. KOMPLIKASI
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam setelah
cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom
kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani
segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu:
A. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna
maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi
pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan organ
yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar
sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis.
B. Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera remuk dapat
terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi
fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang
lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak
dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk
emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru,
ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat dapat terjadi dari
beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera, gambaran khasnya berupa hipoksia,
takipnea, takikardi dan pireksia.
C. Sindrom kompertemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial
yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan mengakibatkan
berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan
sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh
otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot
individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai dengan
nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara
anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak dan paling sering
disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.
D. Nekrosis avaskular tulang
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia tulang yang
berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering dijumpai pada kaput
femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os. Lunatum, dan os. Talus (suratum,
2008).
E. Atropi otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran normal.
Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel parenkim yang
menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot
yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak
adekuat ke jaringan otot (suratum, dkk, 2008).
5. PATHOFISIOLOGI
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka
bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di
kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut
aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf
yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment. (Brunner & Suddarth, 2002)
6. PATHWAY
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi serta usia.
Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada penderita fraktur :
1. Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi karena
benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat pasien
mengalami fraktur.
2. Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan bersihkan
perdarahan dengan cara dibebat atau diperban.
3. Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini tidak boleh
dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli dengan cara operasi
oleh ahli bedah untuk mengembalikan tulang pada posisi semula.
4. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan dari kedua
posisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tetap stabil.
5. Berikan analgetik untuk mengaurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan.
6. Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post operasi.
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula
(reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang
(imobilisasi). (Sjamsuhidajat & Jong, 2005)
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah :
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan : pembersihan luka, exici, hecting situasi, antibiotik.
j. Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi
tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang
tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai pemikiran dasar.
Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram positif
maupun negatif.
l. Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen
tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah tulang
terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat
dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk derajat 3
dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar
dapat segera dilakukan langkah awal dari rahabilitasi penderita.
2. Seluruh Fraktur
1.) Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2.) Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis.
3.) OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi
terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation=OREF)
sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah
memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam
masa penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan
pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial,
darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap
sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union
(penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan
fisik organ anggota gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak
ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan).
4.) ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada
tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen
tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini
berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan
tipe fraktur tranvers.
5.) Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan
teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi
interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
6.) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
9. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (lyer et al, 1996 dalam nursalam 2011 : 29).
Pengkajian pasien dengan fraktur menurut (Doengoes,2000 : 760) adalah :
a. Anamnesa
1. Identitas pasien
Meliputi ; nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi golongan darah, nomor
register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa
nyeri.Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa nyeri
pasien, perawat dapat menggunakan PQRST.
a.) Provokating incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
trauma pada bagian paha.
b.) Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien, apakah
seperti terbakar, berdenyut/menusuk.
c.) Region, Radiation, Relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
d.) Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien,
bisa berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e.) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
Dampak yang timbul pada pasien fraktur adalah timbul ketakutan akan
kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah atau gangguan citra diri.
Pada pasien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu
ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh pasien dapat tidak efektif.
15. Pola tata nilai dan keyakinan
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan baik dan buruknya pasien tanda-tanda yang perlu dicatat adalah
kesadaran pasien (compos mentis, somnolen, apatis, spoor dan koma yang
bergantung pada keadaan pasien, ringan, sedang dan berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut) tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan
lokal baik fungsi maupun bentuk.
1.) B1 (Breathing)
2.) B2 (Blood)
3.) B3 (Brain)
4.) B4 (Bladder)
5.) B5 (Bowel)
6.) B6 (Bone)
b.)Feel
Gerakan pada daerah tungkai yang patah tidak boleh dilakukan karena
akan memberikan respons trauma pada jaringan lunak disekitar ujung
fragmen tulang yang patah. Pasien terlihat tidak mampu melakukan
pergerakkan pada sisi yang patah (Helmi,2014 : 511).
2. Pada pemeriksaan fisik regional fraktur femur tertutup, umumnya didapatkan hal-
hal berikut.
a.) Look
b.) Feel
c.) Move
Diagnosa 1 : Nyeri akut (NANDA NIC-NOC, Nanda hal. 445, Domain12.Kelas 1.Kode
00132)
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa (International Association for the study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.
Batasan karakteristik
Diagnosa 2 : Hambatan mobilitas fisik (NANDA NIC-NOC, Nanda Hal 217. Domain 4.
Kelas 2. Kode 00085
Definisi : keterbatasan dalam, pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau satu
ekstremitas atau lebih (sebutkan tingkatnya) :
Batasan karaktersitik
a. Objektif
b. Penurunan waktu reaksi
c. Kesulitan membolak balik tubuh
d. Asyik dengan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misalnya peningkatan
perhatian terhadap aktivitas orang lain, perilaku mengendalikan, berfokus pada
kondisi sebelum sakit atau ketunadayaan aktivitas)
e. Dispnea saat beraktivitas
f. Perubahan cara berjalan (misalnya penurunan aktivitas dan kecepatan berjalan,
kesulitan untuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan menyeret kaki,
pada saat berjalan badan mengayun ke samping)
g. Pergerakan menyentak
h. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus
i. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasKeterbatasan rentang
pergerakan sendi
j. Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
k. Ketidakstabilan postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktivitas kehidupan sehari-
hari)
l. Melambatnya pergerakan
m. Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi
Faktor yang berhubungan
a. Intoleransi aktivitas
b. Perubahan metabolism selular
c. Ansietas
d. Indeks masa tubuh di atas perentil ke 75 sesuai usia
e. Gangguan kognitif
f. Konstraktur
g. Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
h. Fisik tidak bugar
i. Penurunan ketahanan tubuh
j. Penurunan kendali otot
k. Penurunan massa otot
l. Malnutrisi
m. Gangguan muskuloskeletal
n. Gangguan neuromuskular, nyeri
o. Agens obat
p. Penurunan kekuatan otot
q. Kurang pengetahuan tentang aktivitas fisik
r. Keadaan mood depresif
s. Keterlambatan perkembangan
t. Ketidaknyamanan
u. Disuse, kaku sendi
v. Kurang dukungan lingkungan (misal fisik atau sosial)
w. Keterbatasan ketahanan kardiovaskuler
x. Kerusakan integritas struktur tulang
y. Program pembatasan gerak
z. Keengganan memulai pergerakan
aa. Gaya hidup monoton
bb. Gangguan sensori perseptual
Diagnosa 3 : Kerusakan Integritas Kulit (NANDA NIC-NOC, Nanda hal 406, Domain
11 Kelas 2 Kode 00046)
Batasan Karakterisitik:
Faktor berhubungan
a. Eksternal :
1. Zat kimia, radiasi Usia yang ekstrim Kelembapan Hipertermia,
2. hipotermia Faktor mekanik(mis, gaya gunting [shearing forces]
3. Medikasi
4. Lembab
5. Imobilitasi fisik
b. Internal :
1. Perubahan status cairan
2. Perubahan pigmentasi
3. Perubahan turgor
4. Faktor perkembangan
5. Kondisi ketidakseimbangan nutrisi(misal obesitas emasiasi)
6. Penurunan imunologis
7. Penurunan sirkulasi
8. Kondisi gangguan metabolic
11. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Memperlihatkan teknik
relaksasi secara
individual yang efektif
3. Manajemen nyeri
untuk mencapai
keamanan
2. Mempertahankan tingkat
nyeri pada __ atau
kurang
4. Manajemen sedasi
3. Melaporkan nyeri pada
penyedia layanan
kesehatan
4. Tidak mengalami
gangguan dalam
frekuensi pernapasan,
frekuensi jantung atau
tekanan darah
2. Setelah dilakukan asuhan Exercice therapy : ambulation
keperawatan selama … x 24 1. Monitoring vital sign
jam diharapkan pasien tidak sebelum/sesudah latihan dan lihat
mengalami hambatan respon pasien saat latihan
mobilitas fisik dengan 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
kriteria hasil : tentang rencana ambulasi sesuai
1. Klien meningkat dalam dengan kebutuhan.
aktivitas fisik 3. Bantu pasien untuk menggunakan
2. Mengerti tujuan dari tongkat saat berjalan dan cegah
peningkatan mobilitas terhadap cedera
3. Memverbalisasikan 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
perasaan dalam lain tentang teknik ambulasi
meningkatkan kekuatan 5. Kaji kemampuan pasien dalam
dan kemampuan mobilisasi
berpindah 6. Latih pasien dalam pemenuhan
4. Memperagakan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan alat kemampuan
5. Bantu untuk mobilisasi 7. Dampingi dan bantu pasien saat
(walker) mobilisasi dan bantu pemenuhan
kebutuhan ADLs pasien
8. Berikan alat bantu jika pasien
memerlukan
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC.