Oleh :
Dina Fitrotul Muawwidah
NIM : 72020040017
2. Batasan Lansia
Di Indonesia lanjut usia adalah usia 60 tahun keatas. Hal ini dipertegas dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada
Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2012).
Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia adalah sebagai berikut :
1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
2) Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015) lanjut usia dikelompokan menjadi
usia lanjut(60-69 tahun) dan usia lanjut dengan risiko tinggi (lebih dari 70
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan)
3. KARAKTERISTIK LANSIA
Menurut Padila, (2013), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang
Kesehatan)
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladatif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
4. Tipologi Lansia
Menurut Nugroho, (2011) tipologi lansia yaitu:
a. Lansia tipe mandiri
Mereka mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan -kegiatan
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
b. Lansia tipe tidak puas
Cenderung memiliki konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang
menyebabkan hilangnya kecantikan, daya Tarik jasmaniyah, kekuasaan, status
yang di sayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit
dilayani dan pengkritik.
c. Lansia tipe pasrah
Cenderung menerima dan menunggu dan menunggu nasib baik, mempunyai
konsep habis gelap terbitlah terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki,
pekerjaan apa saja dilakukan.
d. Lansia tipe bingung
Cenderung kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, acuh tak acuh.
e. Lansia tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan dan menjadi panutan.
5. Mitos Lansia
Menurut Maryam (2011) mitos – mitos seputar lansia antara lain:
a. Mitos kedamaian dan ketentraman
Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup, hasil kerja,
dan jerih payah dimasa muda. Berbagai guncangan kehidupan seakan-akan
sudah berhasil dilewati. Kenyataannya, sering ditemui lansia yang mengalami
stres karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena
penyakit.
b. Mitos konservatif dan kemunduran
Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan, tradisi, dan
keadaan yang berlaku. Adanya anggapan bahwa lansia itu tidak kreatif,
menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, keras kepala dan cerewet.
Kenyataannya tidak semua lansia bersikap danmempunyai pikiran
demikian.
c. Mitos berpenyakitan
Adanya anggapan bahwa masa tua dipandang sebagai masa degenerasi
biologis yang disertai beberapa penyakit dan sakit-sakitan. Kenyataannya tidak
semua lansia berpenyakitan. Saat ini sudah banyak jenis pengobatan serta
lansia yang rajin melakukan pemeriksaan berkala sehingga lansia tetap sehat
dan bugar.
d. Mitos senilitas
Adanya anggapan bahwa lansia sudah pikun. Kenyataannya, banyak yang
masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat, karena banyak cara untuk
menyesuaikan diri terhadap penurunan daya ingat.
e. Mitos tidak jatuh cinta
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta dan bergairah
kepada lawan jenis. Kenyataannya, perasaan dan emosi setiap orang berubah
sepanjang masa serta perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi tua.
f. Mitos aseksualitas
Adanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun, minat,
dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang. Kenyataannya
kehidupan seks para lansia normal-normal saja dan tetap bergaurah hal itu
dibuktikan dengan lansia yang ditinggal mati dengan pasangannya, namun
masih ada rencana ingin menikah lagi.
g. Mitos ketidakproduktifan
Adanya anggapan bahwa para lansia tidak produktiflagi. Kenyataannya banyak
para lansia yang mencapai kematangan, kemantapan dan produktivitas mental
maupun material. Mitos-mitos tersebut harus disadari perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan, karena banyak kondisi lansia yang sesuai
dengan mitos tersebut dan sebagian lagi tidak mengalaminya.
6. Teori Penuaan
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi,
teori psikososial, teori lingkungan (Aspiani, 2014).
a. Teori Biologi
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses menua
merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama
masa hidup. Teori ini lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat
structural sel/ organ tubuh, termasuk didalamnya adalah pengaruh agen
patologis. Fokus dari teori ini adalah mencari determinan-determinan yang
menghambat proses penurunan fungsi organisme. Yang dalam konteks
sistemik, dapat mempengaruhi/ memberi dampak terhadap organ/ sistem tubuh
lainnya dan berkembang sesuai dengan peningkatan usia kronologis.
1) Teori “Genetik Clock”
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program
jam genetik didalam nuclei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu
tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka akan menyebabkan
berhentinya proses mitosis. Radiasi dan zat kimia dapat memperpendek
umur menurut teori ini terjadi mutasi progresif pada DNA sel somatik akan
menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
2) Teori error
Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai
macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia akibat kesalahan tersebut
akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan
kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan. Sejalan dengan
perkembangan umur sel tubuh, maka terjadi beberapa perubahan alami
pada sel pada DNA dan RNA, yang merupakan substansi pembangun atau
pembentuk sel baru. Peningkatan usia mempengaruhi perubahan sel dimana
sel-sel Nukleus menjadi lebih besar tetapi tidak diikuti dengan peningkatan
jumlah substansi DNA.
3) Teori Autoimun Pada teori ini penuaan dianggap disebabkan oleh adanya
penurunan fungsi sistem imun. Perubahan itu lebih tampak secara nyata
pada Limposit –T, disamping perubahan juga terjadi pada Limposit –B.
perubahan yang terjadi meliputi penurunan sistem immune humoral, yang
dapat menjadi faktor predisposisi pada orang tua untuk :
(a) menurunkan resistansi melawan pertumbuhan tumor dan perkembanga
kanker.
(b) menurunkan kemampuan untuk mengadakan inisiasi proses dan secara
agresif memobilisasi pertahanan tubuh terhadap pathogen.
(c) meningkatkan produksi autoantingen, yang berdampak pada semakin
meningkatnya risiko terjadinya penyakit yang berhubungan dengan
autoimmun.
4) Teori Free Radical Teori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses
menua terjadi akibat kurang efektifnya fungsi kerja tubuh dan hal itu
dipengaruhi oleh adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas
merupakan zat yang terbentuk dalam tubuh manusia sehingga salah satu
hasil kerja metabolisme tubuh. Walaupun secara normal ia terbentuk dari
proses metabolisme tubuh, tetapi ia dapat tebentuk akibat :
(1) proses oksigenasi lingkungan seperti pengaruh polutan, ozon, dan
petisida.
(2) reaksi akibat paparan dengan radiasi.
(3) sebagai reaksi berantai dengan molekul bebas lainnya. Penuaan dapat
terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh
manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), radikal
hidroksil,dan H2O2. Radikal bebas sangat merusak karena sangat
reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak
tak jenuh. Makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas
sehingga proses pengerusakan harus terjadi, kerusakan organel sel makin
banyak akhirnya sel mati.
5) Teori Kolagen
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh rusak.
6) Wear Teori Biologi
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan
kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
b. Teori Psikososia
1) Activity Theory (Teori Aktivitas)
Teori ini menyatakan bahwa seseorang individu harus mampu eksis dan
aktif dalam kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan
di hari tua. Aktivitas dalam teori ini dipandang sebagai sesuatu yang vital
untuk mempertahankan rasa kepuasan pribadi dan kosie diri yang positif.
Teori ini berdasar pada asumsi bahwa :
(1) aktif lebih baik daripada pasif.
(2) gembira lebih baik daripada tidak gembira.
(3) orang tua merupakan orang yang baik untuk mencapai sukses dan akan
memilih alternatif pilihan aktif dan bergembira. Penuaan
mengakibatkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
2) Continuitas Theory (Teori Kontinuitas)
Teori ini memandang bahwa kondisi tua merupakan kondisi yang selalu
terjadi dan secara berkesinambungan yang harus dihadapi oleh orang lanjut
usia. Adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya suatu
pola perilaku yang meningkatkan stress.
3) Disanggement Theory
Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti dengan masyarakat ,
hubungan dengan individu lain.
b. Barthel Indeks
Pengkajian fungsi kemandirian dengan indeks BARTHEL
b. SPSMQ
Pengkajian status kognitif dan Afektif
Analisa Hasil :
Nilai 3 atau lebih mendeteksi adanya kasus Depresi
e. APGAR KELUARGA
Pengkajian status sosial
APGAR
NO Fungsi Uraian Skore
0: tidak pernah
1: kadang-
kadang
2: selalu
1 Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat
kembali pada keluarga (teman-
teman) saya untuk membantu
pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2 Hubungan Saya puas dengan cara keluarga
(teman-teman) saya
membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya
3 Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga
(teman-teman) saya menerima
dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktivitas atau
arah baru
4 Afeksi Saya puas dengan cara keluarga
(teman-teman) saya
mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi
saya, seperti marah, sedih atau
mencintai
5 Pemecahan Saya puas dengan cara teman-
teman saya dan saya
menyediakan waktu bersama-
sama
Analisa Hasil :
Skor 8-10 : Fungsi sosial normal
Skor 5-7 : fungsi sosial cukup
e. MMSE
MINI MENTAL STATE EXAM
Item Tes Nilai Nilai
Maks
ORIENTASI
1. Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal),
hari apa?
2. Kita berada dimana ? (negara), (provinsi),
(kota), (rumah sakit), (lantai/kamar)
REGISTRASI
3. Sebutkan 3 buah nama benda (jeruk, uang,
mawar), tiapbenda 1 detik, pasien disuruh
mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai1 tiap
nama bendayang benar. Ulangi sampai pasien
dapat menyebutkan denganbenar dan catat
jumlah pengulangan.
ATENSI DAN KALKULASI
4. Kurangi 100 dengan 7, nilai 1 untuk tiap
jawaban yang benar. Hentikan setelah 5
jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata
“WAHYU” (nilai diberi huruf yang benar
sebelum kesalahan, misalnya uyahw=2)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5. Pasien disuruh menyebutkan kembali 3 nama
benda diatas
BAHASA
6. Pasien diminta menyebutkan nama benda yang
ditunjukkan (pensil, arloji)
7. Pasien diminta mengulang rangkaian
kata:”tanpa kalau dan atau tapi”.
8. Pasien diminta melakukan perintah”Ambil
kertas ini dengan tangan kanan ,lipatlah
menjadi dua dan letakkan dilaintai”.
9. Pasien diminta membaca dan melakukan
perintah” Angkatlah tangan kiri anda”
10. Pasien diminta menulis sebuah kalimat
11. (spontan)
Pasien diminta meniru gambar di bawah ini
Skor total
2. Etiologi
Stroke terbagi dalam 3 penyebab antara lain:
a. Trombosis serebral
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral
merupakan penyebab utama dari trombosis serebral dan merupakan
penyebab umum dari stroke. Trombosis ditemukan angka 40% dari
semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya
ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat
aterosklerosis (Saferi dkk, 2013).
b. Emboli Serebri
Embolisme serebri merupakan urutan kedua dari berbagai penyebab
utama stroke. Penderita stroke embolisme biasanya sangat mudah
dibandingkan dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri
berasal dari suatu trombus dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi
sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung (Saferi dkk, 2013).
c. Hemoragik
Hemoragik biasanya terjadi di luar durameter (hemoragik ekstra
dural atau epidural) di bawah durameter (hemoragik subdural), diruang
subarachnoid (hemoragik subarachnoid atau dalam substansial otak
(hemoragik intra serebral) (Saferi dkk, 2013).
3. Pathofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan
oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus dan
embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan selama 1 menit dapat mengarah pada gejala yang dapat pulih
seperti kehilngan kesadaran. Selanjutnya kekurangan oksigen dalam waktu
yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron.
Area nekrotik kemudian disebut infark. Kekurangan oksigen pada awalnya
mungkin akibat iskemia miokardium (karena henti jantung atau hipotensi) atau
hipoksia karena akibat proses anemia dan kesukaran untuk bernafas. Stroke
karena embolus dapat merupakan akibat dari bekuan darah, udara, plaque,
ateroma fragmen lemak. Jika etiologi stroke adalah hemoragik maka faktor
pencetus adalah hipertensi. Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat
terjadi ruptur dan dapat menyebabkan hemoragik.
Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak akan mengalami
iskemia dan infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas
setelah serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan kematian pada area yang luas.
Prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya saat
terkena. Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark
atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark didaerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut
(Masriadi, 2016).
Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai daerah tersebut. Proses patologi yang mendasari mungkin salah
satu dari berbagai proses yang terjadi didalam pembuluh darah yang
memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa:
a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itumsendiri, seperti aterosklerosis
dan trombosis, robeknya dinding pembuluh darah atau peradangan.
b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah
c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal
dari jantung atau pembuluh ekstrakranium
d. Rupture vascular didalam jaringan otak atau ruang subarachnoid.
(Saferi dkk, 2013).
4. Manifestasi Klinis
Pada penyakit stroke gambaran klinis berdasarkan pada pembuluh darah yang
mengalami ganggua adalah :
a. Gangguan pembuluh darah vertebrobasilaris
1) Kehilangan keseimbangan
2) Nistagmus
3) Vertigo
4) Gangguan menelan
5) Gangguan gerak bola mata hingga diplopia (dua tampilan dari satu
objek)
b. Gangguan Pembuluh Darah Karotis:
1) Gangguan rasa kelemahan pada daerah wajah/muka salah satu sisi
dan disertai dengan gangguan rasa di lengan dan tungkai satu sisi
2) Gangguan gerak/lumpuh satu sisi dari bagian tubuh
3) Gangguan bicara (afasia)
4) Mulut asimetris
5) Disatria (pelo)
6) Inkontinensia urine
7) Kesadaran menurun
5. Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala klinisnya, yaitu:
a. Stroke Hemoragik
Adalah perdarahan serebral dan perdarahan subarachnoid, yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah ke otak pada area otak tertentu.
Biasanya ini terjadi apabila saat melakukan aktivitas, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke
hemoragik merupakan disfungsi neurologis fokal yang akut dan biasanya
disebabkan oleh pendarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, tetapi disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler (Saferi, 2013).
Perdarahan otak dibagi dua yaitu :
1) Perdarahan Intraserebral merupakan pecahnya pembuluh darah
(mikroaneurisma) karena hipertensi yang mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk masa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan tekanan
intrakranial terjadi begitu cepat, yang dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral
yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai didaerah
putamen, talamus, pons dan sereblum (Saferi dkk, 2013)
2) Perdarahan Subarachnoid merupakan perdarahan yang berasal dari
pecahnya aneurisma berry atau AVM yang pecah berasal dari
pembuluh darah sirkulasi dan cabang-cabangnya yang terdapat di
luar parenkim otak (Juwono 1993:19 dalam Saferi dkk, 2013).
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid
menyebabkan tekanan intrakranial meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemi
sensorik, afasia, dll). (Simposium, Nasional Keperawatan
Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia (Saferi dkk, 2013).
b. Stroke Non Hemoragik (Stroke Infark)
Merupakan iskemia atau emboli dan trombosis serebral, yang terjadi
saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Dalam
hal tersebut tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1) TIA (Transient Ischaemic Attack)
Gangguan neurologis yang terjadi selama beberapa menit atau
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
sendirinya dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2) Stroke Involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang, dimana gangguan
neurologis terlihat maka akan semakin berat dan bertambah buruk.
Proses dapat berjalan selama 24 jam atau beberapa hari.
3) Stroke Komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen.
Stroke komplit biasanya diawali oleh serangan TIA berulang.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
1) Elektroensefalogram (EEG)
Mengidentifikasi penyakit yang didasarkan pada pemeriksaan pada
gelombang otak dan memungkinkan memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik. Pada pasien stroke biasanya dapat menunjukkan
apakah terdapat kejang yang menyerupai dengan gejala stroke dan
perubahan karakteristik EEG yang menyertai stroke yang sering
mengalami perubahan (Hello sehat, 2018).
2) Sinar X
Menggambarkan pada perubahan kelenjar lempeng pineal pada
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis
internal yang terdapat pada trombosis serebral.
3) Angiografi serebral
Pemeriksaan ini membantu untuk menentukan penyebab stroke
secara spesifik antara lain perdarahan, obstruksi arteri, olkusi/ruptur
4) CT-Scan
Pemindaian yang memperlihatkan secara spesifik adanya edema,
adanya hematoma, iskemia dan adanya infark pada stroke. Hasil
pemeriksaan tersebut biasanya terdapat pemadatan di vertikel kiri
dan hiperdens lokal.
5) Fungsi Lumbal
Tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli dan TIA
(Transient Ischaemia Attack). Sedangkan tekanan yang meningkat
dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus trombosis berhubungan dengan proses
inflamasi.
6) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnetik dengan
menentukan besar atau luas perdarahan yang terjadi pada otak. Hasil
dari pemeriksaan ini digunakan untuk menunjukan adanya daerah
yang mengalami infark, hemoragik, dan malinformasi arteriovena.
7) Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis/
aliran darah/ muncul plaque/aterosklerosis).
8) Pemeriksaan Thorax
Memperlihatkan keadaan jantung dan menggambarkan perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari masa yang meluas.
b. Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Seperti Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Semua itu
berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia,
sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Jika kadar
leukosit pada pasien diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang
sedang menyerang.
b. Test Darah Koagulasi
Tes ini terdiri dari 4 pemeriksaan yaitu pothromin time, partial
thromboplastin (PTT), Internasional Normalized Ratio (INR) dan
agregasi trombosit. Keempat tes ini berguna untuk mengukur
seberapa cepat darah mengumpal. Pada pasien stroke biasanya
ditemukan PT/PTT dalam keadaan normal.
c. Tes Kimia Darah
Tes ini digunakan untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol,
asam urat dll. Seseorang yang terindikasi penyakit stroke biasanya
memiliki yang gula darah yang tinggi. Apablia seseorang memiliki
riwayat penyakit diabetes yang tidak diobati maka hal tersebut dapat
menjadi faktor pemicu resiko stroke (Robinson, 2014).
7. Penatalaksanaan
Pada otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis pada stroke
non hemoragik. Noncontrast Computed Tomography (CT) scanning
merupakan pemeriksaan umum yang digunakan untuk evaluasi pasien dengan
stroke akut jelas. Pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi
anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya
kelainan yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan pada
biasanya tidak sensitif dalam mengidentifikasi infark serebri karena terlihat
normal pada >50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi
perdarahan intrakranial akut. Teknik-teknik neuroimaging yang sering
digunakan antara lain:
a. CT aniography dan CT scanning perfusi
b. Magnetic resonance imaging (MRI)
c. Scanning karotis duplex
d. Digital pengurangan angiography perfusi lumbal yang diperlukan untuk
menyingkirkan meningitis atau perdarahan subarachnoid ketika CT Scan
negatif tapi kecurigaan klinis tetap menjadi suatu acuan.
8. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah
ke otak terhambat
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak
c. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler.
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
f. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
g. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
h. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
9. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
Terapi oksigen
3 Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan 1 Kaji kamampuan klien untuk
diri; keperawatan selama 3x 24 perawatan diri
mandi,berpakaian, jam, diharapkan kebutuhan
makan, mandiri klien terpenuhi, 2 Pantau kebutuhan klien untuk alat-
dengan kriteria hasil: alat bantu dalam makan, mandi,
berpakaian dan toileting
- Klien dapat makan
dengan bantuan orang lain / 3 Berikan bantuan pada klien hingga
mandiri klien sepenuhnya bisa mandiri
- Klien dapat mandi 4 Berikan dukungan pada klien untuk
de-ngan bantuan orang lain menunjukkan aktivitas normal sesuai
kemampuannya
- Klien dapat
memakai pakaian dengan 5 Libatkan keluarga dalam pemenuhan
bantuan orang lain / kebutuhan perawatan diri klien
mandiri
- Klien dapat toileting
dengan bantuan alat
4 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1 Ajarkan klien untuk latihan rentang
mobilitas fisik b.d keperawatan selama 3x24 gerak aktif pada sisi ekstrimitas yang
kerusakan jam, diharapkan klien dapat sehat
neurovas-kuler melakukan pergerakan fisik
dengan kriteria hasil : 2 Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi
ekstrimitas yang parese / plegi dalam
- Tidak terjadi toleransi nyeri
kontraktur otot dan
footdrop 3 Topang ekstrimitas dengan bantal
untuk mencegah atau mangurangi
- Pasien berpartisipasi bengkak
dalam program latihan
4 Ajarkan ambulasi sesuai dengan
- Pasien mencapai tahapan dan kemampuan klien
keseimbangan saat duduk
5 Motivasi klien untuk melakukan
- Pasien mampu latihan sendi seperti yang disarankan
menggunakan sisi tubuh
yang tidak sakit untuk 6 Libatkan keluarga untuk membantu
kompensasi hilangnya klien latihan sendi
fungsi pada sisi yang
parese/plegi
5 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1 Beri penjelasan pada klien tentang:
integritas kulit b.d perawatan selama 3 x 24 resiko adanya luka tekan, tanda dan gejala
immobilisasi fisik jam, diharapkan pasien luka tekan, tindakan pencegahan agar
mampu mengetahui dan tidak terjadi luka tekan)
mengontrol resiko dengan
kriteria hasil : 2 Berikan masase sederhana
Andra Saferi Wijaya & Yessie Mariza Putri. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa. Yogyakarta: Nuha Medika
Aspiani, R.Y.(2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info Media.
Kemenkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta: Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan.
Kemenkes RI. (2015). Rencana Strategis Kemenkes Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta:
Kemenkes RI. (2013) Riset Kesehatan Dasar : RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI
Maryam, R.S., Eksari, M.F., Rosidawati, Jubaedi,A.,& Batubara, I.(2011). Mengenal Usia
Lanjut dan Perawatanya. Jakarta: Salemba Medika.
Masriadi. (2016).Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.Jakarta: Trans Info Media
Moniung.(2015). Hubungan Lama Tinggal Dengan Tingkat Depresi Lanjut Usia di Panti
Sosial Tresna Werdha “Agape” Tondano. Jurnal e-Clinical, Volume 3, Nomor 1
Januari – April 2015.
Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: ANDI
Nugroho, Wahyudi . (2011). Keperawatan Gerontik dan Geriatric. Edisi ketiga .Jakarta :
EGC
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Robinson, Joan .Mdan Lyndon Saputra. 2014. Buku Ajar Visual Nursing Jilid Satu
.Tangerang Selatan: Binarupa Aksara Publisher.
Stanley,M. & Beare,P.G. (2011). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC