Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

Ny.W DENGAN FRAKTUR TIBIA FIBULA DI RUANG BIMA RSUD


JOMBANG

Disusun Oleh :

Mar atus Sholihah 20181420146006

Prodi Profesi Ners

PROFESI NERS STIKES BAHRUL ULUM


TAMBAK-BERAS JOMBANG
2022-2023
Landasan Teori

1.1 Definisi Fraktur Tibia Fibula

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang


biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur
tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya.
(Smeltzer, 2017)
1.2 Etiologi
1) Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkanoleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan
kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang terkena dan jaringan
lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit.
2) Akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon
tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh.
3) Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.

1.3 Manifestasi Klinis


1. Nyeri
Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau
kerusakan jaringan sekitarnya.
2. Bengkak
Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
3. Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot,
paralisis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
6. Mobilisasi abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan.
7. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.
8. Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya
1.4 Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkanfraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh
karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di
sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut
syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat
menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf
perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan
rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan
sindrom compartment. (Brunner & Suddarth, 2019)
1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

4. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau


menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.

5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien


ginjal.

6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,


transfusi multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai
persiapan transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna
akibat cedera atau tindakan pembedahan.

1.6 Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa
jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih,
dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas
permanen jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari
fraktur femur yaitu:

1. Syok

Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah


eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang
rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena
tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan
darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur
femur pelvis.
2. Emboli lemak

Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera remuk
dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30 tahun.
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi asam
lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah. Globula
lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian
menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ
lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat dapat terjadi dari beberapa jam
sampai satu minggu setelah cidera, gambaran khasnya berupa hipoksia,
takipnea, takikardi dan pireksia.

3. Sindrom Kompertemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam
kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra
kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan
oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di
dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf dan pembuluh
darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang
dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai dengan nyeri yang
hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara
anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak dan paling
sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan
tungkai atas.

4. Nekrosis avaskular tulang

Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia


tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering
dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os.
Lunatum, dan os. Talus (Suratum, 2018).

5. Atropi Otot

Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran
normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel
parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien
fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga
metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot (Suratum,
dkk, 2018).

1.7 Penatalaksanaan
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi serta
usia. Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada penderita fraktur :
1) Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang
terjadi karena benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang
menjadi alasan kuat pasien mengalami fraktur.
2) Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan
bersihkan perdarahan dengan cara dibebat atau diperban.
3) Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini
tidak boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para
ahli dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan tulang
pada posisi semula.
4) Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau
papan dari kedua posisi tulang yang patah untuk menyangga agar
posisi tetap stabil.
5) Berikan analgetik untuk mengaurangi rasa nyeri pada sekitar
perlukaan.
6) Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post
operasi.
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke
posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang (imobilisasi). (Sjamsuhidajat & Jong, 2017)
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah :
1) Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden
period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan : pembersihan luka,
exici, hecting situasi, antibiotik. Ada bebearapa prinsipnya yaitu :
a) Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang
membahayakan jiwa airway, breathing, circulation.
b) Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian,
menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan
perdarahan besar dengan klem.
c) Pemberian antibiotika.
d) Debridement dan irigasi sempurna.
e) Stabilisasi.
f) Penutup luka.
g) Rehabilitasi.
h) Life saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita
dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius.
Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang
diperlukan suatu gaya yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya
berakibat total, tetapi berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip
dasar yaitu : airway, breath and circulation.
i) Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut
terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6
jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi masih dalam stadium
kontaminsi (golden periode) dan setelah waktu tersebut luka berubah
menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patuah tulang terbuka
harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir
penanganan patah tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi
prioritas penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan
prioritas ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis,
penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
j) Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi
tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang
tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai pemikiran dasar.
Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram
positif maupun negatif.
k) Debridemen dan irigasi
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah
terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati.
Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan
cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik
dengan tekanan maupun tanpa tekanan.
l) Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi
fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah
tulang terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat
dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk
derajat 3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus
sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal dari rahabilitasi
penderita.
2) Seluruh Fraktur
a) Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
b) Reduksi/Manipulasi/Reposisi
c) Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting
tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasfanatomis.
d) OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara
reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external
fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik.
Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur
sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur.
Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik
untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah
lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan
bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai,
yakni union (penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara
anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional), dan
sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam
melakukan gerakan).
f) ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal
fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk
mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail
biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur
tranvers.
g) Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam
posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna
yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
h) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi.  Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler
(mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan
ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan
neurovaskuler.
1.8 Konsep Asuhan Keperawatan

1) Diagnosa
- Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
- Gangguan mobilittas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang

Diagnose Intervensi Rasional

Nyeri akut b.d Manajemen nyeri 1. Untuk mengetahui


agen pencedera O lokasi nyeri
fisik 1. identifikasi 2. Untuk mengetahui
lokasi , skala nyeri pasien
karakteristik ,dur 3. Untuk
asi , frekuensi , mengidentifikasi
kualitas ,intesitas tentang
nyeri pengetahuan
2. identifikasi skala pasien tentang
nyeri nyeri
3. identifikasi 4. Untuk mengetahui
pengetahuan dan efek samping
keyakinan penggunaan
tentang nyeri analgetik
4. monitor efek
samping
penggunaan 1. Untuk
analgetik mengedukasi
pasien tentang
T
cara untuk
1. Berikan teknik mengurangi
nonfarmakologis rasa nyeri
untuk 2. Untuk
mengurangi rasa mengalihkan
nyeri (kompres rasa nyeri
hangat/dingin) 3. Untuk
2. Fasilitas istirahat meningkatkan
dan tidur kenyamanan
3. kontrol pasien
lingkungan yang 4. Untuk
memperberat mengedukasi
nyeri pasien tentang
peyebab nyeri
E

1. jelaskan
penyebab nyeri
2. jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
4. anjurkan teknik
untuk meredakan
nyeri

1. Kolaborasi
pemberian
analgetik

Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi


mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan
O
kerusakan selama 1x24 jam
integritas tulang diharapkan mobilitas 1. Identifikasi
fisik meningkat dengan adanya
kritea hasil : nyeri atau
keluhan
1. Pergerakan fisik lainya
ekstremitas 2. Identifikasi
meningkat toleransi
2. Kekuatan otot fisik
meningkat 3. Monitor
3. Nyeri menurun frekuensi
4. Gerakan jantung dan
terbatas tekanan
menurun darah
sebelum
ambulansi
4. Monitor
kondisi
umum
selama
ambulansi

1. Fasilitasi ambulasi
dengan alat bantu
2. Fasilitasi
melakukan
mobilisasi fisik
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien

1. Jelaskan tujuan dan


prosedur ambulasi
2. Anjurkan
ambulasii dini
3. Ajarkian ambulasi
sedrhana

1. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan


rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).

Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:

a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan

b. Diagnosis keperawatan

c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan

d. Tanda tangan perawat pelaksana

2. Evaluasi keperawatan

keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang didasarkan pada


tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada individu (Nursalam, 2008).Evaluasi
keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi
keperawatan terdiri dari beberapa komponen yaitu:

a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan

b. Diagnosis keperawatan

c. Evaluasi keperawatan
PATHWAY

Etiologi

Trauma langsung atau tidak langsung

Fraktur Tibia Fibula ( Terbuka atau


tertutup)

Perubahan fragmen tulang Fraktur terbuka ujung


Kehilangan integritas tulang kerusakan pada jaringan tulang menembus otot dan
dan pembuluh darah kulit

Ketidakstabilan posisi Perdarahan lokal Luka


fraktur apabila organ fraktur
digerakkan
Hematoma pada daerah Gangguan integritas kulit
fraktur
Fragmen tulang yang patah
menusuk organ sekitar
Aliran darah ke daerah Kuman mudah
distal berkurangaatau masuk
terhambat
Nyeri akut

Warna jaringan pucat , nadi Resiko tinggi infeksi


lemas ,sianosis,kesemutan)
Syndrome kompartemen
keterbatasan aktivitas
Warna jaringan pucat , nadi
lemas ,sianosis,kesemutan)

Deficit perawatan diri


Kerusakan
neuromuskuler

Gangguan fungsi organ


distal

Gangguan mobilitas fisik

Anda mungkin juga menyukai