I Dengan
Masalah Halusinasi Menggunakan Terapi Generalis
Ayumewati76212@gmail.com
BAB 1
PENDAHULUAN
Halusinasi dapat timbul pada pasien skizofrenia hebefrenik (Maharani, 2019 dalam
Wulandary & Pardede, 2022) karena didapatkan data pasien yang mengatakan sering
mendengar bisikan-bisikan suara yang menyuruhnya untuk marah-marah, pasien
sering tertawa sendiri, pasien berbicara ngelantur, serta pasien lebih senang
menyendiri dan sikap pasien yang pemalu. Kondisi isi pikir dan arus pikir yang
terdisorganisasi dan kemampuan kontak dengan kenyataan cenderung burukinidapat
menimbulkan halusinasi (Ellina, 2012 dalam Hulu & Pardede, 2022).
Menurut WHO (2019) Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang bersifat
berat dan kronis yang menyerang 20 juta orang di seluruh dunia. Skizofrenia
merupakan penyakit kronis, parah, dan melumpuhkan, gangguan otak yang di tandai
dengan pikiran kacau, waham, delusi, halusinasi, dan perilaku aneh atau katatonik
(Pardede & Laia, 2020). Negara berkembang seperti Indonesia penderita gangguan
jiwa dari data yang diambil (Riskesdas, 2018) penderita skizofrenia mengalami
peningkatan sebesar 5,3% terutama untuk skizofrenia berat seperti gangguan perilaku
hingga dengan pasung. Kasus tertinggi terdapat di Bali (11%), Di wilayah Jawa Timur
data yang tercatat 2018 penderita skizofrenia sebesar 7,5% (Riskesdas, 2018)
Kesehatan jiwa adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri
pada lingkungan serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat dan bahagia
(Menninger, 2015). Menurut Undang - Undang Kesehatan Jiwa no 18 Tahun 2014,
kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
diri sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu
berkontribusi untuk komunitasnya. Jiwa dapat menyesuaikan diri secara konstruktif
pada kenyataan, merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan, merasa
lebih puas memberi daripada menerima. Angka penderita gangguan jiwa
mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta orang yang menderita gangguan
mental. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertinya tinggal di negara yang
berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan
perawatan.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidu (Direja, 2011 dalam Meylani & Pardede,
2022). Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua sistem penginderaan (Dermawan,2018). Halusinasi hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012 dalam
Syahdi & pardede, 2022).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata. (Keliat, 2014 dalam
Wulandari & Pardede, 2022).Halusinasi pendengaran paling sering terjadi ketika
klien mendengar suara -suara, halusinasi ini sudah melebur dan pasien merasa
sangat ketakutan, panik dan tidak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan
yang dialaminya (Hafizudiin, 2021). Dampak yang muncul akibat gangguan
halusinasi adalah hilangannya kontrol diri yang menyebabkan seseorang menjadi
panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi. Dalam situasi ini penderita
halusinasi dapat melakukan tindakan merusak lingkungan,mencelaki orang
lain,bahkan melakukan bunuh diri agar tidak berdampak buruk maka penderita
halusinasi harus segera ditangani secara tepat.(Scott,2017 dalam Syahdi & Pardede,
2022)
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai halusinasi di
atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi
klien yang salah melalui panca indra terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau
rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi di mana
pasien mendengar suara, terutama suara-suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
4. Faktor Biologis
Hal tersebut berdampak pada terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami social yang berlebihan, tubuh menghasilkan zat kimia saraf yang
dapat menyebabkan halusinasi, seperti buffalophenone dan
dimethyltransferase (DMP) (Sutejo, 2020).
5. Faktor Genetik
Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak sehat yang dirawat oleh orang
tua Pasien skizofrenia lebih mungkin mengembangkan skizofrenia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Social keluarga memiliki pengaruh yang
sangat penting terhadap penyakit ini (Dermawan, 2016).
b.Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan social ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkunagan, seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di
lingkungan, dan juga suasana Sosial terisolasi seringg menjasi pencetus terjadinya
halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan Social dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik (Stuart, Keliat & Pasaribu
2016)
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal
jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut,
respon adaftif :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan. Persepsi
akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
b. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman
c. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
d. Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun
respon maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertetangan dengan
kenyataan sosial. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
b. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
c. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
d. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.
2.1.5 Komplikasi
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa pasien melakukan tindakan
perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya perintah sehingga rentan
melakukan perilaku yang tidak adaptif. Perilaku kekerasan yang timbul pada pasien
skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak berharga, takut dan ditolak oleh
lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan interpersonal dengan
orang lain (Keliat, 2016). Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan masalah
utama gangguan sensori persepsi: halusinasi, antara lain: resiko prilaku kekerasan,
harga diri rendah dan isolasi sosial.
a. Faktor biologis
Pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi
menunjukkan peran genetik pada schizophrenia. Kembar identik yang
dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian Schizophrenia
lebih tinggi dari pada saudara sekandung yang dibesarkan secara terpisah.
b. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan stress
dan kecemasan yang berakhir dengan gangguan orientasi realita.
2. Faktor presipitasi
b. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis
maladaptif adalah gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik
otak dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak,
yangmengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus.
c. Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
d. Stres Social / budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, terpisahnya dengan orang terpenting atau disingkirkan dari
kelompok.
e. Faktor psikologik
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah dapat menimbulkan perkembangan
gangguan sensori persepsi halusinasi.
f. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptif
meliputi : regresi, berhunbungan dengan masalah proses informasi dan
upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk
aktivitas sehari-hari. Proyeksi, sebagai upaya untuk menejlaskan kerancuan
persepsi dan menarik diri.
g. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang
pengaruh gangguan otak pada perilaku. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak–anak dan dewasa muda tentang keterampilan koping
karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Disumber
keluarga dapat pengetahuan tentang penyakit, finensial yang cukup, faktor
ketersediaan waktu dan tenaga serta kemampuan untuk memberikan
dukungan secara berkesinambungan.
h. Perilaku halusinasi
Batasan karakteristik halusinasi yaitu bicara teratawa sendiri, bersikap
seperti memdengar sesuatu, berhenti bicara ditengah – tengah kalimat untuk
mendengar sesuatu, disorientasi, pembicaraan kacau dan merusak diri
sendiri, orang lain serta lingkungan.
Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien
dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien
yang diharapkan, dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan serta
respon klien (Santi, 2021)
1. Faktor Predisposisi
Klien sebelumnya pernah di rawat di Rumah Sakit Jiwa lalu di bawa pulang oleh keluarganya dalam keadaan tenang. Di
rumah klien tidak minum obat sehingga timbul gejala-gejala yang diatas kemudian klien kambuh lagi. Klien awalnya marah-
marah dan melempar barang-barang karena kesal, suka menyendiri, melamun, sering bicara sendiri, mondar mandir,
mendengar suara-suara bisikan yang menyuruh pukul, tertawa sendiri. Akhirnya keluarga membawa klien ke Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem pada tanggal 18 Januari 2022. Keluarga klien tidak ada yang pernah mengalami gangguan jiwa.
Masalah keperawatan : Gangngguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran
3.3 Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, didapatkan hasil TD : 110/70 mmHg ; N :
80x/i ; S : 36,5oC ; P : 20x/i. Klien memiliki tinggi badan 170 cm dan Berat badan 70 Kg.
3.4 Psikososial
3.5 Genogram
Penjelasan :
Klien merupakan anak pertama dari 4 bersaudara , klien sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. 1 anak perempuan dan 1
anak laki-laki dan tinggal bersama istri dan anak-anaknya.
3.8 Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan: Klien percaya dan meyakini agama Islam
b. Kegiatan Ibadah : Klien melakukan ibadah selama dirawat.
Objektif :
- Pasien terlihat berbicara sendiri.
- Pasien terlihat tertawa sendiri.
- Pasien terlihat gelisah.
- Pasien terlihat mondar-mandir.
2 Subjektif : Isolasi Sosial : Menarik Diri
- Klien mengatakan bahwa klien lebih senang untuk menyendiri
- Klien mengatakan bahwa klien tidak diterima di lingkungan
sekitar nya
- Klien mengatakan tidak mampu untuk berinteraksi
dengan tetangganya.
Objektif :
- Tampak menyendiri dalam ruangan dan tidak mampu
berinteraksi dengan baik
- Klien tampak menarik diri dan susah untuk berkomunikasi
- Klien tidak mampu untuk mengekpresikan perasaan kesepian
dan kontak mata tidak tetap
3 Subjektif : Gangguan Konsep Diri
- Klien merasa malu karena mempunyai sakit gangguan jiwa : Harga diri rendah kronik
- Klien mengatakan tidak berguna karena gagal menjadi anak yang
baik untuk orangtuanya.
Objektif :
- Klien tampak murung,
- Klien malu dan tidak bersemangat,
- Saat di tanya tentang perasaannya klien sedih dan terdiam.
No Diagnosa Intervensi
1. Gangguan Persepsi Sensori :Halusinasi Pendengaran SP 1:
DO: 1. Identifikasi isi, waktu terjadi,situasi
pencetus, dan responterhadap halusinasi
- Klien sering mondar – mandir
- Berbicara sendiri Sering senyum–senyum sendiri 2. mengontrol halusinasidengan cara
menghardik
DS:
- Klien mengatakan sering mendengarkan suara SP 2:
suara mengejek dirinya
Mengontrol Halusinasi dengan cara minum obat
- Klien mengatakan mendengar suara – suara tersebut
secara teratur
muncul 2 kali / hari, muncul pada saat klien sedang
menyendiri
SP 3:
- Klien merasa gelisah dan takut jika mendengar suara
tersebut mengontrol halusinasi dengan cara bercakap –
cakap dengan orang lain
SP 4:
mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
aktifitas terjadwal
2 Isolasi sosial : menarik diri SP 1:
DO : Menjelakan keuntungan dan kerugian memiliki
- sulit bergaul teman
- tidak mau berintraksi dengan orang lain dan
- selalu ingin menyendiri SP 2:
- Kontak mata kurang Melatih klien berkenalan dengan 2 orang atau lebih
- Tidak mau berinteraksi SP 3:
Melatih klien bercakap-cakap sambil melakukan
DS : kegiatan harian
- Klien mengatakan tidak mengikuti kegiatan di SP 4:
kelompok/masyarakat. Melatih klien berbicara sosial : seperti meminta
- Klien mengatakan mempunyai hambatan dalam sesuat,berbelanja dan sebagainya
berhubungan dengan orang lain karena klien sulit bergaul
dan selalu ingin .menyendiri
3 Gangguan konsep diri : Harga diri rendah SP 1:
DO : Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
- Klien tampak malu dimiliki pasien
SP 2:
- Ekpresi wajah kosong
a. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
- Kontak mata kurang b. Menetapkan/memilki kegiatan sesuai
- Berbicara lambat dan pelan kemampuan
c. Melatih kempuan sesuai kemampuan yang dipilih
1
DS:
- Klien merasa malu karena tidak mapan SP 3:
- Klien merasa malu karena tidak dapat Melatih kemampuan yang dipilih 2
mengendalikan dirinya SP 4:
- Klien merasa gagal karena tidak mampu mewujudkan Melatih kemampuan yang dipilih 3
impiannya
- Klien merasa putus asa karena di tinggalkan tunangannya
4. RTL:
Sp 2
- Menilai kemamampuan yang dapat di
gunakan
- Menetapkan/memilih kegiatan sesuai
kemampuan
- Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 1
3. Tindakan keperawatan P:
Sp 2 Latihan membersihkan tempat tidur 1x1 hari
- Menilai kemampuan yang dapat di
gunakan
- Menetapkan/memilih kegiatan sesuai
kemampuan (Membersihkan tempat
tidur)
- Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 1 (Membersihkan tempat
tidur)
4. RTL:
Sp 3:
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang
dipilih 2 (mencuci piring)
Sp 4 :
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang
dipilih 3 (Nyapu)
2. Diagnosa keperawatan : A:
Harga Diri Rendah Harga Diri Rendah (+)
3. Tindakan keperawatan P:
Sp 3 -Membersihkan tempat tidur
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang -Mencuci piring 3x1 hari
dipilih 2 (mencuci piring) -Menyapu ruangan 3x1 hari
Sp 4
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang
dipilih 3 (nyapu)
Selasa, 08 Maret 1. Data : S:
2022 - Klien tampak sering menyendiri Klien mengatakan senang saat mendengar
- Kontak mata kurang penjelasan keuntungan dan kerugian mempunyai
- Klien menolak untuk berkomunikasi teman
dengan orang lain
- Klien tampak sedih O:
-Klien mengetahui keuntungan dan kerugian
2. Diagnosa Keperawatan: mempunyai teman
Isolasi Sosial
A:
3. Tindakan Keperawatan : Isolasi Sosial (+)
Sp 1 :
- Menjelaskan keuntungan dan kerugian P:
mempunyai teman -Menjelaskan keuntungan dan kerugian
mempunyai teman 2x1/hari
RTL :
Sp 2
- Melatih klien berkenalan dengan 2
orang atau lebih
Sp 3
- Melatih bercakap-cakap sambil
melakukan kegiatan harian
Rabu, 09 Maret 1. Data : S:
2022 - Klien tampak sering menyendiri Klien mengatakan senang karna mampu
- Kontak mata kurang berkenalan dengan orang lain
- Klien menolak untuk berkomunikasi
dengan orang lain O:
- Klien tampak sedih Klien mampu berkenalan dengan orang lain secara
mandiri
2. Diagnosa Keperawatan:
Isolasi Sosial A:
Isolasi Sosial (+)
P:
3. Tindakan Keperawatan -Menjelaskan keuntungan dan kerugian
Sp 2 : mempunyai teman 3x1/hari
- Melatih klien berkenalan dengan 2 -Latih klien berkenalan dengan teman 3x1/hari
orang atau lebih -Latih klien bercakap-cakap sambil melakukan
Sp 3 : kegiatan harian (kegiatan harian cuci piring)
- Melatih bercakap-cakap sambil 3x1/hari
melakukan kegiatan harian (kegiatan
harian klien cuci piring)
4. RTL :
Sp 4
- Melatih berbicara sosial: meminta
sesuatu, berbelanja dan sebagainya
-
Kamis, 10 Maret 1. Data : S:
2022 - Klien tampak sering menyendiri - Klien mengatakan senang mengetahui
- Kontak mata kurang keuntungan dan kerugian mempunyai teman
- Klien menolak untuk berkomunikasi - Klien senang mampu berkenalan dengan orang
dengan orang lain lain secara mandiri
- Klien tampak sedih
O:
- Klien mampu berkenalan dengan orang lain
2. Diagnosa keperawatan : secara mandiri
Isolasi Sosial - Klien bercakap-cakap sambil melakukan
kegiatan harian
3. Tindakan keperawatan - Klien mampu berbicara dengan teman seperti
Sp 4 meminta sesuatu kepada teman
Melatih berbicara sosial: meminta sesuatu,
berbelanja dan sebagainya A:
Isolasi Sosial (+)
P:
- Menjelaskan keuntungan dan kerugian
mempunyai teman 3x1/hari
-Latih klien berkenalan dengan teman 3x1/hari
-Latih klien bercakap-cakap sambil melakukan
kegiatan harian (kegiatan harian cuci piring)
3x1/hari
-Latih klien bercakap cakap dengan teman seperti
meminta sesuatu kepada teman 3x1/hari
BAB 4
PEMBAHASAN
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawat kepada Tn. I dengan gangguan sensori persepsi:
halusinasi pendengaran. maka penulis pada BAB ini akan membahasan kesenjangan antara
teoritis dengan tinjauan kasus. Pembahasan dimulai melalui tahapan proses keperawatan yaitu
pengkajian, diagnosa keparawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
4.1 Pengkajian
Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan tindakan keperawatan
dengan pemberian terapi generalis pada klien halusinasi pendengaran. Pembahasan
menyangkut analisis hasil penerapan terapi generalis terhadap masalah keperawatan
halusinasi pendengaran. Tindakan keperawatan didasarkan pada pengkajian dan diagnosis
keperawatan yang terdiri dari tindakan generalis yang dijabarkan sebagai berikut. Tahap
pengkajian pada klien halusinasi dilakukan interaksi perawat-klien melalui komunikasi
terapeutik untuk mengumpulkan data dan informasi tentang status kesehatan klien. Pada
tahap ini terjadi proses interaksi manusia, komunikasi, transaksi dengan peran yang ada
pada perawat sebagaimana konsep tentang manusia yang bisa dipengaruhi dengan adanya
proses interpersonal.
Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu dari pasien
dan tenaga kesehatan di ruangan. Penulis mendapat sedikit kesulitan dalam menyimpulkan
data karena keluarga pasien jarang mengunjungi pasien di rumah sakit jiwa. Maka penulis
melakukan pendekatan kepada pasien melalui komunikasi terapeutik yang lebih terbuka
membantu pasien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi kepada
pasien.
Adapun upaya tersebut yaitu :
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada klien agar
klien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.
b. Mengadakan pengkajian klien dengan wawancara
c. Mengadakan pengkajian dengan cara membaca status, melihat buku rawatan dan
bertanya kepada pegawai ruangan sorik merapi.
Dalam pengkajian ini, penulis menemukan kesenjangan karena ditemukan. Pada kasus
Tn. I, klien mendengar suara-suara yang menyuruh untuk melakukan sholat, gelisah,
mondar-mandir, tampak tegang, putus asa, sedih dan lain-lain. Gejala gejala yang muncul
tersebut tidak semua mencakup dengan yang ada di teori klinis dari halusnasi
(Keliat,.2014).
Tindakan keperawatan terapi generalis yang dilakukan pada Tn.I adalah strategi pertemuan
pertama sampai pertemuan empat. Strategi pertemuan pertama meliputi mengidentifikasi
isi, frekuensi, jenis, dan respon klien terhadap halusinasi serta melatih cara menghardik
halusinasi. Strategi pertemuan kedua yang dilakukan pada Tn.I meliputi melatih cara
mengendalikan dengan bercakap-cakap kepada orang lain. Strategi pertemuan yang ketiga
adalah menyusun jadwal kegiatan bersama-sama dengan klien. Strategi pertemuan keempat
adalah mengajarkan dan melatih Tn.I cara minum obat yang teratur.
4.3 Implementasi
Implementasi, adalah tahap dimana perawat memulai melakukan tindakan penulis hanya
mengatasi masalah keperawatan halusinasi pendengaran. Dengan melakukan strategi
pertemuan yaitu mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, perasaan, respon halusinasi.
Kemudian strategi pertemuan yang dilakukan yaitu latihan mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik. Strategi pertemuan yang kedua yaitu anjurkan minum obat secara teratur,
strategi pertemuan yang ke tiga yaitu latihan dengan cara bercakap - cakap pada saat
aktivitas dan latihan strategi pertemuan ke empat yaitu melatih klien melakukankegiatan
terjadwal.
4.4 Evaluasi
Pada tinajauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah: Pasien mempercayai perawat
sebagai terapis, pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya, dapat
mengidentifikaasi halusinasi, dapat mengendalikan halusinasi melalui mengahrdik, latihan
bercakap-cakap, melakukan aktivitas serta menggunakan obat secara teratur. Pada tinjauan
kasus evaluasi yang didapatkan adalah: Klien mampu mengontrol dan mengidentifikasi
halusinasi, Klien mampu melakukan latihan bercakap-cakap dengan orang lain, Klien
mampu melaksanakan jadwal yang telah dibuat bersama, Klien mampu memahami
penggunaan obat yang benar: 5 benar. Selain itu, dapat dilihat dari setiap evalusi yang
dilakukan pada asuhan keperawatan, dimana terjadi penurunan gejala yang dialami oleh
Tn.I dari hari kehari selama proses interaksi.
BAB 5
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan menjadikan status
klien sebagai sumber informasi yang dapat mendukung data-data pengkajian. Selama
proses pengkajian, perawat mengunakan komunikasi terapeutik serta membina
hubungan saling percaya antara perawat-klien. Pada kasus Tn.I, diperoleh bahwa klien
mengalami gejala-gejala halusinasi seperti mendengar suara-suara, gelisah, sulit tidur,
tampak tegang, mondar-mandir,tidak dapat mempertahankan kontak mata, sedih,
malu, putus asa, menarik diri, mudah marah dan lain-lain. Faktor predisposisi pada
Tn.I yaitu pernah mengalami masalah dalam rumah tangga yang membuat kondisi
mentanya terngganggu.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn.I: Halusinasi pendengaran, isolasi
sosial, koping individu inefektif, regimen teraupetik keluarga inefektif, resiko bunuh
diri serta keputusasaan. Tetapi pada pelaksanaannya, penulis fokus pada masalah
utama yaitu halusinasi pendengaran.
3. Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi pertemuan
pada pasien halusinasi pendengaran dan harga diri.
4. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam
mengendalikan halusinasi yang dialami serta dampak pada penurunan gejala
halusinasi pendengaran yang dialami.
5.1 Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan strategi
pertemuan 1-4 pada klien dengan halusinasi sehingga dapat mempercepat proses
pemulihan klien Bagi Institusi Pendidikan. Dapat meningkatkan bimbingan klinik
kepada mahasiswa profesi ners sehingga mahasiswa semakin mampu dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien-pasien yang mengalami halusinasi
pendengaran