Anda di halaman 1dari 34

Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.

I Dengan
Masalah Halusinasi Menggunakan Terapi Generalis

Ayu Mewati Waruwu

Ayumewati76212@gmail.com

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skizofrenia yang berasal dari bahasa yunani yakni “Skhizein” yang dapat diartikan
retak atau pecah (split), dan “phren” yang berarti pikiran, yang selalu dihubungkan
dengan fungsi emosi. Dengan demikian seseorang yang mengalami skizofrenia adalah
seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau bisa dikatakan juga keretakan
kepribadian serta emosi (Astari, 2020). Skizofrenia merupakan kondisi psikotik yang
berpengaruh terhadap area fungsi individu termasuk berpikir, berkomunikasi,
menerima, menafsirkan kenyataan, merasakan dan menunjukkan emosi serta penyakit
kronis yag ditandai dengan pikiran kacau, delusi, halusinasi, dan perilaku aneh
(Rhoads, 2011 dalam Pardede, 2019).

Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang memengaruhi berbagai area


fungsi individu, termasuk berpikir, berkomunikasi, menerima, menginterpretasikan
realitas, merasakan dan menunjukkan emosi. Menambahkan definisi skizofrenia yaitu
penyakit kronis, parah, dan melumpuhkan, gangguan otak yang ditandai dengan
pikiran kacau, waham, halusinasi, dan perilaku aneh (Pardede, Keliat, & Yulia, 2015).
Gejala skizofrenia dapat mengalami perubahan semakin membaik atau semakin
memburuk dalam kurun waktu tertentu, hal tersebut berdampak dengan hubungan
pasien dengan diirnya sendiri serta orang yang dekat dengan penderita (Pardede, dkk,
2015).

Halusinasi merupakan keadaan seseorang mengalami perubahan dalam pola dan


jumlah stimulasi yang diprakarsai secara internal atau eksternal disekitar dengan
pengurangan, berlebihan, distorsi, atau kelainan berespon terhadap setiap stimulus
(Pardede, Keliat, & Yulia, 2015). Halusinasi pendengaran paling sering terjadi ketika
klien mendengar suara-suara, suara tersebut dianggap terpisah dari pikiran klien
sendiri. Isi suara-suara tersebut mengancam dan menghina, sering kali suara tersebut
memerintah klien untuk melakukan tindakan yang akan melukai klien atau orang lain
(Nyumirah, 2013 dalam Hulu & Pardede, 2022). Faktor-faktor yang mempengaruhi
kekambuhan penderita skizofrenia dengan halusinasi meliputi ekspresi emosi keluarga
yang tertinggi, pengetahuan keluarga yang kurang, ketersediaan pelayanan
kesehatan,penghasilan keluarga dan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia
(Pardede, 2020).

Halusinasi dapat timbul pada pasien skizofrenia hebefrenik (Maharani, 2019 dalam
Wulandary & Pardede, 2022) karena didapatkan data pasien yang mengatakan sering
mendengar bisikan-bisikan suara yang menyuruhnya untuk marah-marah, pasien
sering tertawa sendiri, pasien berbicara ngelantur, serta pasien lebih senang
menyendiri dan sikap pasien yang pemalu. Kondisi isi pikir dan arus pikir yang
terdisorganisasi dan kemampuan kontak dengan kenyataan cenderung burukinidapat
menimbulkan halusinasi (Ellina, 2012 dalam Hulu & Pardede, 2022).

Menurut WHO (2019) Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang bersifat
berat dan kronis yang menyerang 20 juta orang di seluruh dunia. Skizofrenia
merupakan penyakit kronis, parah, dan melumpuhkan, gangguan otak yang di tandai
dengan pikiran kacau, waham, delusi, halusinasi, dan perilaku aneh atau katatonik
(Pardede & Laia, 2020). Negara berkembang seperti Indonesia penderita gangguan
jiwa dari data yang diambil (Riskesdas, 2018) penderita skizofrenia mengalami
peningkatan sebesar 5,3% terutama untuk skizofrenia berat seperti gangguan perilaku
hingga dengan pasung. Kasus tertinggi terdapat di Bali (11%), Di wilayah Jawa Timur
data yang tercatat 2018 penderita skizofrenia sebesar 7,5% (Riskesdas, 2018)

Kesehatan jiwa adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri
pada lingkungan serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat dan bahagia
(Menninger, 2015). Menurut Undang - Undang Kesehatan Jiwa no 18 Tahun 2014,
kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
diri sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu
berkontribusi untuk komunitasnya. Jiwa dapat menyesuaikan diri secara konstruktif
pada kenyataan, merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan, merasa
lebih puas memberi daripada menerima. Angka penderita gangguan jiwa
mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta orang yang menderita gangguan
mental. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertinya tinggal di negara yang
berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan
perawatan.

Berdasarkan Praktik yang dilakukan di ruang sibual-buali, diperoleh jumlah pasien


rawat inap sebanyak 29 pasien dengan skizofrenia dengan masalah keperawatan
gangguan persepsi sensori halusinasi dan harga diri rendah. Tetapi yang menjadi
subjek pemberian asuhan keperawatan jiwa Tn. I yang mengalami masalah halusinasi,
klien di jadikan sebagai subjek di karenakan pasien belum bisa mengatasi
halusinasinya selain minum obat. Maka tujuan asuhan keperawatan yang akan di
lakukan ialah untuk mengajarkan standar pelaksaan (SP 1-4) masalah halusinasi
pendengaran pada saat Tn.I mengalami halusinasinya. Berdasarkan Latar Belakang
penulis tertarik mengambil judul “Asuhan keperawatan Halusinasi pendengaran Tn.I
di Ruang Sibual-buali”

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum

Untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa pada Tn. I dengan gangguan


persepsi sensori: Halusinasi

1.2.1 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi, tanda dan gejala, faktor, penyebab,
mekanisme koping penatalaksanaan pada Tn. I dengan masalah halusinasi
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn. I dengan masalah
halusinasi
3. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa pada Tn. I dengan masalah
halusinasi
4. Mahasiswa mampu melakukan intervensi keperawatan pada Tn. I dengan
masalah halusinasi
5. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada Tn. I dengan
masalah halusinasi
6. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. I dengan
masalah halusinasi
7. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian pada Tn. I dengan masalah
halusinasi.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Halusinasi


2.1.1 Defenisi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidu (Direja, 2011 dalam Meylani & Pardede,
2022). Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua sistem penginderaan (Dermawan,2018). Halusinasi hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012 dalam
Syahdi & pardede, 2022).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata. (Keliat, 2014 dalam
Wulandari & Pardede, 2022).Halusinasi pendengaran paling sering terjadi ketika
klien mendengar suara -suara, halusinasi ini sudah melebur dan pasien merasa
sangat ketakutan, panik dan tidak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan
yang dialaminya (Hafizudiin, 2021). Dampak yang muncul akibat gangguan
halusinasi adalah hilangannya kontrol diri yang menyebabkan seseorang menjadi
panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi. Dalam situasi ini penderita
halusinasi dapat melakukan tindakan merusak lingkungan,mencelaki orang
lain,bahkan melakukan bunuh diri agar tidak berdampak buruk maka penderita
halusinasi harus segera ditangani secara tepat.(Scott,2017 dalam Syahdi & Pardede,
2022)

Halusinasi pendengaran menurut Nanda Nic-Noc (2015) yaitu seperti mendengar


suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam, memerintahkan
untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya). Perilaku yang
muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau tertawa sendiri,
marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-kamit, dan ada gerakan
tangan. Halusinasi merupakan persepsi yang diterima oleh panca indera tanpa
adanya stimulus eksternal. Klien dengan halusinasi sering merasakan
keadaan/kondisi yang hanya dapat dirasakan olehnya namun tidak dapat dirasakan
oleh orang lain (Harkomah,2019).

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai halusinasi di
atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi
klien yang salah melalui panca indra terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau
rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi di mana
pasien mendengar suara, terutama suara-suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Halusinasi


a. Faktor Predisposisi
Faktor kerentanan merupakan Social risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dikemukakan individu untuk mengatasi Social. Diperoleh dari
pelanggan dan keluarganya. Faktor pencetus mungkin termasuk. (Hulu & Pardede,
2022).
1. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan menemui hambatan dan hubungan interpersonal
terputus, individu akan merasa Social dan cemas (Zelika, 2015 dalam Hulu &
Pardede, 2022). Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya Social dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil,mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan
terhadap stress (Sutejo, 2020). Berdasarkan beberapa defenisi diatas social
perkembangan jika kehangatan dalam keluarga yang rendahnya control
menybabkan klien tidak mampu mandiri sejak dini, hilangpercaya diri dan
lebih rentan terhadap stress Jika tugas perkembangan menemui hambatan dan
hubungan interpersonal terputus, individu akan merasa Social dan cemas
(Zelika, 2015 dalam Hulu & Pardede, 2022). Tugas perkembangan klien yang
terganggu misalnya rendahnya Social dan kehangatan keluarga menyebabkan
klien tidak mampu mandiri sejak kecil,mudah frustasi, hilang percaya diri, dan
lebih rentan terhadap stress (Sutejo, 2020). Berdasarkan beberapa defenisi
diatas social perkembangan jika kehangatan dalam keluarga yang rendahnya
control menybabkan klien tidak mampu mandiri sejak dini, hilang percaya diri
dan lebih rentan terhadap stress.

2. Faktor Sosial Budaya


Faktor berbagi dalam masyarakat dapat membuat orang merasa dikucilkan,
dan dengan demikian membuat orang merasa kesepian di lingkungan mereka
yang luas (Sutejo, 2020). Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan
sejak bayi sehingga akan merasa kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya (Zelika, 2015 dalam Hulu & Pardede, 2022).
3. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal tidak harmonis, dan biasanya seseorang menerima
berbagai peran yang kontradiktif, yang akan menimbulkan banyak Social dan
kecemasan, serta berujung pada hancurnya orientasi realitas (Sutejo, 2020).
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
mengambil keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dari
lari dari alam nyata menuju alam khayal (Zelika, 2015 dalam Hulu & Pardede,
2022).

4. Faktor Biologis
Hal tersebut berdampak pada terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami social yang berlebihan, tubuh menghasilkan zat kimia saraf yang
dapat menyebabkan halusinasi, seperti buffalophenone dan
dimethyltransferase (DMP) (Sutejo, 2020).

Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress


berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan berlebihan dialami
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang bersifat
halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivitasnya neurotransmitter otak misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylchoin ( Hulu & Pardede, 2022)

5. Faktor Genetik
Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak sehat yang dirawat oleh orang
tua Pasien skizofrenia lebih mungkin mengembangkan skizofrenia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Social keluarga memiliki pengaruh yang
sangat penting terhadap penyakit ini (Dermawan, 2016).

b.Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan social ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkunagan, seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di
lingkungan, dan juga suasana Sosial terisolasi seringg menjasi pencetus terjadinya
halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan Social dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik (Stuart, Keliat & Pasaribu
2016)

2.1.3 Tahap-Tahap Halusinasi


Menurut Yuanita (2019). Tanda dan gejala Halusinasi terdiri dari :
a. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindar diri dari orang lain
b. Tersenyum sendiri, tertawa sendiri
c. Duduk terpukau (berkhayal)
d. Bicara sendiri
e. Memandang satu arah, menggerakan bibir tanpa suara, penggerakan mata yang
cepat, dan respon verbal yang lambat
f. Menyerang, sulit berhubungan dengan orang lain
g. Tiba-tiba marah,curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungan) takut.
h. Gelisah, ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel,
i. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah

2.1.4 Rentang Respon Neurobiologis


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda
rentang respon neurobiologi dalam Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien
yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak
ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal
mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang
dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,
rentang respon tersebut sebagai berikut (Pardede et al.,2021).
Rentang Respon neurobiologist

Respons adatif Respons maladatif

Pikiran Logis Kadang-kadang proses - Wahap


- Persepsi akurat pikir terganggu(distori - Halusinasi
- Emosi konsisten pikiran - sulit berespon
dengan -ilusi - Perilaku
pengalaman -menarik diri disorganisasi
- Perilaku sesuai - reaksi emosi >|< - Isolasi sosial
- Hubungan sosial
-perilaku tidak biasa
harmonis

Rentang respon neurobiologist halusinasi ( Muhith,2015 dalam Hulu & Pardede,


2022).

1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal
jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut,
respon adaftif :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan. Persepsi
akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
b. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman
c. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
d. Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.

2. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun
respon maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertetangan dengan
kenyataan sosial. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
b. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
c. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
d. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.

2.1.5 Komplikasi
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa pasien melakukan tindakan
perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya perintah sehingga rentan
melakukan perilaku yang tidak adaptif. Perilaku kekerasan yang timbul pada pasien
skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak berharga, takut dan ditolak oleh
lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan interpersonal dengan
orang lain (Keliat, 2016). Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan masalah
utama gangguan sensori persepsi: halusinasi, antara lain: resiko prilaku kekerasan,
harga diri rendah dan isolasi sosial.

2.1.6 Fase-fase Halusinasi


Halusinasi terbagi atas beberapa fase (Oktiviani, 2020 dalam Wulandari & Pardede,
2022):
a. Fase Pertama / Sleep disorder
Pada fase ini Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan,
takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa
sulit karna berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat
narkoba, dikhianati kekasih, masalah dikampus, drop out, dst. Masalah terasa
menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung trus-menerus sehingga
terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunanlamunan awal tersebut sebagai
pemecah masalah
b.Fase Kedua / Comforting
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian,
perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dia
kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien
merasa nyaman dengan halusinasinya.
c. Fase Ketiga / Condemning
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai
merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara
dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain,
dengan intensitas waktu yang lama.
d.Fase Keempat / Controlling Severe Level of Anxiety
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien
dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase
gangguan psikotik.
e. Fase ke lima / Conquering Panic Level of Anxiety
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam dengan datangnya
suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang
ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat
jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi
gangguan psikotik berat.

2.1.7 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa


a.Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dalam melakukan sebuah asuhan keperawatan
(Hulu & Pardede, 2022). Pengkajian memiliki tujuan berupa untuk
mengumpulkan, mengorganisasikan dan mencatat data-data yang menjelaskan
respon tubuh manusia yang diakibatkan oleh masalah kesehatan (Ali, 2009 dalam
Wulandari & Pardede, 2022). Kegiatan yang dilakukan pada tahap pengkajian
adalah pengumpulan data, pengelompokkan data dan analisis data guna
perumusan diagnose keperawatan. Metode yang digunakan dalam tahap
pengkajian data adalah wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, serta studi
dokumentasi (Asmadi, 2008 dalam Hulu & Pardede, 2022).

Dalam kperawatan jiwa, seorang perawat diharapkan memiliki kesadaran atau


kemampuan tilik diri (self awereness), kemampuan mengobservasi dengan
akurat, berkomunikasi dengan terapeutik dan kemampuan berespon secara
efektif, karena hal tersebut merupakan kunci utama dalam menumbuhkan
hubungan saling percaya dengan pasien. Hubungan saling percaya antar perawat
dengan pasien akan memudahkan perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan (Yusuf, dkk, 2015). Menurut (Keliat, 2016). Bahwa faktor-faktor
terjadinya halusinasi meliputi:
1. Faktor predisposisi

a. Faktor biologis
Pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi
menunjukkan peran genetik pada schizophrenia. Kembar identik yang
dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian Schizophrenia
lebih tinggi dari pada saudara sekandung yang dibesarkan secara terpisah.

b. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan stress
dan kecemasan yang berakhir dengan gangguan orientasi realita.

c. Faktor social budaya


Stress yang menumpuk awitan schizophrenia dan gangguan psikotik lain,
tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

2. Faktor presipitasi

b. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis
maladaptif adalah gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik
otak dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak,
yangmengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus.
c. Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
d. Stres Social / budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, terpisahnya dengan orang terpenting atau disingkirkan dari
kelompok.
e. Faktor psikologik
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah dapat menimbulkan perkembangan
gangguan sensori persepsi halusinasi.
f. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptif
meliputi : regresi, berhunbungan dengan masalah proses informasi dan
upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk
aktivitas sehari-hari. Proyeksi, sebagai upaya untuk menejlaskan kerancuan
persepsi dan menarik diri.
g. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang
pengaruh gangguan otak pada perilaku. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak–anak dan dewasa muda tentang keterampilan koping
karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Disumber
keluarga dapat pengetahuan tentang penyakit, finensial yang cukup, faktor
ketersediaan waktu dan tenaga serta kemampuan untuk memberikan
dukungan secara berkesinambungan.
h. Perilaku halusinasi
Batasan karakteristik halusinasi yaitu bicara teratawa sendiri, bersikap
seperti memdengar sesuatu, berhenti bicara ditengah – tengah kalimat untuk
mendengar sesuatu, disorientasi, pembicaraan kacau dan merusak diri
sendiri, orang lain serta lingkungan.

1.1.9 Diagnosa Keperawatan


Dengan faktor berhubungan dan batasan karakter ristik disesuaikan dengan
keadaan yang ditemukan pada tiap-tiap partisipan.Topik yang diteliti yakni
kemampuan mengontrol halusinasi dengar (Azizah, Zainuri & Akbar 2016)
1.Harga diri rendah
2.Isolasi social
3.Halusinasi

1.1.10 Intervensi Keperawatan


Rencana tindakan pada keluarga Damayanti (2021) yaitu:
1. Diskusikan masalah yang dihadap keluarga dalam merawat pasien
2. Berikan penjelasan meliputi: pengertian halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, jenis halusinasi yangh dialami, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi.
3. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami
halusinasi menghardik, minum obat, bercakap- cakap, melakukan
aktivitas.
4. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya
halusinasi
5. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk
follow up anggota keluarga dengan halusinasi.

Tahap perencanaan ini memberikan kesempatan kepada perawat, pasien,


keluarga pasien dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami oleh pasien (Asmadi, 2008
dalam Hulu & Pardede, 2022).

1.1.11 Implementasi Keperawatan


Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi
nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena
perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan
tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan
masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and now).
Perawat juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan interpersonal, intelektual,
tekhnikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan, dinilai kembali apakah
aman bagi klien. Setelah semuanya tidak ada hambatan maka tindakan
keperawatan boleh dilaksanakan.

Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan Strategi


Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing- masing masalah utama (Aldam, &
Wardani,2019). Pada masalah gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran,
terdapat 2 jenis SP, yaitu SP Klien dan SP Keluarga.SP klien terbagi menjadi SP 1
(membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi halusinasi “jenis, isi, waktu,
frekuensi, situasi, perasaan dan respon halusinasi”, mengajarkan cara
menghardik, memasukan cara menghardik ke dalam jadwal; SP 2 (mengevaluasi
SP 1, mengajarkan cara minum obat secara teratur, memasukan ke dalam jadwal);
SP 3 (mengevaluasi SP 1 dan SP 2, menganjurkan klien untuk mencari teman
bicara); SP 4 (mengevaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3, melakukan kegiatan terjadwal).

SP keluarga terbagi menjadi SP 1 (membina hubungan saling percaya,


mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien,
menjelaskan pengertian, tanda dan gejala helusinasi, jenis halusinasi yang dialami
klien beserta proses terjadinya, menjelaskan cara merawat pasien halusinasi); SP 2
(melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan halusinasi, melatih
keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi); SP 3
(membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planing), menjelaskan follow up pasien setelah pulang).

Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien
dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien
yang diharapkan, dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan serta
respon klien (Santi, 2021)

1.1.12 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah proses hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan
respon pasien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan.
Halusinasi pendengaran tidak terjadi perilaku kekerasan, pasien dapat membina
hubungan saling percaya, pasien dapat mengenal halusinasinya, pasien dapat
mengontrol halusinasi dengar dari jangka waktu 4x24 jam didapatkan data
subjektif keluarga menyatakan senang karena sudah diajarkan teknik mengontrol
halusinasi, keluarga menyatakan pasien mampu melakukan beberapa teknik
mengontrol halusinasi. Data objektif pasien tampak berbicara sendiri saat
halusinasi itu datang, pasien dapat berbincang-bincang dengan orang lain, pasien
mampu melakukan aktivitas terjadwal, dan minum obat secara teratur (Aji, 2019
dalam Meylani & Pardede, 2022)
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Klien


Inisial : Tn. I
Ruang Rawat : Ruang Sibual-buali
Tanggal Masuk RSJ : 18 Januari 2022
Tanggal Pengkajian : 21 Februari 2022
Umur : 47 Tahun
Agama : Islam
Informan : Klien dan Status Klien

3.2 Alasan Masuk


Klien Awalnya marah-marah, mengganggu orang lain, susah tidur, dan suka keluyuran, hal ini dialami sejak 2 bulan dialaminya,
klien juga tidak teratur minum obat. Klien mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk pergi dari rumah sebanyak 2x dalam
sehari tanpa tujuan yang tidak jelas pada pagi dan sore hari, suara-suara itu muncul ketika klien menyadari ketika mau tidur
malam. Saat suara itu muncul klien gelisah, dan menutupi telinganya dengan bantal.
Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.

1. Faktor Predisposisi
Klien sebelumnya pernah di rawat di Rumah Sakit Jiwa lalu di bawa pulang oleh keluarganya dalam keadaan tenang. Di
rumah klien tidak minum obat sehingga timbul gejala-gejala yang diatas kemudian klien kambuh lagi. Klien awalnya marah-
marah dan melempar barang-barang karena kesal, suka menyendiri, melamun, sering bicara sendiri, mondar mandir,
mendengar suara-suara bisikan yang menyuruh pukul, tertawa sendiri. Akhirnya keluarga membawa klien ke Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem pada tanggal 18 Januari 2022. Keluarga klien tidak ada yang pernah mengalami gangguan jiwa.
Masalah keperawatan : Gangngguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran
3.3 Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, didapatkan hasil TD : 110/70 mmHg ; N :
80x/i ; S : 36,5oC ; P : 20x/i. Klien memiliki tinggi badan 170 cm dan Berat badan 70 Kg.

3.4 Psikososial
3.5 Genogram

Penjelasan :
Klien merupakan anak pertama dari 4 bersaudara , klien sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. 1 anak perempuan dan 1
anak laki-laki dan tinggal bersama istri dan anak-anaknya.

3.6 Konsep diri


a. Gambaran diri : Klien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak ada yang cacat
b. Identitas : Klien anak pertama dari 4 bersaudara.
c. Peran : Klien hanya lulusan SMA
d. Ideal diri : Klien merasa malu karena klien dirawat di RSJ dan ingin cepat pulang ke rumah.
3.7 Hubungan Social
Klien mengganggap bahwa keluarganya adalah orang yang sangat berarti dalam hidupnya, terutama orangtuanya. Klien
mengatakan tidak mengikuti kegiatan di kelompok/masyarakat. Klien mengatakan mempunyai hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain karena klien sulit bergaul dan selalu ingin menyendiri.
Masalah keperawatan: Isolasi Sosial : Menarik Diri

3.8 Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan: Klien percaya dan meyakini agama Islam
b. Kegiatan Ibadah : Klien melakukan ibadah selama dirawat.

3.9 Status Mental


1. Penampilan pasien
rapi seperti berpakaian biasa pada umum nya.
2. Pembicaraan
Klien bicara dengan lambat.
3. Aktivitas Motorik
Klien mengatakan bisa melakukan aktivitas sehari – hari.
4. Suasana perasaan
Klien tidak mampu mengepresikan perasaan nya pada saat mendengarkan suara – suara.
Masalah keperawatan ; Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
5. Afek
Penjelasan : Afek wajah sesuai dengan topik pembicaraan
6. Interaksi selama wawancara
Penjelasan :Klien kooperatif saat wawancara
7. Persepsi
Penjelasan :Klien mengatakan bahwa ia mendengar ada suara- suara
Masalah keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
8. Proses Pikir
Penjelasan : Klien mampu menjawab apa yang ditanya dengan
9. Isi piker
Penjelasan :Klien dapat mengontrol isi pikirnya, klien tidak mengalami gangguan isi pikir dan tidak ada waham.
10. Tingkat kesadaran
Penjelasan :Klien tidak mengalami gangguan orientasi, klien mengenali waktu, orang dan tempat.
11. Memori
Penjelasan :Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan yang baru terjadi.
12. Tingkat konsentrasi berhitung
Penjelasan: Klien mampu berkonsentrasi dalam perhitungan sederhana tanpa bantuan orang lain.
13. Kemampuan penilaian
Penjelasan : Klien dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk (mampu melakukan penilaian)
14. Daya tilik diri
Penjelasan: Klien mengetahui bahwa dia sedang sakit dan dirawat di rumah sakit jiwa.

3.10 Mekanisme Koping


Klien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu klien dapat berbicara baik dengan orang lain.

3.11 Masalah Psikososial dan Lingkungan


Klien mengatakan sulit berteman dengan orang lain karena klien selalu ingin menyendiri.
Masalah keperawatan : Isolasi sosial : Menarik diri
3.12 Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa
Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang di alaminya dan obat yang dikonsumsinya.

3.13 Aspek Medik


Diagnosa medis : Skizofrenia Paranoid Terapi medis yang diberikan:
Risperidone tablet 2 mg 2x1
Clozapine tablet 1 mg 1x1
3.14 Analisa Data

No Data Masalah Keperawatan

1 Subjektif : Halusinasi Pendengaran


- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara tanpa wujud,
- Klien merasa risih mendengar suara-suara tersebut
- Klien mengatakan ketika suara itu datang tidak dapat dikendalikan

Objektif :
- Pasien terlihat berbicara sendiri.
- Pasien terlihat tertawa sendiri.
- Pasien terlihat gelisah.
- Pasien terlihat mondar-mandir.
2 Subjektif : Isolasi Sosial : Menarik Diri
- Klien mengatakan bahwa klien lebih senang untuk menyendiri
- Klien mengatakan bahwa klien tidak diterima di lingkungan
sekitar nya
- Klien mengatakan tidak mampu untuk berinteraksi
dengan tetangganya.

Objektif :
- Tampak menyendiri dalam ruangan dan tidak mampu
berinteraksi dengan baik
- Klien tampak menarik diri dan susah untuk berkomunikasi
- Klien tidak mampu untuk mengekpresikan perasaan kesepian
dan kontak mata tidak tetap
3 Subjektif : Gangguan Konsep Diri
- Klien merasa malu karena mempunyai sakit gangguan jiwa : Harga diri rendah kronik
- Klien mengatakan tidak berguna karena gagal menjadi anak yang
baik untuk orangtuanya.

Objektif :
- Klien tampak murung,
- Klien malu dan tidak bersemangat,
- Saat di tanya tentang perasaannya klien sedih dan terdiam.

3.15 Masalah Keperawatan


1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
2. Isolasi Sosial: Menarik Diri
3. Harga Diri Rendah
3.16 Pohon Masalah

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi


Pendengaran

Isolasi Sosial: Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri: Harga Diri


Rendah
3,17 Prioritas Diagnosa Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

3.18 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Intervensi
1. Gangguan Persepsi Sensori :Halusinasi Pendengaran SP 1:
DO: 1. Identifikasi isi, waktu terjadi,situasi
pencetus, dan responterhadap halusinasi
- Klien sering mondar – mandir
- Berbicara sendiri Sering senyum–senyum sendiri 2. mengontrol halusinasidengan cara
menghardik
DS:
- Klien mengatakan sering mendengarkan suara SP 2:
suara mengejek dirinya
Mengontrol Halusinasi dengan cara minum obat
- Klien mengatakan mendengar suara – suara tersebut
secara teratur
muncul 2 kali / hari, muncul pada saat klien sedang
menyendiri
SP 3:
- Klien merasa gelisah dan takut jika mendengar suara
tersebut mengontrol halusinasi dengan cara bercakap –
cakap dengan orang lain

SP 4:
mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
aktifitas terjadwal
2 Isolasi sosial : menarik diri SP 1:
DO : Menjelakan keuntungan dan kerugian memiliki
- sulit bergaul teman
- tidak mau berintraksi dengan orang lain dan
- selalu ingin menyendiri SP 2:
- Kontak mata kurang Melatih klien berkenalan dengan 2 orang atau lebih
- Tidak mau berinteraksi SP 3:
Melatih klien bercakap-cakap sambil melakukan
DS : kegiatan harian
- Klien mengatakan tidak mengikuti kegiatan di SP 4:
kelompok/masyarakat. Melatih klien berbicara sosial : seperti meminta
- Klien mengatakan mempunyai hambatan dalam sesuat,berbelanja dan sebagainya
berhubungan dengan orang lain karena klien sulit bergaul
dan selalu ingin .menyendiri
3 Gangguan konsep diri : Harga diri rendah SP 1:
DO : Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
- Klien tampak malu dimiliki pasien
SP 2:
- Ekpresi wajah kosong
a. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
- Kontak mata kurang b. Menetapkan/memilki kegiatan sesuai
- Berbicara lambat dan pelan kemampuan
c. Melatih kempuan sesuai kemampuan yang dipilih
1
DS:
- Klien merasa malu karena tidak mapan SP 3:
- Klien merasa malu karena tidak dapat Melatih kemampuan yang dipilih 2
mengendalikan dirinya SP 4:
- Klien merasa gagal karena tidak mampu mewujudkan Melatih kemampuan yang dipilih 3
impiannya
- Klien merasa putus asa karena di tinggalkan tunangannya

3.19 Implementasi dan Evaluasi


Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
Kamis, 23 1. Data S : Klien mengatakan sudah lebih tenang dan
Februari 2022 rileks
Tanda dan gejala : bicara sendiri, marah –
marah tanpa sebab, memalingkan muka, O :
ketakutan pada suatu yang tidak jelas,
- Pasien mampu mengenali halusinasi yang
dialami nya; isi, frekuensi, waktu terjadi,
2. Diagnosa Keperawatan
situasi pencetus, perasaan dan respon
Halusinasi Pendengaran halusinasi
3. Tindakan Keperawatan
- Pasien mampu Mengontrol halusinasinya
Sp 1: dengan cara menghardik dengan bantuan
- Melatih klien mengidentifikasi
A: Halusinasi Pendengaran (+)
halusinasinya: isi, frekuensi, waktu
terjadi, situasi pencetus, perasaan dan
P:
respon halusinasi
- Latihan mengidentifikasi halusinasinya; isi,
- Mengontrol halusinasi dengan cara
frekuensi, watu terjadi, sruasi pencetus,
menghardik
perasaan dan respon halusinasi 3x/hari
4. RTL:
- Latihan menghardik halusinasi 3x/ hari
Sp 2 : Mengontrol halusinasi dengan cara
minum obat secara teratur
Sp3: Mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap – cakap dengan orang lain
Jumat, 24 1. Data S : Klien Senang dan Antusias O:
Februari 2022 Tanda dan gejala : - Klien mampu mengontrol halusinasi dengan
- Bicara atau tertawa sendiri, mudah marah minum obat secara teratur
- Ketakutan pada suatu yang tidak jelas.
Kemampuan: Sholat A : Halusinasi Pendengaran (+).
2. Diagnosa keperawatan
- Halusinasi Pendengaran P:
- Latih klien menghardik halusinasi 3x1/ hari
3. Tindakan Keperawatan
- Latih klien minum obat secara teratur
Sp 2:
2x1/hari
- Melatih klien dengan cara minum obat
secara teratur
Sp 3:
- Melatih klien bercakap-cakap dan
memberikan informasi dampak positif
mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap–cakap
4. RTL :
Sp4:
Mengontrol halusinasi dengan cara
melakukan aktivitas terjadwal
Selasa, 01 Maret 1. Data S : Klien mengatakan dia merasa senang bisa
2022 Tanda dan gejala : bercakap-cakap dengan orang lain
- Bicara atau tertawa sendiri, mudah
marah O : Klien mempraktekkan cara bercakap-
- Ketakutan pada suatu yang tidak jelas. cakap dengan orang lain
Kemampuan: Sholat dan berdoa
3. Diagnosa keperawatan : A : Halusinasi pendengaran (+)
Halusinasi pendengaran
P : Intervensi dilanjutkan
4. Tindakan keperawatan
Sp4 : Halusinasi - Latih klien menghardik halusinasi 3 x/ hari
- Melatih pasien untuk melakukan - Latih klien minum obat secara teratur 2 x/
kegiatan terjadwal. Kegiatan hari
terjadwal klien yaitu seperti sholat - Latih klien bercakap-cakap dengan orang
RTL : lain 3x/ hari
1. Halusinasi : Follow up dan evaluasi Sp 1-
4 Halusinasi

Rabu, 02 Maret 2022 1. Data S:


- Klien merasa malu karena mempunyai - Klien merasa senang saat di ajarkan
sakit gangguan jiwa bagaimana cara mengidentifikasi
- Klien tampak gelisah dan bingung, dan kemampuan dan aspek positif yang
tampak sedih saat di tanya perasaannya dimiliki
- Klien mengatakan tidak berguna karena
gagal menjadi anak yang baik untuk O:
orangtuanya - Klien mampu mengidentifikasi kemampuan
- Klien tampak murung dan aspek positif yang dimiliki
- Klien tampak tidak bersemangat Membersihkan tempat tidur, mencuci piring
- Klien lebih senang menyendiri
A:
2. Diagnosa keperawatan : Harga Diri Rendah (+)

Harga Diri Rendah P:


- Latih klien membersihkan bed tempat tidur
3. Tindakan keperawatan
Sp 1
Mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki pasien

4. RTL:
Sp 2
- Menilai kemamampuan yang dapat di
gunakan
- Menetapkan/memilih kegiatan sesuai
kemampuan
- Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 1

Jum’at, 04 Maret 1. Data S:


2022 - Klien merasa malu karena mempunyai Klien merasa senang saat diajarkan untuk melatih
sakit gangguan jiwa kegiatan yang dipilih
- Klien tampak murung,
- Klien tampak tidak bersemangat, O:
- Klien lebih senang menyendiri Klien mampu Membersihkan tempat tidur secara
- Saat di tanya tentang perasaannya mandiri
klien sedih dan terdiam.
2. Diagnosa keperawatan : A:
Harga Diri Rendah Harga Diri Rendah (+)

3. Tindakan keperawatan P:
Sp 2 Latihan membersihkan tempat tidur 1x1 hari
- Menilai kemampuan yang dapat di
gunakan
- Menetapkan/memilih kegiatan sesuai
kemampuan (Membersihkan tempat
tidur)
- Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 1 (Membersihkan tempat
tidur)

4. RTL:
Sp 3:
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang
dipilih 2 (mencuci piring)
Sp 4 :
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang
dipilih 3 (Nyapu)

Senin, 07 Maret 1. Data S:


2022 - Klien merasa malu karena mempunyai Klien mengatakan senang di dukung saat
sakit gangguan jiwa melakukan kegiatan mencuci piring dan menyapu
- Klien tampak murung,
- Klien tampak tidak bersemangat,
- Klien lebih senang menyendiri O:
- Saat di tanya tentang perasaannya klien - Klien mampu mencuci piring
sedih dan terdiam. - Klien mampu menyapu

2. Diagnosa keperawatan : A:
Harga Diri Rendah Harga Diri Rendah (+)

3. Tindakan keperawatan P:
Sp 3 -Membersihkan tempat tidur
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang -Mencuci piring 3x1 hari
dipilih 2 (mencuci piring) -Menyapu ruangan 3x1 hari
Sp 4
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang
dipilih 3 (nyapu)
Selasa, 08 Maret 1. Data : S:
2022 - Klien tampak sering menyendiri Klien mengatakan senang saat mendengar
- Kontak mata kurang penjelasan keuntungan dan kerugian mempunyai
- Klien menolak untuk berkomunikasi teman
dengan orang lain
- Klien tampak sedih O:
-Klien mengetahui keuntungan dan kerugian
2. Diagnosa Keperawatan: mempunyai teman
Isolasi Sosial
A:
3. Tindakan Keperawatan : Isolasi Sosial (+)
Sp 1 :
- Menjelaskan keuntungan dan kerugian P:
mempunyai teman -Menjelaskan keuntungan dan kerugian
mempunyai teman 2x1/hari
 RTL :
Sp 2
- Melatih klien berkenalan dengan 2
orang atau lebih
Sp 3
- Melatih bercakap-cakap sambil
melakukan kegiatan harian
Rabu, 09 Maret 1. Data : S:
2022 - Klien tampak sering menyendiri Klien mengatakan senang karna mampu
- Kontak mata kurang berkenalan dengan orang lain
- Klien menolak untuk berkomunikasi
dengan orang lain O:
- Klien tampak sedih Klien mampu berkenalan dengan orang lain secara
mandiri
2. Diagnosa Keperawatan:
Isolasi Sosial A:
Isolasi Sosial (+)

P:
3. Tindakan Keperawatan -Menjelaskan keuntungan dan kerugian
Sp 2 : mempunyai teman 3x1/hari
- Melatih klien berkenalan dengan 2 -Latih klien berkenalan dengan teman 3x1/hari
orang atau lebih -Latih klien bercakap-cakap sambil melakukan
Sp 3 : kegiatan harian (kegiatan harian cuci piring)
- Melatih bercakap-cakap sambil 3x1/hari
melakukan kegiatan harian (kegiatan
harian klien cuci piring)

4. RTL :
Sp 4
- Melatih berbicara sosial: meminta
sesuatu, berbelanja dan sebagainya
-
Kamis, 10 Maret 1. Data : S:
2022 - Klien tampak sering menyendiri - Klien mengatakan senang mengetahui
- Kontak mata kurang keuntungan dan kerugian mempunyai teman
- Klien menolak untuk berkomunikasi - Klien senang mampu berkenalan dengan orang
dengan orang lain lain secara mandiri
- Klien tampak sedih
O:
- Klien mampu berkenalan dengan orang lain
2. Diagnosa keperawatan : secara mandiri
Isolasi Sosial - Klien bercakap-cakap sambil melakukan
kegiatan harian
3. Tindakan keperawatan - Klien mampu berbicara dengan teman seperti
Sp 4 meminta sesuatu kepada teman
Melatih berbicara sosial: meminta sesuatu,
berbelanja dan sebagainya A:
Isolasi Sosial (+)

P:
- Menjelaskan keuntungan dan kerugian
mempunyai teman 3x1/hari
-Latih klien berkenalan dengan teman 3x1/hari
-Latih klien bercakap-cakap sambil melakukan
kegiatan harian (kegiatan harian cuci piring)
3x1/hari
-Latih klien bercakap cakap dengan teman seperti
meminta sesuatu kepada teman 3x1/hari
BAB 4
PEMBAHASAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawat kepada Tn. I dengan gangguan sensori persepsi:
halusinasi pendengaran. maka penulis pada BAB ini akan membahasan kesenjangan antara
teoritis dengan tinjauan kasus. Pembahasan dimulai melalui tahapan proses keperawatan yaitu
pengkajian, diagnosa keparawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1 Pengkajian
Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan tindakan keperawatan
dengan pemberian terapi generalis pada klien halusinasi pendengaran. Pembahasan
menyangkut analisis hasil penerapan terapi generalis terhadap masalah keperawatan
halusinasi pendengaran. Tindakan keperawatan didasarkan pada pengkajian dan diagnosis
keperawatan yang terdiri dari tindakan generalis yang dijabarkan sebagai berikut. Tahap
pengkajian pada klien halusinasi dilakukan interaksi perawat-klien melalui komunikasi
terapeutik untuk mengumpulkan data dan informasi tentang status kesehatan klien. Pada
tahap ini terjadi proses interaksi manusia, komunikasi, transaksi dengan peran yang ada
pada perawat sebagaimana konsep tentang manusia yang bisa dipengaruhi dengan adanya
proses interpersonal.

Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu dari pasien
dan tenaga kesehatan di ruangan. Penulis mendapat sedikit kesulitan dalam menyimpulkan
data karena keluarga pasien jarang mengunjungi pasien di rumah sakit jiwa. Maka penulis
melakukan pendekatan kepada pasien melalui komunikasi terapeutik yang lebih terbuka
membantu pasien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi kepada
pasien.
Adapun upaya tersebut yaitu :

a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada klien agar
klien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.
b. Mengadakan pengkajian klien dengan wawancara
c. Mengadakan pengkajian dengan cara membaca status, melihat buku rawatan dan
bertanya kepada pegawai ruangan sorik merapi.

Dalam pengkajian ini, penulis menemukan kesenjangan karena ditemukan. Pada kasus
Tn. I, klien mendengar suara-suara yang menyuruh untuk melakukan sholat, gelisah,
mondar-mandir, tampak tegang, putus asa, sedih dan lain-lain. Gejala gejala yang muncul
tersebut tidak semua mencakup dengan yang ada di teori klinis dari halusnasi
(Keliat,.2014).
Tindakan keperawatan terapi generalis yang dilakukan pada Tn.I adalah strategi pertemuan
pertama sampai pertemuan empat. Strategi pertemuan pertama meliputi mengidentifikasi
isi, frekuensi, jenis, dan respon klien terhadap halusinasi serta melatih cara menghardik
halusinasi. Strategi pertemuan kedua yang dilakukan pada Tn.I meliputi melatih cara
mengendalikan dengan bercakap-cakap kepada orang lain. Strategi pertemuan yang ketiga
adalah menyusun jadwal kegiatan bersama-sama dengan klien. Strategi pertemuan keempat
adalah mengajarkan dan melatih Tn.I cara minum obat yang teratur.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Pada Teori Halusinasi (NANDA, 2015-2017), diagnosa keperawatan yang muncul
sebanyak 3 diagnosa keperawatan (Aji, 2019) yang meliputi:
1. Halusinasi
2. Isolasi social
3. Harga diri rendah
Sedangkan pada kasus Tn.I ditemukan lima diagnosa keperawatan yang muncul yang
meliputi: harga diri rendah, isolasi sosial, halusinasi, koping individu inefektif, regimen
teraupetik inefektif. Dari hal tersebut di atas dapat dilihat terjadi kesamaan antara teori dan
kasus. Dimana semua diagnosa pada teori muncul pada kasus Tn.I.

4.3 Implementasi
Implementasi, adalah tahap dimana perawat memulai melakukan tindakan penulis hanya
mengatasi masalah keperawatan halusinasi pendengaran. Dengan melakukan strategi
pertemuan yaitu mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, perasaan, respon halusinasi.
Kemudian strategi pertemuan yang dilakukan yaitu latihan mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik. Strategi pertemuan yang kedua yaitu anjurkan minum obat secara teratur,
strategi pertemuan yang ke tiga yaitu latihan dengan cara bercakap - cakap pada saat
aktivitas dan latihan strategi pertemuan ke empat yaitu melatih klien melakukankegiatan
terjadwal.

4.4 Evaluasi
Pada tinajauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah: Pasien mempercayai perawat
sebagai terapis, pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya, dapat
mengidentifikaasi halusinasi, dapat mengendalikan halusinasi melalui mengahrdik, latihan
bercakap-cakap, melakukan aktivitas serta menggunakan obat secara teratur. Pada tinjauan
kasus evaluasi yang didapatkan adalah: Klien mampu mengontrol dan mengidentifikasi
halusinasi, Klien mampu melakukan latihan bercakap-cakap dengan orang lain, Klien
mampu melaksanakan jadwal yang telah dibuat bersama, Klien mampu memahami
penggunaan obat yang benar: 5 benar. Selain itu, dapat dilihat dari setiap evalusi yang
dilakukan pada asuhan keperawatan, dimana terjadi penurunan gejala yang dialami oleh
Tn.I dari hari kehari selama proses interaksi.
BAB 5
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan menjadikan status
klien sebagai sumber informasi yang dapat mendukung data-data pengkajian. Selama
proses pengkajian, perawat mengunakan komunikasi terapeutik serta membina
hubungan saling percaya antara perawat-klien. Pada kasus Tn.I, diperoleh bahwa klien
mengalami gejala-gejala halusinasi seperti mendengar suara-suara, gelisah, sulit tidur,
tampak tegang, mondar-mandir,tidak dapat mempertahankan kontak mata, sedih,
malu, putus asa, menarik diri, mudah marah dan lain-lain. Faktor predisposisi pada
Tn.I yaitu pernah mengalami masalah dalam rumah tangga yang membuat kondisi
mentanya terngganggu.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn.I: Halusinasi pendengaran, isolasi
sosial, koping individu inefektif, regimen teraupetik keluarga inefektif, resiko bunuh
diri serta keputusasaan. Tetapi pada pelaksanaannya, penulis fokus pada masalah
utama yaitu halusinasi pendengaran.
3. Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi pertemuan
pada pasien halusinasi pendengaran dan harga diri.
4. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam
mengendalikan halusinasi yang dialami serta dampak pada penurunan gejala
halusinasi pendengaran yang dialami.

5.1 Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan strategi
pertemuan 1-4 pada klien dengan halusinasi sehingga dapat mempercepat proses
pemulihan klien Bagi Institusi Pendidikan. Dapat meningkatkan bimbingan klinik
kepada mahasiswa profesi ners sehingga mahasiswa semakin mampu dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien-pasien yang mengalami halusinasi
pendengaran

2. Bagi Rumah Sakit


Laporan ini diharapkan dapat menjadai acuan dan referensi dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
1. AS, A. N. A. (2019). Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Pendengaran
Di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Media
Keperawatan, 10(2), 97-102. https://dx.doi.org/10.32382/jmk.v10i2.1310
2. Abdurkhman, R. N., & Maulana, M. A. (2022). Psikoreligius Terhadap Perubahan Persepsi
Sensorik Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Di Rsud Arjawinangun Kabupaten Cirebon.
Jurnal Education And Development, 10(1), 251-253. https://doi.org/10.37081/ed.v10i1.3332
3. Aldam, S. F. S., & Wardani, I. Y. (2019). Efektifitas penerapan standar asuhan keperawatan
jiwa generalis pada pasien skizofrenia dalam menurunkan gejala halusinasi. Jurnal
Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 7(2), 165-172.
https://doi.org/10.26714/jkj.7.2.2019.167-174
4. Annai, P., Bau, A. S., & Hadi, I. (2020). Pengaruh Aktivitas Terjadwal Pada Pasien Persepsi
Sensori Halusinasi Pendengaran Terhadap Kontrol Halusinasi (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes Kendari).
5. Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015). Kepatuhan dan Komitmen Klien Skizofrenia
Meningkat Setelah Diberikan Acceptance And Commitment Therapy dan Pendidikan
Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal Keperawatan Indonesia, 18(3), 157-166.
6. Astar, F., Tamsah, H., & Kadir, I. (2018). Pengaruh Pelayanan Asuhan Keperawatan
terhadap Kepuasan Pasien di Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng. YUME: Journal of
Management, 1(2). https://doi.org/10.2568/yum.v1i2.231
7. Avidha, M., & Fitriani, D. R. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Jiwa pada Klien
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi dengan Intervensi Inovasi Terapi Penerimaan dan
Komitmen (Acceptance And Comitment Therapy) Terhadap Tanda dan Gejala Halusinasi di
Ruang Punai RSUD Atma Husada Mahakam Samarinda.
https://dspace.umkt.ac.id//handle/463.2017/201
8. Dalami, E, et al. "Asuhan keperawatan klien dengan gangguan jiwa." (2009).
9. Direja, A. H. (2011). Buku ajar asuhan keperawatan jiwa.
10. Syahdi, D., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) 1-4 Dengan
Masalah Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia: Studi Kasus. 10.31219/osf.io/y52rh
11. Pardede, J. A. (2020). Family Knowledge about Hallucination Related to Drinking
Medication Adherence on Schizophrenia Patient. Jurnal Penelitian Perawat Profesional,
2(4), 399-408.
12. Ellina, A. D. (2012). Pengaruh terapi aktifitas kelompok (tak) stimulasi persepsi sessi 1-3
terhadap kemampuan mengendalikan halusinasi pada pasien skizofrenia hebefrenik. Strada
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 1(1), 56-62. https://sjik.org/index.php/sjik/article/view/22
13. Fitri, N. Y. (2019). Pengaruh Terapi Okupasi terhadap Gejala Halusinasi Pendengaran Pada
Pasien Halusinasi Pendengaran Rawat Inap di Yayasan Aulia Rahma Kemiling Bandar
Lampung. Jurnal Kesehatan Panca Bhakti Lampung, 7(1), 33-40.
https://doi.org/10.47218/jkpbl.v7i1.58
14. Harkomah, I. (2019). Analisis Pengalaman Keluarga Merawat Pasien Skizofrenia dengan
Masalah Halusinasi Pendengaran Pasca Hospitalisasi. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah
Problema Kesehatan, 4(2), 282-292. http://doi.org/10.22216/jen.v4i2.3844
15. Pardede, J. A., Irwan, F., Hulu, E. P., Manalu, L. W., Sitanggang, R., & Waruwu, J. F. AP
(2021). Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinasi, 10.
16. Hulu, M. P. C., & Pardede, J. A. (2022). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S
Dengan Masalah Halusinasi Melalui Terapi Generalis SP 1-4: Studi Kasus.
10.31219/osf.io/j8w29
17. Kusumawati, F., & Hartono, Y. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa.
18. Kelen, A. P. L., Hallis, F., & Putri, R. M. (2017). Tugas keluarga dalam pemeliharaan
kesehatan dengan mekanisme koping lansia. Care: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 4(1), 58-
65.https://doi.org/10.33366/cr.v4i1.474
19. Kemenkes, R. I. (2019). Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas. Jakarta: Kemenkes RI.
20. Muhith, A. (2015). Pendidikan keperawatan jiwa: Teori dan aplikasi. Penerbit Andi.
21. Maudhunah, S. (2021). Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. P Dengan Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi. https://doi.org/10.31219/osf.io/2wye4
22. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & NANDA.
23. Nyumirah, S. (2013). Peningkatan kemampuan interaksi sosial (kognitif, afektif dan perilaku)
melalui penerapan terapi perilaku kognitif di rsj dr amino gondohutomo semarang. Jurnal
Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia,
1(2).https://doi.org/10.26714/jkj.1.2.2013.%25p
24. Pardede, J. A. (2020). Beban Keluarga Berhubungan Dengan Koping Saat Merawat Pasien
Halusinasi. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(4), 445-452.
25. Pardede, J. A., & Selviani, L. Mental Nursing Care for Mrs. S With Hearing Hallucinations
Problem. https://doi.org/10.31219/osf.io/sv6kc
26. Pardede, J. A. (2019). The Effects Acceptance and Aommitment Therapy and Health
Education Adherence to Symptoms, Ability to Accept and Commit to Treatment and
Compliance in Hallucinations Clients Mental Hospital of Medan, North Sumatra. J Psychol
Psychiatry Stud, 1, 30-35.
27. Pardede, J. A. (2020). Ekspresi emosi keluarga yang merawat pasien skizofrenia. Jurnal
ilmiah keperawatan Imelda, 6(2), 117-122.https://doi.org/10.52943/jikeperawatan.v6i2.403
28. Wulandari, Y., & Pardede, J. A. (2022). Aplikasi Terapi Generalis Pada Penderita
Skizofrenia Dengan Masalah Halusinasi Pendengaran. 10.31219/osf.io/8cye4
29. Yusuf, A.,dkk. (2015). Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa.
30. Hulu, F., Waruwu, F. I. J., Zebua, I. J., Manurung, J., SAMOSIR, M. L., & Pardede, J. A.
(2022). Penerapan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Pada Pasien Halusinasi di
RRSJ Prof. Dr. M. Ildrem Medan.
31. Yosep, I. (2014). Buku ajar keperawatan jiwa.
32. Zelika, A. A., & Dermawan, D. (2015). Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula RSJD Surakarta. Profesi (Profesional Islam):
Media Publikasi Penelitian, 12(02).https://doi.org/10.26576/profesi.87
33. Meylani, M., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) 1-4 Dengan
Masalah Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia: Studi Kasus. 10.31219/osf.io/c8vzb

Anda mungkin juga menyukai