Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien

memperepsepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan

panca indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami

suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu

(Prabowo, 2014).

Angka kejadian gangguan mental kronis dan parah menurut World

Health Organization (WHO) yang menyerang lebih dari 21 juta jiwa dan

secara umum terdapat lebih dari 23 juta jiwa orang jiwa di seluruh dunia. Lebih

dari 50% orang dengan skizofrenia tidak menerima perawatan yang tepat, 90%

orang dengan skizofrenia yang tidak diobati tinggal di Negara berpenghasilan

rendah dan menengah (WHO, 2018)

Hasil dari data Riset Kesehatan Dasar atau (Riskesdas) pada tahun 2018,

Indonesia termasuk salah satu negara berkembang dimana mengalami kenaikan

banyaknya orang yang menderita gangguan jiwa cukup banyak di prediksi

angka kejadian gangguan jiwa berat yang disertai psikosis/skizofrenia di

Indonesia di tahun 2013 berjumlah 1.728 jiwa. Bukan hanya itu angka kejadian

gangguan jiwa dikelompok usia > 15 tahun di Indonesia secara nasional yakni

6.0% dari subjek yang telah dilakukan analisis berjumlah 37,728 orang.

Provinsi yang angka kejadian ganguan mental emosional terbanyak pada tahun

1
2018 terdapat di Bali 11,1% sementara paling sedikit di Kepulauan riau (2,8%)

dan Sulawesi tengah berada di posisi ke 8 dengan 8,1% (Riskesdas, 2018).

Di Sulawesi Tengah tercatat sebagai provinsi yang memiliki prevelensi

paling tinggi untuk gangguan jiwa halusinasi. Skornya mencapai 11,6% jauh

lebih dari skor rata-rata Nasional yang hanya 6%, namun bila melihat

karakteristik prevelensi gangguan jiwa halusinasi berdasrkan jenis kelamin dan

umur terlihat bahwa para pengidap gangguan jiwa ini didominasi oleh jenis

kelamin perempuan dengan usia di atas 65 tahun atau usia lanjut (dinkes

sulteng 2018).

Hasil observasi pada tanggal 21 Juli 2021 didapatkan bahwa Data pasien

halusinasi yang diperoleh dari Poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah Madani

pada tahun 2018 berjumlah 56-61 pasien halusinasi yang masuk dalam kurun

waktu 3 bulan dari bulan 9 sampai bulan 12, tahun 2019 berjumlah 46-51

pasien halusinasi yang masuk dalam kurun waktu 2 bulan dari bulan 10 sampai

bulan 12, pada tahun 2020 pasien halusinasi yang masuk berjumlah 36-43

dalam kurun waktu 2 bulan dari bulan 2 sampai bulan 4. Dan pada tahun 2021

pasien halusinasi yang masuk berjumlah 24-40 dalam kurun waktu 3 bulan dari

bulan 1 sampai bulan 4 (Poliklinik Jiwa RSUD Madani, 2021).

Dampak yang dirasakan oleh keluarga dengan adanya anggota keluarga

mengalami halusinasi adalah tingginya beban ekonomi, beban emosi keluarga,

stress terhadap perilaku pasien yang terganggu, gangguan dalam melaksanakan

kegiatan rumah tangga sehari-hari dan keterbatasan melakukan aktivitas beban

sosial ekonomi diantaranya adalah gangguan dalam hubungan keluarga

2
keterbatasan mealakukan aktivitas sosial, pekerjaan, dan hobi, kesulitan

finansial dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik keluarga. Beban

fisikologis menggambarkan reaksi fsikologi seperti perasaan kehilangan, sedih,

cemas, dan malu terhadap masyarakat sekitar, stres menghadapi gangguan

perilaku dan frustasi akibat perubahan pola interaksi dalam keluarga (Ngadiran,

2015).

Dampak yang dirasakan keluarga berkepanjangan, maka perlu adanya

pengelolaan yang tepat bagi anggota keluarga yang mengalami halusinasi,

maka peran keluarga sangatlah penting untuk terlibat dalam mengatasi masalah

kesehatan yang terjadi. Perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan

keluarga dapat bekerja sama dengan keluarga untuk mengatasi masalah

kesehatan anggota keluarga yang mengalami halusinasi.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 22 juli 2021 di Poli Klinik

Jiwa Rumah Sakit Umum Daerah Madani, pada 4 keluarga pasien halusinasi

didapatkan bahwa mereka mengatakan kurangnya pengetahuan tentang

perawatan pasien halusinasi di Poli Klinik Jiwa, Rumah Sakit Umum Daerah

Madani.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul ʻʻPengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasien

Halusinasi Di Poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah Madaniʼʼ.

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: “Bagaimanakah pengetahuan keluarga tentang perawatan

pasien halusinasi di poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah Madani ?”

C. Tujuan Penelitian

Diketahuinya pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien halusinasi di

poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah Madani

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Keluarga

Sebagai bahan masukan bagi pihak keluarga yang berada di RS

Madani untuk selalu mengikuti Penyuluhan dalam meningkatkan

Pengetahuan dan Sikap Terhadap Strategi Pelaksanaan Halusinasi.

2. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya

Dijadikan sumber informasi untuk kegiatan penelitian dan

mengembangkan ilmu pengetahuan, khusnya dalam bidang keperawatan

serta penyediaan data dasar yang dapat di digunakan untuk penelitian yang

lebih lanjut.

3. Bagi peneliti

Sebagai penambah pengetahuan, motivasi dan referensi cara

berlatih dalam mempraktikkan ilmu yang di peroleh selamaperkuliahan

lewat pengumpulan data- data serta informasi- informasi objektif yang

setelah itu dikaji dan dianalis.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Halusinasi

1. Pengertian

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu

yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan

sensasi palsu berupa suara, penglihatan, penciuman, perabaan atau

penghidungan. Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat,

2012). Berdasarkan Depkes (2000 dalam Dermawan & Rusdi, 2013)

halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada

rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi

pada saat kesadaran individu penuh atau baik.

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia

luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada

objek atau rangsangan yang nyata (Farida, 2012)

2. Jenis-Jenis Halusinasi

Menurut Farida (2012), jenis halusinasi dibagi menjadi 7, yaitu:

a. Halusinasi Pendengaran

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara

berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas

berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara

dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana

5
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan

sesuatu kadang dapat membahayakan

b. Halusinasi Penglihatan

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,

gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa yang

menyenangkan atau menakutkan

c. Halusinasi penciuman

Membau bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses,

parfum atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang pasca

serangan stroke, kejang atau dimensia.

d. Halusinasi Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses

e. Halusinasi Perabaan

Merasa mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus

yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau

orang lain.

f. Halusinasi Ceneshethik

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,

pencernaan makan atau pembentukan urine

g. Halusinasi Kinestetika

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

6
3. Tahap Halusinas

Tahapan halusinasi menurut Depkes RI (2000 dalam Dermawan &

Rusdi, 2013) sebagai berikut:

a. Tahap I (Comporting)

Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum

halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik :

1) Klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.

2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.

3) Pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.

Perilaku klien:

1) Tersenyum atau tertawa diri

2) Menggerakkan bibir tanpa suara

3) Menggerakkan mata dengan cepat

4) Respon verbal yang lambat

5) Diam dan berkonsentrasi

b. Tahap II (Condemning)

Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi

menyebabkan rasa antipasti dengan karakteristik

1) Pengalaman sensori yang menakutkan

2) Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut

3) Mulai kehilangan control

4) Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realitas

7
c. Tahap III

Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak

dapat ditolak lagi dengan karakteristik :

1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi).

2) Isi halusinasi menjadi atraktif.

3) Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.

Perilaku klien :

1) Perintah halusinasi ditaati.

2) Sulit berhubungan dengan orang lain.

3) Perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik.

4) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan

berkeringat.

d. Tahap IV

Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak

panik.Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam

apabila tidak diikuti.

Perilaku klien :

1) Perilaku panik.

2) Resiko tinggi mencederai.

3) Agitasi atau kataton.

4) Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

8
4. Penyebab Halusnasi

Menurut Rawlins & Heacock (1988 dalam Dermawan & Rusdi,

2013) etiologi halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi, yaitu :

a. Dimensi Fisik

Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tetapi yang paling sering

ditemukan adalah halusinasi pendengar, halusinasi dapat ditimbulkan

dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa.Pengguna

obatobatan, demam tinggi hingga terjadi delirium intoksikasi, alkohol

dan kesulitan-kesulitan untuk tidur dan dalam jangka waktu yang lama.

b. Dimensi Emosional

Terjadinya halusinasi karena ada perasaan cemas yang berlebih

yang tidak dapat diatasi. Isi halusinasi berupa perintah memaksa dan

menakutkan yang tidak dapat dikontrol dan menentang, sehingga

menyebabkan klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut

c. Dimensi Intelektual

Penunjukkan penurunan fungsi ego.Awalnya halusinasi merupakan

usaha ego sendiri melawan implus yang menekan dan menimbulkan

kewaspadaan mengontrol perilaku dan mengambil seluruh perhatian

klien.

d. Dimensi Sosial

Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang

tidak memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk menurunkan

kecemasan akibat hilangnya kontrol terhadap diri, harga diri, maupun

9
interaksi sosial dalam dunia nyata sehingga klien cenderung menyendiri

dan hanya bertuju pada diri sendiri.

e. Intelektual

Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk sosial,

mengalami ketidakharmonisan berinteraksi. Penurunan kemampuan

untuk menghadapi stress dan kecemasan serta menurunnya kualitas untuk

menilai keadaan sekitarnya. Akibat saat halusinasi menguasai dirinya,

klien akan kehilangan kontrol terhadap kehidupanya.

5. Tentang Respon Halusinasi

Rentang respon halusinasi dapat dilihat pada skema gambar berikut:

Respon adaptif Respon Maladatif

- Pikiran logis -Pikiran kadang - Gangguan fikiran


- Persepis akurat
menyimpang waham
- Emosi onsisteni
dengan pengalaman - Reaksi emosional - Halusinasi
- Perilaku sesuai berkurang - Ketidakteraturan
- Hubungan sosial - Perilaku aneh tidak perilaku
lazim - Isolasi sosial
- Menarik diri

Skema 2.1 Rentang Respon Neurologis Stuart, 2012

Keterangan :

a. Pikiran logis yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.

b. Persepsi akurat yaitu proses diterimanya rangsangan melalui panca.

c. indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individusadar

tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.

10
d. Emosi konsisten adalah manifestasi perasaan yang konsisten atau efek

keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung

tidak lama.

e. Perilaku sesuai yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam

menyelesaikan masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social

dan budaya umum yang berlaku.

f. Hubungan sosial yaitu hubungan yang dinamis menyangkut antara

individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.

g. Proses pikiran kadang terganggu (ilusi) yaitu interprestasi yang salah

atau menyimpang tentang penyerapan (persepsi) yang sebenarnya

sungguh-sungguh terjadi karena adanya rangsang panca indra.

h. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi denganorang

lain, menghindari dengan orang lain.

i. Emosi berlebihan atau kurang yaitu menifestasi perasaan atau afek

keluar berlebihan atau kurang.

j. Perilaku tidak sesuai atau tidak biasa yaitu perilaku individu

berupatindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima

olehnorma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.

k. Waham adalah sesuatu keyakinan yang salah dipertahankan secara kuat

atau terus menerus namun tidak sesuai dengan kebenaran.

l. Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).

11
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek

atau rangsangan yang nyata.

6. Tindakan Keperawatan Pasien Halusinasi

Berdasarkan Dermawan & Rusdi (2013) tindakan keperawatan pada

pasien halusinasi terdiri dari tindakan keperawatan untuk pasien dan

tindakan keperawatan untuk keluarga.

a. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan untuk pasien meliputi:

1) Tujuan tindakan meliputi pasien mampu mengenali halusinasi yang

dialaminya, pasien dapat mengontrol halusinasinya, pasien mengikuti

program pengobatan secara obtimal.

2) Tindakan keperawatan meliputi:

a) Membantu pasien mengenali halusinasi

Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, dapat dilakukan

dengan cara diskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang

didengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya

halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon

pasien saat halusinasi muncul.

b) Melatih pasien mengontrol halusinasi

Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi,

dapat melatih pasien dalam 4 cara yang dapat mengendalikan

halusinasi, diantaranya adalah :

12
(1) Menghardik halusiasi

Merupakan upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi

dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk

mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak

memperdulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, pasien

akan mampu mengendalikan dan tidak mengikuti halusinasi yang

muncul.

(2) Bercakap-cakap dengan orang lain

Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan

bercakapcakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap

dengan orang lain maka terjadi distraksi. Fokus perhatian pasien

akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan

orang lain tersebut, sehingga salah satu cara yang efektif untuk

mengontrol halusinasi adalah dengan menganjurkan pasien untuk

bercakap-cakap dengan orang lain.

(3) Melakukan aktivitas terjadwal

Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan

memiliki banyak waktu luang untuk sendiri yang dapat

mencetuskan halusinasi. Pasien dapat menyusun jadwal dari

bangun pagi sampai tidur malam.Tahapannya adalah menjelaskan

pentingnya beraktivitas, yang teratur untuk mengatasi

halusinasi.Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien,

melatih melakukan aktivitas, menyusun jadwal aktivitas sehari-

13
hari, membantu pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi penguata

pada perilaku yang positif.

(4) Menggunakan obat secara teratur

Untuk menghindari kekambuhan atau muncul kembali

halusinasi, pasien perlu memgkonsumsi obat secara teratur dengan

tindakan menjelaskan manfaat obat, menjelaskan akibat putus obat,

menjelaskan cara mendapatkan obat atau berobat dan jelaskan cara

menggunakan dengan 5 benar (benar obat, benar pasien, benar

cara, benar waktu, benar dosis)

b. Tindakan Keperawatan Keluarga

Tindakan keperawatan untuk keluarga memiliki tujuan agar

keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit

maupun di rumah serta keluarga dapat menjadi sisitem pendukung

yang efektif untuk pasien.

1) Tindakan keperawatan

Keluarga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan

asuhan keperawatan halusinasi. Dukungan keluarga selama

pasien dirawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien

termotivasi untuk sembuh. Perawat memberikan pendidikan

kesehatan kepada kelurga agar menjadi pendukung yang efektif

pada pasien.

14
2) Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan strategi

Keperawatan untuk keluarga dengan pendekatan strategi

pelaksanaan (SP):

a. SP 1 keluarga: pendidikan kesehatan tentang gangguan

halusinasi.

b. SP 2 keluarga: melatih keluarga praktik merawat pasien

langsung.

c. SP 3 keluarga: keluarga membuat aktifitas terjawal untuk

pasien.

B. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni: indera pengelihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo,

2014).

Menurut Bloom, Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu,

dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

15
seseorang (overt behavior). Dari pengalaman penelitian tertulis bahwa

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2014).

2. Tingkatan Pengetahuan

Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain

kognitif, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham tehadap objek atau materi. Harus  dapat menjelaskan,

menyebutkan, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang

dipelajari. 

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi

di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.

16
d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2014).

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang. Menurut Notoatmodjo (2014) antara lain:

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang

17
menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk

mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak

langsung

c. Umur

Bertambahnya umur seseorang, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi

kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya

dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Ini ditentukan dari

pengalaman dan kematangan jiwa.

d. Minat

Minat adalah kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap

sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni

suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih

mendalam.

e. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang

dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan

pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk

18
melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut

menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang

membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.

f. Kebudayaan

Kebudayaan akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat secara

langsung. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk

menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat

sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan

lingkungan.

g. Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat

seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

4. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2013) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

a. Baik: Hasil persentase skor jawaban responden 76%-100%.

b. Cukup: Hasil persentase skor jawaban responden 56% - 75%.

c. Kurang: Hasil persentase jawaban responden < 56%.

C. Landasan Teori

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditemukan pada pasien

gangguan jiwa dengan skizofrenia, menurut Maramis (1998) halusinasi adalah

gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya

tidak terjadi (Abdul Muhith, 2015).

19
Abdul Muhith, 2015 mengatakan bahwa halusinasi yaitu suatu perubahan

persepsi sensori yang salah dan bertentangan dengan realitas atau persepsi yang

tidak terjadi dalam realita, halusinasi dapat mempengaruhi panca indra dan

sensasi tubuh yang meliputi halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman,

perabaan, dan pengecapan.

Menurut Damaiyanti, M. & Iskandar (2012) ditemukan bahwa salah satu

faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita skizofrenia khususnya

halusinasi adalah kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan terhadap

anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya

adalah karena keluarga yang tidak tahu cara menangani penderita halusinasi.

Keluarga merupakan unit paling dekat dengan penderita, dan merupakan

perawat utama bagi penderita. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau

perawatan yang diperlukan penderita di rumah. Keberhasilan perawat di rumah

sakit akan sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan

penderita harus di rawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal

perawatan di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat

penderita sehingga kemampuan kambuh dapat dicegah.

D. Kerangka Pikir

Pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien halusinasi sangat

penting diketahui. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

kekambuhan halusinasi pada pasien adalah pengetahuan keluarga tentang

tentang upaya-upaya perawatan pasien. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

20
Pengetahuan
Perawatan pasien
Keluarga
halusinasi

Gambar 2.2
Kerangka Pikir Penelitian

21
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif.

Penelitian deskritpif adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk

mendiskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi dalam

masyarakat (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui

Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasien Halusinasi Di Poliklinik

Rumah Sakit Umum Daerah Madani

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus tanggal 16-21

Agustus 2021 di Poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah Madani

C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

Variabel penelitian adalah sesuatu yang di gunakan sebagai

ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau di dapatkan oleh satuan

penelitian tentang suatu konsep penelitian tertentu yang di tetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari kemudian di tarik kesimpulan

(Notoadmojo, 2016). Variabel dalam penelitian ini adalah Pengetahuan

Keluarga Tentang Perawatan Pasien Halusinasi Di Poliklinik Rumah Sakit

Umum Daerah Madani

22
2. Definisi Operasional

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui dan dipahami

oleh kelurga tentang perawatan pasien halusinasi

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 1 = Kurang ( skor jawaban responden < 56%)

2 = Cukup (skor jawaban responden 56% -75%)

3 = Baik (skor jawaban responden 76%-100%)

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Data Primer

Data primer adalah data yang secara langsung di ambil

dari objek/subjek penelitian oleh peneliti perorangan maupun

organisasi (Riwidikdo, 2012). Data primer dalam penelitian ini

yang diperoleh dengan wawncara langsung melalui kuesioner yang

diberikan kepada responden tentang Pengetahuan Keluarga dalam

Perawatan Pasien Halusinasi Di Poliklinik Rumah Sakit Umum

Daerah Madani

23
b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang di dapatkan tidak secara

langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang

sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain (Riwidikdo,2012).

Data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti dari Poliklinik

Rumah Sakit Umum Daerah Madani.

2. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam penelitian ini dengan

menggunakan kuesioner yang menggunakan skala Gutmaan yang terdiri

dari pernyataan pengetahuan dengan jumlah 10 item pernyataan dengan

alternatif jawaban benar dan salah. Setiap pernyataan diberikan nilai 1

(satu) jika jawaban benar dan nilai 0 (nol) jika jawaban salah. Kemudian

hasil pengukuran dikategorikan dalam 3 kategori yaitu baik, cukup,

kurang.

E. Pengolahan Data

Data yang sudah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan

bantuan komputer melalui tahap-tahapan pengolahan data yang dilakukan,

yaitu:

1. Editing (penyuntingan data), yaitu pengecekan isian pada instrumen

apakah data yang terkumpul sudah jelas, lengkap, dan relevan.

2. Coding (pengkodean data), yaitu mengubah data berupa huruf menjadi

angka sehingga memudahkan dalam proses entry data.

24
3. Tabulating, mengelompokkan atau mentabulasi data yang sudah diberi

kode.

4. Entry, yaitu proses pemasukan data ke dalam program komputer untuk

selanjutnya dianalisa.

5. Cleaning (pembersihan data), yaitu memeriksa kembali data bila terjadi

kesalahan.

6. Describing, yaitu menggambarkan data sesuai dengan variabel penelitian.

F. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini adalah univariat yaitu dilakukan

untuk mengetahui distribusi, frekuensi dari masing-masing variabel yang

diteliti . Pada analisis univariat, data yang diperoleh dari hasil pengumpulan

dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Univariat menggunakan rumus:

f
p= × 100%
n

Keterangan

P = Persentase

f = jumlah jawaban yang benar

n = jumlah soal

G. Penyajian Data

Data yang sudah diolah dan dianalisa disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi disertai dengan penjelasan atau narasi.

25
H. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu sesuai yang ditetapkan peneliti untuk

dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi dalam

penelitian ini yaitu 25 keluarga yang memiliki pasien halusinasi.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoatmodjo, 2012).Teknik penggambilan sampel dengan

cara Total Sampling, pada penelitian ini berjumlah 25 responden

kriteria sampel , yaitu :

a. Kriteria inklusi

1. Keluargayang masuk poliklinik jiwa dengan pasien halusinasi

2. Keluarga yang koperatif.

b. Kriteria Ekslusi

1. Keluarga yang menolak dijadikan sampel atau responden

2. Keluarga yang tidak berada ditempat atau di rumah

26
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Daerah Madani Propinsi Sulawesi Tengah merupakan satu-

satunya rumah sakit jiwa milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, terletak

di Kelurahan Mamboro Barat Kecamatan Palu Utara, + 13 Km sebelah Utara

Kota Palu. Rumah sakit ini mulai dibangun sejak Tahun 1979 dengan dana

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan resmi berdiri pada

tanggal 5 Juli 1984 dengan diberlakukannya Keputusan Menkes RI Nomor

350/Menkes/SK/VII/1984 tentang Pembentukan Rumah Sakit Jiwa Pusat Kelas

B di Palu. Status awal pengelolaan Rumah Sakit Jiwa Pusat Palu di bawah

Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI dengan menempati areal seluas 92.010 m2.

Pada Tahun 2001 dalam rangka penerapan UU No. 22 Tahun 1999

tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah, pengelolaan Rumah Sakit Jiwa Pusat

Palu diserahkan ke Pemda Kota Palu. Pada Tahun 2002 RSJ Pusat Palu

diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah

melalui Perda No. 12 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Laksana RSJ

Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, berubah menjadi lembaga teknis daerah

yang berbentuk badan.

Dengan mengacu pada Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor

188.44/1726/RO.ORPEG-ST/2003 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Rumah

Sakit Jiwa Madani Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. Di Tahun 2003 RSJ Palu

27
berubah nama dan berkembang menjadi RSJ Madani dengan penambahan 4

layanan spesialistik dasar (non jiwa).

Pada perkembangan selanjutnya, RSJ Madani berubah menjadi Rumah

Sakit Daerah Madani, melalui Perda Nomor 7 Tahun 2009. Pengembangan ini

diharapkan dapat meningkatkan kerjasama RSD Madani dengan Rumah Sakit

Daerah lainnya dalam melaksanakan urusan pemerintah bidang kesehatan

menuju pelayanan kesehatan yang lebih bermutu baik pada pelayanan

kesehatan jiwa maupun pelayanan kesehatan umum. Selanjutnya pada Tanggal

27 Desember 2010 melalui Keputusan Gubernur Sulawesi tengah Nomor:

900/695/RSD Madani-G.ST/2010 tentang Penetapan Pola Pengelolaan

Keuangan Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah sebagai

Badan Layanan Umum Daerah dengan Status Penuh.

RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah adalah Rumah Sakit Tipe B

Khusus dengan kapasitas 120 tempat tidur yang terdiri dari kelas utama (VIP),

Kelas I, Kelas II, dan Kelas III dan merupakan rumah sakit rujukan untuk

kesehatan jiwa di Provinsi Sulawesi Tengah. Setelah diserahkan kepada Pemda

Sulawesi Tengah pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit ini ditambah

dengan pelayanan kesehatan umum dengan 4 spesialis dasar (bedah, obgyn,

penyakit dalam dan anak).

28
B. Deskripsi Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini merupakan hasil kajian yang menggambarkan tentang

pengetahuan keluarga dalam perawatan pasien halusinasi. Analisis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat untuk melihat

distribusi frekuensi dari setiap variabel penelitian dan karakteristik responden

yang meliputi: umur, pendidikan dan jenis kelamin. Sedangkan variabel

penelitian yaitu pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien halusinasi

yang dapat dilihat sebagai berikut:

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi: umur dan

pendidikan responden

a. Umur

Umur responden dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi:

21-25 tahun (remaja akhir), 27-35 tahun (dewasa awal), 36-44 tahun

(dewasa akhir), dan 47-51 (Lansia Awal) berdasarkan kategori umur

menurut Depkes RI (2009), yang dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Di Poliklinik


Rumah Sakit Umum Daerah Madani
No. Umur Jumlah Persentase (%)
1 21-25 tahun 3 12,0
2 27-35 tahun 10 40,0
3 36-44 tahun 6 24,0
4 47-51 tahun 6 24,0
Total 25 100,0
Sumber: Data Primer, 2021

Tabel 4.1, menunjukkan bahwa dari 25 responden di Poliklinik

Rumah Sakit Umum Daerah Madani, kategori umur terbanyak terdapat

29
pada umur 27-35 tahun (dewasa awal) sebesar 40% dan kategori umur

terkecil terdapat pada umur 21-25 tahun (remaja akhir) sebesar 12%.

b. Pendidikan

Pendidikan responden dalam penelitian ini terdiri dari, Sekolah

Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Akhir (SMA), Diploma

(D3) dan Sarjana (S1), yang dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Poliklinik


Rumah Sakit Umum Daerah Madani
No. Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 SMP 4 16
2 SMA 15 60
3 DIPLOMA 1 4
4 S1 5 20
Total 25 100,0
Sumber: Data Primer, 2021

Tabel 4.2, menunjukkan bahwa dari 25 responden di Poliklinik

Rumah Sakit Umum Daerah Madani pendidikan terbanyak terdapat

pada pendidikan Sekolah Menegah Atas (SMA) sebanyak 60% dan

pendidikan terkecil terdapat pada pendidikan Diploma (D3) sebanyak

4%.

c. Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Keluarga terdiri dari lak-laki dan perempuan, yang

dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di


Poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah Madani
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki-Laki 6 24,1
2 Perempuan 19 76,0
Total 25 100,0
Sumber: Data Primer, 2021

30
Tabel 4.3, menunjukkan bahwa dari 25 responden di Poliklinik

Rumah Sakit Umum Daerah Madani lebih banyak keluarga yang

berjenis kelamin perempuan sebanyak 76% dibandingkan keluarga

yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 24,1%.

2. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari pengetahuan keluarga

tentang perawatan pasien halusinasi Di Poliklinik Rumah Sakit Umum

Daerah Madani

Pengetahuan dalam penelitian ini dibedakan menjadi tiga kategori

yaitu pengetahuan kurang (jika total skor jawaban responden < 56%),

pengetahuan cukup (jika total skor jawaban responden 56-75%) dan

pengetahuan baik (jika jika total skor jawaban responden 76-100%), dapat

dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Poliklinik


Rumah Sakit Umum Daerah Madani
No. Pengetahuan Jumlah Persentase (%)
1 Kurang 2 8
2 Cukup 14 56
3 Baik 9 36
Total 25 100,0
Sumber: Data Primer, 2021

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 25 responden di Poliklinik

Rumah Sakit Umum Daerah Madani, lebih banyak yang memperoleh

pengetahuan cukup tentang perawatan pasien halusinasi Di Poliklinik

Rumah Sakit Umum Daerah Madani sebesar 56% dibandingkan dengan

pengetahuan baik sebesar 36% dan kurang sebesar 8%.

31
C. Pembahasan

Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasien Halusinasi Di Poliklinik

Rumah Sakit Umum Daerah Madani

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 25 responden di Poliklinik Rumah

Sakit Umum Daerah Madani, lebih banyak yang memperoleh pengetahuan

cukup tentang perawatan pasien halusinasi Di Poliklinik Rumah Sakit Umum

Daerah Madani sebesar 56% dibandingkan dengan pengetahuan baik sebesar

36% dan kurang sebesar 8%.

Menurut asumsi peneliti, keluarga yang pengetahuannya kurang

tentang perawatan pasien halusinasi, karena keluarga belum mengetahui dan

memahami bahwa salah satu tindakan menepuk punggung serta menutup

telinga adalah cara menghardik halusinasi, menghardik halusinasi merupakan

upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi

yang muncul dan keluarga harus membimbing pasien agar mandiri dalam

berobat/minum obat. Pengetahuan keluarga yang cukup karena keluarga sudah

cukup mengetahui dan memahami bahwa anggota Keluarga harus

mendampingi pasien saat jam minum obat. Sedangkan pengetahuan keluarga

yang baik tentang perawatan pasien halusinasi karena keluarga sudah

mengetahui dan memahami bahwa keluarga tidak boleh membiarkan pasien

menyendiri atau melamun untuk mencegah halusinasi, tanda-tanda pasien

mengalami halusinasi perubahan sensori persepsi merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, penciuman, salah satu cara yang efektif untuk

mengontrol halusinasi adalah dengan menganjurkan pasien untuk bercakap

32
cakap dengan orang lain dan melatih pasien mengontrol halusinasi dengan

melaksanakan aktivitas terjadwal agar pasien tidak berhalusinasi.

Pengetahuan keluarga tentang perawatan pasien halusinasi dapat

dipengaruhi pendidikan. Keluarga yang pengetahuannya baik lebih banyak

berada pada pendidikan S1 dan SMA. Namun ada juga yang pendidikannya S1

dan SMA pengetahuannya cukup. Sedangkan keluarga yang pengetahuannya

kurang berada pada pendidikan SMP. Pendidikan merupakan salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi pengetahuan keluarga, dimana pendidikan akan

berpengaruh terhadap kemampuan berfikir dan akan mempengaruhi tingkat

penerimaan dan pemahaman terhadap sesuatu seperti tentang informasi

kesehatan. Sedangkan pendidikan keluarga yang rendah akan kurang menyerap

informasi. Namun dalam penelitian ini masih ada sebagian kecil keluarga yang

pendidikannya SMP ada yang pengetahuannya cukup. Hal ini dapat disebabkan

karena usia dan keterpaparan informasi yang dapat didengar oleh keluarga dari

penjelasan petugas kesehatan ketika keluarga menjenguk pasien di rumah sakit

dan media lainnya yang ada dimasyarakat seperti membaca atau mencari dari

media elektronik, sehingga apa yang dilihat oleh keluarga, yang didengar dan

dibaca bisa menjadi informasi dan menjadi pengetahuan keluarga.

Sejalan dengan teori Notoatmodjo (2014), pengetahuan adalah hasil

tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

dan telinga (melihat dan mendengar). Pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh

usia, pendidikan dan keterpaparan informasi.

33
Nursalam (2013), menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan akan

semakin tinggi keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan,

juga akan memiliki kecenderungan untuk melakukan tuntutan, juga harapan

yang lebih tinggi. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang

berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat

bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal

saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal.

Nursalam (2013) mengatakan bahwa beberapa hal yang dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain media, dan keterpaparan

informasi dimana, semakin banyak informasi yang diperoleh tentang suatu

objek tertentu maka semakin banyak pula pengetahuannya tentang objek

tertentu.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Suwardiman (2011) yang

menyatakan bahwa sebagian besar pendidikan keluarga klien halusinasi yang

mengikuti regimen terapeutik adalah berpendidikan SMU yaitu sebesar 51,9 %,

dimana pendidikan SMU termasuk kedalam pendidikan menengah tinggi

sehingga pendapat bahwa pentingnya pendidikan sebagai sumber koping dalam

menghadapi masalah untuk berperan sebagai caregivers, pendidikan SMU

tersebut dirasakan cukup bermakna untuk menentukan penggunaan fasilitas

kesehatan, terutama dalam kepatuhan mengikuti regiman terapeutik.

Usia juga mempengaruhi pengetahuan keluarga, karena dengan

bertambahnya usia dapat mempengaruhi proses berfikir sehingga seseorang

akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Usia kelurga dalam penelitian

34
ini yang pengetahuannya cukup dan baik banyak berada pada usia 27-35 tahun

(dewsa awal) dan 36-44 tahun (dewasa akhir) dimana usia ini termasuk dalam

usia yang sangat matang dalam hal pengalaman hidupnya termasuk dalam

pengambilan keputusan mencari fasilitas kesehatan bagi anggota keluarganya.

Pada usia ini juga termasuk kedalam rentang usia produktif, dimana pada usia

ini individu berinteraksi masyarakat luas sehingga pada masa usia tersebut

seseorang akan lebih aktif dalam mencari informasi untuk menambah

pengetahuan melalui berbagai hal yaitu televisi, majalah, Koran, mengikuti

penyuluhan masalah kesehatan jiwa, mencari informasi dari perawat yang ada

di Rumah Sakit.

Notoatmodjo (2014), mengatakan semakin tua seseorang maka semakin

bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal

yang akan dikerjakan sehingga menambah pengetahuan keluarga tentang cara

merawat pasien halusinasi. Semakin tua seseorang maka semakin bijaksana,

semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang akan

dikerjakan sehingga menambah pengetahuan keluarga tentang cara merawat

pasien halusinasi di rumah. Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan

pola pikir seseorang.

Sejalan dengan penelitian Suwardiman (2011) menyatakan sebagian

besar pasien di RSUD Serang dirawat oleh keluarga dengan rata-rata usia 42,3

tahun atau termasuk dalam kelompok usia dewasa muda. Dimana usia keluarga

pasien akan mempengaruhi kemampuan dan pengetahuannya semakin luas,

35
termasuk keputusan menggunakan fasilitas kesehtn sebagai sarana dan

prasarana bagi kesehatan anggota keluarganya.

Jika dilihat dari jenis kelamin keluarga sebagian besar keluarga pasien

halusinasi yang diteliti saat penelitian berjenis kelamin perempuan. Jenis

kelamin dapat berperan dalam perawatan kelurga pasien halusinasi. Jenis

kelamin perempuan mempunyai perasaan lebih peduli dan lebih sabar dalam

merawat pasien dibandingkan jenis kelamin laki-laki.

Menurut Siagian (2014), anggota keluarga berjenis kelamin perempuan

lebih sabar dan telaten dalam melakuan perawatan pada anggota keluarganya

yang sakit, sedangkan laki-laki secara fisik lebih kuat dibandingkan dengan

perempuan.

Sejalan dengan penelitian Suwardiman (2011) mengatakan hal yang

sama bahwa sebagian besar keluarga yang merawat pasien halusinasi adalah

59,5% berjenis kelamin perempuan. Peneliti menarik kesimpulan bahwa

perempuan lebih tekun, teliti dan sabar dalam menghadapi masalah menjadikan

sebagian besar perempuan menjadi sumber perawatan bagi pasien gangguan

halusinasi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hayani

Lendra, dkk (2013) tentang gambaran pengetahuan keluarga tentang cara

merawat pasien halusinasi, didapatkan hasil pengetahuan yang baik sebesar

70%, cukup sebesar 23,3% dan kurang sebesar 6,7%.

36
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang peneliti

lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut: Pengetahuan

Keluarga Tentang Perawatan Pasien Halusinasi Di Poliklinik Rumah Sakit

Umum Daerah Madani sebagian besar dalam kategori cukup

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Madani

Disarankan kepada petugas kesehatan di yang ada di Rumah

Sakit Umum Daerah Madani khususnya bagian keperawatan jiwa

hendaknya mengembangkan program edukasi tentang perawatan

pasien dengan halusinasi oleh keluarga

2. Bagi Keluarga Pasien

Disarankan bagi keluarga pasien untuk tetap

3. Peneliti Selanjutnya

Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat melakukan

penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

Perawatan Pasien Halusinasi.

37
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muhith, 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi).


Yogyakarta Andi.
Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
Jakarta.

Damaiyanti, M. & Iskandar, 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refika


Aditama.
Dermawan & Rusdi, 2013. Keperawatan Jiwaː Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta ː Gosyen Publishing.
Dinkes.Provinsi Sulawesi Tengah 2018.Profi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tengah
Farida, 2012. Panduan Lengkap Keperawatan Jiwa. Trans Info Media : Jakarta.

Keliat. Budi Ana, 2012. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.EGC : Jakarta.

Lendra Hayani1, Veny Elita, Oswati Hasanah, 2013. Gambaran Pengetahuan


Keluarga Tentang Cara Merawat Pasien Halusinasi Rumah. Jurnal
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. Diakses tanggal 29
Agustus, 2021.

Mubarak, 2012. Ilmu keperawatan Jiwa.Jakarta : Selemba medika

Ngadiran, Antonius. (2015). Analisi Fenomenologi tantang Pengalaman Keluarga


tentang Beban dan Sumber Dukungan Keluarga dalam Merawat Klien
dengan Halusinasi. Jakarta: Universitas Indonesia

Notoadmodjo, 2011.Promosi kesehatan dan Perilaku Kesehatan.Rineka Cipta.


Jakarta.

, 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta.

, 2013. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta.

, 2014. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta :


Jakarta.

Nursalam, 2013. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Professional. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika

Panggabean P, Wartana I.K, Subardin, Sirait E, Rasiman N.B, Pelima R.V. 2017.
Pedoman Penulisan Proposal Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indonesia Jaya Palu

38
Prabowo, E. 2014.Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.Jakarta : Nuha
Medika
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.

Rumah Sakit Madani Palu, 2017. Profil Rumah Sakit Madani Palu Tahun 2016.
Palu.
Rusdin, 2013. Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi Pertama.Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Sugiyono 2011.Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung
Alfabeta
Suwardiman, 2011. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Beban
Keluarga Untuk Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Keluarga Klien
Halusinasi Di RSUD Serang Tesis FIK UI. Depok
WHO-UNICEF 2018.Inproved, Shared Unimproved and Open Defecation. WH-
UNICEF.

39

Anda mungkin juga menyukai