Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH

HALUSINASI PENDENGARAN

KELOMPOK 4 :
1. BAMBANG EKO TRISBIA
2. ISHAK
3. HAILY SUMARTI
4. NANA WULANDARI
5. MARGA ADI SENO S
6. DHENI ARIPIN
7. ROSINTA PANE
8. MUHAIMIN SANI
9. SUMARNO
10. MUHAMMAD
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization)
adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu
menghadapi tantangan dalam hidupnya, dapat menerima orang lain
sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap positif terhadap diri
sendiri dan orang lain. (KEMENKES, 2020).

Gangguan jiwa merupakan permasalahan kesehatan yang


disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikilogis, genetik, fisik atau
kimiawi dengan jumlah penderita yang terus meningkat dari tahun
ketahun (WHO, 2017). Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70%
halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi
pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi
penghidup, pengecap dan perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup
tinggi. Jenis halusinasi yang umum terjadi adalah halusinasi
pendengaran dan penglihatan. Gangguan halusinasi ini umumnya
mengarah pada perilaku yang membahayakan orang lain, klien sendiri
dan lingkungan.

Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya


gangguan mental yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan
gangguan depresi. Diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita
gangguan depresi dan 3,6% gangguan kecemasan. Jumlah penderita
depresi meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 dan 2015. Depresi
merupakan penyebab terbesar kecacatan di seluruh dunia. Lebih dari
80% penyakit yang dialami orang-orang yang tinggal di negara yang
berpenghasilan rendah dan menengah. Gangguan jiwa dapat terjadi pada
siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari WHO sekitar 450 juta
orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. (WHO, 2017).

Menurut catatan Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) dari Kemenkes


RI tahun 2018, prevalensi gangguan emosional pada penduduk usia 15
tahun ke atas, meningkat dari 6% ditahun 2013 menjadi 9,8% di tahun
2018. Sementara itu prevalensi gangguan jiwa berat, skizofrenia
meningkat dari 1,7% di tahun 2013 menjadi 7% di tahun2018 (HIMPSI,
2020).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami gangguan perpesepsi
sensonri Halusinasi Pendengaran,
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengalaman nyata
dalam melakukan pengkajian
keperawatan pada pasien dengan masalah persepsi
sensosri Halusinasi Pendengaran.
b. Untuk mengetahui gambaran pengalaman nyata
dalam merumuskan diagnose keperawatan pada
pasien dengan masalah persepsi sensori Halusinasi
Pendengaran.
c. Untuk mengetahui gambaran pengalaman nyata
dalam intervensi keperawatan pada pasien dengan
masalah persepsi sensori Halusinasi Pendengaran.
d. Untuk mengetahui gambaran pengalaman nyata
dalam implementasi keperawatan pada pasien dengan
masalah persepsi sensori Halusinasi Pendengaran.
e. Untuk mengetahui gambaran pengalaman nyata
dalam evaluasi keperawatan pada pasien dengan
masalah persepsi sensori Halusinasi Pendengaran.
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2015).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2012). Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi
panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.
Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien
berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2013).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu
(Maramis, 2015).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan.
Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap
meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut
(Izzudin, 2015).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2017). Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia,
hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar
tanpa adanya rangsang apapun (Maramis, 2015). Halusinasi pendengaran
adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai
suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara
atau bunyi tersebut (Stuart, 2017).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan
tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi
pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya
suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

B. Proses Terjadinya Masalah


Menurut Stuart (2017), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Faktor Predisposisi
Klien dengan gangguan halusinasi mengalami abnormalitas
perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif. Adanya lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik dan beberapa zat kimia
di otak yang bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytranferase (DMP). Secara Psikologis keluarga, pengasuh dan
lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
hidup klien. Klien mengalami stress dan kecemasan,serta hubungan
interpersonalnya terganggu. Kondisi sosial budaya mempengaruhi
gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya
(perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.

2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2016).
Menurut Stuart (2017), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

C. Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2010), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

D. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2017) halusinasi terdiri dari tujuh jenis, yaitu sebagai berikut
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu
sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine.
7. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E. Fase halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2011) setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik sendiri.
Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber
yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang
lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

F. Rentang respon halusinasi.


Menurut Stuart dan Laraia (2011), halusinasi merupakan salah satu
respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
Rentang respon tersebut digambarkan pada gambar di bawah ini.

Rentang Respon Neurobiologis


Respon adaptif Respon maladaptif
 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Gangguan
(pikiran kotor) pikir/difusi
 Persepsi akurat  Ilusi  Halusinasi
 Emosi konsisten  Reaksi Emosi  Perilaku
dengan berebihan atau disorganisasi
pengalaman kurang
 Perilaku sesuai  Prilaku aneh dan  Isolasi sosial
tidak biasa

Rentang Respon Halusinasi ( Stuart & Sundeen, 2017 )

Rentang respon neurobiologi pada gambar di atas dapat dijelaskan


sebagai berikut:
1. Pikiran logis
Yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat
Yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului
oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang
ada di dalam maupun di luar dirinya.
3. Emosi konsisten
Yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai
banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan
budaya umum yang berlaku.
4. Hubungan sosial harmonis
Yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan
individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
5. Proses pikir kadang terganggu (ilusi)
Yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra
yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak
kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami
sebelumnya.
6. Emosi berlebihan atau kurang
Yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
7. Perilaku tidak sesuai atau biasa
Yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum
yang berlaku.
Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma
sosial atau budaya umum yang berlaku.
8. Menarik diri
Yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
9. Isolasi sosial
Yaitu menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon
persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus
itu tidak ada.

G. Mekanisme koping
1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.

Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi,


pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik

H. Pohon Masalah

Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 2014)


I. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah keperawatan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
2. Data yang perlu dikaji
a. Data subjektif
1) Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
2) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata.
3) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata.
4) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
5) Klien merasa makan sesuatu.
6) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
7) Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar.
8) Klien ingin memukul/ melempar barang-barang.
b. Data objektif
1) Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,
melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2) Klien berbicara dan tertawa sendiri saat dikaji.
3) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
4) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu.
5) Disorientasi
6) Konsentrasi rendah
7) Pikiran cepat berubah-ubah

J. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
K. Rencana tindakan keperawatan
Rencana tindakan pada klien (Keliat, 2015) adalah ;
1. Mengidentifikasi halusinasi, isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan dan respon halusinasi.
2. Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
3. Memberikan informasi tentang obat yang diminum
4. Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian jika tidak meminum
obat
5. Memberikan informasi dampak positif mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain
6. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan terjadwal

Rencana tindakan pada keluarga (Keliat, 2015) adalah ;


1. Diskusikan masalah yang dihadap keluarga dalam merawat pasien
2. Berikan penjelasan meliputi: pengertian halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi,
proses terjadinya halusinasi.
3. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami
halusinasi : menghardik, minum obat, bercakap-cakap, melakukan
aktivitas.
4. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya
halusinasi.
5. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan
6. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk
follow up anggota keluarga dengan halusinasi.

L. Implementasi Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya (BHSP)
2. Identifikasi, waktu, frekuensi, situasi, respon pasien terhadap halusinasi
3. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
4. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat
5. Melatih pasien dengan cara bercakap-cakap
6. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan kegiatan
terjadwal (Santi, 2021)
M. Referensi
Ervina,I., & Hargiana, G. (2018). Aplikasi keperawatan Generalis dan
Psikoreligius pada pasien pada gangguan sensori persepsi:
Halusinasi penglihatan dan pendengaran. Jurnal Riset Kesehatan
Nasional, 2(2), 114-123. http://dx.doi.org/10.37294/jrkn.v2i2.106
Keliat Budi Anna, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Buku Kedokteran.
Jakarta : ECG
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien mengatakan mendengar sesuatu . Klien merasa takut pada suara itu dan bersikap seperti
mendengar sesuatu. Kemudian klien berlari kesana kemari. Setelah itu klien mengalami disorientasi,
konsentrasi rendah dan pikiran cepat berubah-ubah.

2. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi (dengar)
Tujuan umum : Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Tujuan khusus:
a. Dapat terbina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengenal halusinasinya.
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik.

B. Proses Pelaksanaan Tindakan


1. Orientasi
a. Salam terapeutik
"Selamat pagi, perkenalkan nama saya Listya Rini Pratiwi, biasa dipanggil Listya, saya mahasiswi dari
Institut Teknologi dan Kesehatan Muhammadiyah Kalimantan Barat. Saya akan merawat ibu selama 1
minggu ya. Saya akan dinas disini dari hari Senin sampai dengan hari Sabtu dari jam 07.00 s/d 14.00
WIB. Kalau boleh tau, nama ibu siapa dan senang dipanggil apa?”.
b. Evaluasi
"Bagaimana perasaan Ibu saat ini?. Bagaimana tidurnya semalam?. Ada keluhan tidak? Apakah Ibu
masih mendengar sesuatu yang orang lain tidak dengar?”.
c. Kontrak
“Apakah ibu tidak keberatan untuk mengobrol dengan saya? Menurut ibu sebaiknya kita ngobrol
tentang suara dan sesuatu yang selama ini ibu dengar tetapi tidak tampak wujudnya? Berapa lama kira-
kira kita ngobrol? Ibu mau berapa lama? bagaimana kalau 15 menit? Bisa? Tempatnya mau dimana
ibu?. Bagaimana kalau kita ngobrolnya di ruangan ini lagi?”.
2. Kerja
”Apakah ibu mendengar-dengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu?” Coba
ceritakan suara-suara apa yang sering didengar?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering ibu mendengar suara
itu? Berapa kali sehari ibu alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Pada saat sedang melakukan apa
suara itu muncul?
Apakah pada waktu ibu sendiri?”
” Apa yang ibu rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang ibu lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang?
Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
”Ibu, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik suara
tersebut, kedua dengan cara minum obat dengan teratur, ketiga bercakap-cakap dengan orang lain dan
keempat yaitu melakukan kegiatan yang sudah terjadwal”.
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung ibu bilang, ”pergi, saya tidak mau
dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu”. Begitu diulang- ulang sampai suara itu tak
terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya, bagus ibu sudah bisa”.

3. Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1) Evaluasi klien (subjektif)
” Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menghardik tadi?”.
2) Evaluasi Perawat (objektif setelah reinforcement)
"Setelah kita ngobrol tadi, coba ibu simpulkan pembicaraan kita tadi?”
”Coba sebutkan cara untuk mencegah suara itu agar tidak muncul lagi.” Baik, bagus sekali ya.”

b. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil)
"Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan ibu coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien)
c. Kontrak yang akan datang (topik, waktu dan tempat)
"Ibu bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang cara mengontrol halusinasi dengan meminum
obat secara teratur. Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 10.30 WIB, bisa? Kira-
kira tempat yang enak ngobrol besok dimana ya, apa masih disini atau cari tempat yang lain?. Baiklah
kalau mau tempatnya disini. Baik, cukup untuk hari ini ya. Sampai jumpa besok. Selamat pagi”.
SP 2 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan mengkonsumsi obat secara teratur

1. Orientasi
“ Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi buk. Bagaimana perasaan ibu hari ini?
Apakah suara-suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai cara pertama yang telah kita latih
kemarin? Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik,
hari ini kita akan diskusi tentang obat-obatan yang ibu minum ya. Waktunya kurang lebih 20 menit
sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya buk?”.

2. Kerja:
“ Ibu, apa yang ibu rasakan setelah minum obat? Apa ibu minum obat secara teratur?. Apakah suara-
suaranya berkurang/hilang ?.”
“Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang ibu dengar dan mengganggu selama ini tidak
muncul lagi. Berapa macam obat yang ibu minum? (Perawat menyiapkan obat pasien).”

Sebelum ibu minum obat ada 5 hal penting yang harus ibu perhatikan yaitu 5 benar minum obat (Benar
orang, benar obat, benar dosis, benar waktu, dan benar cara).
Yang pertama adalah benar Orang, agar obat ibu tidak tertukar dengan obat yang lainnya, dan bila di
rumah, ibu harus melihat plastik yang membungkus obat apakah benar tertulis nama ibu E
(menunjukkan contoh nama di kemasan plastik obat).
Yang kedua yaitu benar Obat, setelah ibu melihat dikemasan obat terlulis nama ibu, ibu harus melihat
apa nama obatnya yaitu dengan melihat nama obat yang tertulis dibungkusnya dan juga warna/
bentuknya (memberikan contoh kemasan dan warna obat).
Lalu, yang ketiga yaitu benar Dosis, ibu harus melihat dikemasannya apakah benar tertuliskan dosis
yang sama? (beri contoh 2 obat yang sama dengan dosis berbeda). Selanjutnya yang keempat yaitu
benar Waktu, ibu bisa melihatnya juga dikemasaan obat apakah 1, 2 kali sehari atau pagi dan sore sehari
(memberikan contoh waktu di kemasan obat).
Terakhir yaitu benar Cara, apakah obat digunakan dengan cara diminum atau disuntik. Diminum yaa
sebagian besar.
“Sekarang saya akan menjelaskan obat-obat yang sering ibu minum ya. Ini yang warna kuning atau ada
yang warna putih itu obat Clozapine yang merupakan obat untuk meredakan gejala skizofrenia dan
gangguan mental yang menyebabkan seseorang mengalami halusinasi, diminum saat pagi dan malam
sesuai jadwal yaitu jam 6 pagi (setengah tablet) dan 6 malam (1 tablet). Risperidone 2 mg ini berwana
putih, dimana Risperidone adalah obat antipsikotik untuk meredakan gejala skizofrenia dan gangguan
bipolar, diminum 2 kali sehari jam 6 pagi (1 setengah tablet) dan jam 6 malam (1 setengah tablet).
Selanjutnya Haloperidol, obat ini membantu menjernihkan pikiran dan mengurangi halusinasi, rasa
gelisah, pikiran negatif, atau keinginan untuk melukai diri sendiri, obat ini dikonsumsi 2 kali sehari jam
6 pagi (setengah tablet) dan jam 6 malam (setengah tablet). Ada lagi nama obatnya Carbamazepine, ini
adalah obat yang digunakan untuk mengatasi dan mencegah kejang diminum 2 kali sehari jam 6 pagi (1
tablet) dan jam 6 malam (1 tablet). Dan yang terakhir ada obat Fluoxetine yang diminum saat malam
saja jam 6 malam (1 tablet), obat ini untuk mengatasi depresi. Nah, yang ibu konsumsi berarti ada 5
jenis obat ya. Saat jam 6 pagi, ada 4 obat yang ibu minum dan saat jam 6 malam ada 5 obat yang ibu
minum. Obat-obat ini tetap harus rutin diminum. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh
diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, ibu akan kambuh dan sulit
untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis, ibu bisa minta ke dokter untuk
mendapatkan obat lagi. Ibu juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar,
artinya ibu harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya ibu. Jangan keliru dengan obat
milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang
benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya. Ibu juga harus perhatikan berapa jumlah obat
sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”.

3. Terminasi
“Nah Mulai sekarang ibu harus mengingat 5 benar minum obat setaip kali mau meminum obat. Mari
kita menyebutkan bersama apa saja 5 benar minum obat. Iya bagus sekali. Bagaimana perasaan ibu
setelah kita berbincang tentang obat? Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara
yang ibu dengar muncul lagi? Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal
minum obatnya pada jadwal kegiatan ibu. Jangan lupa pada waktunya minta obat kepada perawat
(selama dirawat di Rumah Sakit) atau pada keluarga (selama dirawat di rumah). Nah makanan sudah
datang. Besok kita ketemu lagi untuk menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Mau jam berapa latihan bercakap-cakapnya besok?. Besok pagi saya akan kemari
lagi. Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/ disini lagi? Sampai besok ya. Assalamualaikum
Warahmatullahi wabarakatuh”.

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain

1. Orientasi:
a. Salam terapeutik
“ Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh, selamat pagi, masih ingat dengan saya buk? Iya
betul sekali, saya perawat Listya ya.”
b. Evaluasi
"Bagaimana perasaan Ibu saat ini?. Bagaimana tidurnya semalam?. Ada keluhan tidak? Apakah
suara-suaranya masih muncul ?. Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih kemarin?.
Berkurangkan suara-suaranya. Bagus!”.
Ibu masih ingat sudah berapa cara yang kita pelajari untuk mengontrol halusinasi yang sedang
dialami ibu?. Bagus,, ada du acara ya yang telah kita pelajari, yaitu dengan cara menghardik dan
minum obat secara teratur.”
c. Kontrak
“Sesuai kontrak waktu kita kemarin, hari ini kita akan latihan cara mengontrol halusinasi yang ketiga
yaitu dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di
sini saja?. Baik kalau seperti itu”.

2. Kerja:
“Cara untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang ketiga adalah dengan bercakap-cakap dengan orang
lain. Ibu disini punya teman yang biasa diajak ngobrol atau tidak?. Siapa namanya?. Bagus sekali itu ibu
punya kawan ngobrol. Nah, kalau ibu mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk
diajak ngobrol, bisa dengan ibu I kawan ibu ngobrol, atau bisa juga dengan kawan-kawan yang lainnya.
Minta teman untuk ngobrol dengan ibu. Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara.
Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya bapaknya ibu, katakan: ayo ngobrol
dengan saya. Saya sedang dengar suara-suara. Begitu ibu.”
“Ibu bisa bercakap-cakap atau ngobrol mengenai kegiatan ibu sehari-hari yang sudah dilakukan atau
belum dilakukan, bisa juga ngobrol perihal lain misalnya tentang makanan atau pekerjaan rumah seperti
menyapu dan mengepel.”
Coba sekarang ibu lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah,
sudah betul ya ibu memperagakan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain. Latih terus ya buk!”

3. Terminasi:
“ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang ibu pelajari untuk
mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah cara-cara ini kalau ibu mengalami halusinasi lagi.”
“ Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian ibu. Mau jam berapa latihan bercakap-
cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan
kemari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/ Di sini lagi? Sampai besok ya. Assalamualaikum
Warahmatullahi wabarakatuh”.

SP 4 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan aktivitas terjadwal

1. Orientasi
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih dari 2 hari yang lalu?
Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang keempat untuk
mencegah halusinasi, yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau dimana kita bicara? Baik kita duduk di
ruang makan. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

2. Kerja
“Apa saja yang biasa ibu lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya (terus ajak sampai
didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari
ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali ibu bisa lakukan. Kegiatan ini dapat ibu lakukan untuk
mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada
kegiatan.”

3. Terminasi
“ Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol halusinasi untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan cara-cara yang telah kita latih untuk mencegah
suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian ibu. Coba lakukan sesuai
jadwal ya!”.
(mahasiswi dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikutnya sampai terpenuhi seluruh
aktivitas dari pagi sampai malam).
“Bagaimana kalau besok pagi, besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang
telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. Baik kalau begitu, sampai jumpa
besok ya. Wassalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. KONSEP DASAR

a. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara (Kusumawati, 2010) dalam laporan (Ananda, 2019).

Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana pasien mengalami


perubahan persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering
terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi suara dan semua sistem penginderaan
(pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan). (Fitria, 2010). Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Halusinasi adalah persepsi yang timbul
tanpa stimulus eksternal serta tanpa melibatkan sumber dari luar meliputi semua sistem
panca indera. (Damaiyanti, 2012).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpastimulus nyata. (Keliat, 2014). Halusinasi adalah salah
satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penghiduan. (Nita Fitria, 2018).

Halusinasi merupakan salahsatu bentuk perilaku yang sering ditemukan pada


pasien dengan gangguan jiwa (Arisandy, 2020). Halusinasi pendengaran paling sering
terjadi ketika klien mendengar suara-suara, halusinasi ini sudah melebur dan pasien
merasa sangat ketakutan, panik dan tidak bisa membedakan antara khayalan dan
kenyataan yang dialaminya (Titania,& Maula 2020).

Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli


mengenai halusinasi di atas, maka kelompok kami dapat mengambil
kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien
mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.

b. Jenis Halusinasi
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) jenis halusinasi antara lain:

1) Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara-suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu kadang untuk
membahayakan.

2) Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisamenyenangkan atau menakutkan.

3) Halusinasi penghidu
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti: darah, urine atau feses. Kadang- kadang terhidu bau harum.Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dimensia.

4) Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enaktanpa stimulus yang
terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrikdatang dari tanah, benda mati atau orang
lain, dan merasa adaserangga dipermukaan Kulit.

5) Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,

merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses sehingga sering meludah

dan muntah.

Menurut (Yusuf,2015) Halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu:

No Jenis Data Objektif Data Subjektif


halusinasi
1 Halusinasi 1. Bicara atau 1. Mendengar suara atau
Pendengaran tertawa sendiri kegaduhan
tanpa lawan 2. Mendengar suara yang
bicara mengajak bercakap-
2. Marah-marah cakap
tanpa sebab 3. Mendengar suara yang
mencondongkan menyuruh melakukan
telinga ke arah sesuatu yang
tertentu berbahaya
3. Menutup telinga
2 Halusinasi 1. Menunjuk- nunjuk 1. Melihat bayangan,
penglihatan ke arahtertentu sinar, bentuk
2. Ketakutan pada geometris, bentuk
objek yang tidak kartun, melihat hantu
jelas atau monster

3 Halusinasi 1. Menghindu 1. Membaui bau-bauan


penghindu seperti sedang seperti bau darah, urine,
membaui feses,
bau-bauan 2. kadang-kadang bau itu
tertentu menyenangkan
2. Menutup hidung
4 Halusinasi 1. Sering meludah 1. Merasakan rasa
pengecepan 2. Muntah seperti darah, urine,
feses
5 Halusinasi Menggaruk-garuk 1. Mengatakan ada
perabaan permukaan kulit serangga di
permukaan kulit
c. Tanda Dan Gejala
Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala halusinasi antara lain:

1) Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri


2) Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3) Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
4) Disorientasi
5) Tidak mampu atau kurang konsentrasi
6) Cepat berubah pikiran
7) Alur pikiran kacau
8) Respon yang tidak sesuai
9) Menarik diri dan melamun

Beberapa Tanda gejala l a i n j u g a d a p a t timbul pada klien yang mengalami


halusinasi adalah sebagai berikut :

1) Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap,


menghidu.
2) Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
3) Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
4) Sikap curiga dan bermusuhan.
5) Menarik diri, menghindari dari orang lain.

d. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang didapat yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya.

Faktor predisposisi dapat meliputi faktorbiologis, perkembangan, sosiokultural,


biokimia, faktor psikologis, faktor genetik. (Fitria, 2010)
1) Faktor biologis
Menurut Stuart 2010, Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami. Ini ditunjukkan olehpenelitian-penelitian yang berikut:

a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan


otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin
neurotransmitter yang berlebihan dan masalah- masalah
pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.

c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal


menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil(cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan
hubungan interpersonal terganggu maka individu akanstrees dan mengalami
kecemasan. (Fitria, 2010) Rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan individu tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentanterhadap stress.

3) Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungan akan merasa disingkirkan,
kesepian dan tidak percaya pada lingkungan.

4) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stress yang berlebihan maka didalam tubuhnya akan dihasilkan
suatu hormon yang dapat bersifat halusigenik neurokimia seperti buffenon
dandimethytransferase (DMP). (Fitria, 2010).

Akibat stress yang berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neuro


transmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetycholin dan
dopamin.

5) Faktor psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien. (Stuart,2010)

6) Faktor genetic
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil study
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini. (Fitria, 2010)

Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktiviani, 2020) :

1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri.

2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi akan merasa

disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungan .

3) Biologis
Faktor biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogen neurokimia.Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.

4) Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya, klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
5) Sosial Budaya
Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,
klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang tidak didapatkan dakam dunia nyata.

b. Faktor presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau
tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya
rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, suasanasepi
atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik. (Fitria, 2010).

Pemicu gejala yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit yang
biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif berhubungan dengan
kesehatan, lingkungan,sikap dan perilaku individu:

1) Kesehatan seperti gizi buruk, kurang tidur, keletihan, infeksi,


obat sistem saraf pusat, gangguan proses informasi, kurang
olahraga, alam perasaan abnormal dan cemas.

2) Lingkungan, seperti lingkungan penuh kritik, gangguan dalam


hubungan interpersonal, masalah perumahan, stress,
kemiskinan, tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam
kehidupan dan pola aktifitas sehari-hari, kesepian ( kurang
dukungan) dan tekanan pekerjaan.

Penyebab Halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Oktiviani, 2020) yaitu :

1) Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat- obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

2) Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.

3) Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu


dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapatmengambil
seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

4) Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,
klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
Klien asyik denganHalusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dakam dunia nyata.

5) Dimensi Spiritual: Secara sepiritual klien Halusinasi mulai dengan kehampaan


hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya
secara sepiritual untuk menyucikan diri. Saat bangun tidur klien merasa hampa dan
tidak jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan
takdirnya memburuk.

e. Patofisiologi
Halusinasi berkembang melalui beberapa fase (Oktiviani, 2020):

1) Fase Pertama / Sleep disorder


pada fase ini Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karna
berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati
kekasih, masalah dikampus, drop out, dst. Masalah terasa menekan karena terakumulasi
sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung trus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap
lamunanlamunan awal tersebut sebagai pemecah masalah

2) Fase Kedua / Comforting


Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian,
perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dia kontrol
bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman
dengan halusinasinya

3) Fase Ketiga / Condemning


Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai
merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara
dirinya dengan objek yang

dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu yang
lama.

4) Fase Keempat / Controlling Severe Level of Anxiety


Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan
psikotik.

5) Fase ke lima / Conquering Panic Level of Anxiety


Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam dengan datangnya suara-
suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam atau seharian
bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.

f. Akibat Yang Ditimbulkan


Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

Tanda dan Gejala :

1) Memperlihatkan permusuhan
2) Mendekati orang lain dengan ancaman
3) Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4) Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5) Mempunyai rencana untuk melukai

g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi yaitu dengan carasebagai berikut:

1) Menghardik Halusinasi
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus berusaha
melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih untuk
mengatakan, ”tidak maudengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan
bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-
cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien

mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi

2) Berinteraksi dengan orang lain


Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan
meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi
persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus eksternal
jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi fokus perhatian
klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien
mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain

3) Menciptakan lingkungan yang terapeutik


Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar
atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan
dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.

4) Melaksanakan program terapi dokter


Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harusmengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat
yang diberikan.

5) Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah


yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
klien atau orang lain yang dekat dengan klien.

6) Memberi aktivitas pada klien


Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan
klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

7) Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan


Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentangdata
klien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungandalam proses
keperawatan, misalnya dari percakapan denganklien diketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi
bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agarklien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainanatau aktivitas yang
ada. Percakapan ini hendaknya
diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak
membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak
bertentangan.
Farmakologi:

1) Anti psikotik:
o Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
o Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
o Stelazine
o Clozapine (Clozaril)
o Risperidone (Risperdal)
2) Anti parkinson:
o Trihexyphenidile
o Arthan

h. Rentang Respon Neurobiologis


Respon Adaptive Respon Maladaptive

a) Pikiran Logis
a) Distorsi pikiran
b) Persepsi Akurat
b) Ilusi
c) Emosi Konsisten
d) Perilaku Sesuai c) Menarik Diri

e) Hubungan
d) Reaksi Emosi
e) Perilaku tidak biasa
Sosial
f) Waham
g) Halusinasi
h) Sulit Berespons
i) Perilaku
Disorganisasi
Gambar 1: Rentang Respon Neurobiologis (Kusuma, 2010)

Menurut Kusuma (2010) dijelaskan Rentang Respon Neurobiologi gangguan persepsi


sensori : halusinasi, yaitu :

1. Respon Adaptif
Respon adaptif respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaftif :

a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.


Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
b. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman
c. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
d. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.

2. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif
meliputi:

a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh dipertahankan


walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertetangan dengan
kenyataan sosial.

b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi


eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbuldari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.
i. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Akibat

Perubahan persepsi sensori:halusinasi pendengaran Core problem

Isolasi diri : menarik diri Penyebab

Gambar 2 : Pohon masalah halusinasi pendengaran

j. Komplikasi
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa klien melakukan tindakan perilaku
kekerasan karena suara-suara yang memberinya perintah sehingga rentan melakukan
perilaku yang tidak adaptif. Perilaku kekerasan yang timbul pada klien skizofrenia
diawali dengan adanya perasaan tidak berharga, takut dan ditolak oleh lingkungan
sehingga individu akan menyingkir dari hubungan interpersonal dengan orang
lain,komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan masalah utama gangguan sensori
persepsi: halusinasi, antara lain: resiko prilaku kekerasan, harga diri rendah dan isolasi
sosial (Keliat, 2014).

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1) Pengkajian
Asuhan keperawatan tersebut dimulai dari tahap pengkajiansampai dengan evaluasi.
(Keliat, 2014)
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data pengkajian dalam teknis pengisian formulir klien dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi antara lain:

1) Identitas klien dan penanggung jawab


Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
pendidikan, status perkawinan dan hubungan klien dengan penangguang.

2) Alasan dirawat
Alasan dirawat tersebut meliputi keluhan utama dan riwayat penyakit yang
dialami klien. Keluhan utama berisi tentang sebab klien atau keluarga datang
ke rumah sakit dan keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat penyakit
terdapat faktor predisposisi dan presipitasi. Pada faktor predisposisi dikaji
tentang faktor-faktor pendukung klien yang mengalami gangguan persepsi
sensori: halusinasi. Faktor presipitasi dikaji tentang faktor pencetus yang
membuat klien mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi.

3) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan yang menyangkut tanda vital
yaitu tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu. Pengukuran berat badan, tinggi
badan. Kalau ada keluhan fisik dari klien bisa ditulis dipengkajian ini.

4) Psikososial
Dalam psikososial dicantumkan genogram yang menggambarkan tentang pola
interaksi, faktor genetik dalam keluarga berhubungan dengan gangguan jiwa.
Selain itu jugadikaji tentang konsep diri, hubungan social serta spiritual. Dalam
konsep diri data yang umumnya didapat pada klien dengan gangguan persepsi
sensori halusinasi.

5) Status mental
Pada status mental didapat data yang sering muncul yaitu motorik
menurun, pembicaraan pasif, alam perasaan sedih, adanya perubahan sensori /
persepsi halusinasi yang terjadi pada klien.

6) Kebutuhan persiapan pulang


Mencakup hal-hal tentang kesiapan klien untuk pulang atau untuk menjalani
perawatan di rumah yaitu makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat dan
tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas di dalam rumah dan
aktivitas di luar rumah.
7) Mekanisme koping
Merupakan mekanisme yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme yang digunakan untuk
melindungi diri.

8) Pengetahuan
Pengetahuan meliputi kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa yang dialami
oleh klien, faktor presipitasi, sistem pendukung, koping dan lain-lain.

9) Aspek medik
Data yang dikumpulkan meliputi diagnosa medik dan terapi medik yang
dijalani klien. Serta dicantumkan data hasil laboratoriumnya.

2) Masalah Keperawatan

a. Gangguan persepsi sensori b.d Gangguan Pendengaran


b. Isolasi sosial b.d perubahan status mental
c. Resiko Perilaku kekerasan d.d Halusinasi

3) Rencana Keperawatan
Diagnosa
SLKI SIKI
Keperawatan
Gangguan perse Setelah dilakukan Manajemen Halusinasi
psi sensori b.d tindakan keperawatan Observasi
Gangguan selama 1x8 jam 1. Monitor Perilaku yang
Pendengaran diharapkan persepsi mengindikasi halusinasi
sensori membaik 2. Monitor isi halusinasi
dengan kriteria hasil : Terapeutik
1. Verbalisasi 1. Pertahankan lingkungan yang
mendengar bisikan aman
dari menurun 2. Diskusikan perasaan dan
menjadi meningkat respons terhadap halusinasi
2. Perilaku halusinasi Edukasi
meningkat 1. Anjurkan memonitor sendiri
3. Menarik diri situasi terjadinya halusinasi
meningkat 2. Anjurkan bicara pada orang yang
4. Konsentrasi dipercaya untuk memberi
membaik dukungan dan umpan balik
korektif terhadap halusinasi
3. Anjurkan melakukan distraksi
4. Ajarkan pasien dan keluarga
cara mengontrol halusinasi
Kolaborasi
1. Kolaborasikan pemberian obat
anti psikotik dan anti ansietas,
jika perlu
Isolasi sosial b.d Setelah dilakukan Promosi sosialisasi
perubahan status tindakan keperawatan Observasi
mental selama 1x8 jam 1. Identifikasi kemampuan
diharapkan melakukan interaksi dengan
keterlibatan sosial orang lain
meningkat dengan 2. Identifikasi hambatan
kriteria hasil : melakukan interaksi dengan
1. Minat berinteraksi orang lain
menjadi meningkat Terapeutik
2. Minat terhadap 1. Motivasi meningkatkan
aktivitas keterlibatan dalam suatu
meningkat hubungan
3. Perilaku menarik 2. Motivasi berpartisipasi dalam
diri menurun aktivitas baru dan kegiatan
4. Kontak mata kelompok
meningkat 3. Motivasi berinteraksi di luar
lingkungan
Edukasi
1. Anjurkan berinteraksi dengan
orang lain secara bertahap
2. Anjurkan ikut serta kegiatan
sosial dan kemasyarakatan
3. Anjurkan berbagi pengalaman
dengan orang lain
4. Anjurkan membuat
perencanaan kelompok kecil
untuk kegiatan khusus
5. Latih bermain peran untuk
meningkatkan keterampilan
komunikasi
Resiko Perilaku Setelah dilakukan Pencegahan Perilaku kekerasan
kekerasan d.d tindakan keperawatan Observasi
Halusinasi selama 1x8 jam 1. Monitor adanya benda yang
diharapkan kontrol diri berpotensi membahayakan
meningkat dengan 2. Monitor selama penggunaan
kriteria hasil : barang yang yang dapat
1. Verbalisasi membahayakan
ancaman kepada Terapetik
orang lain 1. Pertahankan lingkungan bebas
meningkat dan bahaya secara rutin
2. Perilaku 2. Libatkan keluarga dalam
menyerang perawatan
meningkat Edukasi
3. Perilaku melukai 1. Anjurkan pengunjung dan
diri sendiri/orang keluarga untuk mendukung
lain meningkat keselamatan pasien
4. Perulaku merusak 2. Latih mengurangi kemarahan
lingkungan sekitar secara verbal dan nonverbal
meningkat
5. Perilaku
agresif/amuk
meningkat

4) Implementasi
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dan kesehatan ( Kozier, 2011).

Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang telah


direncanakan oleh perawat untuk di kerjakan dalam rangka membantu klien untuk
mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respon yang

ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan( Zaidin, 2014).

5) Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelekrual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan danpelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemampuan pasienmeliputi :

a) Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien


b) Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
c) Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
d) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
e) Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f) Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
g) Melatih pasien cara mengontrol halusinasi dengan
menghardik
h) Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatanharian.
BAB 3
TINJAUAN KASUS

A. Identitas Pasien
Inisial : Tn.W
Ruang Rawat : Walet
MR No : 04.22.31
Tanggal Masuk RS : 04 Mei 2021
Tanggal Pengkajian : 11 September 2023
Umur : 33 Tahun
Agama : Islam
Informan : Pasien dan Status Pasien

B. Alasan Masuk
Pasien Awalnya marah-marah dan suka kesal, suka menyendiri, melamun, sering bicara
sendiri, mondar mandir, mendengar suara-suara tanpa wujud, tertawa sendiri.

Masalah keperawatan : Gangngguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran

C. Faktor Predisposisi
Pasien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa ± 1 tahun yang lalu tepatnya pada
tahun 2020 dan pulang kerumah dalam keadaan tenang. Dirumah pasien tidak rutin minum
obat, tidak mau kontrol ke RSJ sehingga timbul gejala-gejala seperti diatas kemudian
pasien kambuh lagi. Pasien awalnya marah-marah tidak jelas, suka menyendiri, melamun,
sering bicara sendiri, mondar mandir, mendengar suara-suara tanpa wujud, tertawa sendiri
akhirnya keluarga membawa pasien kembali di RSJ pada tanggal 4 Mei 2021. Keluarga
pasien tidak ada yang pernah mengalami gangguan jiwa.

Masalah keperawatan : Gangngguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran

D. Pemeriksaan Fisik
Pasien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
didapatkan hasil TD : 110/80 mmHg ; N : 82x/i ; S : 36,5 oC ; P : 20x/i. Pasien memiliki
tinggi badan 168 cm dan berat badan 67 Kg.
E. Psikososial
1. Genogram

Penjelasan :
Pasien merupakan anak keenam dari 6 bersaudara ,pasien memiliki tigaabang dan 2 kakak
perempuan. Pasien belum menikah.

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

---- : Tinggal dalam satu rumah

: meninggal

2. Konsep diri
a. Gambaran diri: Pasien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak ada yang cacat
b. Identitas : Pasien anak ke 6 dari 6 bersaudara.
c. Peran : pasien hanya lulusan SMA yang saat ini tidakmemiliki
pekerjaan
d. Ideal diri : Pasien merasa malu karena pasien dirawat di RSJ
dan ingin cepat pulang ke rumah.
e. Harga diri : Pasien mengatakan merasa malu berada di rumah sakit jiwa
dan merasa bosan.
Masalah keperawatan: Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3. Hubungan social
Pasien mengganggap bahwa keluarganya adalah orang yang sangat berarti dalam hidupnya,
terutama orangtuanya. Pasien mengatakan tidak mengikuti kegiatan di kelompok/masyarakat.
Pasien mengatakan mempunyai hambatan dalam berhubungan dengan orang lain karena pasien
sulit bergaul dan selalu ingin menyendiri.

Masalah keperawatan: Isolasi Sosial : Menarik Diri

4. Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan: Pasien beragama Islam dan yakindengan agamanya.

5. Status Mental
1. Penampilan pasien rapi seperti berpakaian biasa pada umumnya.
2. Pembicaraan
Pasien bicara dengan lambat.

3. Aktivitas Motorik
Pasien mengatakan bisa melakukan aktivitas sehari – hari.

4. Suasana perasaan
pasien tidak mampu mengepresikan perasaan nya pada saatmendengarkan suara – suara.

Masalah keperawatan ; Gangguan Sensori Persepsi : Halusinas

5. Ekspresi wajah
Penjelasan : efek wajah sesuai dengan topik pembicaraan

6. Interaksi selama wawancara


Penjelasan :Pasien kooperatif saat wawancara

7. Persepsi
Penjelasan : Pasien mengatakan bahwa ia mendengar ada suara-suara

Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori : halusinasi Pendengaran


8. Proses Pikir
Penjelasan : Pasien mampu menjawab apa yang ditanya dengan

9. Isi pikir
Penjelasan :Pasien dapat mengontrol isi pikirnya,pasien tidak mengalami gangguan isi pikir dan
tidak ada waham. Pasien tidak mengalami fobia, obsesi ataupun depersonalisasi.

10. Tingkat kesadaran


Penjelasan :Pasien tidak mengalami gangguan orientasi, pasien mengenali waktu, orang dan
tempat.

11. Memori
Penjelasan :Pasien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan yang baru terjadi.

12. Kemampuan penilaian


Penjelasan : Pasien dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk (mampu melakukan
penilaian)

13. Daya tilik diri


Penjelasan: Pasien tidak mengingkari penyakit yang diderita, pasien mengetahui bahwa dia
sedang sakit dan dirawat di rumahsakit jiwa.

F. Mekanisme Koping
Pasien mengalami mekanisme koping mal adaptif yaitu pasien terkadang berbicara sendiri dan
senyum-senyum sendiri saat dilakukan wawancara

G. Masalah Psikososial dan Lingkungan


Pasien mengatakan sulit berteman dengan orang lain karena pasien selaluingin menyendiri.

Masalah keperawatan ; isolasi sosial ; menarik diri

H. Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa


Pasien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang di alaminya dan obatyang
dikonsumsinya.

I. Aspek Medik
Diagnosa medis : Skizofrenia ParanoidTerapi medis
yang diberikan:

• Resperidon tablet 2 mg 2x1

J. Analisa Data
No Data Masalah keperawatan

1. Ds Gangguan konsep diri :


- Pasien mengatakan merasa malu
harga diri rendah
berada di rumah sakit jiwa dan
merasa bosan
- Pasien merasa minder karena
penyakit yang di alaminya
- Pasien sedih berada di RSJ
Do :

- Pasien tampak murung


- Lebih banyak diam
- Nada bicara pelan

2. Ds : Gangguan persepsi
- Pasien sering mendengarkan sensori
suara – suara tampa wajah yang : halusinasi pendengaran
menyuruhnya untuk selalu
ibadah
- Pasien mengatakan suara – suara
tersebut muncul pada saat
pasien sedang menyendiri
Do :
Pasien sering marah – marah, mondar
– mandir, pasien terkadang berbicara
sendiri saat dilakukan wawancara
dan senyum-senyum sendiri.

3 Ds : Isolasi Sosial : Menarik


Pasien mengatakan tidak mengikuti Diri
kegiatan di kelompok/masyarakat.
Pasien mengatakan mempunyai
hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain karena pasien
sulit bergaul dan selalu ingin
menyendiri.
Do :
Pasien tampak menghindari
interaksi, terlihat sedih, pendangan
menunduk kebawah

K. Masalah Keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Isolasi Sosial: Menarik Diri

Gangguan presepsi sensori :


Halusinasi pendengaran

L. Pohon Masalah
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

M. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan persepsi Sensorik : Halusinasi pendengaran

N. Intervensi Keperawatan
No Diagnos Intervens
a i
1. Gangguan Persepsi SP 1:
Sensori :Halusinasi 1. Identifikasi isi, waktu terjadi,
Pendengaran situasi pencetus, dan respon
DO: terhadap halusinasi
- Pasien sering marah 2. mengontrol
– marah, mondar – halusina
mandir, sidengan cara menghardik
berbicara
sendiri, SP 2:
berbicar Mengontrol Halusinasi dengan
a ngawur, sering cara minum obat secara teratur
senyum- senyum
sendiri. SP 3:
DS: mengontrol halusinasi dengan
- Keluarga cara bercakap – cakap dengan
pasien mengatakan orang lain
bahwa pasien sering
berteriak – teriak di SP 4:
rumah mengontrol halusinasi dengan
- Pasien cara melakukan aktifitas terjadwal
sering mendengarkan
suara – suara tanpa
wajah yang
menyuruhnya untuk
sholat
- Pasien
mengatakan
suara – suara tersebut
muncul 2 kali/ hari,
muncul pada
saatmelamun
- Pasienmerasa
gelisahdan takut
jika
mendengar suara
tersebut.

O. Implementasi dan Evaluasi

WAKT Implemtasi Evaluas


U i
Senin, 11 1. Data S : Senang
Sept 2023. Tanda dan gejala :bicara O:
10.30 Wib. sendiri, marah – marah - Pasien mampu mengenali
tampa sebab, halusinasi yang dialami nya; isi,
memalingkan muka ke arah frekuensi, watu terjadi, sruasi
telingga, ketakutan pada pencetus,perasaan,
suatu yang tidak jelas, respo
2. Diagnosa Keperawatan ndengan mandiri
Husinasi pendengaran
3. Tindakan Keperawatan - Pasien mampu Mengontrol
Sp1 halusinasi halusinasinya dengan cara
- Melatih menghardik dengan bantuan
pasien
mengidentifikasi A : Halusinasi
halusinasinya; (+)P :
isi,frekuensi, - Latihan
mengidentifika
watu terjadi, sihalusinasinya; isi, frekuensi,
sruasi pencetus, watu terjadi, sruasi pencetus,
perasaandan respon perasaan dan respon
halusinasi halusinasi3x/hari
- Mengontrol - Latihan menghardik
halusinasidengan halusinasi 3x/ hari
cara menghardik
4.RTL

Sp2; mengontrol
halusinasidengan
cara minum obat
Sp3; mengontrol
halusinasidengan
cara bercakap – cakap
Selasa, 12 1. Data S : Pasien Senang dan
Sept 2023.
Tanda dan gejala : AntusiasO:
11.30 Wib.
bicara atautertawa - pasien mampu mengontrol
sendiri, mudah marah halusinasi dengan minum
– ketakutan pada suatu obat secara teratur dengan
yangtidak jelas, sering bantuan pengawas yayasan.
meludah.. Kemampuan - Pasien mampu melakukan
bermain komunikasi secara verbal :
alatmusik asertif/bicara baik-baik
gitar. dengan motivasi.
2. Diagnosa
keperawatan A :: Risiko Perilaku Kekerasan (+).
-Halusinasi
pendengaran
P:
3. Tindakan keperawatan
- Latihan
Sp2 : Memberikan informasi
mengidentifika
tentang cara sihalusinasinya; isi, frekuensi,
pengunaan obat watu terjadi, sruasi pencetus,
minum obat
Sp3 : memberikan informasi perasaan dan respon
dampak positif halusinasi3x/hari
mengontol halusinasi - Latihan menghardik
dengan cara bercakap halusinasi 3x/ hari
– cakap - Latihan minum obat dengan
RTL : prinsip 6 benar 2x/ hari
Sp4 : Mengontrol - Latihan komunikasi secara
halusinasidengan verbal : asertif/bicara baik- baik
cara melakukan aktivitas 3x/ hari.
Rabu, 13 1. Data S : pasien mengatakan dia
Sept 2023. merasa
Tanda dan gejala :
10.00 Wib. senang bisa bercakap-cakap
bicara atautertawa
denganorang lain
sendiri, mudah marah
O : Pasien mempraktekkan
– ketakutan pada suatu
carabercakap-cakap dengan
yangtidak jelas, sering
orang lain A : Halusinasi
meludah.. Kemampuan:
pendengaran (+)
bermain
P : Intervensi dilanjutkan
alatmusik
- Latihan
gitar.
menghardikhalusinasi 3 x/
2. Diagnosa keperawatan
hari
Halusinasi
- Latihan minum obat
3. Tindakan keperawatan
denganprinsip 6 benar 2 x/
Sp4 : Halusinasi
hari
- Mengevaluasi
- Latihan bercakap-
kemampuan
cakapdengan orang lain
Menghardik
3x/ hari
Halusinasi
- Melatih pasien untuk Latihan kegiatan spritual
melakukan
kegiatan spritual
dengan cara berdoa.
-
RT
L:
Halusinasi ; : Follow up
dan evaluasi Sp 1-4
Halusinasi

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. W dengan gangguan
persepsi sensori: Halusinasi pendengaran, penulis menemukan halusinasi
pendengaran berdampak pada keseharian pasien. Dilihat dari tujuan umum
pembuatan dari karya tulis ilmiah ini sudah tercapai yaitu penulis dapat
memberikan gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi pendengaran. Dalam memberikan asuhan
keperawatan dengan halusinasi pendengaran kita harus menerima pasien apa
adanya, memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya tanpa kesan memaksa agar dapat tergali segala permasalahan yang
dialami pasien. Adapun tujuan khusus dari pembuatan karya tulis ilmiah ini
sudah tercapai meliputi: tergambarnya konsep teori mengenai asuhan
keperawatan. Dalam proses asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan maka
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pada tahap pengkajian perlunya kita membina hubungan saling percaya
terlebih dahulu dengan pasien, keluarga, perawat agar menghasilkan data
yang lengkap dan akurat, dimana hubungan saling percaya tersebut selalu
didasari dengan komunikasi terapeutik.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan sesuai dengan data yang diperoleh oleh
penulis bahwa Tn. W dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran memiliki 3 masalah keperawatan yaitu :
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Isolasi sosial : menarik diri
Dalam merumuskan diagnosa keperawatan data yang diperoleh harus cukup
menunjang diagnosa yang diangkat dan sesuai dengan kondisi pasien saat
dilakukan pengkajian oleh penulis saat itu. Diagnosa yang muncul pada Tn.
W yaitu dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran diangkat
karena banyak tanda dan gejala serta masalah yang muncul. Dalam tahap
perumusan diagnosa keperawatan, data yang diperoleh diangkat dan sesuai
dengan kondisi pasien saat dilakukan pengkajian oleh perawat saat itu, dan
diagnosa yang sering muncul yaitu halusinasi pendengaran karena pada saat
dikaji pasien lebih memperlihatkan tanda dan gejala halusinasi pendengaran
seperti pasien berbicara sendiri, melamun dan pasien juga mengatakan sering
mendengar suara-suara.
3. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, penulis berusaha merumuskan perencanaan dengan
mengarah pada penyelesaian masalah keperawatan dan untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Rencana tindakan yang digunakan dalam diagnosa
tunggal ini adalah dalam bentuk Strategi Pelaksanaan (SP). Dalam
merencanakan tindakan keperawatan pasien dan keluarga diikutsertakan.
4. Implementasi
Pada tahap implementasi penulis melaksanakan tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana tindakan keperawatan yang telah dirumuskan dan ditetapkan
sebelumnya dengan memprioritaskan masalah utama yang ditemukan pada
pasien dan disesuaikan dengan kondisi dan situasi pasien dengan masalah
tersebut dengan melakukan SP 1 dan SP 4 dan dipraktikan pasien.
5. Evaluasi
Pada tahap evaluasi dan implementasi dapat disimpulkan bahwa pasien
sudah mampu mengenal halusinasinya dan mengontrol halusinasinya dengan
cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain. Pasien juga sudah
dapat bercakap-cakap dengan teman satu ruanganya dan perawat. Namun
harus terus diberikan motivasi dalam penerapan yang dapat mempengaruhi
diri dan kesembuhan pasien.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. W dengan halusinasi
pendengaran, penulis menyampaikan saran kepada :
1. Aspek Praktis
Pada aspek praktis diharapkan asuhan keperawatan dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran bisa dijadikan sebagai bahan
pengetahuan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
keperawatan yang komprehensif khususnya bagi pasien gangguan kesehatan
jiwa.

2. Bagi Rumah sakit jiwa


Diharapkan tetap mempertahankan dan meningkatkan pelayanan kesehatan
jiwa dan tercapainya pemenuhan kesehatan jiwa yang optimal khususnya
rumah sakit jiwa. Dan diharapkan perawat tetap mempertahankan dan
meningkatkan komunikasi terapeutik kepada pasien sehingga pasien mampu
membina hubungan saling percaya dengan perawat serta meneruskan strategi
pelaksanaan yang belum terlaksana.
3. Bagi pasien
Diharapkan pasien mampu melatih halusinasinya menggunakan cara
bercakap-cakap dengan orang lain secara konsisten, minum obat secara
teratur, dan menyibukkan diri dengan melakukan aktifitas terjadwal.
4. Bagi Keluarga
Diharapkan keluarga dapat mendukung dan mengawasi pasien dalam
kesehariannya.

Anda mungkin juga menyukai