HALUSINASI PENDENGARAN
KELOMPOK 4 :
1. BAMBANG EKO TRISBIA
2. ISHAK
3. HAILY SUMARTI
4. NANA WULANDARI
5. MARGA ADI SENO S
6. DHENI ARIPIN
7. ROSINTA PANE
8. MUHAIMIN SANI
9. SUMARNO
10. MUHAMMAD
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization)
adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu
menghadapi tantangan dalam hidupnya, dapat menerima orang lain
sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap positif terhadap diri
sendiri dan orang lain. (KEMENKES, 2020).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami gangguan perpesepsi
sensonri Halusinasi Pendengaran,
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengalaman nyata
dalam melakukan pengkajian
keperawatan pada pasien dengan masalah persepsi
sensosri Halusinasi Pendengaran.
b. Untuk mengetahui gambaran pengalaman nyata
dalam merumuskan diagnose keperawatan pada
pasien dengan masalah persepsi sensori Halusinasi
Pendengaran.
c. Untuk mengetahui gambaran pengalaman nyata
dalam intervensi keperawatan pada pasien dengan
masalah persepsi sensori Halusinasi Pendengaran.
d. Untuk mengetahui gambaran pengalaman nyata
dalam implementasi keperawatan pada pasien dengan
masalah persepsi sensori Halusinasi Pendengaran.
e. Untuk mengetahui gambaran pengalaman nyata
dalam evaluasi keperawatan pada pasien dengan
masalah persepsi sensori Halusinasi Pendengaran.
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2015).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2012). Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi
panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.
Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien
berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2013).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu
(Maramis, 2015).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan.
Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap
meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut
(Izzudin, 2015).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2017). Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia,
hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar
tanpa adanya rangsang apapun (Maramis, 2015). Halusinasi pendengaran
adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai
suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara
atau bunyi tersebut (Stuart, 2017).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan
tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi
pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya
suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2016).
Menurut Stuart (2017), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
C. Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2010), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
D. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2017) halusinasi terdiri dari tujuh jenis, yaitu sebagai berikut
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu
sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine.
7. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
E. Fase halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2011) setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik sendiri.
Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber
yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang
lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
G. Mekanisme koping
1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
H. Pohon Masalah
J. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
K. Rencana tindakan keperawatan
Rencana tindakan pada klien (Keliat, 2015) adalah ;
1. Mengidentifikasi halusinasi, isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan dan respon halusinasi.
2. Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
3. Memberikan informasi tentang obat yang diminum
4. Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian jika tidak meminum
obat
5. Memberikan informasi dampak positif mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain
6. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan terjadwal
L. Implementasi Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya (BHSP)
2. Identifikasi, waktu, frekuensi, situasi, respon pasien terhadap halusinasi
3. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
4. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat
5. Melatih pasien dengan cara bercakap-cakap
6. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan kegiatan
terjadwal (Santi, 2021)
M. Referensi
Ervina,I., & Hargiana, G. (2018). Aplikasi keperawatan Generalis dan
Psikoreligius pada pasien pada gangguan sensori persepsi:
Halusinasi penglihatan dan pendengaran. Jurnal Riset Kesehatan
Nasional, 2(2), 114-123. http://dx.doi.org/10.37294/jrkn.v2i2.106
Keliat Budi Anna, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Buku Kedokteran.
Jakarta : ECG
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien mengatakan mendengar sesuatu . Klien merasa takut pada suara itu dan bersikap seperti
mendengar sesuatu. Kemudian klien berlari kesana kemari. Setelah itu klien mengalami disorientasi,
konsentrasi rendah dan pikiran cepat berubah-ubah.
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi (dengar)
Tujuan umum : Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Tujuan khusus:
a. Dapat terbina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengenal halusinasinya.
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik.
3. Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1) Evaluasi klien (subjektif)
” Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menghardik tadi?”.
2) Evaluasi Perawat (objektif setelah reinforcement)
"Setelah kita ngobrol tadi, coba ibu simpulkan pembicaraan kita tadi?”
”Coba sebutkan cara untuk mencegah suara itu agar tidak muncul lagi.” Baik, bagus sekali ya.”
b. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil)
"Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan ibu coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien)
c. Kontrak yang akan datang (topik, waktu dan tempat)
"Ibu bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang cara mengontrol halusinasi dengan meminum
obat secara teratur. Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 10.30 WIB, bisa? Kira-
kira tempat yang enak ngobrol besok dimana ya, apa masih disini atau cari tempat yang lain?. Baiklah
kalau mau tempatnya disini. Baik, cukup untuk hari ini ya. Sampai jumpa besok. Selamat pagi”.
SP 2 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan mengkonsumsi obat secara teratur
1. Orientasi
“ Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi buk. Bagaimana perasaan ibu hari ini?
Apakah suara-suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai cara pertama yang telah kita latih
kemarin? Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik,
hari ini kita akan diskusi tentang obat-obatan yang ibu minum ya. Waktunya kurang lebih 20 menit
sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya buk?”.
2. Kerja:
“ Ibu, apa yang ibu rasakan setelah minum obat? Apa ibu minum obat secara teratur?. Apakah suara-
suaranya berkurang/hilang ?.”
“Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang ibu dengar dan mengganggu selama ini tidak
muncul lagi. Berapa macam obat yang ibu minum? (Perawat menyiapkan obat pasien).”
Sebelum ibu minum obat ada 5 hal penting yang harus ibu perhatikan yaitu 5 benar minum obat (Benar
orang, benar obat, benar dosis, benar waktu, dan benar cara).
Yang pertama adalah benar Orang, agar obat ibu tidak tertukar dengan obat yang lainnya, dan bila di
rumah, ibu harus melihat plastik yang membungkus obat apakah benar tertulis nama ibu E
(menunjukkan contoh nama di kemasan plastik obat).
Yang kedua yaitu benar Obat, setelah ibu melihat dikemasan obat terlulis nama ibu, ibu harus melihat
apa nama obatnya yaitu dengan melihat nama obat yang tertulis dibungkusnya dan juga warna/
bentuknya (memberikan contoh kemasan dan warna obat).
Lalu, yang ketiga yaitu benar Dosis, ibu harus melihat dikemasannya apakah benar tertuliskan dosis
yang sama? (beri contoh 2 obat yang sama dengan dosis berbeda). Selanjutnya yang keempat yaitu
benar Waktu, ibu bisa melihatnya juga dikemasaan obat apakah 1, 2 kali sehari atau pagi dan sore sehari
(memberikan contoh waktu di kemasan obat).
Terakhir yaitu benar Cara, apakah obat digunakan dengan cara diminum atau disuntik. Diminum yaa
sebagian besar.
“Sekarang saya akan menjelaskan obat-obat yang sering ibu minum ya. Ini yang warna kuning atau ada
yang warna putih itu obat Clozapine yang merupakan obat untuk meredakan gejala skizofrenia dan
gangguan mental yang menyebabkan seseorang mengalami halusinasi, diminum saat pagi dan malam
sesuai jadwal yaitu jam 6 pagi (setengah tablet) dan 6 malam (1 tablet). Risperidone 2 mg ini berwana
putih, dimana Risperidone adalah obat antipsikotik untuk meredakan gejala skizofrenia dan gangguan
bipolar, diminum 2 kali sehari jam 6 pagi (1 setengah tablet) dan jam 6 malam (1 setengah tablet).
Selanjutnya Haloperidol, obat ini membantu menjernihkan pikiran dan mengurangi halusinasi, rasa
gelisah, pikiran negatif, atau keinginan untuk melukai diri sendiri, obat ini dikonsumsi 2 kali sehari jam
6 pagi (setengah tablet) dan jam 6 malam (setengah tablet). Ada lagi nama obatnya Carbamazepine, ini
adalah obat yang digunakan untuk mengatasi dan mencegah kejang diminum 2 kali sehari jam 6 pagi (1
tablet) dan jam 6 malam (1 tablet). Dan yang terakhir ada obat Fluoxetine yang diminum saat malam
saja jam 6 malam (1 tablet), obat ini untuk mengatasi depresi. Nah, yang ibu konsumsi berarti ada 5
jenis obat ya. Saat jam 6 pagi, ada 4 obat yang ibu minum dan saat jam 6 malam ada 5 obat yang ibu
minum. Obat-obat ini tetap harus rutin diminum. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh
diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, ibu akan kambuh dan sulit
untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis, ibu bisa minta ke dokter untuk
mendapatkan obat lagi. Ibu juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar,
artinya ibu harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya ibu. Jangan keliru dengan obat
milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang
benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya. Ibu juga harus perhatikan berapa jumlah obat
sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”.
3. Terminasi
“Nah Mulai sekarang ibu harus mengingat 5 benar minum obat setaip kali mau meminum obat. Mari
kita menyebutkan bersama apa saja 5 benar minum obat. Iya bagus sekali. Bagaimana perasaan ibu
setelah kita berbincang tentang obat? Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara
yang ibu dengar muncul lagi? Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal
minum obatnya pada jadwal kegiatan ibu. Jangan lupa pada waktunya minta obat kepada perawat
(selama dirawat di Rumah Sakit) atau pada keluarga (selama dirawat di rumah). Nah makanan sudah
datang. Besok kita ketemu lagi untuk menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Mau jam berapa latihan bercakap-cakapnya besok?. Besok pagi saya akan kemari
lagi. Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/ disini lagi? Sampai besok ya. Assalamualaikum
Warahmatullahi wabarakatuh”.
SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
1. Orientasi:
a. Salam terapeutik
“ Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh, selamat pagi, masih ingat dengan saya buk? Iya
betul sekali, saya perawat Listya ya.”
b. Evaluasi
"Bagaimana perasaan Ibu saat ini?. Bagaimana tidurnya semalam?. Ada keluhan tidak? Apakah
suara-suaranya masih muncul ?. Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih kemarin?.
Berkurangkan suara-suaranya. Bagus!”.
Ibu masih ingat sudah berapa cara yang kita pelajari untuk mengontrol halusinasi yang sedang
dialami ibu?. Bagus,, ada du acara ya yang telah kita pelajari, yaitu dengan cara menghardik dan
minum obat secara teratur.”
c. Kontrak
“Sesuai kontrak waktu kita kemarin, hari ini kita akan latihan cara mengontrol halusinasi yang ketiga
yaitu dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di
sini saja?. Baik kalau seperti itu”.
2. Kerja:
“Cara untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang ketiga adalah dengan bercakap-cakap dengan orang
lain. Ibu disini punya teman yang biasa diajak ngobrol atau tidak?. Siapa namanya?. Bagus sekali itu ibu
punya kawan ngobrol. Nah, kalau ibu mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk
diajak ngobrol, bisa dengan ibu I kawan ibu ngobrol, atau bisa juga dengan kawan-kawan yang lainnya.
Minta teman untuk ngobrol dengan ibu. Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara.
Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya bapaknya ibu, katakan: ayo ngobrol
dengan saya. Saya sedang dengar suara-suara. Begitu ibu.”
“Ibu bisa bercakap-cakap atau ngobrol mengenai kegiatan ibu sehari-hari yang sudah dilakukan atau
belum dilakukan, bisa juga ngobrol perihal lain misalnya tentang makanan atau pekerjaan rumah seperti
menyapu dan mengepel.”
Coba sekarang ibu lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah,
sudah betul ya ibu memperagakan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain. Latih terus ya buk!”
3. Terminasi:
“ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang ibu pelajari untuk
mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah cara-cara ini kalau ibu mengalami halusinasi lagi.”
“ Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian ibu. Mau jam berapa latihan bercakap-
cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan
kemari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/ Di sini lagi? Sampai besok ya. Assalamualaikum
Warahmatullahi wabarakatuh”.
SP 4 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan aktivitas terjadwal
1. Orientasi
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih dari 2 hari yang lalu?
Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang keempat untuk
mencegah halusinasi, yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau dimana kita bicara? Baik kita duduk di
ruang makan. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
2. Kerja
“Apa saja yang biasa ibu lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya (terus ajak sampai
didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari
ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali ibu bisa lakukan. Kegiatan ini dapat ibu lakukan untuk
mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada
kegiatan.”
3. Terminasi
“ Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol halusinasi untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan cara-cara yang telah kita latih untuk mencegah
suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian ibu. Coba lakukan sesuai
jadwal ya!”.
(mahasiswi dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikutnya sampai terpenuhi seluruh
aktivitas dari pagi sampai malam).
“Bagaimana kalau besok pagi, besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang
telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. Baik kalau begitu, sampai jumpa
besok ya. Wassalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. KONSEP DASAR
a. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara (Kusumawati, 2010) dalam laporan (Ananda, 2019).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpastimulus nyata. (Keliat, 2014). Halusinasi adalah salah
satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penghiduan. (Nita Fitria, 2018).
b. Jenis Halusinasi
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) jenis halusinasi antara lain:
1) Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara-suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu kadang untuk
membahayakan.
2) Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisamenyenangkan atau menakutkan.
3) Halusinasi penghidu
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti: darah, urine atau feses. Kadang- kadang terhidu bau harum.Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dimensia.
4) Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enaktanpa stimulus yang
terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrikdatang dari tanah, benda mati atau orang
lain, dan merasa adaserangga dipermukaan Kulit.
5) Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,
merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses sehingga sering meludah
dan muntah.
d. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang didapat yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya.
3) Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungan akan merasa disingkirkan,
kesepian dan tidak percaya pada lingkungan.
4) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stress yang berlebihan maka didalam tubuhnya akan dihasilkan
suatu hormon yang dapat bersifat halusigenik neurokimia seperti buffenon
dandimethytransferase (DMP). (Fitria, 2010).
5) Faktor psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien. (Stuart,2010)
6) Faktor genetic
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil study
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini. (Fitria, 2010)
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi akan merasa
3) Biologis
Faktor biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogen neurokimia.Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
4) Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya, klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
5) Sosial Budaya
Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,
klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang tidak didapatkan dakam dunia nyata.
b. Faktor presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau
tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya
rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, suasanasepi
atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik. (Fitria, 2010).
Pemicu gejala yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit yang
biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif berhubungan dengan
kesehatan, lingkungan,sikap dan perilaku individu:
Penyebab Halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Oktiviani, 2020) yaitu :
1) Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat- obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
4) Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,
klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
Klien asyik denganHalusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dakam dunia nyata.
e. Patofisiologi
Halusinasi berkembang melalui beberapa fase (Oktiviani, 2020):
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu yang
lama.
1) Memperlihatkan permusuhan
2) Mendekati orang lain dengan ancaman
3) Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4) Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5) Mempunyai rencana untuk melukai
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi yaitu dengan carasebagai berikut:
1) Menghardik Halusinasi
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus berusaha
melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih untuk
mengatakan, ”tidak maudengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan
bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-
cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien
1) Anti psikotik:
o Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
o Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
o Stelazine
o Clozapine (Clozaril)
o Risperidone (Risperdal)
2) Anti parkinson:
o Trihexyphenidile
o Arthan
a) Pikiran Logis
a) Distorsi pikiran
b) Persepsi Akurat
b) Ilusi
c) Emosi Konsisten
d) Perilaku Sesuai c) Menarik Diri
e) Hubungan
d) Reaksi Emosi
e) Perilaku tidak biasa
Sosial
f) Waham
g) Halusinasi
h) Sulit Berespons
i) Perilaku
Disorganisasi
Gambar 1: Rentang Respon Neurobiologis (Kusuma, 2010)
1. Respon Adaptif
Respon adaptif respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaftif :
2. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif
meliputi:
j. Komplikasi
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa klien melakukan tindakan perilaku
kekerasan karena suara-suara yang memberinya perintah sehingga rentan melakukan
perilaku yang tidak adaptif. Perilaku kekerasan yang timbul pada klien skizofrenia
diawali dengan adanya perasaan tidak berharga, takut dan ditolak oleh lingkungan
sehingga individu akan menyingkir dari hubungan interpersonal dengan orang
lain,komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan masalah utama gangguan sensori
persepsi: halusinasi, antara lain: resiko prilaku kekerasan, harga diri rendah dan isolasi
sosial (Keliat, 2014).
2) Alasan dirawat
Alasan dirawat tersebut meliputi keluhan utama dan riwayat penyakit yang
dialami klien. Keluhan utama berisi tentang sebab klien atau keluarga datang
ke rumah sakit dan keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat penyakit
terdapat faktor predisposisi dan presipitasi. Pada faktor predisposisi dikaji
tentang faktor-faktor pendukung klien yang mengalami gangguan persepsi
sensori: halusinasi. Faktor presipitasi dikaji tentang faktor pencetus yang
membuat klien mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi.
3) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan yang menyangkut tanda vital
yaitu tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu. Pengukuran berat badan, tinggi
badan. Kalau ada keluhan fisik dari klien bisa ditulis dipengkajian ini.
4) Psikososial
Dalam psikososial dicantumkan genogram yang menggambarkan tentang pola
interaksi, faktor genetik dalam keluarga berhubungan dengan gangguan jiwa.
Selain itu jugadikaji tentang konsep diri, hubungan social serta spiritual. Dalam
konsep diri data yang umumnya didapat pada klien dengan gangguan persepsi
sensori halusinasi.
5) Status mental
Pada status mental didapat data yang sering muncul yaitu motorik
menurun, pembicaraan pasif, alam perasaan sedih, adanya perubahan sensori /
persepsi halusinasi yang terjadi pada klien.
8) Pengetahuan
Pengetahuan meliputi kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa yang dialami
oleh klien, faktor presipitasi, sistem pendukung, koping dan lain-lain.
9) Aspek medik
Data yang dikumpulkan meliputi diagnosa medik dan terapi medik yang
dijalani klien. Serta dicantumkan data hasil laboratoriumnya.
2) Masalah Keperawatan
3) Rencana Keperawatan
Diagnosa
SLKI SIKI
Keperawatan
Gangguan perse Setelah dilakukan Manajemen Halusinasi
psi sensori b.d tindakan keperawatan Observasi
Gangguan selama 1x8 jam 1. Monitor Perilaku yang
Pendengaran diharapkan persepsi mengindikasi halusinasi
sensori membaik 2. Monitor isi halusinasi
dengan kriteria hasil : Terapeutik
1. Verbalisasi 1. Pertahankan lingkungan yang
mendengar bisikan aman
dari menurun 2. Diskusikan perasaan dan
menjadi meningkat respons terhadap halusinasi
2. Perilaku halusinasi Edukasi
meningkat 1. Anjurkan memonitor sendiri
3. Menarik diri situasi terjadinya halusinasi
meningkat 2. Anjurkan bicara pada orang yang
4. Konsentrasi dipercaya untuk memberi
membaik dukungan dan umpan balik
korektif terhadap halusinasi
3. Anjurkan melakukan distraksi
4. Ajarkan pasien dan keluarga
cara mengontrol halusinasi
Kolaborasi
1. Kolaborasikan pemberian obat
anti psikotik dan anti ansietas,
jika perlu
Isolasi sosial b.d Setelah dilakukan Promosi sosialisasi
perubahan status tindakan keperawatan Observasi
mental selama 1x8 jam 1. Identifikasi kemampuan
diharapkan melakukan interaksi dengan
keterlibatan sosial orang lain
meningkat dengan 2. Identifikasi hambatan
kriteria hasil : melakukan interaksi dengan
1. Minat berinteraksi orang lain
menjadi meningkat Terapeutik
2. Minat terhadap 1. Motivasi meningkatkan
aktivitas keterlibatan dalam suatu
meningkat hubungan
3. Perilaku menarik 2. Motivasi berpartisipasi dalam
diri menurun aktivitas baru dan kegiatan
4. Kontak mata kelompok
meningkat 3. Motivasi berinteraksi di luar
lingkungan
Edukasi
1. Anjurkan berinteraksi dengan
orang lain secara bertahap
2. Anjurkan ikut serta kegiatan
sosial dan kemasyarakatan
3. Anjurkan berbagi pengalaman
dengan orang lain
4. Anjurkan membuat
perencanaan kelompok kecil
untuk kegiatan khusus
5. Latih bermain peran untuk
meningkatkan keterampilan
komunikasi
Resiko Perilaku Setelah dilakukan Pencegahan Perilaku kekerasan
kekerasan d.d tindakan keperawatan Observasi
Halusinasi selama 1x8 jam 1. Monitor adanya benda yang
diharapkan kontrol diri berpotensi membahayakan
meningkat dengan 2. Monitor selama penggunaan
kriteria hasil : barang yang yang dapat
1. Verbalisasi membahayakan
ancaman kepada Terapetik
orang lain 1. Pertahankan lingkungan bebas
meningkat dan bahaya secara rutin
2. Perilaku 2. Libatkan keluarga dalam
menyerang perawatan
meningkat Edukasi
3. Perilaku melukai 1. Anjurkan pengunjung dan
diri sendiri/orang keluarga untuk mendukung
lain meningkat keselamatan pasien
4. Perulaku merusak 2. Latih mengurangi kemarahan
lingkungan sekitar secara verbal dan nonverbal
meningkat
5. Perilaku
agresif/amuk
meningkat
4) Implementasi
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dan kesehatan ( Kozier, 2011).
5) Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelekrual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan danpelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemampuan pasienmeliputi :
A. Identitas Pasien
Inisial : Tn.W
Ruang Rawat : Walet
MR No : 04.22.31
Tanggal Masuk RS : 04 Mei 2021
Tanggal Pengkajian : 11 September 2023
Umur : 33 Tahun
Agama : Islam
Informan : Pasien dan Status Pasien
B. Alasan Masuk
Pasien Awalnya marah-marah dan suka kesal, suka menyendiri, melamun, sering bicara
sendiri, mondar mandir, mendengar suara-suara tanpa wujud, tertawa sendiri.
C. Faktor Predisposisi
Pasien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa ± 1 tahun yang lalu tepatnya pada
tahun 2020 dan pulang kerumah dalam keadaan tenang. Dirumah pasien tidak rutin minum
obat, tidak mau kontrol ke RSJ sehingga timbul gejala-gejala seperti diatas kemudian
pasien kambuh lagi. Pasien awalnya marah-marah tidak jelas, suka menyendiri, melamun,
sering bicara sendiri, mondar mandir, mendengar suara-suara tanpa wujud, tertawa sendiri
akhirnya keluarga membawa pasien kembali di RSJ pada tanggal 4 Mei 2021. Keluarga
pasien tidak ada yang pernah mengalami gangguan jiwa.
D. Pemeriksaan Fisik
Pasien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
didapatkan hasil TD : 110/80 mmHg ; N : 82x/i ; S : 36,5 oC ; P : 20x/i. Pasien memiliki
tinggi badan 168 cm dan berat badan 67 Kg.
E. Psikososial
1. Genogram
Penjelasan :
Pasien merupakan anak keenam dari 6 bersaudara ,pasien memiliki tigaabang dan 2 kakak
perempuan. Pasien belum menikah.
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: meninggal
2. Konsep diri
a. Gambaran diri: Pasien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak ada yang cacat
b. Identitas : Pasien anak ke 6 dari 6 bersaudara.
c. Peran : pasien hanya lulusan SMA yang saat ini tidakmemiliki
pekerjaan
d. Ideal diri : Pasien merasa malu karena pasien dirawat di RSJ
dan ingin cepat pulang ke rumah.
e. Harga diri : Pasien mengatakan merasa malu berada di rumah sakit jiwa
dan merasa bosan.
Masalah keperawatan: Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Hubungan social
Pasien mengganggap bahwa keluarganya adalah orang yang sangat berarti dalam hidupnya,
terutama orangtuanya. Pasien mengatakan tidak mengikuti kegiatan di kelompok/masyarakat.
Pasien mengatakan mempunyai hambatan dalam berhubungan dengan orang lain karena pasien
sulit bergaul dan selalu ingin menyendiri.
4. Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan: Pasien beragama Islam dan yakindengan agamanya.
5. Status Mental
1. Penampilan pasien rapi seperti berpakaian biasa pada umumnya.
2. Pembicaraan
Pasien bicara dengan lambat.
3. Aktivitas Motorik
Pasien mengatakan bisa melakukan aktivitas sehari – hari.
4. Suasana perasaan
pasien tidak mampu mengepresikan perasaan nya pada saatmendengarkan suara – suara.
5. Ekspresi wajah
Penjelasan : efek wajah sesuai dengan topik pembicaraan
7. Persepsi
Penjelasan : Pasien mengatakan bahwa ia mendengar ada suara-suara
9. Isi pikir
Penjelasan :Pasien dapat mengontrol isi pikirnya,pasien tidak mengalami gangguan isi pikir dan
tidak ada waham. Pasien tidak mengalami fobia, obsesi ataupun depersonalisasi.
11. Memori
Penjelasan :Pasien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan yang baru terjadi.
F. Mekanisme Koping
Pasien mengalami mekanisme koping mal adaptif yaitu pasien terkadang berbicara sendiri dan
senyum-senyum sendiri saat dilakukan wawancara
I. Aspek Medik
Diagnosa medis : Skizofrenia ParanoidTerapi medis
yang diberikan:
J. Analisa Data
No Data Masalah keperawatan
2. Ds : Gangguan persepsi
- Pasien sering mendengarkan sensori
suara – suara tampa wajah yang : halusinasi pendengaran
menyuruhnya untuk selalu
ibadah
- Pasien mengatakan suara – suara
tersebut muncul pada saat
pasien sedang menyendiri
Do :
Pasien sering marah – marah, mondar
– mandir, pasien terkadang berbicara
sendiri saat dilakukan wawancara
dan senyum-senyum sendiri.
K. Masalah Keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Isolasi Sosial: Menarik Diri
L. Pohon Masalah
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
N. Intervensi Keperawatan
No Diagnos Intervens
a i
1. Gangguan Persepsi SP 1:
Sensori :Halusinasi 1. Identifikasi isi, waktu terjadi,
Pendengaran situasi pencetus, dan respon
DO: terhadap halusinasi
- Pasien sering marah 2. mengontrol
– marah, mondar – halusina
mandir, sidengan cara menghardik
berbicara
sendiri, SP 2:
berbicar Mengontrol Halusinasi dengan
a ngawur, sering cara minum obat secara teratur
senyum- senyum
sendiri. SP 3:
DS: mengontrol halusinasi dengan
- Keluarga cara bercakap – cakap dengan
pasien mengatakan orang lain
bahwa pasien sering
berteriak – teriak di SP 4:
rumah mengontrol halusinasi dengan
- Pasien cara melakukan aktifitas terjadwal
sering mendengarkan
suara – suara tanpa
wajah yang
menyuruhnya untuk
sholat
- Pasien
mengatakan
suara – suara tersebut
muncul 2 kali/ hari,
muncul pada
saatmelamun
- Pasienmerasa
gelisahdan takut
jika
mendengar suara
tersebut.
Sp2; mengontrol
halusinasidengan
cara minum obat
Sp3; mengontrol
halusinasidengan
cara bercakap – cakap
Selasa, 12 1. Data S : Pasien Senang dan
Sept 2023.
Tanda dan gejala : AntusiasO:
11.30 Wib.
bicara atautertawa - pasien mampu mengontrol
sendiri, mudah marah halusinasi dengan minum
– ketakutan pada suatu obat secara teratur dengan
yangtidak jelas, sering bantuan pengawas yayasan.
meludah.. Kemampuan - Pasien mampu melakukan
bermain komunikasi secara verbal :
alatmusik asertif/bicara baik-baik
gitar. dengan motivasi.
2. Diagnosa
keperawatan A :: Risiko Perilaku Kekerasan (+).
-Halusinasi
pendengaran
P:
3. Tindakan keperawatan
- Latihan
Sp2 : Memberikan informasi
mengidentifika
tentang cara sihalusinasinya; isi, frekuensi,
pengunaan obat watu terjadi, sruasi pencetus,
minum obat
Sp3 : memberikan informasi perasaan dan respon
dampak positif halusinasi3x/hari
mengontol halusinasi - Latihan menghardik
dengan cara bercakap halusinasi 3x/ hari
– cakap - Latihan minum obat dengan
RTL : prinsip 6 benar 2x/ hari
Sp4 : Mengontrol - Latihan komunikasi secara
halusinasidengan verbal : asertif/bicara baik- baik
cara melakukan aktivitas 3x/ hari.
Rabu, 13 1. Data S : pasien mengatakan dia
Sept 2023. merasa
Tanda dan gejala :
10.00 Wib. senang bisa bercakap-cakap
bicara atautertawa
denganorang lain
sendiri, mudah marah
O : Pasien mempraktekkan
– ketakutan pada suatu
carabercakap-cakap dengan
yangtidak jelas, sering
orang lain A : Halusinasi
meludah.. Kemampuan:
pendengaran (+)
bermain
P : Intervensi dilanjutkan
alatmusik
- Latihan
gitar.
menghardikhalusinasi 3 x/
2. Diagnosa keperawatan
hari
Halusinasi
- Latihan minum obat
3. Tindakan keperawatan
denganprinsip 6 benar 2 x/
Sp4 : Halusinasi
hari
- Mengevaluasi
- Latihan bercakap-
kemampuan
cakapdengan orang lain
Menghardik
3x/ hari
Halusinasi
- Melatih pasien untuk Latihan kegiatan spritual
melakukan
kegiatan spritual
dengan cara berdoa.
-
RT
L:
Halusinasi ; : Follow up
dan evaluasi Sp 1-4
Halusinasi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. W dengan gangguan
persepsi sensori: Halusinasi pendengaran, penulis menemukan halusinasi
pendengaran berdampak pada keseharian pasien. Dilihat dari tujuan umum
pembuatan dari karya tulis ilmiah ini sudah tercapai yaitu penulis dapat
memberikan gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi pendengaran. Dalam memberikan asuhan
keperawatan dengan halusinasi pendengaran kita harus menerima pasien apa
adanya, memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya tanpa kesan memaksa agar dapat tergali segala permasalahan yang
dialami pasien. Adapun tujuan khusus dari pembuatan karya tulis ilmiah ini
sudah tercapai meliputi: tergambarnya konsep teori mengenai asuhan
keperawatan. Dalam proses asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan maka
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pada tahap pengkajian perlunya kita membina hubungan saling percaya
terlebih dahulu dengan pasien, keluarga, perawat agar menghasilkan data
yang lengkap dan akurat, dimana hubungan saling percaya tersebut selalu
didasari dengan komunikasi terapeutik.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan sesuai dengan data yang diperoleh oleh
penulis bahwa Tn. W dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran memiliki 3 masalah keperawatan yaitu :
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Isolasi sosial : menarik diri
Dalam merumuskan diagnosa keperawatan data yang diperoleh harus cukup
menunjang diagnosa yang diangkat dan sesuai dengan kondisi pasien saat
dilakukan pengkajian oleh penulis saat itu. Diagnosa yang muncul pada Tn.
W yaitu dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran diangkat
karena banyak tanda dan gejala serta masalah yang muncul. Dalam tahap
perumusan diagnosa keperawatan, data yang diperoleh diangkat dan sesuai
dengan kondisi pasien saat dilakukan pengkajian oleh perawat saat itu, dan
diagnosa yang sering muncul yaitu halusinasi pendengaran karena pada saat
dikaji pasien lebih memperlihatkan tanda dan gejala halusinasi pendengaran
seperti pasien berbicara sendiri, melamun dan pasien juga mengatakan sering
mendengar suara-suara.
3. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, penulis berusaha merumuskan perencanaan dengan
mengarah pada penyelesaian masalah keperawatan dan untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Rencana tindakan yang digunakan dalam diagnosa
tunggal ini adalah dalam bentuk Strategi Pelaksanaan (SP). Dalam
merencanakan tindakan keperawatan pasien dan keluarga diikutsertakan.
4. Implementasi
Pada tahap implementasi penulis melaksanakan tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana tindakan keperawatan yang telah dirumuskan dan ditetapkan
sebelumnya dengan memprioritaskan masalah utama yang ditemukan pada
pasien dan disesuaikan dengan kondisi dan situasi pasien dengan masalah
tersebut dengan melakukan SP 1 dan SP 4 dan dipraktikan pasien.
5. Evaluasi
Pada tahap evaluasi dan implementasi dapat disimpulkan bahwa pasien
sudah mampu mengenal halusinasinya dan mengontrol halusinasinya dengan
cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain. Pasien juga sudah
dapat bercakap-cakap dengan teman satu ruanganya dan perawat. Namun
harus terus diberikan motivasi dalam penerapan yang dapat mempengaruhi
diri dan kesembuhan pasien.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. W dengan halusinasi
pendengaran, penulis menyampaikan saran kepada :
1. Aspek Praktis
Pada aspek praktis diharapkan asuhan keperawatan dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran bisa dijadikan sebagai bahan
pengetahuan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
keperawatan yang komprehensif khususnya bagi pasien gangguan kesehatan
jiwa.