Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN.

T DENGAN MASALAH
HALUSINASI PENDENGARAN

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

HEMMIA FLORENTA BR TARIGAN (220202029)

PROGRAM STUDI PENDIDKAN PROFESI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar
Belakang

Skizofrenia merupakan reaksi psikotik yang berpengaruh terhadap area


fungsi individu, termasuk dalam berpikir, berkomunikasi, menerima,
menafsirkan kenyataan, merasakan dan menunjukkan emosi serta penyakit
kronis yang ditandai dengan pikiran kacau, delusi, halusinasi, dan perilaku
aneh. Skizofrenia biasanya muncul dalam masa remaja atau dewasa muda
(sebelum usia 45 tahun) (Pardede & Purba, 2020).

Skizofrenia merupakan gangguan mental yang ditandai dengan gangguan


proses berpikir dan respons emosional yang lemah. Situasi ini umumnya
merupakan gangguan berpikir disertai dengan disfungsi sosial dan bicara
kacau balau. Gejala skizofrenia salah satunya negatif yaitu harga diri yang
rendah (Pardede, Keliat & Yulia, 2020).

Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia di Indonesia, estimasi


jumlah penderita skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau
sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk Riskesdas 2013, sedangkan Riskesdas
juga menyebutkan sebanyak 84,9% pengidap skizofrenia/psikosis di
Indonesia Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia di Indonesia,
estimasi jumlah penderita skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau
sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk Riskesdas 2013, sedangkan Riskesdas
juga menyebutkan sebanyak 84,9% pengidap skizofrenia/psikosis di
Indonesia telah berobat. Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa ( RSJ ) yang ada
di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita gangguan
jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Di Provinsi Sumatera Utara sendiri
penderita skizofrenia menduduki peringkat ke 21 dengan nilai privlalensi
6,3.%, setelah Provinsi Jawa Timur (Kemengkes, 2019). Data yang
diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildrem

1
Provsu Medan tahun 2017, pasien yang menderita skizofrenia sebanyak
13,846 (85.3%) (Manao, B.M, & Pardede, 2019).

Halusinasi merupakan keadaan seseorang mengalami perubahan dalam


pola dan jumlah stimulasi yang diprakarsai secara internal atau eksternal
disekitar dengan pengurangan berlebihan distrorsi, atau kelainan berespon
terhadap setiap stimulasi. Halusinasi juga merupakan persepsi yang salah
atau palsu tetapi juga merupakan persepsi yang salah atau palsu tetapi
tidak ada rangsangan yang menimbulkannya. Halusinasi pendengaran
adalah mendengar suara manusia, atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien
berespon terhadap suara atau bunyi tersebut. Halusinasi pendengaran
adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian
alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun
(Dwi, 2020).

Survei awal dilakukan di RSJ Prof. Dr.Muhammad Ildram Sumatra dengan


jumlah pasien 8 orang di ruangan dolok sanggul, terdapat 8 pasien yang
mengalami skizofrenia dengan masalah keperawatan gangguan persepsi
sensori : Halusinasi Pendengaran. Yang menjadi subjek di dalam
pembuatan askep ini berjumlah 1 orang dengan pasien masah halusinasi
pendengaran atas nama inisial Tn.T, dengan masalah keperawatan
gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan masalah yang telah di paparkan pada latar belakang maka
rumusan masalah dalam askep ini yaitu “Bagaimanakah Asuhan
Keperawatan Masalah Halusinasi Pendengaran Tn.T, di Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. Muhammad Ildrem Diruangan Dolok Sanggul II”.

2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara holistik
dakomprehensif kepada Tn.T dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran diruangan Dolok Sanggul II
RSJ.Prof.Dr.Muhammad Ildrem.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn.T dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran diruangan Dolok Sanggul II
RSJ.Prof.Dr.Muhammad Ildrem.
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan yang ada pada
Tn.T dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
diruangan Dolok Sanggul II RSJ. Prof.Dr.Muhammad Ildrem.
3. Mahasiswa mampu perencanaan keperawatan pada Tn.T dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran diruangan Dolok
Sanggul II RSJ.Prof.Dr.Muhammad Ildrem.
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada Tn.T
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran diruangan
Dolok Sanggul II RSJ.Prof.Dr.Muhammad Ildrem.
5. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada Tn.T
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran diruangan
Dolok Sanggul II RSJ.Prof.Dr.Muhammad Ildrem.

3
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Halusinasi Pendengaran


2.1.1 Pengertian
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau kebisingan, paling
sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai
kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan (Dwi Oktiviani,
2020). Halusinasi pendengaran paling sering terjadi ketika klien mendengar
suara-suara, halusinasi ini sudah melebur dan pasien merasa sangat
ketakutan, panik dan tidak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan
yang dialaminya (Titania & Maula 2020).

2.1.2 Rentang Respon Halusinasi


Menurut Yusuf dkk.,(2015), respon perilaku pasien dapat berada dalam
rentang adaptif sampai maladaptive yang dapat digambarkan sebagai
berikut:
Rentang Respon Halusinasi

Adaptif

Maladatif

Pikiran logis Proses pikir terganggu Waham,


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsistensi Emosi berlebih Kerusakan
dengan pengalaman Perilaku yang tidak biasa proses emosi
Perilaku cocok Menarik diri Perilaku tidak terorganisasi
Hubungan social humoris Isolasi sosial

4
1. Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf,
Rizki & Hanik, 2015), meliputi :
a. Pikiran logis berupa mendapat atau pertimbangan yang dapat di terima
akal.
b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang sesuatu
peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantapan perasaan
jiwa yang timbul sesuai dengan peristiwa yang penuh di alami.
d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan
dengan individu tersebut di wujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan
yang bertentangan dengan moral.
e. Hubungan social dapat di ketahui melalui hubungan seseorang dengan
orang lain dalam pergaulan di tengah masyarakat.
2. Respon maladaptive
Respon maladaptive berdasarkan rentang respon halusinasi menurut
(Yusuf, Rizki & Hanik, 2015) meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan
walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang
salah terhadap rangsangan.
c. Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau
menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan kebahagiaan,
keakraban, dan kedekatan.
d. Ketidakteraturan perilaku berupa ketidakselarasan antara perilaku dan
gerakan yang di timbulkan.
e. Isolasi social adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh
individu karna orang lain menyatakan sikap yang di alami oleh
individu.

5
2.1.3 Klasifikasi Halusinasi
Menurut Yusuf (2015), klasifikasi halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu:
No Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif

1 Halusinasi 1. Bicara Atau Tertawa 1. Mendengar Suara


Pendengaran Sendiri Tanpa Lawan Atau Kegaduhan
Bicara. 2.Mendengar Suara
2. Marah-Marah Tanpa Yang Mengajak
Sebab Mencondongkan Bercakap-Cakap
Telinga Ke Arah 3. Mendengar Suara
Tertentu. Yamg Menyuruh
3. Menutup Telinga. Melakukan Sesuatu
Yang Berbahaya
2 Halusinasi 1.Menunjuk-Menunjuk 1.Melihat
Penglihatan Kearah Tertentu Bayangan,Sinar ,Bentuk
2.Ketakutan Kepada Geometris,Bentuk
Objek Yang Tidak Jelas Kartun ,Lihat Hantu
Atau Monster
3 Halusinasi 1.Menghindu Seperti 1. Membaui bau-bauan
Penghindu Sedang Membaui Bau- seperti bau darah,urin
Bauan Tertentu feses
2.Menutup hidung 2. Kadang-Kadang bau
itu menyenangkan

4 Halusinasi 1. Sering meludah 1.Merasakan rasa seperti


Pengecapan 2. Muntah darah dan urine
5 Halusinasi Perabaan 1.Menggaruk-garuk 1. Mengatakan ada
permukaan kulit serangga dipermukaan
kulit
2. Merasa Sseperti
tersengat listrik

6
2.1.4 Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut (Pardede, Harjuliska, H., & Ramadia, 2021), beberapa jenis
halusinasi antara lain:
1. Halusinasi Pendengaran ( auditory ) 70%
Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan,
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatau (kadang- kadang
hal yang berbahaya). Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga
pada sumber suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
menutup telinga, mulut komat-kamit, dan adanya gerakan tangan.
2. Halusinasi Pengihatan (visual) 20%
Stimulus penglihatan dalam bentuk pencaran cahaya, gambar, orang atau
panorama yang luas dan kompleks, biasanya menyenangkan atau
menakutkan. Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat
tertentu, menunjuk kearah tertentu, serta ketakutan pada objek yang
dilihat.
3. Halusinasi Penciuman (Olfaktori)
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti :darah, urine
atau feses, kadang-kadang terhidu bau harum seperti parfum.
Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium,
mengarahkan hidung pada tempat tertentun dan menutup hidung.
4. Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikkan, seperti
rasa darah, urine, dan feses. Perilaku yang muncul adalah seperti
mengecap, mulut seperti gearakan mengunyah sesuatu sering meludah,
muntah.
5. Halusinasi Perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti
merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain,
merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil
dan mahluk halus. Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-
garuk atau meraba-raba permukaan kulit, terlihat menggerak-gerakan

7
badan seperti merasakan sesuatu rabaan.
2.1.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien (Pardede, Harjuliska, H., & Ramadia, 2021) adalah sebagai
berikut :
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Gerakan mata cepat
4. Menutup telinga
5. Respon verbal lambat atau diam
6. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
7. Terlihat bicara sendiri
8. Menggerakkan bola mata dengan cepat
9. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
10. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke ruangan lain
11. Disorientasi (waktu, tempat, orang)
12. Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah
13. Perubahan perilaku dan pola komunikasi
14. Gelisah, ketakutan, ansietas
15. Peka rangsang
16. Melaporkan adanya halusinasi

2.1.6 Mekanisme Koping


Setiap individu dari semua umur dapat mengalami stress dan akan
menggunakan berbagai cara untuk menghilangkan stress yang sedang
dialami. Ketegangan fisik dan emosional yang menyertai sters dapat
menimbulkan ketidaknyamanan. Ketidak nyamanan ini membuat individu
menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu demi mengurangi atau
menghilagkan stress. Usaha yang dilakukan tersebut disebut dengan koping.
koping adalah ketika seseorang berhasil mengatasi kesukaran atau usaha
meniadakan atau membebaskan diri dari rasa tidak nyaman karena sters.

8
Koping adalah upaya untuk mengelola situasi yang membebani,
memperluas usaha untuk memecahkan masalah-masalah hidup dan berusaha
mengatasi atau mengurangi stress. Koping adalah suatu proses usaha untuk
mempertemukan tuntutan yang berasal dari diri sendiri dari lingkungan
(Bakhtiar, 2015).

2.1.7 Etiologi
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktiviani, 2020) :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungan.
c. Biologis
Faktor biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka
didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogen neurokimia.Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat
demi masa depannya, klien lebihmemilih kesenangan sesaat dan lari
dari alam nyata menuju alam khayal.

9
e. Sosial Budaya
Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal
dancomforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan Halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dakam dunia nyata.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi
ekstra untuk menghadapinya. Seperti adanya rangsangan dari
lingkungan, misalnya partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama
tidak diajak komunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga suasana
sepi atau terisolasi, sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal
tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang
tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Penyebab Halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi (Oktiviani, 2020) yaitu :
a. Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi
fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu
terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut
c. Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini menerangkan
bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun

10
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol
semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan Halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dakam dunia nyata.
e. Dimensi Spiritual : Secara sepiritual klien Halusinasi mulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas
ibadah dan jarang berupaya secara sepiritual untuk menyucikan diri.
Saat bangun tidur klien merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.

2.1.8 Fase Halusinasi


Halusinasi terbagi atas beberapa fase (Oktiviani, 2020):
a. Fase Pertama / Sleep disorder
Pada fase ini Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinyabanyak masalah.
Masalah makin terasa sulit karna berbagai stressor terakumulasi,
misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih, masalah
dikampus, drop out, dst. Masalah terasa menekan karena terakumulasi
sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat
buruk. Sulit tidur berlangsung trus-menerus sehingga terbiasa
menghayal. Klien menganggap lamunanlamunan awal tersebut sebagai
pemecah masalah

11
b. Fase Kedua / Comforting
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dia kontrol bila
kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien merasa
nyaman dengan halusinasinya
c. Fase Ketiga / Condemning
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias.
Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai
berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan
klien mulai menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu yang
lama.
d. Fase Keempat / Controlling Severe Level of Anxiety
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang
datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir.
Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik.
e. Fase ke lima / Conquering Panic Level of Anxiet
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancamdengan
datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti
ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi
dapat berlangsung selama minimal empat jam atau seharian bila klien
tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik
berat.
2.1.9 Penatalaksanaan medis
Menurut Rahayu (2016), penatalaksanaan medis pada pasien halusinasi
pendengaran dibagi menjadi dua:
1. Terapi Farmakologi
a. Haloperidol
1) Klasifikasi : antipskotik, neuroleptic, butirofenon

12
2) Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik akut, pengendalian hiperaktivitas
dan masalah perilaku berat pada anak-anak.
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipenuhi
sepenuhnnya, tampak menekan susunan saraf pusat pada tingkat
subkortikal formasi retricular otak, mesenfalon dan batang otak.
4) Kontraindikasi
Hipersensivitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum
tulang belakang, kerusakan otak subkortikal, penyakit Parkinson
dan anak dibawah usia 3 tahun.
5) Efek samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan
anoreksia.
b. Clorpromazin
1) Klasifikasi : sebagai antipsikotik, antiemetic.
2) Indikasi: Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase
mania pada gangguan bpolar, gangguan skizofrenia, ansietas dan
agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik
berlebih.
3) Mekanisme Kerja:
Mekanisme kerja antipsikotik yang tepat belum dipahami
spenuhnya, namun berhubungan dengan efek antidopaminergik.
Antipsikotik dapatmenyekat reseptor dipamine postsinaps pada
ganglia basa, hipotalamus, system limbic, batang otak dan medulla.
4) Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi
sumsum tulang, penyakit Parkinson, insufiensi hati, ginjal dan
jantung, anak usia dibawah 6 tahun dan wanita selama masa
kehamilan dan laktasi.

13
5) Efek Samping

Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipertensi,


ortostatik, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.
c. Trihexypenidil ( THP )
1) Klasifikasi antiparkinson
2) Indikasi
Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan
dengan obat antiparkinson.
3) Mekanisme Kerja
Mengorks ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan kelebihan
asetilkolin dalam korpus striatum, asetilkolin disekat oleh sinaps
untuk menguragi efek kolinergik berlebihan.
4) Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap obat ini, glaucoma sudut
tertutup, hipertropi prostat pada anak dibawah usia 3 tahun.
5) Efek Samping: mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut
kering, mual dan muntah.
2. Terapi Non Farmakologi
a. Terapi Aktivitas Kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori
Persepsi : Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
b. Elektro Convulsif Therapy (ECT), merupakan pengobatan secara fisik
meggunakan arus listrik dengan kekuatan 75-100 volt, cara kerja belum
diketahui secara jelas namun dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat
memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan dapat permudah
kontak dengan orang lain.
c. Pengekangan atau pengikatan pengembangan fisik menggunakan
pengekangan mekanik seperti manset untuk pergelangan tangan dan
pergelangan kaki dimana klien pengekangan dimana klien dapat
dimobilisasi dengan membalutnya, cara ini dilakukan padda klien
halusinasi yang mulai menunjukkan perilaku kekerasan diantaranya:
marah-marah atau mengamuk.

14
2.1.10 Komplikasi

Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa klien melakukan Tindakan


perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya Perintah sehingga
rentan melakukan perilaku yang tidak adaptif. Perilaku kekerasan yang
timbul pada klien skizofrenia diawali Dengan adanya perasaan tidak
berharga, takut dan ditolak oleh Lingkungan sehingga individu akan
menyingkir dari hubungan Interpersonal dengan orang lain(keliat,2014).
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien dengan masalah utama
gangguan sensori persepsi: halusinasi, Antara lain: resiko prilaku
kekerasan, harga diri rendah.
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
(Yusuf, 2015) mengemukakan bahwa halusinasi dipengaruhi oleh beberapa
factor, yaitu:
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang
dapat berakhir dengan gangguan persepsi. Pasien mungkin
menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual
dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi
sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
c. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda
atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat
terakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga
terjadi halusinasi.
d. Faktor biologis

15
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran
ventikal, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
e. Faktor genetic
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya
ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup
tinggi pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya
mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang
tua skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Penyebab Halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Oktiviani, 2020)
yaitu :
a. Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaaan
obatobatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi
itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini menerangkan
bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di

16
alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dakam dunia nyata.
e. Dimensi Spiritual: Secara sepiritual klien Halusinasi mulai
dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya
aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara sepiritual untuk
menyucikan diri. Saat bangun tidur klien merasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.
a. Biologis Stressor biologis yang berhubungan dengan respon
neurobiologis maladaptif adalah gangguan dalam komunikasi dan
putaran umpan balik otak dan abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus.
b. Lingkungan Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan
secara biologis berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan prilaku.
c. Stres sosial / budaya Stres dan kecemasan akan meningkat apabila
terjadi penurunan stabilitas keluarga, terpisahnya dengan orang
terpenting atau disingkirkan dari kelompok.
d. Faktor psikologik Intensitas kecemasan yang ekstrem dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah
dapat menimbulkan perkembangan gangguan sensori persepsi
halusinasi.
e. Mekanisme koping Perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi pasien dari pengalaman yang menakutkan
berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptif meliputi :
regresi, berhunbungan dengan masalah proses informasi dan
upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi

17
untuk aktivitas sehari-hari. Proyeksi, sebagai upaya untuk
menejlaskan kerancuan persepsi dan menarik diri.
f. Sumber koping Sumber koping individual harus dikaji dengan
pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku.
Orang tua harus secara aktif mendidik anak–anak dan dewasa
muda tentang keterampilan koping karena mereka biasanya
tidakhanya belajar dari pengamatan. Disumber keluarga dapat
pengetahuan tentang penyakit, finensial yang cukup, faktor
ketersediaan waktu dan tenaga serta kemampuan untuk
memberikan dukungan secara berkesinambungan.
g. Perilaku halusinasi Batasan karakteristik halusinasi yaitu bicara
teratawa sendiri, bersikap seperti memdengar sesuatu, berhenti
bicara ditengah – tengah kalimat untuk mendengar sesuatu,
disorientasi, pembicaraan kacau dan merusak diri sendiri, orang
lain serta lingkungan.

Adaptif Maladaptif
pikiran logis Persepsi Distorsi pikiran Gangguan pikir/delusi
akurat emosi kosisten (pikiran kotor) Ilusi Halusinasi Perilaku
dengan pengalaman Reaksi emosi disorganisasi Isolasi
perilaku sesuai berlebih atau kurang sosial
hubungan social perilaku aneh dan
tidak bisa menarik
diri

1. Respon Adaptif
Respon adaptif respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut 9
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut, respon adaftif :

18
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada
kenyataan.
b. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman
c. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran.
d. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang
lain dan lingkungan.
2. Respon Maladaptif Respon maladaptif adalah respon individu
dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-
norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif
meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertetangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut NANDA 2015-2017 yakni gangguan persepsi. Dengan faktor
berhubungan dan batasan karakteristik disesuaikan dengan keadaan yang
ditemukan pada tiap-tiap partisipan. Topik yang diteliti yakni kemampuan
mengontrol halusinasi dengar (Aji, 2019).

19
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan Keperawatan Untuk Pasien. (Yusuf, 2015)
2. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut.
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
3. Tindakan keperawatana.
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi dengan
pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
halusinasi muncul, dan respons pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar
mampu mengontrol halusinasi, Anda dapat melatih pasien empat cara yang
sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi, yaitu sebagai berikut.
1) Menghardik halusinasi.
2) Bercakap-cakap dengan orang lain.
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal.
4) Menggunakan obat secara teratur.
Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa gangguan
persepsi sensori halusinasi meliputi pemberian tindakan keperawatan berupa
terapi (Sulah, Pratiwi, & Teguh, 2016) yaitu :
1. Bantu klien mengenal halusinasinya meliputi isi, waktu terjadi halusinasi,
isi, frekuensi, perasaan saat terjadi halusinasi respon klien terhadap
halusinasi mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
2. meminum obat secara teratur.
3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain,
4. Menyusun kegiatan terjadwal dan dengan aktifitas
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada
situasi nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi
karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam
melaksanakan tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan

20
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan
singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai
dengan kondisinya (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri,
apakah kemampuan interpersonal, intelektual, tekhnikal sesuai dengan
tindakan yang akan dilaksanakan, dinilai kembali apakah aman bagi klien.
Setelah semuanya tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh
dilaksanakan.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan
respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah
ditentukan.halusinasi pendengaran tidak terjadi perilaku kekerasan, klien
dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat mengenal
halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasi dengar dari jangka waktu
4x24 jam didapatkan data subjektif keluarga menyatakan senang karena
sudah diajarkan teknik mengontrol halusinasi, keluarga menyatakan pasien
mampu melakukan beberapa teknik mengontrol halusinasi. Data objektif
pasien tampak berbicara sendiri saat halusinasi itu datang, pasien dapat
berbincang-bincang dengan orang lain, pasien mampu melakukan aktivitas
terjadwal, dan minum obat secara teratur (Aji, 2019 ).

21
3.1 Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien

Nama pasien : Tn. T


Jenis Kelamin : Laki;laki
Ruang Rawat : Dolok Sanggul II
No MR : 02.47.09
Tanggal Masuk RS : 29 Desember 2022
Tanggal Pengkajian : 17 Januari 2023
Tanggal Lahir : 02– 10– 1975
Umur : 47 tahun
Agama : Budha
Informan : Klien dan Status Klien
b. Alasan Masuk
Mendengar suara bisikan yang membisikkan ditelinganya seperti menyuruh
atau memerintah klien untuk melakukan sesuatu. Klien juga sering marah,
gelisah, susah diatur, tidak minum obat dan tidak bisa tidur. Suka bingung
sendiri, mondar mandir serta sulit diarahkan.
c. Faktor presdiposisi
Klien sudah pernah berobat ke rsj sembada sebelumnya karena Klien sering
mendengar suara aneh itu.suara itu menuntun saya melakukan sesuatu dan
saya tidak sadar ketika melakukan tindakan itu.suara itu muncul pada saat
klien mengurung diri karena klien stres. Namun masih saja belum sembuh,
suara itu masih sering kembali oleh karena itu klien kembali masuk di Rsj
Prof M Ildrem
d. Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
Vital, didapatkan hasil TD : 120/80 mmHg ; N : 80x/i ; S : 36,5 C ; P : 22x/i.
Klien memiliki tinggi badan 160 cm dan berat badan 56 Kg
Masalah keperawatan: tidak ada masalah

22
e. Psikososial
a. Genogram
Klien mengatakan memiliki ayah dan ibu ,klien anak (1) pertama dari (5)
bersaudara. Klien mengalami gangguan jiwa dan keluarga dalam keadaan
sehat fisik dan psikologi serta tidak mengalamin gangguan jiwa (sehat
jiwa).

Keterangan:

: Ayah Klien

: Ibu Klien

: Klien

......... : tinggal serumah dengan klien


Masalah keperawatan: tidak ada masalah
b. Konsep diri
a. Gambaran diri : Klien menyukai seluruh tubuhnya
b. Identitas : Klien dapat menyebutkan nama dan alamatnya
c. Peran : Klien berperan sebagai anak di keluarga
d. Ideal diri : klien ingin cepat sembuh dan pulang kerumahnya

23
e. Harga diri : Klien mengatakan malu karna sudah di rawat di RSJ

Masalah keperawatan: Harga Diri Rendah


f. Hubungan sosial
a. orang yang berarti : keluarga
b. peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : klien jarang
mengikuti kegiatan kelompok
c. hambatan dalam hubungan dengan orang lain: Klien merasa takut
menggangu orang lain

Masalah keperawatan : Isolasi Sosial


g. Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan : klien yakin dengan agama yang dianut
b. Kegiatan Ibadah : Sejak sakit klien tidak melakukan kegiatan ibadah
Masalah keperawatan : defisit spritual
h. Status mental
1. Penampilan
Penampilan harus diarahkan
2. Pembicaraan
Klien berbicara lambat tapi jelas
3. Suasana perasaan
Klien tanpak sedih dan khawatir karena dirawat
4. Interaksi selama wawancara
Penjelasan :Klien kooperatif saat wawancar

24
5. Persepsi
Berdasarkan Observasi pada klien, Klien mengatakan saat diruangan ia
mendengar suara bisikan yang membisikkan ditelinganya seperti
menyuruh atau memerintah klien untuk melakukan sesuatu.
Masalah keperawatan : halusinasi pendengaran
6. Proses Pikir
Klien tidak mengatasi gangguan proses pikir
Masalah keperawatan : tidak ada masalah.
7. Isi pikiran
Penjelasan :tidak ada gangguan isi pikir,
8. Tingkat kesadaran
Penjelasan :Klien tidak mengalami gangguan diorientasi dalam
mengenali waktu, orang dan tempat.
9. Memori
Penjelasan :Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan yang
baru terjadi.
10. Tingkat konsentrasi berhitung
Penjelasan: Klien mampu berkonsentrasi dalam perhitungan sederhana
tanpa bantuan orang lain.
11. Kemampuan penilaian
Penjelasan : Klien dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk
(mampu melakukan penilaian).
12. Daya tilik diri
Penjelasan: Klien mengingkari penyakit yang diderita, Klien merasa
bahwa dia tidak sakit.
i. MasalahKeperawatan
1. Koping individu inefektif
2. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
3. Harga diri rendah
4. Gangguan interaksi social
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan spiritual

25
j. Analisis data
No Data Masalah Keperawatan
1 Ds : Gangguan persepsi
- Klien mengatakan saat diruangan ia mendengar sensori :Halusinasi
suara bisikan yang membisikkan ditelinganya pendengaran
seperti menyuruh atau memerintah klien untuk
melakukan sesuatu.
Do :
- Klien,mondar-mandir diruangan ,bicara sendiri,
bicara ngawur.
2 DS : Isolasi sosial
- Klien mengatakan bingung dalam memulai
pembicaraan karena menurut klien tidak ada bahan
pembicaraan untuk berinteraksi

DO :
- Klien lebih banyak berdiam diri
- Klien sering menyendiri
- Klien tidak pernah memulai pembicaraan, maupun
perkenal
- Afek tumpul (hanya mampu tertawa saat ada
simuluus perawat tertawa

-
3 Ds : Harga Diri Rendah
- Klien mengatakan dia malu bertemu keluarga
karena belum sembuh

Do :
- Awal masuk ke rsj sampai hari ini belum bertemu
dengan keluarga

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguang persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
2. Isolasi sosial
3. Harga Diri Rendah
26
3.3 Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Intervensi
1Gangguan persepsi sensori : SP1:Melatih pasien mengenali halusinasi dengan cara
halusinasi pendengaran menghardik halusinasi.

SP2:Dengan cara minum obat secara teratur

SP3:Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap


dengan orang lain

SP4:Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan


aktivitas terjadwal

2Isolasi sosial SP1:Menjelaskan keuntungan dan kerugian mempunya


teman

SP2: Melatih klien berkenalan dengan 2 orang atau lebih

SP3:Melatih bercakap-cakap sambal melakukan kegiatan


harian

SP4: Melatih berbicara sosial: meminta sesuatu,berbelanja


dan sebagainya.

3Harga diri rendah SP1:


Mengindentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien.

SP2:
-Menilai kemampuan yang dapat digunakan
-Menetapkan/Memilihkegiatan sesuai kemampuan
-Memilih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 1
27
SP3:Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dilih 2

SP4:Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 3

28
3.4 Implementasi dan Evaluasi

Waktu Implementasi Evaluasi


Senin, 16 Data : S : klien mengatakan masih mendengar
Januari Tanda dan gejala : suara-suara bisikan yang
2023. Berbicara sendiri, mendengar suara-suara, membisikkan ditelinganya seperti
menutup telinga menyuruh atau memerintah klien
15.00 wib
TTV:
untuk melakukan sesuatu
TD: 120/80 mmHg
O : - klien tampak berbicara tidak jelas
N : 90x/i
- Klien mampu menghardik
RR: 22x/i
dengan mandiri
Dagnosa Keperawatan: Halusinsi
A : Halusinasi Pendengaran (+)
Pendengaran
P :- Latihan mengidentifikasi
Tindakan Keperawatan :
halusinasinya; isi, frekuensi, watu
Sp 1: Mengidentifikasi isi, frekuensi waktu
terjadi, sruasi pencetus, perasaan dan
terjadi situasi pecetus, perasaan dan respon
respon halusinasi 3x/hari
halusinasi
- Latihan menghardik halusinasi 3x/1
- Melatih cara menghardik
hari
RTL :
Sp 2: Minum obat secara teratur
Selasa, 17 • Data: S:
Tanda dan gejala :Berbicara - Senang, bersemangat
Januari
sendiri, Mendengar suara-suara, - klien mengatakan masih
2023 Menutup telinga mendengar suara-suara
TTV: tersebut
16:00 WIB
TD : 130/70 mmHg
N: 80x/i O:
RR : 22x/i - klien tampak berbicara berbicara
• Diagnosa Keperawatan : sendiri
Halusinasi pendengaran - klien mampu minum obat secara
teratur

29
• Tindakan keperawatan
Sp 2 Halusinasi pendengaran A:Halusinasi Pendengaran (+)

Sp 2. Minum Obat teratur P:


4. RTL: -Menghardik 3x1
Sp 3 Halusinasi Pedengaran -Minum obat
Bercakap-cakap dengan orang lain Risperidone 2x1
Clozapine 1x1
Rabu, 18 1. Data: S:
Januari Tanda dan gejala :Berbicara klien mengatakan suara suara
2023 sendiri, Mendengar suara-suara, mulai berkurang
15.00 WIB Menutup telinga
2. Diagnosa Keperawatan : O:
Halusinasi pendengaran 1. Klien mengetahui manfaat
obat
3. Tindakan keperawatan 2. Klien mampu bercakap
Sp 3 Halusinasi pendengaran cakap dengan orang lain
1. Bercakap-cakap dengan 3. Klien mampu minum obat
orang lain secara teratur secara mandiri

4. RTL: A:Halusinasi Pendengaran (+)

Sp 4 Halusinasi pendengaran P:
1. Melakukan Kegiatan terjadwal -Mengidentifikasi isi, frekuensi,
waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan dan respon halusinasi
- Menghardik 3x1
- Minum obat
Risperidone 2x1
Clozapine 1x1

Kamis, 19 1.Data: S : Klien memahami apa yang


Januari Tanda dan gejala : sudah diajarkan
2023 tidak mau berbicara jika tidak ada
yang duluan mengajak bicara , O:
16.00 WIB sering menunduk, wajah sedih, - Klien sudah mampu
murung, pendiam, dan suara pelan memgidentifikasi aspek
Klien mengatakan dibuang oleh postif yang ada pada
keluarganya dan merasa minder dirinya: klien pandai
dengan orang lain karena di rawat mengajar
di rumah sakit jiwa Klien tampak - Klien sudah mampu
malu dan gelisah. menetapkan kemapuan
yang dapat digunakan
Diagnosa Keperawatan Gangguan secara mandiri dan
Konsep Diri : Harga diri rendah termotivasi
kronis

30
A:
Tindakan Keperawatan Gangguan Konsep Diri : Harga
SP 1 : Gangguan Konsep Diri : diri rendah kronis (+)
Harga diri rendah kronis
Mengidentifikasi kemampuan dan P:
aspek positif yang dimiliki pasien 1) Latiham aspek positif
yang dimiliki klien
RTL : 1x/hari
SP 2 : Konsep Diri : Harga Latih klien untuk
diri rendah kronis memasukkan dalam jadwal
1. Menilai kemamampuan yang kegiatan harian 1x/hari
dapat digunakan
2. Menetapkan/memilih kegiatan
3. Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yangdipilih 1

31
DAFTAR PUSTAKAN

Aji, Wisnu Mengku Hendaru. "Asuhan Keperawatan Orang Dengan Gangguan


Jiwa Halusinasi Dengar Dalam Mengontrol Halusinasi." (2019)..
https://doi.org/10.31219/osf.io/n9dgs

Azizah, L. M., I. Zainuri, and A. Akbar. "Buku Ajar Keperawatan Kesehatan


Jiwa: Teori dan Aplikasi Praktik Klinik (Textbook of mental health
nursing: Theory and application of clinical practice)." Book in
Indonesian]. Yogyakarta: Indomedia Pustaka (2016).

Dwi Oktiviani, P031714401047. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K dengan


masalah Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang
Rokan Rumah Sakit Jiwa Tampan. Diss. Poltekkes Kemenkes Riau,
2020.Irwan, F., Hulu, E. P., Manalu, L. W., Sitanggang, R., & Waruwu, J.
F. A. P. (2021). Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinasi.
10.31219/osf.io/fdqzn

Oktiviani, D. P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K dengan masalah


Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang Rokan Rumah
Sakit Jiwa Tampan (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Riau).
http://repository.pkr.ac.id/id/eprint/498

Irwan, Farhanah, et al. "Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinasi."


(2021).https://doi.org/10.31219/osf.io/4w82h

Manao, B. M., & Pardede, J. A. (2019). Beban Keluarga Berhubungan Dengan


Pencegahan Kekambuhan Pasien Skizofrenia. Jurnal KeperawatanJiwa,
12(3).

Pardede, J. A., & Purba, J. M. (2020). Family Support Related to Quality of Life
on Schizophrenia Patients. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES
Kendal, 10(4), 645-654. https://doi.org/10.32583/pskm.v10i4.942

Pardede, Jek Amidos, Budi Anna Keliat, and Ice Yulia. "Kepatuhan dan
Komitmen Klien Skizofrenia Meningkat Setelah Diberikan Acceptance
And Commitment Therapy dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum
Obat." Jurnal Keperawatan Indonesia 18.3 (2015): 157-
166.10.7454/jki.v18i3.419
Pardede, Jek Amidos, Harjuliska Harjuliska, and Arya Ramadia. "Self-Efficacy
dan Peran Keluarga Berhubungan dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien

32
Skizofrenia." Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa 4.1 (2021): 57-66.
https://doi.org/10.32584/jikj.v4i1.846

Pardede, Jek Amidos, Harjuliska Harjuliska, and Arya Ramadia. "Self-Efficacy


dan Peran Keluarga Berhubungan dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien
Skizofrenia." Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa 4.1 (2021): 57-
66..https://doi.org/10.32584/jikj.v4i1.846

Stuart, Gail W. "Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart 2."
(2016).

TIKA RIANINGSIH, T. I. K. A. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA


PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN. Diss. Universitas Kusuma
Husada Surakarta, 2021.

Yusuf. A.,Fitriasari.R., & Nihayati. H.A.(2015). Buku Ajar Keperawatan


Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika. 10.31219/osf.io/j28e7

33
34

Anda mungkin juga menyukai