Anda di halaman 1dari 49

Aplikasi Terapi Generalis Pada Penderita Skizofrenia Dengan

Masalah Halusinasi Pendengaran


Yolanda Wulandari1, Jek Amidos Pardede2

Program Studi Ners Universitas Sari Mutiara Indonesia


*
yolandawulandari27@gmail.com

Abstrak

Halusinasi merupakan keadaan seseorang mengalami perubahan dalam pola dan


jumlah stimulasi yang diperkarsai secara internal atau eksternal disekitar dengan
pengurangan, berlebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap setiap stimulus.
Pasien yang mengalami halusinasi pendengaran yaitu pasien yang mendengar
suara, terutama suara-suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa merupakan sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
bermakna yang berhubungan dengan distress atau penderitaan dan
menimbulkan kendala pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia. Salah
satu yang termasuk gangguan jiwa adalah skizofrenia (Mubin, 2019).
Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi
berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir, berkomunikasi, merasakan,
dan mengekspresikan emosi, serta gangguan otak yang ditandai dengan pikiran
yang tidak teratur, delusi, halusinasi, dan perilaku aneh. (Pardede & Ramadia,
2021). Skizofrenia adalah penyakit yang mempengaruhi berbagai area fungsi
individu, termasuk: berpikir, berkomunikasi, menerima, menafsirkan realitas,
merasakan, dan menunjukkan emosi (Pardede, Silitonga & Laia 2020
Prevelensi skizofrenia telah meningkat dari 40% menjadi 26 juta jiwa.
Sedangkan di Indonesia prevelensi skizofrenia meningkat menjadi 20%
penduduk. Prevelensi Sumatera Utara meningkat menjadi 7% penduduk
(Riskesdes 2018). Faktor-faktor yang mampu mempengaruhi kekambuhan
penderita skizofrenia dengan halusinasi meliputi ekspresi emosi keluarga yang
tinggi, pengetahuan keluarga yang kurang, ketersediaan pelayanan kesehatan,
penghasilan keluarga dan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia (Pardede,
2020)

Pasien skizofrenia memiliki tanda gejala positif dan negatif. Gejala positif yang
muncul antara lain halusinasi (90%), delusi (75%), waham, perilaku agitasi dan
agresif, serta gangguan berpikir dan pola bicara. Gejala negatif yaitu afek datar,
alogia (sedikit bicara), apatis, penurunan perhatian dan penurunan aktifitas
sosial. Halusinasi terbagi dari beberapa macam yaitu halusinasi auditori
(pendengaran), halusinasi visual (penglihatan), halusinasi olfaktori
(penciuman), halusinasi taktil (sentuhan), halusinasi gustatori (pengecapan),
dan halusinasi kinestetik (Fitria, 2020).

Halusinasi merupakan suatu persepsi panca indera tanpa adanya stimulus


eksternal. Dampak yang ditimbulkan dari adaya halusinasi adalah kehilangan
kontrol diri, yang mana dalam situasi ini dapat membunuh diri ,membunuh
orang lain, bahkan merusak lingkungan. Dalam memperkecil dampak yang
ditimbulkan halusinasi dibutuhkan penangan yang tepat. Dengan banyaknya
kejadian halusinasi, semakin jelas bahwa peran perawat untuk membantu pasien
agar dapat mengontrol halusinasi.

Akibat dari halusinasi yang tidak ditangani juga dapat muncul hal-hal yang
tidak diinginkan seperti halusinasi yang menyuruh pasien untuk melakukan
sesuatu, seperti membunuh dirinya sendiri, melukai orang lain, atau bergabung
dengan seseorang di kehidupan sesudah mati. Ketika berhubungan dengan
orang lain, reaksi emosional mereka cenderung tidak stabil, intens dan di
anggap tidak dapat di perkirakan. Melibatkan hubugan intim dapat memicu
respon emosional yang ekstrim, misal ansietas, panik, takut, atau teror (Aldam,
2019)

Berdasarkan praktik yang dilakukan di ruang rawat Kamboja ada sekitar 17


pasien skizofrenia paranoid dan yang menjadi subjek adalah Ny.K dengan
masalah keperawatan gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran.
Hasil wawancara yang dilakukan oleh Ny.K pada tanggal 22 Februari 2022,
klien mengatakan bahwa beliau masih mendengar suara-suara yang berbisik
kepadanya, tampak berbicara dan tersenyum sendiri, tampak gelisah dan
mondar mandir.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara holistik
dan komprehensif kepada Ny.K Dengan Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran Di Ruangan Kamboja RS Jiwa Prof. M. Ildrem
Tahun 2022.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny.K dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan yang ada
pada Ny.K dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
3. Mahasiswa menetapkan perencanaan keperawatan pada Ny.K
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
4. Mahasiswa melakukan implementasi keperawatan pada Ny.K
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
5. Mahasiswa mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada Ny.K
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan pada
Ny.K dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Halusinasi Pendengaran


2.1.1 Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering dijumpai pada klien
dengan gangguan jiwa, halusinasi dengan kata lain disebut skizofrenia
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang tidak terjadi atau tidak
nyata berupa halusinasi, yang dapat berupa suara keras atau berdengung,
tetapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk
kalimat yang tidak sempurna (Andri, 2019). Halusinasi merupakan
distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon neurobiologist
maladaptive, penderita sebenarnya mengalami distorsi sensori sebagai
hal yang nyata dan meresponnya (Pardede, 2020).

Halusinasi merupakan pengalaman mendengar suara tuhan, suara setan


dan suara manusia yang berbicara terhadap dirinya, salah satu halusinasi
yang nyata dan sering ditemui adalah halusinasi pendengaran, halusinasi
ini dapat diartikan mendengar suara yang membicarakan, mengejek,
mentertawakan, mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu
yang berbahaya (Abidin, 2020).

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah


persepsi klien yang salah melalui panca indra terhadap lingkungan tanpa
ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi
pendengaran adalah kondisi di mana pasien mendengar suara, terutama
suara-suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

2.1.2 Etiologi
Menurut Ali (2019), faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan
jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi sebagai faktor risiko yang menjadi sumber
terjadinya stres yang mempengaruhi tipe dan sumber dari individu
untuk menghadapi stres baik yang biologis, psikososial dan sosial
kultural. Membedakan stressor predisposisi menjadi tiga, meliputi
biologis, psikologis dan sosial budaya. Stressor predisposisi ini
kejadiannya telah berlalu. Penjelasan secara rinci tentang ketiga
stressor predisposisi tersebut sebagai berikut :
a. Biologis
Faktor biologis terkait dengan adanya neuropatologi dan
ketidakseimbangan dari neurotransmiternya. Dampak yang
dapat dinilai sebagai manifestasi adanya gangguan adalah
perilaku maladaptif klien . Secara biologi riset neurobiologikal
memfokuskan pada tiga area otak yang dipercaya dapat
melibatkan klien mengalami halusinasi yaitu sistem limbik,
lobus frontalis dan hypothalamus. Pada klien dengan halusinasi
diperkirakan mengalami kerusakan pada sistem limbic dan lobus
frontal yang berperan dalam pengendalian atau pengontrolan
perilaku, kerusakan pada hipotalamus yang berperan dalam
pengaturan mood dan motivasi. Kondisi kerusakan ini
mengakibatkan klien halusinasi tidak memiliki keinginan dan
motivasi untuk berperilaku secara adaptif. Klien halusinasi juga
diperkirakan mengalami perubahan pada fungsi neurotran
smitter, perubahan dopamin, serotonin, norepineprin dan
asetilkolin yang menyebabkan adanya perubahan regulasi gerak
dan koordinasi, emosi, kemampuan memecahkan masalah;
perilaku cende rung negatif atau berperilaku maladaptif; terjadi
kelemahan serta penurunan atensi dan mood (Ali, 2019)
b. Faktor Genetik
Genetik juga dapa memicu terjadi halusinasi pada seorang
individu.Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial
maladaptif. Terjadinya penyakit jiwa pada individu juga
dipengaruhi oleh keluarganya dibanding dengan individu yang
tidak mempunyai penyakit terkait. Banyak riset menunjukkan
peningkatan risiko mengalami skizofrenia pada individu dengan
riwayat genetik terdapat anggota keluarga dengan skizofrenia.
Pada kembar dizigot risiko terjadi skizofrenia 15%, kembar
monozigot 50%, anak dengan salah satu orang tua menderita
skizofrenia berisiko 13%, dan jika kedua orang tua mendererita
skizofrenia berisiko 45% (Putri, 2020)
c. Psikologis
Meliputi konsep diri, intelektualitas, kepribadian, moralitas,
pengalaman masa lalu, koping dan keterampilan komunikasi
secara verbal . Konsep diri dimulai dari gambaran diri secara
keseluruhan yang diterima secara positif atau negatif oleh
seseorang. Penerimaan gambaran diri yang negative
menyebabkan perubahan persepsi seseorang dalam memandang
aspek positif lain yang dimiliki. Tipe kepribadian lemah dan
tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien mengambil keputusan tegas, klien lebih
suka memilih kesenangan sesaat dari lari dari alam nyata menuju
alam khayal. Berdasarkan beberapa defenisi diatas sosial
psikologi terlalu banyak stress dan kecemasan serta berujung
pada hancurnya orientasi realitas (Hargiana, 2018)

Peran merupakan bagian terpenting dari konsep diri secara utuh.


Peran yang terlalu banyak dapat menjadi beban bagi kehidupan
seseorang, hal ini akan berpengaruh terhadap kerancuan dari
peran dirinya dan dapat menimbulkan depresi yang berat. Ideal
diri adalah harapan, cita-cita serta tujuan yang ingin diwujudkan
atau dicapai dalam hidup secara realistis. Identitas diri terkait
dengan kemampuan seseorang dalam mengenal siapa dirinya,
dengan segala keunikannya. Harga diri merupakan kemampuan
seseorang untuk menghargai diri sendiri serta member
penghargaan terhadap kemampuan orang lain (Hargiana, 2018).

Moralitas pandangan negatif terhadap diri sendiri ini


menyebabkan klien mengalami penurunan motivasi untk
melakukan aktifitas. Kesimpulannya, adanya penilaian diri yang
negatif pada diri klien dengan halusinasi menyebabkan tidak ada
tanggung jawab secara moral pada klien untuk melakukan
aktifitas. Menurut beberapa penjelasan di atas dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa jika mempunyai pengalaman masa lalu
yang tidak menyenangkan, klien mempunyai konsep diri negatif,
intelektualitas yang rendah, kepribadian dan moralitas yang tidak
adekuat merupakan penyebab secara psikologis untuk terjadinya
halusinasi. Klien halusinasi memerlukan perhatian yang cukup
besar untuk dapat mengembalikan konsep diri yang seutuhnya
yang menyebabkan klien suka menyendiri, melamun dan
akhirnya muncul halusinasi (Abidin, 2020).
d. Sosial Budaya
Meliputi status sosial, umur, pendidikan, agama, dan kondisi
politik. Ada beberapa hal yang dikaitkan dengan masalah
gangguan jiwa. Salah satunya yang terjadi pada klien halusinasi
adalah masalah pekerjaan yang akan mempengaruhi status
sosial. Klien dengan status sosial ekonomi yang rendah
berpeluang lebih besar untuk mengalami gangguan jiwa
dibandingkan dengan klien yang memiliki status sosial ekonomi
tinggi (Fitria, 2020)
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh
individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang
memerlukan social ekstra untuk menghadapinya. Adanya
rangsangan dari lingkunagan, seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di
lingkungan, dan juga suasana sosial terisolasi seringg menjadi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
sosial dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik (Abidin, 2020)

Saat pertama kali terkena masalah, maka penanganannya juga


memerlukan suatu upaya yang lebih intensif dengan tujuan untuk
pencegahan primer. Frekuensi dan jumlah stresor juga
mempengaruhi individu, bila frekuensi dan jumlah stresor lebih
sedikit juga akan memerlukan penanganan yang berbeda
dibandingkan dengan yang mempunyai frekuensi dan jumlah
stresor lebih banyak. Berbagai penyebab/stressor di atas, yang
meliputi stressor predisposisi dan stressor presipitasi yang dialami
oleh klien halusinasi akan memunculkan beberapa respon. Respon
tersebut merupakan pikiran, sikap, tanggapan, perasaan dan
perilaku yang ditunjukkan pada klien halusinasi terhadap kejadian
yang dialami (Yanti, 2020).

2.1.3 Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang
berada dalan rentang respon neurobiologis. Ini merupakan respon
persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, peraban), klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun sebenarnya
stimulus tersebut tidak ada. Rentang respon tersebut dapat
digambarkan seperti dibawah ini (Pardede, 2020) :
Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang pikiran 1. Gangguan proses


2. Persepsi akurat terganggu pikir/delusi
3. Emosi konsisten 2. Ilusi 2. Halusinasi
dengan 3. Emosi 3. Tidak mampu
pengalaman berlebihan/kurang mengalami emosi
4. Perilaku sesuai 4. Perilaku yang tidak 4. Perilaku tidak
5. Hubungan social bisa terorganisir
positif 5. Menarik diri 5. Isolasi sosial

1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut, respon adaptif:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang
lain dan lingkungan.
2. Respon Psikososial
Respon psikosial meliputi:
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
b. Ilusi adalah interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindar interaksi
dengan orang lain
3. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertetangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

2.1.4 Fase Halusinasi


Fase halusinasi dimulai dari beberapa tahap, hal ini dapat dipengaruhi
oleh keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya
rangsangan dari luar. Menurut (Putra, 2020) halusinasi terjadi
melalui beberapa fase antara lain :
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan non-psikotik.
a. Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan
perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak
dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-
hal yang menyenangkan, cari ini hanya menolong sementara.
b. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat,
respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri (Putra, 2020)
2. Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
a. Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berpikir
sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak
jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya.
b. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien
asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan
realitas.

3. Fase Ketiga
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan
psikotik.
a. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya terhadap halusinasinya.
b. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik
berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi
perintah (Putra, 2020)
4. Fase Keempat
Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
a. Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak
berdaya hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain di lingkungan.
b. Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang (Putra, 2020)

2.1.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien
serta ungkapan pasien. Menurut Utami (2020) tanda dan gejala pasien
halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Halusinasi Penglihatan
a. Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa
atau apa saja yang sedang dibicarakan.
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang
sedang tidak berbicara atau pada benda seperti mebel.
c. Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang
yangtidak tampak.
d. Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau
sedang menjawab suara.
2. Halusinasi Pendengaran :
a. Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh
orang lain, benda mati atau stimulus yang tidak tampak.
b. Tiba-tiba berlari keruangan lain atau ketempat lain.
3. Halusinasi Penciuman :
a. Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
b. Mencium bau tubuh.
c. Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.
d. Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau
api atau darah.
e. Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan
sedang memadamkan api.
4. Halusinasi Pengecapan :
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami
gangguan halusinasi pengecapan adalah :
a. Meludahkan makanan atau minuman.
b. Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
c. Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
5. Halusinasi Perabaan
Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi
perabaan adalah seperti ; tampak menggaruk-garuk permukaan
kulit (Utami, 2020)

2.1.6 Komplikasi
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa klien melakukan
tindakan perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya
perintah sehingga rentan melakukan perilaku yang tidak adaptif.
Perilaku kekerasan yang timbul pada klien skizofrenia diawali dengan
adanya perasaan tidak berharga, takut dan ditolak oleh lingkungan
sehingga individu akan menyingkir dari hubungan interpersonal
dengan orang lain. Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan
masalah utama gangguan sensori persepsi: halusinasi, antara lain:
resiko prilaku kekerasan, harga diri rendah dan isolasi sosial
(Maudhunah, 2021)

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering terjadi pada
gangguan Skizofrenia. Dimana Skizofrenia merupakan jenis psikosis,
adapun tindakan penatalaksanaan dilakukan dengan berbagai terapi
Menurut Irwan (2021) yaitu dengan :
1. Psikofarmakologi
a) Clorpromazine (CPZ, Largactile)
- Indikasi :
Untuk mensupresi gejala-gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham,
dan gejala-gejala lain yang biasanya terdapat pada
penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan
personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
- Kontra Indikasi :
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan
koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan
penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
- Cara pemberian :
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan
intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25-100 mg dan
diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari.
Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian
dapat dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat
diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa belum hilang,
dosis dapat dinaikkan secara perlahan- lahan sampai 600-
900 mg perhari.
- Efek samping :
- Lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut kering,
hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita,
hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida.
Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis
yang tinggi menyebabkan gejala penurunan kesadaran
karena depresi susunan syaraf pusat, hipotensi,
ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan
gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali
menimbulkan intoksikasi (Sianturi, 2021)
b) Haloperidol (Haldol, Serenace)
- Indikasi :
Manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la
tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada
gangguan perilaku yang berat pada anak-anak.
- Kontra Indikasi :
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit
parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol.
- Cara pemberian :
Dosis oral untuk dewasa 1-6 mg sehari yang terbagi
menjadi 6-15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral
untuk dewasa 2-5 mg intramuskuler setiap 1-8 jam,
tergantung kebutuhan.
- Efek samping :
Mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala
ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang
jarang adalah nausea diare, kostipasi, hipersalivasi,
hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping yang
sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis.
Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis
melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi
pernapasan.
c) Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin)
- Indikasi :
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya
gejala skizofrenia.
- Kontra indikasi
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif
terhadap fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap
phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala- gejala
sesuai dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over
dosis : hentikan obat berikan terapi simtomatis dan
suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari
menggunakan ephineprine (Irwan, 2021)
- Cara pemberian :
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya
rendah (12,5 mg) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek
samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval
pemberian diperpanjang 3-6 mg setiap kali suntikan,
tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50
mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan-lahan.
2. Terapi kejang listrik / Electro compulsive therapt (ECT)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall
secara artificial dengan melawan aliran listrik melalui electrode
yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik
diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oralatau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule per
detik (Sianturi, 2021)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes
keperawatan terdiri drai pengumpulan data dan perumusan kebutuhan
atau masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan data pengkajian
kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping,dan kemampuan yang dimiliki (Nurlaila, 2019)
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian, tanggal
dirawat, nomor rekam medis.
2. Alasan masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri,
mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan,
membanting peralatan dirumah, menarik diri.
3. Faktor predisposisi
a. Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang
berhasil dalam pengobatan.
b. Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam
keluarga.
c. Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter.
d. Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu
4. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur otak,
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam keluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antar
masyarakat.
5. Fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan
tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan.
6. Psikososial
a. Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu
begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri
1) Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan
tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai,
2) Identitas diri; klien dengan halusinasi tidak puas akan dirinya
merasa bahwa klien tidak berguna
3) Peran klien dalam keluarga atau dalam kelompok
masyarakat, kemampuan dalam melaksanakan fungsi atau
perannya dan bagaimana perasaan pasien akibat perubahan
tersebut. Pada klien halusinasi bisa berubah atau berhenti
fungsi peran yang disebabkan penyakit, trauma akan masa
lalu, menarik diri dari orang lain, perilaku agresif
4) Ideal diri yaitu harapan klien terhadap keadaan tubuh yang
ideal, posisi, tugas, peran dalam kelurga, pekerjaan atau
sekolah, harapan klien terhadap lingkungan, harapan klien
terhadap penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak sesuai
dengan harapannya (Meylani & Pardede, 2022)
5) Harga diri klien memilki harga diri yang rendah sehubungan
dengan sakitnya namun klien yang mengalami halusinasi ada
pula menerima diri tanpa syarat meskipun telah melakukan
kesalahan, kekalahan, dan kegagalan ia tetap merasa dirinya
sangat berharga (Syahdi & Pardede, 2022)
c. Hubungan Sosial
Tanyakan siapa orang terdekat dikehidupan pasien tempat
mengadu, berbicara, minta bantuin, atau dukungan. Serta
tanyakan organisasi yang diikuti dalam kelompok atau
masyarakat. Klien dengan halusinasi cenderung tidak
mempunyai orang terdekat, dan jarang mengikuti kegiatan yang
ada dimasyarakat. Lebih senang menyendiri dan asik dengan isi
halusinasinya (Syahdi & Pardede, 2022)
d. Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang
tidak sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien
biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit
ibadah terganggu atau sangat berlebihan.
7. Mental
a. Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau
cocok dan berubah dari biasanya
b. Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti
kehilangan,tidak logis, berbelit-belit
c. Aktifitas motorik
Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa
gerakan yang abnormal.
d. Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor
presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
e. Afek
Afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.
f. Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak
komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.
g. Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait
tentang halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa
sendiri, menarik diri dan menghindar dari orang lain, tidak
dapat membedakan nyata atau tidak nyata, tidak dapat
memusatkan perhatian, curiga, bermusuhan, merusak, takut,
ekspresi muka tegang, dan mudah tersinggung.
- Waktu
Perawat juga perlu mengkaji waktu munculnya halusinasi
yang dialami pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi,
siang, sore, malam? Jika muncul pukul berapa?
- Frekuensi
Frekuensi terjadinya apakah terus menerus atau hanya
sekali- kali kadang kadang,jarang atau sudah tidak muncul
lagi.dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi
dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah
terjadinya halusinasi pada pasien halusinasi sering kali
halusinasi pada saat pasien tidak memiliki kegiatan atau
pada saat melamun maupun duduk sendiri.
- Situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Situasi terjadinya apakah ketika sendiri, atau setelah terjadi
kegiatan tertentu. Hal ini dilakukan untuk menentukan
intervensi khususs pada waktu terjadi halusinasi,
menghindari situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi, sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya.
- Respon
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika
halusinasi itu muncul. Perawat dapat menanyakan kepada
pasien hal yang dirasakan atau yang dilakaukan saat
halusinasi itu timbul. Perawat juga dapat menanyakan kepada
keluarga nya atau orang terdekata pasien. Selain itu, dapat
juga dengan meng observasi perilaku pasien saat halusinasi
timbul. Pada pasien halusinasi sering kali mengarah, mudah
tersinggung, merasa curiga pada orang lain (Yuanita, 2019)
h. Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit.
Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkungan takut
dan merasa aneh terhadap klien.
i. Isi pikir
Selalu merasa curiga terhadap suatu hal dan depersoalisasi yaitu
perasaan yang aneh atau asing terhadap diri sendiri, orang lain
lingkungan sekitar, berisikan keyakinan berdasarkan penilain
non realistis.
j. Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang,
tempatdan waktu.
k. Memori
- Daya ingat jangka panjang : mengingat kejadian masa lalu
lebih dari satu bulan
- Daya ingat jangka menengah : dapat mengingat kejadian
yangterjadi 1 minggu terakhir.
- Daya ingat jangka pendek : dapat mengingat kejadian yang
terjadisaat ini.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pada pasien dengan halusinasi tidak dapat berkonsentrasi dan
dapat menjelaskan kembali pembicaraan yang baru saja di
bicarakan dirinya atau orang lain.
m. Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil
keputusan, menilai, dan mengevaluasi diri sendiri dan juga
tidak mampu melaksanakan keputusan yang telah disepakati.
Sering tidak merasa yang dipikirkan dan diucapkan adalah
salah.
n. Daya tilik diri
Pada pasien halusinasi cenderung mengingkari penyakit yang
diderita: pasien tidak menyadari gejala penyakit (perubahan
fisik) pada dirinya dan merasa tidak perlu minta pertolongan
atau pasien menyangkal keadaan penyakitnya, pasien tidak mau
bercerita tentang penyakitnya.
8. Kebutuhan persiapan klien pulang
a. Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung
tidak memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan
karena tidak memiliki minat dan kepedulian.
b. BAB atau BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta
kemampuan klien untuk membersihkan diri.
c. Mandi
Biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi
sama sekali.
d. Berpakaian
Biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.
e. Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam
: biasanya istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang.
f. Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga
dan sistem pendukung sangat menentukan.

g. Aktifitas dalam rumah


Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah
seperti menyapu.
9. Aspek medis
a. Diagnosa medis
b. Terapi yang diberikan
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya
diberikan antipsikotik seperti haloperidol (HLP),
chlorpromazine (CPZ), Triflnu perazin (TFZ), dan anti
parkinson trihenskiphenidol (THP), triplofrazine arkine.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut NANDA 2015-2017 yakni gangguan persepsi. Dengan faktor
berhubungan dan batasan karakteristik disesuaikan dengan keadaan
yang ditemukan pada tiap-tiap partisipan. Topik yang diteliti yakni
kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran (Hafizudin, 2021).

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Rencana tindakan pada keluarga Damayanti (2021) yaitu:
1. Diskusikan masalah yang dihadap keluarga dalam merawat pasien
2. Berikan penjelasan meliputi: pengertian halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi,
proses terjadinya halusinasi.
3. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami
halusinasi menghardik, minum obat, bercakap- cakap, melakukan
aktivitas.
4. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah
terjadinya halusinasi.
5. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan
6. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekatuntuk
follow up anggota keluarga dengan halusinasi.

Rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosa gangguan


persepsi sensori halusinasi meliputi pemberian tindakan keperawatan
berupa terapi (Oktafian, 2021) yaitu:
1. Bantu pasien mengenal halusinasinya meliputi isi, waktu terjadi
halusinasi, isi, frekuensi, perasaan saat terjadi halusinasi respon
pasien terhadap halusinasi mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik
2. Meminum obat secara teratur
3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain
4. Menyusun kegiatan terjadwal dan dengan aktivitas

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan
Strategi Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing-masing masalah
utama. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak
dengan klien dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan
dikerjakan dan peran serta klien yang diharapkan, dokumentasikan
semua tindakan yang telah dilaksanakan serta respon klien (Gasril,
2021).

Tindakan Keperawatan pada Pasien :


1. Tujuan
Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya, pasien dapat
megontrol halusinasinya dan pasien mengikuti program pengobatan
secara optimal.
2. Tindakan Keperawatan
- SP 1 Pasien Halusinasi : Bantu pasien mengenali
halusinasinya dengan cara diskusi dengan pasien tentang
halusinasinya, waktu terjadi halusinasi muncul, frekuesi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi
muncul, respon pasien saat halusinasi muncul dan ajarkan
pasien untuk mengontrol halusinasinya dengan cara pertama
yaitu dengan menghardik halusinasinya. Pasien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
memperdulikan halusinasinya.
- SP 2 Pasien Halusinasi: Berikan pasien pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur. Untuk mengontrol
halusinasi, pasien harus dilatih untuk menggunakan obat secara
teratur sesuai dengan program.
- SP 3 Pasien Halusinasi: Ajarkan pasien untuk mengontrol
halusinasinya dengan cara ketiga yaitu dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap deengan
orang lain, maka akan terjadi pengalihan perhatian, fokus
perhatian pasien akan teralih dari halusinasi ke percakapan
yang dilakukan dengan orang lain.
- SP 4 Pasien Halusinasi: Ajarkan pasien untuk mengontrol
halusinasinya dengan aktivitas terjadwal. Dengan melakukan
aktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak
waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah proses hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon pasien pada tujuan umum dan tujuan khusus
yang telah ditentukan halusinasi pendengaran tidak terjadi perilaku
kekerasan, pasien dapat membina hubungan saling percaya, pasien dapat
mengenal halusinasinya, pasien dapat mengontrol halusinasi dengar dari
jangka waktu 4x24 jam didapatkan data subjektif keluarga menyatakan
senang karena sudah diajarkan teknik mengontrol halusinasi, keluarga
menyatakan pasien mampu melakukan beberapa teknik mengontrol
halusinasi. Data objektif pasien tampak berbicara sendiri saat halusinasi
itu datang, pasien dapat berbincang-bincang dengan orang lain, pasien
mampu melakukan aktivitas terjadwal, dan minum obat secara teratur
Menurut (Nurliali, 2021) evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan SOAP sebagi pola pikir, dimana masing-masing huruf
tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
- S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
- O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
- A : Analisa ulang terhadap data subjektif untuk menyimpulkan
apakah masalah baru atau ada yang kontraindikasi dengan masalah
yang ada
- P : Perencanaan atau tidak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
pasien
TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Klien


Inisial : Ny.K
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
Tanggal Pengkajian : 22 Februari 2022
Informant : Status klien dan komunikasi dengan klien

3.2 Alasan Masuk Rumah Sakit


Alasan klien masuk adalah klien marah-marah tanpa sebab, gelisah, berbicara
dan tertawa sendiri, meresahkan masyarakat dan memukul ibunya karena
mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk memukul keluarganya dan
sulit tidur pada malam hari.

3.3 Faktor Prediposisi


Klien pernah mengalami gangguan jiwa dan dirawat di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem
± 2 tahun yang lalu. Klien tidak teratur minum obat dan tidak rutin kontrol
kerumah sakit hingga mengalami kekambuhaan seperti gejala-gejala diatas.
Keluarga mengatakan bahwa klien sering marah-marah tanpa sebab dan
memukuli masyarakat sampai mengancam dengan benda tajam. Klien
mengatakan mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya melakukan
sesuatu dan mendengarnya disaat menjelang malam hari hingga membuat klien
susah tidur. Klien sudah menikah namun belum memiliki anak. Keluarga
mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan
jiwa.

3.4 Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik. Pada saat dilakukan pemeriksaan tanda-
tanda vital, didapatkan hasil TD : 130/90 mmHg, HR : 89x/menit, RR :
20x/menit, dan Suhu : 36, 5oC. Klien memiliki tinggi badan 153 cm dan berat
badan 50 kg.
3.5 Psikososial
3.5.1 Genogram

Ny.K

Penjelasan : Klien adalah anak ke-4 dari 4 bersaudara, klien sudah


pernah menikah namun bercerai dan belum mempunyai anak.

: Perempuan

: Laki-laki

: Klien

: Tinggal serumah dengan klien

: Meninggal

3.5.2 Konsep Diri


a. Gambaran diri : Klien menyukai seluruh anggota tubuhnya
b. Identitas diri : klien dapat menyebutkan nama dan alamat
rumah dengan benar
c. Peran : Klien tidak menjalankan peran dalam
keluarga
d. Ideal diri : Klien berharap bisa sembuh dan pulang
kerumahnya
e. Harga diri : Klien merasa malu karena penyakitnya
Masalah Keperawatan : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3.5.3 Hubungan Sosial
1. Orang yang berarti
Orang yang berarti bagi klien adalah orangtua
2. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Klien mengatakan tidak mengikuti kegiatan dimasyarakat
3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien tidak mempunyai hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

3.5.4 Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan : Klien beragama Islam dan yakin dengan
kepercayaannya
b. Kegiatan Ibadah : Selama dirawat klien tidak melakukan
sholat

3.5.5 Status Mental


1. Penampilan
Klien berpenampilan tidak rapi dan seperti acak-acakan
2. Pembicaraan
Klien dapat berbicara dengan jelas dan tidak ada hambatan
3. Aktivitas Motorik
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
4. Suasana Perasaan
Klien merasa sedih dan tidak dihargai oleh orangtua dan
keluarganya
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah
5. Afek
Klien mudah tersinggung dan marah
6. Interaksi selama wawancara
Selama wawancara klien kooperatif, ada kontak mata tetapi
pandangan tajam dan dapat mengikuti instruksi
7. Persepsi
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang berbicara
atau berbisik kepadanya pada malam hari dan saat sedang
istrahat/tidur
Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Pendengaran
8. Proses Pikir
Klien mampu menjawab pertanyaan dengan baik
9. Isi Pikir
Klien tidak mengalami gangguan isi pikir dan tidak ada waham
10. Memori
Klien dapat mengingat kejadian dimasa lalu dan yang baru terjadi
11. Tingkat Kesadaran
Klien tidak mengalami gangguan orientasi, dapat mengenali waktu,
orang dan tempat
12. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dan berhitung sederhana tanpa
bantuan orang lain
13. Kemampuan Penilaian
Klien mampu membedakan hal yang baik dan buruk
14. Daya Tilik Diri
Klien tidak mengingkari penyakitnya dan menyadari dirinya sakit

3.6 Mekanisme Koping


Klien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu klien mampu berbicara baik
dengan orang lain dan kooperatif.

3.7 Masalah Psikososial dan Lingkungan


Klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan dilingkungan rumah karena
merasa tidak diterima oleh orang lain dan tidak dihargai oleh keluarganya.
Masalah Keperawatan : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3.8 Pengetahuan Kurang Tentang


Klien tidak mengetahui tentang penyakit gangguan jiwa yang dialaminya dan
obat yang dikonsumsinya.

3.9 Aspek Medik


Diagnosa Medik : Skizofrenia Paranoid
Terapi medis yang diberikan :
1. Risperidone 2mg 2x1
2. Clozapine 25mg 1x1

3.10 Analisa Data


No Data Masalah Keperawatan
1. DS : Gangguan Persepsi Sensori :
1. Klien mengatakan masih sering Halusinasi Pendengaran
mendengar suara-suara bisikan
yang menyuruhnya melakukan
sesuatu seperti “hancurkan dia,
hancurkan semuanya”
2. Klien mengatakan mendengar
suara tersebut ketika menjelang
malam hari dan pada waktu
tidur atau istrahat
3. Klien mengatakan ketika suara
tersebut muncul ia hanya bisa
marah dan ngamuk untuk
mengusir suara tersebut, ia juga
mengatakan sangat gelisah dan
sulit tidur.

DO :
1. Klien tampak gelisah dan
sering berbicara sendiri
2. Klien tampak kurang tidur dan
sulit berkonsentrasi
3. Klien tampak bingung dan
berbicara ngawur
2. DS : Gangguan Konsep Diri :
1. Klien mengatakan malu dan Harga Diri Rendah
merasa tidak berguna karena
selalu menyusahkan
orangtuanya
2. Klien merasa sedih karena tidak
ada yang mau menerima dan
menghargai dirinya
3. Klien mengatakan bahwa ia
malu dengan penyakit yang
dialaminya

DO :
1. Klien tampak murung dan sedih
karena kondisinya
2. Klien tampak sulit
berkonsentrasi
3. Klien tampak kurang percaya
diri
3. DS : Risiko Perilaku Kekerasan
1. Klien mengatakan pernah
memukuli ibunya
2. Klien mengatakan mudah
marah jika tidak dituruti
kemauannya
3. Klien mengatakan sulit
mengendalikan emosinya.
4. Klien sering marah-marah
dengan orang lain dan anggota
keluarganya.
DO :
1. Klien tampak memandang
orang lain dengan tatapan tajam
dan bermusuhan
2. Klien tampak gelisah
3. Klien memaksa jika meminta
sesuatu
4. Klien berbicara dengan nada
tinggi

3.11 Daftar Masalah Keperawatan


1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Risiko Perilaku Kekerasan

3.12 Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3.13 Prioritas Diagnosa Keperawatan


Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

3.14 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Intervensi
1. Gangguan Persepsi Sensori : SP 1 :
Halusinasi Pendengaran 1. Mengidentifikasi isi, frekuensi,
waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan dan respon halusinasi.
2. Mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik

SP 2 :
Mengontrol halusinasi dengan minum
obat secara teratur
SP 3 :
Mengontrol halusinasi dengan bercakap-
cakap dengan orang lain

SP 4 :
Mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan terjadwal
2. Gangguan Konsep Diri : SP 1 :
Harga Diri Rendah Mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki

SP 2 :
1. Menilai kemampuan yang dapat
digunakan
2. Menetapkan/memilih kegiatan sesuai
kemampuan
3. Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 1

SP 3 :
Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 2

SP 4 :
Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 3
3. Risiko Perilaku Kekerasan SP 1 :
Mengontrol Perilaku Kekerasan dengan
cara :
1. Tarik nafas dalam
2. Pukul kasur bantal

SP 2 :
Mengontrol resiko perilaku kekerasan
dengan minum obat secara terartur

SP 3 :
Komunikasi secara verbal, assertif/
berbicara baik-baik

Sp 4 :
Spiritual
3.15 Implementasi dan Evaluasi
Hari/Tgl Implementasi Evaluasi
Selasa 1. Data S : Klien mengatakan merasa
22/02/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih tenang
- Klien mengatakan sering
10.30 WIB mendengar suara-suara O:
bisikan yang menyuruhnya - Klien mampu mengenali
melakukan sesuatu seperti halusinasinya dengan
“hancurkan dia, hancurkan bantuan perawat
semuanya”. - Klien mampu
- Klien mengatakan mengontrol
mendengar suara tersebut halusinasinya dengan
ketika menjelang malam hari menghardik secara
dan pada waktu tidur atau mandiri
istrahat.
- Klien mengatakan ketika A : Halusinasi Pendengaran (+)
suara tersebut muncul ia
hanya bisa marah dan P:
ngamuk untuk mengusir Latih cara menghardik
suara tersebut, ia juga halusinasi 3 x 1 hari
mengatakan sangat gelisah
dan sulit tidur.
- Klien tampak gelisah dan
sering berbicara sendiri
- Klien tampak kurang tidur
dan sulit berkonsentrasi
- Klien tampak bingung dan
berbicara ngawur

2. Kemampuan :
Bernyanyi, menyapu ruangan,
dan mencuci piring

3. Diagnosa Keperawatan : :
Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran

4. Tindakan Keperawatan :
SP 1 :
- Mengidentifikasi isi,
frekuensi, waktu terjadi,
situasi pencetus, perasaan
dan respon halusinasi.
- Mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik
5. Rencana Tindak Lanjut :
SP 2 :
Mengontrol halusinasi dengan
minum obat secara teratur
Rabu 1. Data S : Klien mengatakan merasa
23/02/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih tenang
- Klien mengatakan sering
10.30 WIB mendengar suara-suara O:
bisikan yang menyuruhnya - Klien mampu
melakukan sesuatu seperti melakukan cara
“hancurkan dia, hancurkan menghardik dengan
semuanya”. mandiri
- Klien mengatakan - Klien mampu
mendengar suara tersebut menyebutkan nama
ketika menjelang malam hari obat, fungsi dan jadwal
dan pada waktu tidur atau minum obat dengan
istrahat. benar dan mandiri
- Klien mengatakan ketika - Klien mampu minum
suara tersebut muncul ia obat secara teratur
hanya bisa marah dan dengan bantuan
ngamuk untuk mengusir
suara tersebut, ia juga A : Halusinasi Pendengaran (+)
mengatakan sangat gelisah
dan sulit tidur. P:
- Klien tampak gelisah dan - Latihan cara menghardik
sering berbicara sendiri halusinasi 3 x 1 hari
- Klien tampak kurang tidur - Latihan cara minum obat
dan sulit berkonsentrasi secara teratur 2 x 1 hari
- Klien tampak bingung dan
berbicara ngawur

2. Kemampuan :
Bernyanyi, menyapu ruangan,
dan mencuci piring

3. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran

4. Tindakan Keperawatan :
SP 2 :
Mengontrol halusinasi dengan
minum obat secara teratur
5. Rencana Tindak Lanjut :
SP 3 :
Mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang
lain
SP 4 :
Mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan terjadwal
Kamis 1. Data S : Klien mengatakan merasa
24/02/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih tenang
- Klien mengatakan sering
10.30 WIB mendengar suara-suara
bisikan yang menyuruhnya O:
melakukan sesuatu seperti - Klien mampu
“hancurkan dia, hancurkan melakukan cara
semuanya”. menghardik dengan
- Klien mengatakan mandiri
mendengar suara tersebut - Klien mampu minum
ketika menjelang malam hari obat secara teratur
dan pada waktu tidur atau dengan bantuan
istrahat. - Klien mampu bercakap
- Klien mengatakan ketika cakap dengan orang
suara tersebut muncul ia lain dengan mandiri
hanya bisa marah dan - Klien mampu
ngamuk untuk mengusir melakukan kegiatan
suara tersebut, ia juga terjadwal dengan
mengatakan sangat gelisah mandiri
dan sulit tidur.
- Klien tampak gelisah dan A : Halusinasi Pendengaran (+)
sering berbicara sendiri
- Klien tampak kurang tidur P:
dan sulit berkonsentrasi - Latihan cara menghardik
- Klien tampak bingung dan halusinasi 3 x 1 hari
berbicara ngawur - Latihan cara minum obat
secara teratur 2 x 1 hari
2. Kemampuan : - Latihan bercakap-cakap
Bernyanyi, menyapu ruangan dengan orang lain 2 x 1
dan mencuci piring hari.
- Latihan melakukan
3. Diagnosa Keperawatan : kegiatan terjadwal 2 x 1
Gangguan Persepsi Sensori : hari
Halusinasi Pendengaran

4. Tindakan Keperawatan :
SP 3 :
Mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang
lain
SP 4 :
Mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan terjadwal

5. Rencana Tindak Lanjut :


Follow up dan Evaluasi SP 1 –
SP 4 Perubahan Persepsi Sensori
: Halusinasi Pendengaran
Jumat 1. Data S : Klien mengatakan merasa
25/02/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih tenang
- Klien mengatakan sering
10.30 WIB mendengar suara-suara O:
bisikan yang menyuruhnya - Klien mampu
melakukan sesuatu seperti melakukan cara
“hancurkan dia, hancurkan menghardik dengan
semuanya”. mandiri
- Klien mengatakan - Klien mampu minum
mendengar suara tersebut obat secara teratur
ketika menjelang malam hari dengan bantuan
dan pada waktu tidur atau - Klien mampu bercakap
istrahat. cakap dengan orang
- Klien mengatakan ketika lain dengan mandiri
suara tersebut muncul ia - Klien mampu
hanya bisa marah dan melakukan kegiatan
ngamuk untuk mengusir terjadwal dengan
suara tersebut, ia juga mandiri
mengatakan sangat gelisah
dan sulit tidur. A : Halusinasi Pendengaran (+)
- Klien tampak gelisah dan
sering berbicara sendiri P:
- Klien tampak kurang tidur - Latihan cara menghardik
dan sulit berkonsentrasi halusinasi 3 x 1 hari
- Klien tampak bingung dan - Latihan cara minum obat
berbicara ngawur secara teratur 2 x 1 hari
- Latihan bercakap-cakap
2. Kemampuan : dengan orang lain 2 x 1
Bernyanyi, menyapu ruangan hari.
dan mencuci piring - Latihan melakukan
kegiatan terjadwal 2 x 1
3. Diagnosa Keperawatan : hari
Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran

4. Tindakan Keperawatan :
Follow up dan Evaluasi SP 1 –
SP 4 Perubahan Persepsi Sensori
: Halusinasi Pendengaran
Selasa 1. Data S : Klien mengatakan merasa
01/03/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih tenang
- Klien mengatakan malu dan
14.30 WIB merasa tidak berguna karena O:
selalu menyusahkan - Klien mampu mengenali
orangtuanya kemampuan dan aspek
- Klien merasa sedih karena positif yang dimiliki klien
tidak ada yang mau menerima dengan motivasi.
dan menghargai dirinya - Klien mampu melakukan
- Klien mengatakan bahwa ia kegiatan sesuai
malu dengan penyakit yang kemampuan yang dipilih 1
dialaminya yaitu menyapu ruang
- Klien tampak murung dan dengan motivasi
sedih karena kondisinya
- Klien tampak sulit A : Harga Diri Rendah (+)
berkonsentrasi
- Klien tampak kurang percaya P:
diri Latih kemampuan yang dipilih 1
: menyapu ruangan 1 x 1 hari
2. Kemampuan :
Menyapu ruangan, merapikan
tempat tidur dan mencuci piring

3. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan Konsep Diri : Harga
Diri Rendah

4. Tindakan Keperawatan :
SP 1 :
Mengidentifikasi kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki
SP 2 :
- Menilai kemampuan yang
dapat digunakan
- Menetapkan/memilih kegiatan
sesuai kemampuan
- Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 1

5. Rencana Tindak Lanjut :


SP 3 :
Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 2
SP 4 :
Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 3
Rabu 1. Data S : Klien mengatakan merasa
02/03/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih tenang
- Klien mengatakan malu dan
14.30 WIB merasa tidak berguna karena O :
selalu menyusahkan - Klien mampu melakukan
orangtuanya kegiatan sesuai
- Klien merasa sedih karena kemampuan yang dipilih 1
tidak ada yang mau menerima yaitu menyapu ruang
dan menghargai dirinya dengan motivasi
- Klien mengatakan bahwa ia - Klien mampu melakukan
malu dengan penyakit yang kegiatan sesuai
dialaminya kemampuan yang dipilih 2
- Klien tampak murung dan yaitu mencuci piring
sedih karena kondisinya setelah makan dengan
- Klien tampak sulit motivasi
berkonsentrasi - Klien mampu melakukan
- Klien tampak kurang percaya kegiatan sesuai
diri kemampuan yang dipilih 3
yaitu berolahraga dipagi
2. Kemampuan : hari dengan motivasi
Menyapu ruangan, mencuci
piring dan menyanyi A : Harga Diri Rendah (+)

3. Diagnosa Keperawatan : P:
Gangguan Konsep Diri : Harga - Latih kemampuan yang
Diri Rendah dipilih 1 : menyapu
ruangan 1 x 1 hari
4. Tindakan Keperawatan : - Latih kemampuan yang
SP 3 : dipilih 2 : mencuci piring
Melatih kegiatan sesuai setelah makan 1 x 1 hari
kemampuan yang dipilih 2 - Latih kemampuan yang
SP 4 : dipilih 3 : berolahraga
Melatih kegiatan sesuai dipagi hari 1 x 1 hari
kemampuan yang dipilih 3

5. Rencana Tindak Lanjut :


Follow up dan Evaluasi SP 1 –
SP 4 Harga Diri Rendah
Jumat 1. Data S : Klien mengatakan merasa
04/03/2022 Tanda dan Gejala : senang dan lebih tenang
- Klien mengatakan malu dan
14.30 WIB merasa tidak berguna karena O :
selalu menyusahkan - Klien mampu melakukan
orangtuanya kegiatan sesuai
- Klien merasa sedih karena kemampuan yang dipilih 1
tidak ada yang mau menerima yaitu menyapu ruang
dan menghargai dirinya dengan motivasi
- Klien mengatakan bahwa ia - Klien mampu melakukan
malu dengan penyakit yang kegiatan sesuai
dialaminya kemampuan yang dipilih 2
- Klien tampak murung dan yaitu mencuci piring
sedih karena kondisinya setelah makan dengan
- Klien tampak sulit motivasi
berkonsentrasi - Klien mampu melakukan
- Klien tampak kurang percaya kegiatan sesuai
diri kemampuan yang dipilih 3
yaitu berolahraga dipagi
2. Kemampuan : hari dengan motivasi
Menyapu ruangan, mencuci
piring dan menyanyi A : Harga Diri Rendah (+)

3. Diagnosa Keperawatan : P:
Gangguan Konsep Diri : Harga - Latih kemampuan yang
Diri Rendah dipilih 1 : menyapu
ruangan 1 x 1 hari
4. Tindakan Keperawatan : - Latih kemampuan yang
Follow up dan Evaluasi SP 1 – dipilih 2 : mencuci piring
SP 4 Harga Diri Rendah setelah makan 1 x 1 hari
- Latih kemampuan yang
dipilih 3 : berolahraga
dipagi hari 1 x 1 hari
Senin 1. Data : S : Klien mengatakan senang
07/03/2022 Tanda dan Gejala : dan lega
- Klien mengatakan pernah
10.30 WIB memukuli ibunya
- Klien mengatakan mudah O :
marah jika tidak dituruti - Klien mampu melakukan
kemauannya latihan fisik 1 : tarik
- Klien mengatakan sulit secara mandiri
mengendalikan emosinya. - Klien mampu melakukan
- Klien sering marah-marah Latihan fisik 2 : pukul
dengan orang lain dan anggota kasur bantal secara
keluarganya. mandiri
- Klien tampak memandang
orang lain dengan tatapan A :
tajam dan bermusuhan Risiko Perilaku Kekerasan (+)
- Klien tampak gelisah
- Klien memaksa jika meminta P :
sesuatu - Latihan fisik 1 : tarik
- Klien berbicara dengan nada napas dalam 2 x 1 hari
tinggi - Latihan fisik 2 : pukul
kasur bantal 2 x 1 hari
2. Kemampuan :
Menyapu ruangan, mencuci
piring dan menyanyi

3. Diagnosa Keperawatan :
Risiko Perilaku Kekerasan

4. Tindakan Keperawatan :
SP 1
Mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara :
- Latihan fisik 1 : Tarik Napas
Dalam
- Latihan fisik 2 : Pukul Kasur
Bantal

5. Rencana Tindak Lanjut :


SP 2
Mengontrol perilaku kekerasan
dengan minum obat secara
teratur
Selasa 1. Data S : Klien mengatakan senang
08/03/2022 Tanda dan Gejala : dan lega
- Klien mengatakan pernah
10.30IB memukuli ibunya
- Klien mengatakan mudah O:
marah jika tidak dituruti - Klien mampu melakukan
kemauannya latihan fisik 1 : tarik
- Klien mengatakan sulit secara mandiri
mengendalikan emosinya. - Klien mampu melakukan
- Klien sering marah-marah Latihan fisik 2 : pukul
dengan orang lain dan anggota kasur bantal secara
keluarganya. mandiri
- Klien tampak memandang - Klien mampu minum obat
orang lain dengan tatapan secara teratur dengan
tajam dan bermusuhan bantuan
- Klien tampak gelisah A:
- Klien memaksa jika meminta Risiko Perilaku Kekerasan (+)
sesuatu
- Klien berbicara dengan nada P:
tinggi - Latihan fisik 1 : tarik
napas dalam 2 x 1 hari
2. Kemampuan : - Latihan fisik 2 : pukul
Menyapu ruangan, mencuci kasur bantal 2 x 1 hari
piring dan menyanyi - Latihan minum obat
secara teratur 2 x 1 hari
3. Diagnosa Keperawatan :
Risiko Perilaku Kekerasan

4. Tindakan Keperawatan :
SP 2
Mengontrol perilaku kekerasan
dengan minum obat secara
teratur

5. Rencana Tindak Lanjut :


SP 3 :
Komunikasi secara verbal,
assertif/ berbicara baik-baik
Rabu 1. Data S : Klien mengatakan senang
09/03/2022 Tanda dan Gejala : dan lega
- Klien mengatakan pernah
10.30IB memukuli ibunya O:
- Klien mengatakan mudah - Klien mampu melakukan
marah jika tidak dituruti latihan fisik 1 : tarik
kemauannya secara mandiri
- Klien mengatakan sulit - Klien mampu melakukan
mengendalikan emosinya. Latihan fisik 2 : pukul
- Klien sering marah-marah kasur bantal secara
dengan orang lain dan anggota mandiri
keluarganya. - Klien mampu minum obat
- Klien tampak memandang secara teratur dengan
orang lain dengan tatapan bantuan
tajam dan bermusuhan - Klien mampu melakukan
- Klien tampak gelisah komunikasi verbal,
- Klien memaksa jika meminta asertif/bicara baik-baik
sesuatu dengan motivasi
- Klien berbicara dengan nada
tinggi A:
Risiko Perilaku Kekerasan (+)
2. Kemampuan :
Menyapu ruangan, mencuci P :
piring dan menyanyi - Latihan fisik 1 : tarik
napas dalam 2 x 1 hari
3. Diagnosa Keperawatan : - Latihan fisik 2 : pukul
Risiko Perilaku Kekerasan kasur bantal 2 x 1 hari
- Latihan minum obat
4. Tindakan Keperawatan : secara teratur 2 x 1 hari
SP 3 - Latihan komunikasi secara
Komunikasi secara verbal, verbal, asertif/bicara baik-
asertif/bicara baik-baik baik dengan orang lain 2 x
1 hari
5. Rencana Tindak Lanjut :
SP 4 :
Spiritual
Kamis 1. Data S : Klien mengatakan senang
10/03/2022 Tanda dan Gejala : dan lega
- Klien mengatakan pernah
10.30 WIB memukuli ibunya O:
- Klien mengatakan mudah - Klien mampu melakukan
marah jika tidak dituruti latihan fisik 1 : tarik
kemauannya secara mandiri
- Klien mengatakan sulit - Klien mampu melakukan
mengendalikan emosinya. Latihan fisik 2 : pukul
- Klien sering marah-marah kasur bantal secara
dengan orang lain dan anggota mandiri
keluarganya. - Klien mampu minum obat
- Klien tampak memandang secara teratur dengan
orang lain dengan tatapan bantuan
tajam dan bermusuhan - Klien mampu melakukan
- Klien tampak gelisah komunikasi verbal,
- Klien memaksa jika meminta asertif/bicara baik-baik
sesuatu dengan motivasi
- Klien berbicara dengan nada - Klien mampu melakukan
tinggi ibadah : sholat dengan
motivasi
2. Kemampuan :
Menyapu ruangan, mencuci A :
piring dan menyanyi Risiko Perilaku Kekerasan (+)

3. Diagnosa Keperawatan : P:
Risiko Perilaku Kekerasan - Latihan fisik 1 : tarik
napas dalam 2 x 1 hari
4. Tindakan Keperawatan : - Latihan fisik 2 : pukul
SP 4 kasur bantal 2 x 1 hari
Spiritual - Latih minum obat secara
teratur 2 x 1 hari
5. Rencana Tindak Lanjut : - Latih bicara baik-baik
Follow up dan Evaluasi SP 1 – dengan orang lain 2 x 1
SP 4 Risiko Perilaku Kekerasan hari
- Sholat 2 x 1 hari
Jumat 1. Data S : Klien mengatakan senang
11/03/2022 Tanda dan Gejala : dan lega
- Klien mengatakan pernah
10.30 WIB memukuli ibunya O:
- Klien mengatakan mudah - Klien mampu melakukan
marah jika tidak dituruti latihan fisik 1 : tarik
kemauannya secara mandiri
- Klien mengatakan sulit - Klien mampu melakukan
mengendalikan emosinya. Latihan fisik 2 : pukul
- Klien sering marah-marah kasur bantal secara
dengan orang lain dan anggota mandiri
keluarganya. - Klien mampu minum obat
- Klien tampak memandang secara teratur dengan
orang lain dengan tatapan bantuan
tajam dan bermusuhan - Klien mampu melakukan
- Klien tampak gelisah komunikasi verbal,
- Klien memaksa jika meminta asertif/bicara baik-baik
sesuatu dengan motivasi
- Klien berbicara dengan nada - Klien mampu melakukan
tinggi ibadah : sholat dengan
motivasi
2. Kemampuan :
Menyapu ruangan, mencuci A :
piring dan menyanyi Risiko Perilaku Kekerasan (+)

3. Diagnosa Keperawatan : P:
Risiko Perilaku Kekerasan - Latihan fisik 1 : tarik
napas dalam 2 x 1 hari
4. Tindakan Keperawatan : - Latihan fisik 2 : pukul
Follow up dan Evaluasi SP 1 – kasur bantal 2 x 1 hari
SP 4 Risiko Perilaku Kekerasan - Latih minum obat secara
teratur 2 x 1 hari
- Latih bicara baik-baik
dengan orang lain 2 x 1
hari
- Sholat 2 x 1 hari
PEMBAHASAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan kepada Ny.K dengan Halusinasi


Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M.Ildrem maka penulis pada BAB ini
akan membahas kesenjangan anatar teoritis dengan tinjauan kasus. Pembahasan
dimulai melalui tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1 Pengkajian
Tahap pengkajian pada pasien dilakukan dengan komunikasi terapeutik untuk
mengumpulkan data dan informasi tentang status kesehatan pasien. Selama
pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu dari
pasien dan perawat di ruangan. Penulis melakukan pendekatan kepada pasien
melalui komunikasi terapeutik yang lebih terbuka membantu pasien untuk
memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi kepada pasien.
Adapun upaya tersebut yaitu:
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada
pasien agar pasien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan
perasaan.
b. Melakuan pengkajian pada pasien dengan wawancara
c. Melakukan pengkajian pada pasien dengan cara membaca status pasien,
melihat buku rawatan dan bertanya kepada pegawai ruangan Kamboja.

Dalam pengkajian ini, penulis menemukan kesenjangan karena ditemukan


pada kasus Ny.K dimana klien mendengar suara-suara yang menyuruh untuk
melakukan sesuatu seperti menghancurkan barang atau memukuli orang,
gelisah, mondar-mandir, tatapan tajam, sedih dan lain-lain. Gejala-gejala yang
muncul tersebut tidak semua mencakup dengan yang ada di teori klinis dari
halusinasi, akan tetapi terdapat faktor predisposisi maupun presipitasi yang
menyebabkan kekambuhan penyakit yang dialami oleh Ny. K.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada pasien
dengan Halusinasi (Sianturi, 2021) yaitu :
1. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
2. Risiko tinggi perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan
dan verbal)
3. Gangguan isolasi sosial: menarik diri
4. Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah
Sedangkan pada kasus Ny. K ditemukan tiga diagnosa keperawatan yang
muncul yang meliputi: harga diri rendah, halusinasi, dan risiko perilaku
kekerasan. Dari hal tersebut di atas dapat dilihat terjadi sedikit perbedaan
antara teori dan kasus.

4.3 Intervensi
Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana asuhan
keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pangkajian dan
penentuan diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan penulis hanya
menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai dengan pohon masalah
keperawatan yaitu : Halusinasi Pendengaran. Pada tahap ini antara tinjauan
teoritis dan tinjaun kasus tidak ada kesenjangan sehingga penulis dapat
melaksanakan tindakan seoptimal mungkin dan didukung dengan seringnya
bimbingan dengan pembimbing.

Secara teoritis menurut Hargiana (2018) digunakan cara strategi pertemuan


sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul saat pengkajian. Adapun
upaya yang dilakukan penulis yaitu :
a. Halusinasi Pendengaran
1. Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan dan respon halusinasi
Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
2. Mengontrol halusinasi dengan minum obat secara teratur
3. Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain
4. Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan terjadwal
b. Harga Diri Rendah
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
2. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
Memilih/menetapkan kegiatan sesuai kemampuan
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 1
3. Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 2
4. Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 3
c. Risiko Perilaku Kekerasan
1. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara :
Latihan fisik 1 : Tarik napas dalam
Latihan fisik 2 : Pukul Kasur bantal
2. Mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat secara teratur
3. Komunikasi secara verbal, asertif/bicara baik-baik
4. Spiritual
4.4 Implementasi
Pada tahap implementasi, penulis mengatasi masalah keperawatan yakni :
Halusinasi Pendengaran. Hal pertama harus dilakukan yaitu membangun
kepercayaan antara perawat dan pasien dengan menggunakan komunikasi
teraupetik. Tindakan keperawatan terapi generalis yang dilakukan pada Ny.K
adalah strategi pertemuan pertama sampai pertemuan empat. Strategi
pertemuan pertama meliputi mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi,
situasi pencetus, perasaan, dan respon halusinasi terhadap halusinasi serta
melatih cara menghardik halusinasi. Pada hari itu juga dijelaskan kepada
pasien nama obat, fungsi dan jadwal minum obat, selanjutnya pasien di latih
agar minum obat secara teratur. Pertemuan selanjutnya melakukan strategi
pelaksanaan mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain dan melatih pasien membuat dan melakukan kegiatan terjadwal. Kegiatan
terjadwal yang dibuat yaitu,bangun pagi, merapikan tempat tidur, mandi dan
makan, mencuci piring dan menyapu dan tahap terakhir yaitu mengevaluasi
kemampuan pasien melakukan Sp1-Sp4.

Selanjutnya pasien mengikuti strategi pelaksanaan untuk mengatasi harga diri


rendahnya. Strategi pelaksanaan yang pertama dilakukan yaitu,
mengidentifikasi kemampuan positif yang dimiliki pasien misalnya seperti
menyapu ruangan, mencuci piring dan berolahraga. Strategi pelaksanaan yang
kedua dilakukan yaitu menilai kemampuan positif yang dimiliki, memilih dan
menetapkan kemampuan positif yang dapat digunakan dan melatih kegiatan
sesuai kegiatan yang dipilih 1. Kemampuan yang pertama dilatih yaitu
menyapu ruangan. Strategi pelaksanaan yang ketiga dilakukan yaitu pasien
dilatih melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 2, yaitu mencuci
piring. Strategi pelaksanaan yang keempat dilakukan yaitu pasien dilatih untuk
melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 3, yaitu berolahraga.

Selanjutnya, pasien mengikuti strategi pelaksanaan risiko perilaku kekerasan


untuk mengontrol emosi dan risiko perilaku kekerasan yang dimiliki pasien.
Strategi pelaksanaan yang pertama dilakukan yaitu pasien dilatih latihan fisik
tarik napas dalam dan pukul kasur bantal, selanjutnya melatih pasien untuk
minum obat secara teratur. Pada hari kedua, pasien dilatih untuk bicara baik-
baik dengan orang lain baik melalui ekspresi maupun dalam bentuk kalimat
atau kata-kata, dan pasien dilatih untuk melakukan ibadah/sholat. Untuk
melakukan implementasi pada keluarga, pada tahap-tahap diagnosa tidak dapat
dilaksanakan karena penulis tidak pernah berjumpa dengan keluarga pasien
(keluarga tidak pernah berkunjung). Pada implementasi ini hampir sejalan
dengan teori tentang intervensi pada masalah, halusinasi, harga diri rendah, dan
risiko perilaku kekerasan.
4.5 Evaluasi
Pada tahap evaluasi yang diharapkan adalah pasien mampu mempercayai
perawat sebagai terapis, penurunan tanda dan gejala halusinasi dan peningkatan
kemampuan pasien dalam mengendalikan halusinasi.

Pada tahap evaluasi (Meylani & Pardede, 2022) yang dilakukan pada pasien
yang didapatkan adalah :
1. Pasien mampu mengidentifikasi halusinasinya, seperti halusinasi yang
sering dialami pasien yaitu pasien mendengar suara bisikan-bisik yang
menyuruhnya melakukan sesuatu seperti “hancurkan semuanya,
hancurkan” terjadi dua kali sehari, pada waktu menjelang malam dan saat
tidur pada malam hari dan pasien mampu mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik ketika halusinasinya muncul.
2. Pasien mampu mengetahui fungsi obat-obat yang diminumnya dan
menyebutkan nama obat dan waktu minum dengan benar.
3. Pasien mampu melakukan latihan bercakap-cakap dengan orang lain
seperti bercakap-cakap dengan teman seruangan.
4. Pasien mampu melaksanakan jadwal yang telah dibuat bersama seperti,
bangun pagi, merapikan tempat tidur, berolahraga secara mandiri dan
menyapu

Pada tinjauan teoritis evaluasi (Meylani & Pardede, 2022) yang diharapkan
adalah pasien mempercayai perawat sebagai terapis, penurunan tanda-dan
gejala harga diri rendah dan peningkatan kemampuan meningkatkan harga diri.
Pada tinjauan kasus evaluasi yang didapatkan adalah:
1. Pasien mampu mengidentifikasi kemampuan positif yang dimiliki dan
membuat daftar kemampuan yang dapat digunakan dengan motivasi
2. Pasien mampu menilai dan melatih kegiatan sesuai kemampuan yang
dipilih 1 yaitu menyapu ruangan setiap hari secara mandiri
3. Pasien mampu melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 2 yaitu,
mencuci piring selesai makan secara mandiri
4. Pasien mampu melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih 3 yaitu,
berolahraga dengan motivasi

Pada tinjauan teoritis evaluasi (Meylani & Pardede, 2022) yang diharapkan
adalah pasien mempercayai perawat sebagai terapis, penurunan tanda dan
gejala perilaku kekerasan dan peningkatan kemampuan mengatasi perilaku
kekerasan. Pada tinjauan kasus evaluasi yang didapatkan adalah :
a. Pasien mampu melakukan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul kasur
bantal
b. Pasien mampu menyebutkan manfaat minum obat dan minum obat secara
teratur dengan bantuan perawat
c. Pasien mampu berbicara baik-baik kepada orang lain dengan ekspresi
tenang dan nada bicara yang sopan dan normal dengan motivasi
d. Pasien mampu melakukan kegiatan spritual seperti beribadah : sholat
dengan motivasi
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Proses keperawatan merupakan metode ilmiah dalam menjalankan proses
keperawatan dan menyelesaikan masalah secara sistematis yang digunakan
oleh perawat dan peserta didik keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan
menggunakan komunikasi teraupetik untuk memperoleh hasil yang baik,
membangun kepercayaan antar perawat dan pasien juga adalah hal yang
penting. Disamping itu pasien dapat melaksanakan mutu pelayanan
keperawatan yang baik khusus nya pada pasien halusinasi, maka dapat di ambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengkajian yang dilaksanakan tidak banyak berbeda dengan pengkajian
teoritis maupun penulis, tidak terdapat kesulitan dalam melakukan
pengkajian dengan pasien.
2. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan
menjadikan status klien sebagai sumber informasi yang dapat mendukung
data-data pengkajian. Selama proses pengkajian, perawat mengunakan
komunikasi terapeutik serta membina hubungan saling percaya antara
perawat dan klien. Pada kasus Ny.K, diperoleh bahwa klien mengalami
gejala-gejala halusinasi seperti mendengar suara-suara yang menyuruhnya
melakukan hal negatif seperti menghancurkan barang dan memukul orang,
gelisah, sulit tidur, tampak tegang, mondar-mandir, pandangan tajam
seperti bermusuhan, sedih, malu, mudah marah tanpa sebab dan lain-lain.
Faktor predisposisi pada Ny.K yaitu pernah mengalami gangguan jiwa
sebelumnya dan tidak teratur minum obat dan tidak rutin melakukan
pemeriksaan ke RSJ.
3. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Ny.K : Halusinasi
pendengaran, harga diri rendah, dan risiko perilaku kekerasan. Tetapi pada
pelaksanaannya, penulis fokus pada masalah utama yaitu halusinasi
pendengaran.
4. Intervensi yang disusun berdasarkan masalah keperawatan yang sudah
ditegakkan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk usaha untuk mengatasi
masalah yang dihadapi pasien, penulis menyusun rencana tindakan
keperawatan sesuai dengan teoritis begitu juga dengan strategi
pelaksanaan.
5. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan
dan dapat dilaksanakan walaupun belum optimal.
6. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam
mengendalikan halusinasi yang dialami serta dampak pada penurunan
gejala halusinasi pendengaran yang dialami.
5.2 Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan
strategi pertemuan 1-4 pada klien dengan halusinasi sehingga dapat
mempercepat proses pemulihan klien.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan bimbingan klinik kepada mahasiswa profesi ners
sehingga mahasiswa semakin mampu dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien-pasien yang mengalami halusinasi pendengaran
3. Bagi Rumah Sakit
Laporan ini diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi
pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aldam, S. F. S., & Wardani, I. Y. (2019). Efektifitas penerapan standar asuhan


keperawatan jiwa generalis pada pasien skizofrenia dalam menurunkan gejala
halusinasi. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional
Indonesia, 7(2), 165-172. https://doi.org/10.26714/jkj.7.2.2019.167-174

2. Ali, N. A. M., Yusof, F., & Aziz, S. (2019). Faktor-faktor penyebab penyakit
skizofrenia: satu kajian kes. Jurnal Sains Sosial: Malaysian Journal of Social
Sciences, 4(1), 68-79. https://doi.org/10.32583/farmasetis.v8i1.493

3. Andri, J., Febriawati, H., Panzilion, P., Sari, S. and Utama, D. (2019)
“Implementasi Keperawatan dengan Pengendalian Diri Klien Halusinasi pada
Pasien Skizofrenia”, Jurnal Kesmas Asclepius, 1(2), 146-155.
https://doi.org/10.31539/jka.v1i2.922

4. Astuti, A. P., Susilo, T., & Putra, S. M. A. (2017). Hubungan Kepatuhan


Minum Obat dengan Periode Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia: Halusinasi
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soeroyo Magelang. Jurnal Keperawatan dan
Kesehatan Masyarakat Cendekia Utama, 6(2).
https://doi.org/10.31596/jcu.v6i2.193

5. Damayanti, A., Rahmawati, A. and Sundari, R. (2021) “Studi Kasus Pasien


Halusinasi Pendengaran pada Tn. A dengan Skizofrenia di Wisma Abiyasa
RSJ. Prof. Dr. Soerojo Magelang”, Seminar Nasional Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat. 336-339.
https://doi.org/10.37859/jp.v12i1.3271

6. Devita, Y. And Hendriyani, H. (2019) “Hubungan Lama Rawat Dengan


Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasien
Skizofrenia”, Health Care : Jurnal Kesehatan, 8(1), 44 - 48.
https://doi.org/10.36763/healthcare.v8i1.42

7. Fitria Syarif, Zaenal, S. and Supardi, E. (2020) “Hubungan Kepatuhan Minum


Obat Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Khusus Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan”, Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 15(4), 327-
331. http://jurnal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/view/384

8. Gasril, P., Yarnita, Y., Afrilliya, P. and Devita, Y. (2021) “Pengaruh Terapi
Aktivitas Kelompok (TAK) : Stimulus Persepsi Sesi 1-3 Terhadap
Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofernia
”, Photon: Jurnal Sain dan Kesehatan, 12(1), 19-24. doi:
10.37859/jp.v12i1.3271.

9. Hargiana, G & Erviana, I 2018, 'Aplikasi Asuhan Keperawatan Generalis Dan


Psikoreligius Pada Klien Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Penglihatan
Dan Pendengaran', Jurnal Riset Kesehatan Nasional Stikes Bali.
http://dx.doi.org/10.37294/jrkn.v2i2.106
10. Maudhunah, S. (2021). Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. P
Dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi.
https://doi.org/10.31219/osf.io/2wye4

11. Meylani, M., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) 1-
4 Dengan Masalah Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia: Studi Kasus.
https://doi.org/10.31219/osf.io/c8vzb

12. Mubin, Mohammad Fatkhul, and P. H. Livana. "Hubungan Kepatuhan Minum


Obat Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid." Jurnal
Farmasetis 8.1 (2019): 21-24. https://doi.org/10.32583/farmasetis.v8i1.493

13. Muliani, N. (2017). Penerapan Terapi Keterampilan Sosial Dan Cognitive


Behaviour Therapy Pada Klien Isolasi Sosial Dan Halusinasi. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 6(2), 83-90. https://doi.org/10.52657/jik.v6i2.1107

14. Nurlaili, N., Nurdin, A., Putri, D., Arif, Y., Basmanelly, B. and Fernandes, F.
(2019) “Pengaruh tehnik distraksi menghardik dengan spiritual terhadap
halusinasi pasien”, Jurnal Keperawatan, 11(3), 177-190.
https://doi.org/10.32583/keperawatan.v11i3.548

15. Oktafian Susetyo, I., Ulfah, M. and Apriliyani, I. (2021) “Studi Kasus
Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran Tn. R di RSJ Prof.Dr.
Soerojo Magelang”, Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat, 486-494. Available at:
https://prosiding.uhb.ac.id/index.php/SNPPKM/article/view/875

16. Pardede, J. (2020) “Family Knowledge about Hallucination Related to


Drinking Medication Adherence on Schizophrenia Patient”, Jurnal Penelitian
Perawat Profesional, 2(4), 399-408. https://doi.org/10.37287/jppp.v2i4.183

17. Pardede, J. A., & Hasibuan, E. K. (2020). Lamanya Perawatan Pasien


Skizofrenia Rawat Jalan Dengan Tingkat Stres Keluarga. Indonesian Trust
Health Journal, 3(1), 283-288. https://doi.org/10.37104/ithj.v3i1.49

18. Pardede, J. A., & Hasibuan, E. K. (2019). Dukungan caregiver dengan


frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia. Idea Nursing Journal, 10(2).
https://doi.org/10.52199/inj.v10i2.17161

19. Pardede, J., Hamid, A. and Putri, Y. (2020) “Application of Social Skill
Training using Hildegard Peplau Theory Approach to Reducing Symptoms and
the Capability of Social Isolation Patients”, Jurnal Keperawatan, 12(3), 327-
340. https://doi.org/10.32583/keperawatan.v12i3.782.

20. Pardede, J.A, Irwan, F., Hulu, E. P., Manalu, L. W., Sitanggang, R., &
Waruwu, J. F. A. P. (2021). Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah
Halusinasi. https://doi.org/10.31219/osf.io/fdqzn
21. Pardede, J. A., Harjuliska, H. and Ramadia, A. (2021) “Self-Efficacy dan Peran
Keluarga Berhubungan dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien
Skizofrenia”, Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 4(1), 57–66
https://doi.org/10.32584/jikj.v4i1.846

22. Pardede, J. A., Silitonga, E., & Laia, G. E. H. (2020). The Effects of Cognitive
Therapy on Changes in Symptoms of Hallucinations in Schizophrenic
Patients. Indian Journal of Public Health, 11(10), 257.
https://doi.org/10.37506/ijphrd.v11i10.11153

23. Pardede, J. A., & Ramadia, A. (2021). The Ability to Interact With
Schizophrenic Patients through Socialization Group Activity
Therapy. International Journal, 9(1), 7.
https://doi.org/10.37506/ijocm.v9i1.2925

24. Pardede, J. A., & Siregar, R. A. (2016). Pendidikan Kesehatan Kepatuhan


Minum Obat Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada
Klienskizofrenia. Mental Health, 3(1). https://doi.org/10.31219/osf.io/3rb5k

25. Patricia, H., Rahayuningrum, D. C., & Nofia, V. R. (2019). Hubungan beban
keluarga dengan kemampuan caregiver dalam merawat klien
skizofrenia. Jurnal Kesehatan Medika Saintika, 10(2), 45-52.
http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v10i2.449

26. Pratiwi, M., & Setiawan, H. (2018). Tindakan Menghardik Untuk Mengatasi
Halusinasi Pendengaran Pada Klien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa. Jurnal
Kesehatan, 7(1), 7-13. http://dx.doi.org/10.46815/jkanwvol8.v7i1.76

27. Sianturi, S. F. (2021). Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. H Dengan
Masalah Halusinasi. https://doi.org/10.31219/osf.io/4w82h

28. Syahdi, D., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) 1-4
Dengan Masalah Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia: Studi Kasus.
https://doi.org/10.31219/osf.io/y52rh

29. Widya, A. (2018) “Hubungan Faktor-Faktor Internal Perawat Dengan


Pengetahuan Perawat Tentang Penerapan Strategi Pelaksanaan Pada Pasien
Dengan Gangguan Halusinasi”, Jurnal Kesehatan Saelmakers Perdana (Jksp),
1(1), 60-69. https://doi.org/10.32524/jksp.v1i1.171

30. Yanti, D., Sitepu, A., Sitepu, K. P. and Br Purba, W. (2020) “Efektivitas Terapi
Musik Klasik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Pada Pasien Halusinasi
Pendengaran Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.M. Ildrem Medan Tahun
2020”, Jurnal Keperawatan Dan Fisioterapi (Jkf), 3(1), 125-131.
https://doi.org/10.35451/jkf.v3i1.527
31. Yuanita, T. (2019). Asuhan Keperawatan Klienskizofrenia Dengan Gangguan
Persepsi Halusinasi Pendengaran Di Rsjd Dr. Arif Zainudin Solo Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

32. Zelika, A. A., & Dermawan, D. (2015). Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa
Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula RSJD
Surakarta. Profesi (Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian, 12(02).
https://doi.org/10.26576/profesi.87

Anda mungkin juga menyukai