Definisi
Gastroenteritis merupakan suatu peradangan yang biasanya
disebabkan baik oleh virus maupun bakteri pada trakt us intestinal. Pada
diare infeksius umum infeksi paling luas terjadi pada usus besar dan pada
ujung distal ileum. Dimana pun terjadi infeksi, mukosa teriritasi secara
luas, dan kecepatan sekresinya menjadi sangat tinggi. Selain itu, motilitas
dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda. Akibatnya, sejumlah
besar cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke arah anus,
dan pada saat yang sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong
cairan ini ke depan. Ini merupakan mekanisme yang penting untuk
membebaskan traktus intestinal dari infeksi. Diare yang sangat menarik
perhatian adalah yang disebabkan oleh kolera (kadang oleh bakteri seperti
basilus kolon patogen). Toksin kolera secara langsung menstimulasi
sekresi cairan dan elektrolit yang berlebihan dari kripa Lieberkühn pada
ileum distal dan kolon. Jumlahnya dapat 10 sampai 12 liter per hari,
walaupun kolon biasanya mengabsorpsi maksimum hanya 6-8 liter per
hari. Oleh karena itu, kehilangan cairan dan elektrolit dapat begitu
mengganggu beberapa hari sehingga dapat menimbulkan kematian.
Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali
sehari dengan atau tanpa lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang
timbul secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan
anak yang sebelumnya sehat. Diare akut timbul secara mendadak dan
berlangsung terus secara beberapa hari. Kehilangan cairan dan garam
dalam tubuh yang lebih besar dari normal menyebabkan dehidrasi.
Dehidrasi timbul bila pengeluaran cairan dan garam lebih besar dari pada
masukan. Lebih banyak tinja cair dikeluarkan, lebih banyak cairan dan
garam yang hilang. Dehidrasi dapat diperburuk oleh muntah, yang sering
menyertai diare.
(Ratnawati, 2018).
2. Anatomi dan Fisiologi
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
a. Mulut
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam
dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh
organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif
sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari
berbagai macam bau.
b. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring
terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan
makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas tulang belakang. Keatas bagian depan berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana,
keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan
lubang yang disebut ismus fausium.
c. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam
lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan
menggunakan proses peristaltik.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
1) bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
2) bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
3) bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
d. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu
1) Kardia.
2) Fundus.
3) Antrum
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Ditinjau dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut
(diare akut) ini dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Diare Sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh:
1) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen:
a) Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.
b) Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk.
c) Infeksi Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis lambia.
2) Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan
kimia, makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf,
hawa dingin, alergi.
b. Diare Osmotik (Osmotic diarrhoea), disebabkan oleh :
1) Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin dan
mineral).
2) KKP (Kekurangan Kalori Protein).
3) BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir.
Penyebab tidak langsung:
1) Hygiene dan sanitasi
2) Perilaku masyarakat
3) Lingkugan hidup, rumah, iklim
4) Kasus infeksi yang tinggi
5) Kekurangan enzim
6) Pendidikan dan sosio ekonomi
7) Pengaruh psikis, terkejut, ketakutan
(Arini, 2017).
4. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah
dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis
yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di
badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan
cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi
cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta
suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang
isotonik. Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas
berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan
lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada
keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard
juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif. Gangguan
kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin
dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan
perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak
segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut,
yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila
keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan
pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi
paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru
pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali
(Iskandar WJ, Sukardi, 2015).
5. Patofisiologi Penyakit
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang
terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan
akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke
lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan
maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang
adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Penyebab
gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus enteris,
Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherichia
coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium).
Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis
bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus
ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan
osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul
diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan
moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat
dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia),
gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan
sirkulasi darah (Arini, 2017).
Makanan
Infeksi Psikologis
Isi usus
Penyerapan Makanan Mening tekanan
diusus menurun osmotik
Diare
Mual muntah
Hilang cairan & Kerusakan intergritas
elektrolit berlebihan kulit perianal
Nafsu makan
Gangguan Asidosis metabolik menurun
keseimbangan cairan
& elektrolit
Sesak Ketidakseimbangan
kurang dari
Dehidrasi
kebutuhan tubuh
Gangguan
Pertukaran Gas
5. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan tinja.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah
astrup,bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan
analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui
jasad renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada
penderita diare kronik.
e. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya
biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
2. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik
atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
3. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya
biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
(Wiryani NGP, 2017).
6. Terapi/Tindakan Penanganan
Panduan pengobatan menurut WHO diare akut dapat dilaksanakan secara
sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan melanjutkan
pemberian makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak
direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi.
Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi
berat. Dalam garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke dalam
beberapa jenis yaitu :
a. Pengobatan Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada
penderita diare, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah
PWL (Previous Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan
yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal
Water Losses).
2) cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus
berlangsung CWL (Concomitant water losses)
Terdapat 2 jenis cairan yaitu:
a) Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan
oleh WHO-ORS, tiap 1 liter mengandung Osmolalitas 333
mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L. Elektrolit yang
dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20 mEq/L,
Chloride 80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L. Ada beberapa cairan
rehidrasi oral:
i) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL,
NaHCO3 dan glukosa, yang dikenal dengan nama
oralit.
ii) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung
komponen-komponen di atas misalnya: larutan gula, air
tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah dan lain-lain,
disebut CRO tidak lengkap.
b. Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai cairan
rehidrasi parenteral tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini,
setiap jam perlu dilakukan evaluasi jumlah cairan yang keluar bersama
tinja dan muntah. Perubahan tanda-tanda dehidrasi
c. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari
tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada :
Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses
berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare
pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Contoh antibiotic
untuk diare Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 – 5 hari),
Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari, 3 hari), Doksisiklin 300mg (Oral,
dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg, Metronidazole 250-500 mg
(4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).
d. Obat anti diare
1) Kelompok antisekresi selektif: Terobosan terbaru dalam milenium
ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang
bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase
sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.
Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit
sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal.
2) Kelompok opiat : Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat,
loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat
(lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid
2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan
dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi
frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
3) Kelompok absorbent : Arang aktif, attapulgit aktif, bismut
subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar
argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau
toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus
terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang
sekresi elektrolit.
4) Probiotik: Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan
Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami
peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran
cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan
mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah
yang adekuat.
5) Zat Hidrofilik : Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari
Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla,
Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan
dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi
feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan
elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan
dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
(Nurmasari, 2018 ; Rusdi, N. K., & Gultom, 2015).
7. Komplikasi
1) Dehidrasi
2) Renjatan hipovolemik
3) Kejang
4) Bakterimia
5) Malnutrisi
6) Hipoglikemia
7) Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a) Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik
turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada
keadaan syok.
b) Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik
turgor kulit buruk, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan
dalam.
c) Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik
seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran
menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
(Rusdi, N. K., & Gultom, 2015)
8. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
ditandai dengan kulit kering, peningkatan suhu tubuh, haus, kelemahan,
membrane mukosa kering, peningkatan hematokrit.
b. Diare berhubungan dengan kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen,
sedikitnya tiga kali buang air besar cair per hari, ada dorongan.
c. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan makan kontaminan
ditandai dengan nyeri abdomen, distensi abdomen, diare, perubahan bising usus,
mual, muntah.
d. Mual berhubungan dengan iritasi lambung ditandai dengan melaporkan mual,
rasa asam di mulut, peningkatan salivasi, keengganan terhadap makanan.
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia ditandai dengan perubahan
selera makan, mengekspresikan perilaku, perilaku berjaga-jaga atau melindungi
area nyeri, melaporkan nyeri secara verbal.
f. Kesiapan meningkatkan keseimbangan cairan ditandai dengan dehidrasi, turgor
jaringan baik, tidak ada haus berlebihan, membrane mukosa lembab.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
factor biologis ditandai dengan nyeri abdomen, diare, bising usus hiperaktif,
ketidakmampuan mencerna makanan, kurang minat pada makanan, membrane
mukosa pucat.
h. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolism ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal, kulit terasa hangat.
i. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai
dengan gelisah dan menyadari gejala fisiologis.
j. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan informasi,
kurang pajanan ditandai dengan ketidakakuratan mengikuti perintah.
(Ratnawati, 2018).
k. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lembab
9. Pengkajian
1. Pengkajian
Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua
perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
alamat.
Riwayat Keperawatan
Awal kejadian: Awalnya suhu tubuh anak meningkat, anoreksia
kemudian timbul diare.
Keluhan utama : Feses semakin cair, muntah, bila kehilangan
banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan
menurun. Turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir
kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
- Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial): berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi
dengan lingkungannya.
- Gerakan motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan
memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain.
- Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara,
mengikuti perintah dan berbicara spontan.
Riwayat sosial
- Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu
dikaji siapakah yang mengasuh anak?
- Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman
sebayanya?
Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
- Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan
tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap
perawatan dan tindakan medis?
- Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita,
pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada
anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan
pertolongan pertama.
Pola nutrisi
- Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang
dikonsumsi oleh anak?
- Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana
selera makan anak? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya
per hari?
Pola Eliminasi
- BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara
makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah
terdapat darah? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat
anak kencing.
- BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak?
Bagaimana konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir?
Pola aktivitas dan latihan
- Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman
sebayanya ? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
Aktivitas apa yang disukai?
Pola tidur/istirahat
- Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun
tidur jam berapa?
- Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?
2. Pemeriksaan Fisik Keperawatan
a. Keadaan umum: Anak tampak lemah.
b. Sistem pernafasan
Pernafasan lebih cepat dan dalam (kusmaul) karena asidosis
metabolik. Keadaan ini terjadi pada pasien yang mengalami diare
berat dan mengalami gangguan biokimiawi akibat menurunnya ion
HCO3- dan H+.
c. Sistem kardiovaskuler
Nadi cepat > 160 x/mnt dan lemah, TD menurun < 90 mmHg, muka
pucat, akral dingin dan kadang sianosis (waspada syok).
d. Sistem neurologi
Penurunan kesadaran bila sudah terjadi dehidrasi berat, kejang karena
terjadi penumpukan natrium dalam serum.
e. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, warna urine kuning keruh, konsistensi pekat
(jika terjadi syok hipovolemik).
f. Sistem pencernaan
Mual muntah, diare >3x sehari encer mungkin bercampur lendir
/darah, bising usus meningkat, distensi abdomen, nyeri perut, perut
teraba keras (kram abdomen).
g. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, selaput mukosa dan bibir kering, kulit didaerah
perianal merah, lecet.
h. Sistem musculoskeletal
Kelemahan pada ekstremitas.
1. Intervensi keperawatan
4. Memberikan
informasi tentang
5.Observasi turgor keseimbangan
kulit secara rutin cairan serta
merupakan
6.Ukur BB tiap hari pedoman dalam
penggantian
7.Atur tetesan infus cairan.
sesuai indikasi 5. Mengetahui
8.Kolaborasi : Berikan adanya
obat sesuai indikasi kehilangan cairan
berlebihan.
6. Indikator cairan
dan status nutrisi.
7. Mempertahankan
penggantian
cairan
8. Menurunkan
kehilangan cairan
dari usus.
2. Defisit volume Fluid balance 1. Pertahankan intake 1. Memberikan
cairan Hydration dan output cairan informasi tentang
berhubungan Ntritional status :food keseimbangan
dengan and fluid intake cairan serta
kehilangan Kriteria hasil : merupakan
cairan secara Mempertahankan urine pedoman dalam
aktif output sesuai dengan 2. Monitor tanda- penggantian
umur tanda vital cairan.
Tanda – tanda vital 2. Bradikardi,
dalam batas normal demam dapat
Tidak ada tanda – 3. Kolaborasi menunjukkan
tanda dehidrasi pemberian cairan respon terhadap
Turgor kulit bai IV kehilangan
4. Motivasi keluarga cairan.
untuk membantu 3. Mempertahankan
pasien makan. penggantian
cairan.
5. Untuk
meningkatkan
nafsu makan
anak.
6. Mengawasi
masukan kalori
atau kualitas
konsumsi
makanan
DAFTAR PUSTAKA