Anatomi Fisiologi
B. Definisi
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
salmonella typhi. Penyakit ini ditandai dengan oleh panas berkepanjangan,
ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelia atau
endokardil dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit
monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus peyer’s patch dan dapat
menular pada orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi.
(Buku Nanda & NIC-NOC tahun 2015)
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di
berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan
subtropis. (Simanjuntak, 2009)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam
tifoid, Diseluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian
setiap tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang
dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling
rentan terkena demam tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih
ringan dari pada dewasa. Hampir disemua daerah endemik, insiden demam
tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun (Nugroho, Susilo, 2011.)
C. Etiologi
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan
salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah
dan debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu
600 selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen
O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen
H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena
rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien
menderita tifoid. (Aru W. Sudoyo, 2009)
D. Pathofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana
asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin
H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan
mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus
halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian
menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan
jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch,
merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel
limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan
ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati
dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit
mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan
limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu
maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus
torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme
dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh
Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung
empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu
dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd
dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang
dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam
patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak
terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan
limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag
di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe
mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari
makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular
yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada
darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, Sumarmo S
Poorwo, dkk. 2012.)
E. Pathway
PENYIMPANGAN KDM
Penularan 5F : Defisit perawatan diri
Food : Makanan
Finger : Jari tangan, ↑
kuku Mudah letih, lesuh
Fomitis : Muntahan
Fly : Lalat ↑
Feces : Kotoran Energi yang dihasilkan
manusia berkurang
↑
Bakteri salmonella
Metabolisme menurun
Thypi (perantara 5F)
↓ ↑
Masuk lewat Intake makanan (nutrisi)
makanan untuk tubuh menurun
↓ ↑
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Saluran pencernaan
tubuh
↓ ↑
Lambung (sebagian
Napsu makan menurun,
mati oleh asam
nausea & vomit
lambung)
↓
Usus halus (jar.
Peristaltik usus menurun
Limfoid usus halus)
↓ ↓
Malaise, perasaan
Tidak terdengar bising
tidak enak, nyeri Infeksi usus halus
usus/bising usus turun
abdomen
↑ ↓ ↓
Hipertermi inflamasi Konstipasi
↑ ↓
Komplikasi intestinal:
Gangguan pada
Peradarahan usus
termoregulator
Pembuluh limfe Perforasi usus (bag.distal
(pusat pengaturan
ileum)
suhu tubuh)
periotonitis
↑ ↓
Bakterime primer
Pirogen beredar
(bakteri masuk ke
dalam darah
aliran darah)
↑ ↓
Endotoksin
meransang sintesa
Bakteri yang tidak
& pelepasan zat
difagositosis akan
pirogen oleh leukosit
masuk
pada jar. radang
&berkembang di hati
& limfa
↑ ↓
Peradanan
Inflamasi hati & limfa
lokalisasi meningkat
↓
Hepatomegali &
splenomegali
↓
Nyeri tekan
↓ Masa inkubasi 5-9 hari
Nyeri akut ↓
Bakteri
Masuk kedalam darah
mengeluarkan
(bakteremi sekunder)
endotoksin
F. Manifestasi Klinis
Masa tunas demam Thypoid berlangsung 10 – 14 hari yang tersingkat 4
hari, jika terjadi infeksi melalui makanan, gejala yang timbul tiba-tiba atau
berangsur-angsur, penderita cepat lemah, anorexia, sakit kepala, rasa tidak
enak di perut dan nyeri seluruh tubuh.
Dalam minggu pertama atau pada masa inkubasi, mungkin ditemukan
gejala prodromal serupa dengan penyakit infeksi akut yaitu lesu, demam,
nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anorexia, mual dan muntah, konstipasi
atau diare, perasaa tidak enak di perut dan batuk. Pada pemeriksaan fisik
hanya didapatkan suhu bada meningkat. Pada minggu kedua tanda dan
gejala menjadi lebih jelas.
1. Demam.
2. Bradikardi Relatif
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi
atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit
tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT Dan SGPT
SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah
pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.
e. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi\
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi
terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang
pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah
suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita tifoid.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap
kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat
kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari)
atau
titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall
kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam
tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif
belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan,
yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi.
Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit
demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan
atas:
1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
didapatkan gejala demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola
buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid
belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan
kesehatan dasar.
2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau
hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran laboraorium yang
menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160
satu kali pemeriksaan).
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada
pemeriksaan biakan atau positif S.Thypi pada pemeriksaan PCR
atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan
ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada
pemeriksaan sekali) (Widodo, D. 2007. Buku Ajar Keperawatan
Dalam. Jakarta: FKUI)
H. Penatalaksanaan medis
1. Tirah baring selama demam masih ada sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih 14 hari.
2. Diet TKTP tetapi rendah kalori
3. Bila terjadi deman beri kompres dingin
4. Obat-obat antimikroba :
a. Klorampenikol 4x500 gram selama 2 minggu
b. moksillin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian, oral/intravena selama 21 hari dan ampisillin dosis 200
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
c. Ko-trimoksasol dengan dosis 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3
kali pemberian, oral, selama 14 hari
5. Obat-obat kortikosteroid, bila ada indikasi toxicosis dapat diberika
kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun secara
bertahap selama 5 hari.
6. Bila ada indikasi perforasi usus dilakukan operasi
7. Mobilisasi bertahap bila panas badan mulai menurun.
I. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register dan diagnosa medik
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual
dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit
bahkan tidak makan sama sekali.
b) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam
thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat
banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan
kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham
pada klien.
b. Pemeriksaan fisik
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 41°C muka
kemerahan. Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
2) Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh,
intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis atau
infeksi
K. INTERVENSI KEPERAWATAN