Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DEMAM TIFOID

A. DEFINISI
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik akut yang mengenai sistem
retikulo-endotelial, kelenjar limfe saluran cerna dan kandungan empedu.
Disebabkan terutama oleh Salmonella enteria serovar thyphi (S.typhi) dan
menular melalui jalur fekal-oral (Rahmad, 2019).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada saluran
pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Seran, 2015).
Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan
pencernaan dan dapat menurunkan tingkat kesadaran. Demam tifoid adalah
suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut. Penyakit ini disebabkan
oleh Salmonella typhi.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang
tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga
meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan yaitu:
pankreas, hati dan kandung.empedu.
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air
pada manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir
di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan.
Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan
dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit,
terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi
depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham),
menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Lidah dari
kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Lidah juga
mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai
secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Kerongkongan (Esofagus) Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot
pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian
mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan
dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan
faring pada ruas ke-6 tulang belakang.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
a. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
b. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus).
c. Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
3. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu:
a. Kardia.
b. Fundus.
c. Antrum
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan
melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan
menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya
kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi
sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi
lambung menghasilkan 3 zat penting:
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa
menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya
tukak lambung.
2) Asam klorida(HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman
lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
4. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir yang melumasi isi usus dan
air yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna. Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak. Otot yang meliputi usus halus
mempunyai 2 lapisan. Lapisan luar: terdiri atas serabut-serabut
longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam: merupakan serabut
sirkuler untuk membantu gerakan peristatik. Lapisan sub mukosa terdiri
atas jaringan penyambung, sedangkan mukosa bagian dalam tebal,
banyak mengandung pembulu darah dan kelenjar.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus
halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya
keusus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan
bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan
berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ peritoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas
jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua
belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin
duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pylorus
dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh,
duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis
yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua
belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2
meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mucus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.
Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari,
yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yaitu sedikitnya sel goblet
dan plak peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan
usus penyerapan secara makroskopis.
c. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang
sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum, jejunum dan
dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8
(netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam-garam empedu. Dinding usus terdiri atas 4 lapisan dasar:
lapisan paliang luar (lapisan serosa), dibentuk oleh peri tonium.
Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan pariental dan lapisan
yang terletak antara lapisan ini dinamakan rongga peritoneum.
Nama khusus yang telah diberikan pada lipatan-lipatan peritoneum,
antara lain:
1) Mesentrium merupakan lipatan peritoneum yang lebar
mengantung jejunum dan ileum dari dinding posterior
abdomen dan memungkinkan usus bergerak leluasa.
Masentrium menyokong pembulu darah dari limfe yang
mensuplai usus.
2) Omentum mayus merupakan lapisan ganda peritoneum yang
menggantung dari kurvatura mayor lambung dan berjalan
turun di depan visera abdomen omentum biasanya
mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu
rongga peritoneum (melindungi) dari infeksi.
3) Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang
terbentang dari kurvatura minor lambungdan bagian atas
duodenum menuju kehati. Salah satu fungsi penting
peritoneum adalah mencegah pergerakan antara organ-organ
yang berdekatan dengan mensekresi cairan serosa sebagai
pelumas.
C. ETIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau
Salmonella paratypi dari genus salmonella. Bakteri ini berbentuk batang,
gram negatif tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai
flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai
beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es sampah dan debu
(Rahmad, 2019).
Penyakit tifoid disebakan oleh Salmonella typhi yaitu bakteri enterik
gram negatif berbentuk basil dan bersifat patogen pada manusia. Penyakit
ini mudah berpindah dari satu orang ke orang lain yang kurang menjaga
kebersihan diri dan lingkungannya yaitu penularan secara langsung jika
bakteri ini terdapat pada feses, urine atau muntahan penderita dapat
menularkan kepada orang lain dan secara tidak langsung melalui makanan
atau minuman. Salmonella typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada
jaringan tempat bakteri berkembang biak dan merangsang sintesis dan
pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang sehingga
terjadi demam. Jumlah bakteri yang banyak dalam darah (bakteremia)
menyebabkan demam makin tinggi. Penyakit tifoid ini mempunyai
hubungan erat dengan lingkungan terutama pada lingkungan yang
penyediaan air minumnya tidak memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi
yang buruk pada lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit
typoid tersebar yaitu polusi udara, sanitasi umum, kualitas air temperatur,
kepadatan penduduk, kemiskinan dan lain-lain. beberapa penelitian di
seluruh dunia menemukan bahwa laki-laki lebih sering terkena demam
tifoid, karena laki-laki lebih sering bekerja dan makan di luar rumah yang
tidak terjamin kebersihannya. Tetapi berdasarkan dari daya tahan tubuh,
wanita lebih berpeluang untuk terkena dampak yang lebih berat atau
mendapat komplikasi dari demam tifoid. Salah satu teori yang menunjukkan
hal tersebut adalah ketika Salmonella typhi masuk ke dalam sel-sel hati,
maka hormon estrogen pada wanita akan bekerja lebih berat (Ardiaria,
2017).

D. PATOFISIOLOGI
Menurut Rahmat (2019), demam tifoid dapat ditularkan melalui 5F
yaitu Food, Fingers, Fomitus, Feses, dan Fly. Bakteri Salmonella Typhi
dapat ditularkan melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi.
Apabila seseorang tidak memperhatikan kebersihan jari-jari tangannya,
maka bakteri tersebut dapat masuk ke dalam tubuh menuju ke saluran
pencernaan dan bakteri akan masuk ke lambung yang nantinya sebagian
akan dimusnahkan. Sebagian yang lainnya masuk ke dalam usus halus,
sehingga terjadinya perkembangbiakan bakteri. Menurut Amin Huda dan
Hardhi Kusuma (2015), bakteri yang masuk ke dalam usus halus akan
menyebabkan peradangan, sehingga nantinya bakteri akan masuk ke dalam
pembuluh limfe dan peredaran darah (bakterimia primer). Selanjutnya
bakteri akan masuk ke dalam retikulo endothelial (RES) terutama di hati dan
limfa. Sehingga menyebabkan inflamasi dan terjadilah hepatomegali dan
pembesaran limfa. Saat limfa menjadi besar, terjadilah splenomegaly yang
menyebabkan penurunan mobilitas dan peristaltik pada usus, sehingga
menyebabkan diare atau konstipasi. Peningkatan asam lambung dapat
menyebabkan pasien mengalami mual dan muntah. Selain itu, saat bakteri
masuk kedalam RES, selanjutnya bakteri akan masuk keperedaran darah
(bacteremia sekunder) yang kemudian akan menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel. Hal ini akan merangsang sel melepaskan zat epirogen
oleh leukosit, dimana dapat mempengaruhi pusat termogulator di
hipotalamus dan menyebabkan pasien mengalami demam.
E. PATHWAY

Bakteri Salmonella thypi Intoleransi aktivitas

( perantara 5f )

Mudah letih & lesuh


Makanan masuk

Energy yg dihasilkan sedikit


Saluran pencernaan

Metabolism turun
Lambung ( sebagian kuman
mati oleh asam lambung
Intek makanan ( nutrisi )
Hipertermi untuk tubuh turun
Usus halus ( jar, limfoid
usus halus )
Defisit Nutrisi
Suhu tubuh meningkat
Infeksi usus halus
Nafsu makan menurun

Gangguan pd termoregulator Nafsu makan menurun,


Inflamasi
(pusat pengaturan suhu tubuh ) nausea & vomitus

Hipotalamus Pembuluh limfe Peristatik usus turun

Pirogen beredar dlm darah Bakteri masuk ke aliran


Tidak terdengar usus / bising
darah ( bakteri primer )
usus turun hipoperistatik

Endotoksin merangsang Bakteri yg tdk di fagosit akan


sintesa & pelepasan zat Konstipasi
masuk & berkembang di hati
pirogen oleh lekosit pd & limfa
jaringan radang
Inflamasi pd hati & limfa

Peradangan lokal meningkat


Hepatomegaly & splenomegali Masa inkubasi 5-9 hari

Bakteri mengeluarkan
endotoksin Nyeri tekan Masuk ke dlm darah
(bacterial sekunder )

Nyeri akut
F. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala demam tifoid menurut Rahmad, 2019, antara lain:
1. Demam
Demam atau panas merupakan gejala utama tifoid, dimana awal
sakit, demamnya kebanyakan samar-samar, selanjutnya suhu tubuh naik
turun. Dimana di waktu pagi suhu rendah atau normal, sore menjelang
malam hari suhu tubuh lebih tinggi. Dari hari ke hari intensitas demam
semakin tinggi disertai banyak gejala lain seperti sakit kepala yang
sering dirasakan didaerah frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia,
tidak nafsu, mual dan muntah. Pada minggu ke 2 intensitas demam
makin tinggi, kadang-kadang terus menerus (demam kontinyu). Bila
pasien membaik maka pada minggu ke 3 suhu badan berangsur turun
dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke 3. Perlu diperhatikan
bahwa demam yang khas tifoid tersebut tidak selalu ada. Tipe demam
menjadi tidak beraturan. Hal ini mungkin karena intervensi pengobatan
atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam
yang lama. Bibir kering dan kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan kotor
dan ditutupi selaput putih. Ujung dan tepi lidah kemerahan. Pada
umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut, terutama didaerah ulu
hati, disertai mual dan muntah. Pada awal sakit sering kembung dan
kontipasi. Pada minggu selanjutnya kadang-kadang timbul diare.
3. Hepatosplenomegali
Hati dan atau limpa, ditemukan sering membesar. Hati terasa kenyal
dan nyeri tekan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Tepi
Pemeriksaan darah tepi seperti jumlah eritrosit, leukosit dan
trombosit umumnya tidak spesifik untuk mendiagnosis demam tifoid.
Leukopenia sering ditemukan pada kasus demam tifoid, tetapi jumlah
leukosit jarang kurang dari 2.500/mm3. Kondisi leukopenia dapat
menetap 1 sampai 2 minggu setelah infeksi. Pada kondisi tertentu,
jumlah leukosit dapat ditemukan meningkat (20.000-25.000/mm3).
Hal ini dapat berkaitan dengan adanya abses pyogenic atau adanya
infeksi sekunder pada usus. Selain hitung jumlah leukosit yang tidak
normal, anemia normokromik normositer dapat ditemukan beberapa
minggu setelah infeksi demam tifoid. Kondisi ini dapat disebabkan
oleh pengaruh sitokin dan mediator inflamasi sehingga menyebabkan
depresi sumsum tulang belakang. Selain itu, kondisi ini juga dapat
berkaitan dengan perdarahan dan perforasi usus. Adanya
trombositopenia pada pasien demam tifoid menandakan adanya
komplikasi penyakit koagulasi intravaskuler (disseminated
intravascular coagulation).
2. Pemeriksaan serologi widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji widal ini memiliki sensitivitas dan sensitivitas
rendah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat aglutinasi dalam
serum penderita aglunitin yang dideteksi yaitu aglutinin O, aglutinin H
dan aglutinin Vi. Namun interpretasinya hanya dari aglutinin O dan H
saja. pemeriksaan widal sebaiknya mulai dilakukan pada minggu
pertama demam. Hal ini dikarenakan aglutinin baru meningkat pada
minggu pertama dan akan semakin tinggi hingga minggu keempat.
Pembentukan aglutinin dimulai dari aglutinin O dan diikuti dengan
aglutinin H. Pada penderita demam tifoid yang telah bebas demam,
aglutinin O akan tetap ditemukan hingga 4-6 bulan sedangkan
aglutinin H 9-12 bulan. Oleh karena itu, uji widal tidak dapat
dijadikan acuan kesembuhan pasien demam tifoid.
3. Uji typhidot
Uji typhidot dilakukan untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG
yang terdapat pada protein membran bakteri Salmonella typhi. Uji ini
dapat dilakukan dengan hasil positif 2-3 hari pasca terinfeksi dengan
sensitivitas 98%, spesifisitas sebesar 76,6%. Uji ini hampir sama
dengan uji tubex.
4. Pemeriksaan kultur
Pemeriksaan kultur merupakan pemeriksaan gold standard
dalam menegakkan diagnosis demam tifoid. Pemeriksaan kultur
memiliki tingkat spesifisitas 100%. Pemeriksaan kultur Salmonella
typhi dari darah dan feses pada minggu pertama infeksi memiliki
tingkat sensitivitas sebesar 85-90% dan kemudian menurun sekitar 20-
30% seiring berjalannya waktu. Selain dari darah dan feses,
pemeriksaan kultur juga dapat dilakukan dengan menggunakan
sampel urin dan cairan aspirasi sumsum tulang belakang. Pemeriksaan
kultur dari sampel urin umumnya kurang sensitif (25 – 30%).
Sedangkan pemeriksaan kultur dari sampel cairan aspirasi sumsum
tulang belakang memiliki sensitivitas 90% sampai pasien
mendapatkan terapi antibiotik selama 5 hari. Namun, tindakan aspirasi
sumsum tulang belakang dapat menyebakan nyeri, sehingga harus
dipertimbangkan manfaat dan risikonya bila ingin melakukan
pemeriksaan ini.

H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan demam tifoid terdiri dari 3 bagian yaitu perawatan, diet dan
obat-obatan menurut Kasron & Susilawati (2018) sebagai berikut :
1. Perawatan
Pasien harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Tirah baring adala untuk mencegah
terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi
pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
2. Diet
Diet demam tifoid adalah diet yang berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan makanan dan cairan serta menetralkan sekresi asam
lambung. Diet yang dianjurkan antara lain makan yang cukup cairan,
kalori, vitamin dan protein, tidak mengandung gas, makanan Iunak
berikan selama istirahat. Pada pemberian bubur sangat dianjurkan
untuk menghindari komplikasi perdarahan atau perforasi usus.
3. Obat-Obatan
a. Antibiotic
1) Kloramfenikol 4x500 mg/hari per oral /IV hingga 7 hari
bebas demam
2) Tiamfenikol 4x500 mg jika diperlukan
3) Kontrimoksazol 2x960 mg selama 2 minggu
4) Amoksilin 50-150 mg/KgBB selama 2 minggu
5) Ceftriakson 3-4 mg dalam dekstrosa 100cc.
6) Golongan fuorokuinolon
a) Norfloksasin 2x499 mg/hari selama 14 hari
b) Ciprofolaksasin 2x500 mg/hari selama 6 hari
c) Ofloksasin 2x400 mg/hari selama 7 hari.
b. Antipiretik
1) Paracetamol
2) Sanmol
3) Ibu profen

I. KOMPLIKASI
Menurut Kasron & Susilawati (2018), komplikasi demam tifoid dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu:
1. Perdarahan Intestinal
Pada plak Peyeri usus (jaringan limfoid pada usus) yang terinfeksi
dapat terbentuk luka lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus.
Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka
akan terjadi pendarahan. Selanjutnya jika luka menembus dinding
usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena luka, pendarahan juga
dapat terjadi karena koagulasi darah (Widodo et al, 2014)
2. Perforasi Usus
Perforasi usus biasanya terjadi pada minggu ketiga, namun juga
dapat timbul pada minggu pertama. Gejala yang terjadi adalah nyeri
perut hebat di kuadran kanan bawah kemudian menyebar ke seluruh
perut. Tanda-tanda lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan
bahkan dapat terjadi syok leukositosis dengan pergeseran ke kiri
dengan menyokong adanya perforasi (Widodo et al, 2014).
3. Hepatitis Tifosa
Pembengkakan hati dari ringan sampai sedang.. Hepatitis tifosa
dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan system imun yang
kurang. Demam tifoid yang disertai gejala icterus, hepatomegali dan
kelainan tes fungsi hati dimana didapatkan peningkatan SGPT, SGOT
dan bilirubin darah.
4. Pneumonia
Dapat disebabkan oleh basil Salmonella atau infeksi mikroba lain
yang sering menyebabkan pneumonia. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan gejala-gejala klinis pneumonia serta gambaran khas
pneumonia pada foto thorax.
5. Komplikasi lain
Karena basil salmonella bersifat intra makrofag dan dapat beredar
keseluruh bagian tubuh, maka dapat mengenai banyak organ yang
dapat menimbulkan infeksi fokal antara lain:
a. Osteomyelitis, artriris
b. Miokarditis, pericarditis, endocarditis
c. Pielonefritis

J. PENGKAJIAN
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama, terutama pada
malah hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak ada napsu makan, epistaksis,
penurunan kesadaran.
1. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tgl MRS,
diagnosa medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
5. Psikososial
Riwayat Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
Interpersonal: hubugan dengan orang lain.
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya napsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan
pada usus halus.
b. Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
7. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu dikaji dari sadar sampai tidak sadar
(composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
b. Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, nadi, respirasi, temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien atau kondisi pasien dan termasuk
pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan
prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi),
disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya
penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi yang
terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering muncul menurut Wijaya & Putri (2013).
1. Hipertermi
2. Defisit Nutrisi
3. Nyeri Akut
Hipertermi D.0130
DIAGNOSA
Definisi : peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi termoregulasi
KEPERAWATAN Waktu
LUARAN KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN
(SDKI) DATA PENUNJANG
(SLKI) (SIKI)
Berhubungan Ditandai dengan : Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermi Tgl:
dengan : □ Dehidrasi keperawatan Observasi:
□ Proses nfeksi, □ Terpapar lingkungan selama______hari/ jam, □ Identifikasi penyebab hipertermi
□ Hipertiorid panas termoregulasi dapat membaik: □ Monitor suhu tubuh
□ Stroke □ Proses penyakit (mis, TERMOREGULASI: □ Monitor kadar elektrolit
□ Dehidrasi infeksi, kanker) □ Menggigil menurun □ Monitor keluaran urine
□ Prematuritas □ Ketidak sesuaian pakaian □ Kulit merah menurun □ Monitor komplikasi akibat hipertermi Jam:

□ Trauma dengan suhu lingkungan □ Kejang menurun

□ Peningkatan laju □ Pucat menurun Terapeutik:


metabolisme □ Takikardi menurun □ Sediakan lingkungan yang dingin
□ Respon trauma □ Dasar kuku sianotik □ Longgarkan atau lepaskan pakaian
□ Aktivitas berlebih menurun □ Basahi dan kipasi permukaan tubuh
□ Penggunaaan inkubator □ Suhu tubuh membaik □ Ganti linen setiap hari jika mengalami hyperhidrosis
(keringat berlebih)
Kondisi klinik terkait: □ Berikan cairan oral
□ Proses nfeksi, □ Lakukan pendinginan eksternal (cont, kompres dingin
□ Hipertiorid pada dahi, leher, dada, abdomen dan aksila)
□ Stroke □ Berikan oksigen jika perlu
□ Dehidrasi
□ Prematuritas Edukasi:

□ Trauma □ Anjurkan tirah baring

Kolaborasi :
□ Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intra vena jika
perlu
D.0019
DIAGNOSA DEFESIT NUTRISI
KEPERAWATAN Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dalam tubuh Waktu
(SDKI) LUARAN KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN
DATA PENUNJANG
(SLKI) (SIKI)
Berhubungan dengan: Ditandai dengan : Setelah dilakukan intervensi Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Tgl:
□ Ketidakmampuan Gejala dan Tanda Mayor: keperawatan Observasi:
menelan Subjektif: selama______hari/ jam, maka □ Identifikasi status nutrisi
□ Ketidakmampuan □ Menolak untuk makan dan kebutuhan nutrisi terpenuhi, □ Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi dan status alergi
mencerna minum dengan kriteria hasil: □ Kaji penurunan nafsu makan pasien
makanan □ Jelaskan pentingnya makanan bagi proses
□ Ketidakmampuan Objektif: □ Pola makan minum penyembuhan Jam:
mengabsorsi □ Berat badan menurun terpenuhi □ Monitor asupan makanan dan ukur tinggi dan berat
nutrisi minimal 10% dibawah □ Mengekspresikan untuk badan pasien
□ Peningkatan rentangan edial keinginan meningkatkan □ Dokumentasikan masukkan oral selama 24jam,
kebutuhan riwayat makanan,dan jumlah kalori dengan tepat
nutrisi
metabolisme Gejala dan Tanda Minor: (intake)
Sujektif : □ Mau makan dan minum
□ Faktor ekonomi □ Ciptakan suasana makanan yang menyenangkan
( kebutuhan □ Cepat kenyang setelah dengan porsi makan □ Berikan atau sajikan makanan selagi hangat
pokok sehari makan dihabiskan
belum tercukupi ) □ Kram atau nyeri abdomen □ Bising usus normal Teraupetik:
□ Faktor psikologis ( □ Nafsu makan menurun □ Tidak ada ganguan otot □ Lakukan oral hygiene sebelum makan dan hygeine
stres, keengganan menelan dan mengunyah pada tangan sebelum makan
untuk makan dan Objektif: □ Fasilitasi untuk menentukan pedoman diet
□ Kulit tidak kering
minum ) □ Bising usus hiperaktif □ Sajikan makanan yang menarik dan suhu yang sesuai
□ Tidak ada tanda tanda
□ Otot penguyah lemah □ Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
□ Otot menelan infeksi
konstipasi
□ Mukosa dan membran
lemah mukosa pada mulut □ Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
□ Membran mukosa terlihat bersih □ Berikan suplemen makanan jika perlu
pucat □ Hentikan pemberian makan melalui selang
□ Sariawan nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
□ Serum albumin
menurun Edukasi:
□ Rambot rontok □ Jelaskan pentingnya kebutuhan nutrisi pada
berlebihan metabolisme
□ Diare □ Jelaskan pentingnya makan dengan posisi duduk
□ mengajarkan diet yang telah diprogramkan
Kondisi klinik terkait: □ menjelaskan makanan yang bergizi tinggi dan tetap
□ Stroke terjangkau.
□ Parkinson
□ Mobius syndrome Kolaborasi:
□ Cerebral palsi □ Kolaborasi dengan tim ahli gizi
□ Cleft lip □ Berikan nutrisi sesuai kebutuhan
□ Cleft palate □ Pantau perubahan nutrisi pada pasien
□ Amyotropic lateral □ Diskusi dengan pasien dan keluarga tentang
sclerarosis kebiasaan makan,berat badan yang optimal
□ Kerusakan
neuromuscular
□ Luka bakar
□ Infeksi
□ Aids
□ Penyakit cronh’s
□ Entrocolitis
□ Fibrosis kistik
D.0077. NYERI AKUT
Definisi:Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
DIAGNOSA Waktu
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
KEPERAWATAN
berlangsung kurang dari 3 bulan
(SDKI)
LUARAN KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN
DATA PENUNJANG
(SLKI) (SIKI)
Berhubungan dengan: Ditandai dengan : Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri & Dukungan nyeri akut Tgl:
□ Agen pencedera Gejala dan Tanda Mayor: keperawatan Pemberian analgesik
fisiologi (inflamasi, Subjektif: selama______hari/ jam, maka Observasi:
iskemia, neoplasma ) □ Mengeluh nyeri tingkat nyeri menurun, dengan □ Identifikasi skala & karakteristik nyeri (Penyebab,
□ Agen pencedera Objektif: kriteria hasil: Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
kimiawi( mis,terbaka □ Tampak meringis □ Pola tidur membaik intensitas nyeri:)
r, bahan kimia □ Bersikap protektif (mis □ Kontrol nyeri meningkat □ Identifikasi respon nyeri nonverbal Jam:
iritan ) waspada,posisi □ Status kenyamanan □ Identifikasi riwayat alergi obat
□ Agen pecendera fisik menghindari nyeri ) meningkat □ Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.
(mis: Abses, □ Gelisah narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan
□ Mobilitas fisik membaik
amputasi,terbakar, □ Frekuensi nadi meningkat tingkat keparahan nyeri
terpotong ,mengang □ Sulit tidur □ Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
kat berat, prosedur □ Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
operasi, trauma, Gejala dan Tanda Minor: pemberian analgesik
latihan fisik Sujektif :( tidak ada ) □ Monitor efektifitas analgesik
berlebihan) □ Pantau kecepatan dan irama jantung
Objektif:
□ Tekanan darah meningkat
□ Pola nafas berubah
□ Nafsu makan berubah
□ Proses berfikir terganggu
□ Menarik diri Teraupetik:
□ Berfokus pada diri sendiri
□ Diaforesi □ Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. terapi musik, , terapi pijat,
Kondisi klinik terkait: aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
□ Kondisi pembedahan hangat/dingin, terapi bermain)
□ Cedera traumatis □ Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau
□ Infeksi bolus oploid untuk mempertahankan kadar dalam
□ Sindrom coroner akut serum
□ Glukoma □ Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak diinginkan
□ Berikan posisi yang nyaman
□ Ciptakan lingkungan yang nyaman

Edukasi:
□ Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
□ Jelaskan strategi meredakan nyeri
□ Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri
□ Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
□ Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (misal.
napas dalam, peregangan, atau imajinasi terbimbing)

Kolaborasi:
□ Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
□ Berikan O2 sesuai kebutuhan
□ Pantau perubahan EKG
DAFTAR PUSTAKA

Ardiaria, Martha. 2017. Epidemiologi, Manifestasi Klinis, Dan


Penatalaksanaan Demam Tifoid. Journal of Nutrition and Health.
Vol.7. No.2
Bachtiar, Sitti Maryam. 2010. Gambaran Penerapan Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Thypoid Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Nutrisi Di Rumah Sakit Tk II Pelamonia. Jurnal Media
Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar Vol. 10 No. 01
Bulecheck, Gloria M. Dkk. Nurjanah, Intansari & Tumanggor, Roxsana
Devi. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Indonesia:
CV. Mocomedia
Cita,Yatnita Parama. 2011. Bakteri Salmonella Typhi Dandemamtifoid.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 6. No.l
Herdman, T. Heather & Kamitsuru, Shigemi. Keliat, Budi Anna dkk.
2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Indonesia: Buku Kedokteran EGC.
Karso & Susilawati. 2018. Buku Ajar: Anatomi Fisiologi Gangguan
System Pencernaan. Jakarta: CV Trans Info Media.
Moorhead, Sue dkk. Nurjanah, Intansari & Tumanggor, Roxsana Devi.
2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Indonesia: CV.
Mocomedia
Muttaqin, Arif & dari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal:
aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba
Medika.
Rahmad, Wahyudi dkk. 2019. Demam Tifoid dengan komplikasi sepsis :
Pengertian, Epidemologi, Patogenesis Dan Sebuah Lapuran Kasu.
Jurnal Medical Profession (MedPro). Vol. 3. No 3.
Seran, Eunike Risani dkk. 2015. Hubungan Personal Hygiene Dengan
Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas.
Ejournal Keperawatan Vol 3. No 2.
Sucipta, A.A Made. 2015. Baku Emas Pemeriksaan Laboratorium Demam
Tifoid Pada Anak. Jurnal Skala Husada Vol 12. No 1.
Suprapti & Ashriady. 2016. Pendokumentasian Standar Asuhan
Keperawatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju, Indonesia.
Jurnal kesehatan Manarang. Vol 2. No 1.
Tanto at all. 2014. Kapita Saleka Kedokteran: Essential Of Medicine.
Jakarta: Media Aesculapis.
Wijaya, Andra Saferi & Putri, Yessie Mariza. 2013. KMB Keperawatan
Medikal Bedah: Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai